Panduan Lengkap Sujud Tilawah dan Bacaannya

Ilustrasi Sujud Tilawah Sebuah ikon yang menggambarkan seseorang sedang bersujud di atas sajadah, dengan sebuah kitab suci Al-Qur'an terbuka di dekatnya.

Al-Qur'an bukan sekadar bacaan, melainkan firman Allah yang hidup, yang berinteraksi dengan jiwa pembacanya. Setiap ayatnya membawa pesan, hikmah, dan getaran spiritual yang mendalam. Salah satu bentuk interaksi paling agung antara hamba dengan Kalamullah adalah sujud tilawah. Ini adalah momen di mana lisan yang membaca atau telinga yang mendengar ayat-ayat tertentu secara spontan diikuti oleh anggota tubuh yang paling mulia, yakni wajah, untuk merendah dan bersujud di hadapan Sang Pencipta.

Sujud tilawah adalah manifestasi dari keimanan yang tulus, sebuah pengakuan atas keagungan Allah, dan respons langsung terhadap panggilan-Nya. Ia adalah jeda sakral di tengah lantunan ayat, di mana seorang hamba menumpahkan segala bentuk kesombongan dan meletakkan dirinya pada posisi terendah, sebagai bukti ketundukan dan kepasrahan total. Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek yang berkaitan dengan sujud tilawah, mulai dari pengertian, hukum, bacaan yang disunnahkan, tata cara pelaksanaannya, hingga hikmah agung di baliknya.

Pengertian dan Makna Sujud Tilawah

Untuk memahami esensi dari ibadah ini, kita perlu membedahnya dari dua sisi: bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi).

1. Definisi Secara Bahasa (Etimologi)

Istilah "sujud tilawah" tersusun dari dua kata dalam bahasa Arab: sujud (السجود) dan tilawah (التلاوة). Kata sujud secara harfiah berarti meletakkan dahi di tanah, membungkuk, atau merendahkan diri. Ini adalah simbol universal dari ketundukan dan penghormatan tertinggi. Adapun kata tilawah berasal dari kata dasar talā (تلا) yang berarti membaca, mengikuti, atau melantunkan. Maka secara bahasa, sujud tilawah dapat diartikan sebagai "sujud yang disebabkan oleh bacaan".

2. Definisi Secara Istilah (Terminologi Fikih)

Dalam terminologi ilmu fikih, sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan sebanyak satu kali ketika membaca atau mendengar salah satu dari ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur'an yang disebut sebagai "ayat sajdah". Sujud ini dilakukan baik di dalam shalat maupun di luar shalat, sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah SWT dan kepatuhan atas firman-Nya.

3. Makna Filosofis dan Spiritual

Lebih dari sekadar gerakan fisik, sujud tilawah menyimpan makna spiritual yang sangat dalam. Ia adalah cerminan dari kondisi batin seorang mukmin. Ketika lisan melantunkan ayat yang menggambarkan kebesaran ciptaan-Nya, kepatuhan para malaikat, atau ancaman bagi mereka yang sombong, hati seorang mukmin akan bergetar. Getaran itu tidak berhenti di hati, melainkan mengalir ke seluruh tubuh, mendorongnya untuk melakukan aksi nyata sebagai pembuktian. Aksi itu adalah sujud.

Sujud tilawah adalah antitesis dari sifat iblis yang menolak perintah sujud karena kesombongan. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis, setan akan menangis dan menjauh ketika melihat anak Adam melakukan sujud tilawah. Ia meratapi nasibnya yang celaka karena menolak perintah yang sama, sementara manusia yang taat mendapatkan surga sebagai ganjarannya. Dengan demikian, setiap sujud tilawah adalah sebuah deklarasi: "Ya Allah, aku tunduk pada perintah-Mu, tidak seperti Iblis yang angkuh." Ini adalah latihan kerendahan hati yang konstan, pengingat bahwa setinggi apapun ilmu, jabatan, atau kekayaan kita, di hadapan Allah kita hanyalah hamba yang faqir dan lemah.

Hukum Melaksanakan Sujud Tilawah

Para ulama fikih memiliki pandangan yang berbeda mengenai status hukum sujud tilawah, yang pada intinya terbagi menjadi dua pendapat utama: sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dan wajib.

1. Pendapat Mayoritas Ulama: Sunnah Muakkadah

Jumhur (mayoritas) ulama dari mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum sujud tilawah adalah sunnah muakkadah. Artinya, ia adalah amalan yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan dan akan mendapatkan pahala besar, namun tidak berdosa jika ditinggalkan. Landasan pendapat ini sangat kuat dan didasarkan pada beberapa hadis, di antaranya:

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, bahwa suatu hari Jumat beliau membaca Surah An-Nahl di atas mimbar. Ketika sampai pada ayat sajdah, beliau turun dan bersujud, dan orang-orang pun ikut bersujud. Pada Jumat berikutnya, beliau membaca surah yang sama, dan ketika sampai pada ayat sajdah, beliau berkata, "Wahai sekalian manusia, kita melewati ayat sajdah. Barangsiapa yang bersujud, ia telah melakukan yang benar. Dan barangsiapa yang tidak bersujud, maka tidak ada dosa baginya." Dan Umar sendiri tidak bersujud pada saat itu. (HR. Bukhari)

Tindakan Umar bin Khattab ini, yang terkadang bersujud dan terkadang tidak, serta penjelasannya bahwa tidak ada dosa bagi yang meninggalkannya, menjadi dalil yang sangat jelas bahwa sujud tilawah bukanlah sebuah kewajiban.

Dalil lainnya adalah hadis dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

"Aku pernah membacakan Surah An-Najm di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau tidak bersujud." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa jika sujud tilawah itu wajib, tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan melakukannya atau memerintahkan Zaid untuk melakukannya. Sikap diam beliau mengindikasikan bahwa hukumnya tidak sampai pada derajat wajib.

2. Pendapat Mazhab Hanafi: Wajib

Ulama dari mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukum sujud tilawah adalah wajib bagi orang yang membaca ayat sajdah maupun yang mendengarnya dengan sengaja. Pendapat ini didasarkan pada interpretasi ayat-ayat Al-Qur'an yang menggunakan bentuk perintah (fi'il amr) atau yang mencela orang-orang yang tidak mau bersujud ketika Al-Qur'an dibacakan kepada mereka.

Salah satu dalil yang mereka gunakan adalah firman Allah Ta'ala:

فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (20) وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ (21)

"Maka mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka tidak mau bersujud?" (QS. Al-Insyiqaq: 20-21)

Ayat ini, menurut pandangan mazhab Hanafi, mengandung celaan keras terhadap orang yang tidak bersujud, yang mengindikasikan adanya kewajiban yang ditinggalkan. Namun, mayoritas ulama menafsirkan celaan ini ditujukan kepada orang-orang kafir yang menolak kebenaran Al-Qur'an secara keseluruhan, bukan sekadar celaan atas tindakan meninggalkan sujud tilawah itu sendiri.

Bacaan Sujud Tilawah yang Shahih

Bagian terpenting dari sujud tilawah adalah doa yang dilantunkan di dalamnya. Terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan bacaan yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bacaan yang paling masyhur dan dianjurkan adalah sebagai berikut:

سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِي خَلَقَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ، فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Sajada wajhiya lilladzī khalaqahū, wa syaqqa sam‘ahū wa basharahū, bihaulihī wa quwwatihī. Fatabārakallāhu ahsanul khāliqīn.

"Wajahku bersujud kepada (Allah) yang menciptakannya, yang membuka pendengaran dan penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya. Maka Maha Suci Allah, sebaik-baik Pencipta."

Tadabbur dan Makna Bacaan

Doa ini bukanlah sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah pengakuan dan pujian yang mendalam. Mari kita resapi maknanya:

Bacaan Alternatif

Selain doa utama di atas, terdapat juga riwayat lain yang bisa diamalkan, seperti doa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma:

اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا، وَضَعْ عَنِّي بِهَا وِزْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا، وَتَقَبَّلْهَا مِنِّي كَمَا تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ

Allāhummaktub lī bihā ‘indaka ajran, wa dha‘ ‘annī bihā wizran, waj‘alhā lī ‘indaka dzukhran, wa taqabbalhā minnī kamā taqabbaltahā min ‘abdika dāwūd.

"Ya Allah, catatlah untukku dengan sujud ini sebuah pahala di sisi-Mu, hapuskanlah dariku dengannya sebuah dosa, jadikanlah ia sebagai simpanan untukku di sisi-Mu, dan terimalah ia dariku sebagaimana Engkau menerimanya dari hamba-Mu, Daud."

Doa ini berisi permohonan yang komprehensif: meminta pahala, pengampunan dosa, dan menjadikannya sebagai bekal di akhirat kelak. Boleh juga membaca bacaan sujud biasa dalam shalat, yaitu "Subhaana rabbiyal a'laa" sebanyak tiga kali.

Tata Cara Pelaksanaan Sujud Tilawah

Cara melakukan sujud tilawah berbeda tergantung pada apakah seseorang sedang berada di dalam shalat atau di luar shalat.

1. Tata Cara Sujud Tilawah di Dalam Shalat

Ketika seseorang sedang shalat, baik sebagai imam maupun shalat sendiri, dan ia membaca ayat sajdah, maka tata caranya adalah sebagai berikut:

  1. Setelah selesai membaca ayat sajdah, ia berniat dalam hati untuk melakukan sujud tilawah.
  2. Kemudian ia mengucapkan takbir (Allahu Akbar) lalu langsung turun untuk bersujud, tanpa melakukan ruku' terlebih dahulu.
  3. Dalam posisi sujud, ia membaca salah satu doa sujud tilawah yang telah disebutkan di atas.
  4. Setelah selesai membaca doa, ia mengucapkan takbir (Allahu Akbar) kembali untuk bangkit dari sujud dan kembali ke posisi berdiri.
  5. Selanjutnya, ia melanjutkan bacaan suratnya atau langsung melakukan ruku' jika bacaan ayat tersebut berada di akhir surat.

Penting untuk dicatat, bagi makmum, ia wajib mengikuti imam. Jika imam melakukan sujud tilawah, makmum wajib mengikutinya. Jika imam tidak melakukannya, maka makmum juga tidak boleh melakukannya sendiri.

2. Tata Cara Sujud Tilawah di Luar Shalat

Ketika seseorang membaca atau mendengar ayat sajdah di luar shalat, terdapat sedikit perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai prosedurnya. Namun, secara umum ada dua cara yang bisa diikuti:

Cara Pertama (Menurut Mazhab Syafi'i dan lainnya):

Cara ini menyerupai shalat sunnah singkat dengan satu sujud, dan disyaratkan dalam keadaan suci (berwudhu), menutup aurat, dan menghadap kiblat.

  1. Berdiri menghadap kiblat dan berniat dalam hati untuk melakukan sujud tilawah.
  2. Mengucapkan takbiratul ihram (Allahu Akbar) sambil mengangkat kedua tangan seperti hendak shalat.
  3. Setelah takbiratul ihram (tidak perlu membaca doa iftitah), langsung mengucapkan takbir lagi untuk turun bersujud (tanpa mengangkat tangan).
  4. Melakukan sujud sebanyak satu kali dan membaca doanya.
  5. Bangkit dari sujud sambil mengucapkan takbir.
  6. Duduk sejenak (seperti duduk tasyahud akhir), kemudian mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri.

Cara Kedua (Pendapat yang Lebih Ringkas):

Pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama, termasuk dalam mazhab Hanbali. Cara ini lebih sederhana dan tidak mensyaratkan takbiratul ihram dan salam. Syarat suci dari hadas tetap dianjurkan, namun ada kelonggaran dalam hal ini menurut sebagian ulama karena tidak dianggap sebagai shalat.

  1. Ketika membaca atau mendengar ayat sajdah, berniat dalam hati.
  2. Mengucapkan takbir (Allahu Akbar) lalu langsung turun bersujud dari posisi apa pun (baik sedang berdiri maupun duduk).
  3. Membaca doa sujud tilawah.
  4. Bangkit dari sujud sambil mengucapkan takbir.
  5. Tidak ada salam setelahnya. Aktivitas bisa langsung dilanjutkan.

Kedua cara tersebut sah untuk diamalkan. Cara pertama lebih sempurna dan hati-hati, sementara cara kedua memberikan kemudahan, terutama bagi orang yang sering berinteraksi dengan Al-Qur'an sepanjang hari.

Daftar 15 Ayat Sajdah dalam Al-Qur'an

Terdapat 15 tempat di dalam Al-Qur'an yang disepakati sebagai lokasi ayat sajdah oleh mayoritas ulama. Berikut adalah daftarnya beserta teks Arab, terjemahan, dan sedikit ulasan konteksnya.

1. Surah Al-A'raf, Ayat 206

إِنَّ الَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ

"Sesungguhnya mereka (para malaikat) yang di sisi Tuhanmu tidak merasa enggan untuk menyembah Allah dan mereka menyucikan-Nya dan hanya kepada-Nya mereka bersujud."

Konteks: Ayat ini menggambarkan sifat para malaikat yang senantiasa taat dan tidak pernah sombong. Sujud kita di sini adalah bentuk peneladanan terhadap makhluk-makhluk suci tersebut dan pernyataan bahwa kita pun ingin menjadi hamba yang taat.

2. Surah Ar-Ra'd, Ayat 15

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُم بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ

"Dan hanya kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, (dan bersujud pula) bayang-bayang mereka pada waktu pagi dan petang."

Konteks: Ayat ini menegaskan ketundukan universal seluruh makhluk. Sujud kita adalah ikrar bahwa kita ingin menjadi bagian dari makhluk yang bersujud dengan sukarela (thau'an), bukan terpaksa (karhan).

3. Surah An-Nahl, Ayat 49-50

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِن دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ (49) يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (50)

"Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)."

Konteks: Serupa dengan sebelumnya, ayat ini menekankan kepatuhan total para malaikat yang didasari rasa takut (khauf) dan cinta kepada Allah. Sujud kita adalah manifestasi dari rasa takut dan harapan yang sama.

4. Surah Al-Isra', Ayat 107-109

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا ۚ إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِن قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِن كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108) وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (109)

"Katakanlah (Muhammad), 'Berimanlah kamu kepadanya (Al-Qur'an) atau tidak usah beriman.' Sesungguhnya orang-orang yang telah diberi pengetahuan sebelumnya, apabila (Al-Qur'an) dibacakan kepada mereka, mereka menyungkurkan wajah, bersujud, dan mereka berkata, 'Mahasuci Tuhan kami; sungguh, janji Tuhan kami pasti dipenuhi.' Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk."

Konteks: Ayat ini memuji para ahli kitab yang berilmu, yang ketika mendengar Al-Qur'an langsung tersungkur sujud karena ilmu mereka mengenali kebenaran. Sujud kita adalah harapan agar kita termasuk golongan orang-orang berilmu yang khusyuk.

5. Surah Maryam, Ayat 58

...إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

"...Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, maka mereka tunduk bersujud dan menangis."

Konteks: Ayat ini berada di akhir rangkaian kisah para nabi. Ia menyimpulkan sifat utama para nabi dan orang-orang saleh, yaitu hati yang lembut yang mudah tersentuh oleh firman Allah, hingga mereka bersujud sambil menangis. Sujud kita adalah upaya meneladani para kekasih Allah tersebut.

6. Surah Al-Hajj, Ayat 18

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِّنَ النَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ...

"Tidakkah engkau tahu bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata dan banyak di antara manusia? Tetapi banyak (manusia) yang pantas mendapatkan azab..."

Konteks: Ayat ini kembali menggambarkan sujud kosmik. Seluruh alam semesta tunduk patuh. Namun, khusus untuk manusia, ada yang taat dan ada yang durhaka. Sujud kita adalah pilihan tegas untuk berada di barisan makhluk yang taat.

7. Surah Al-Hajj, Ayat 77

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung."

Konteks: Ini adalah satu-satunya ayat sajdah yang berbentuk perintah langsung kepada orang beriman. Mazhab Syafi'i dan Hanbali menganggapnya sebagai ayat sajdah. Sujud di sini adalah respons langsung terhadap perintah "Sujudlah!".

8. Surah Al-Furqan, Ayat 60

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَٰنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَٰنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Sujudlah kepada Yang Maha Pengasih', mereka menjawab, 'Siapakah Yang Maha Pengasih itu? Apakah kami harus bersujud kepada apa yang engkau perintahkan kepada kami?' Dan (perintah) itu menambah mereka jauh dari kebenaran."

Konteks: Ayat ini menggambarkan kesombongan orang kafir yang menolak sujud. Maka, ketika seorang mukmin membaca ayat ini, ia langsung bersujud sebagai tindakan perlawanan terhadap kesombongan tersebut dan sebagai bukti bahwa ia tidak seperti mereka.

9. Surah An-Naml, Ayat 25-26

أَلَّا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ (25) اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (26)

"Mengapa mereka tidak bersujud kepada Allah yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan yang mempunyai 'Arsy yang agung."

Konteks: Ini adalah ucapan burung Hud-hud yang heran melihat kaum Saba' menyembah matahari dan tidak bersujud kepada Allah. Sujud kita di sini adalah persetujuan atas keheranan Hud-hud dan pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah.

10. Surah As-Sajdah, Ayat 15

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengannya (ayat-ayat itu), mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Tuhannya, dan mereka tidak menyombongkan diri."

Konteks: Ayat ini mendefinisikan ciri orang beriman sejati. Salah satu ciri utamanya adalah respons langsung berupa sujud ketika diingatkan dengan ayat Allah. Sujud kita adalah harapan dan doa agar kita termasuk dalam golongan yang didefinisikan oleh ayat ini.

11. Surah Sad, Ayat 24

...وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ

"...dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia memohon ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat."

Konteks: Ayat ini menceritakan taubatnya Nabi Daud 'alaihissalam. Sujud di sini lebih bersifat "sujud syukur" atau "sujud taubat". Kita bersujud untuk meneladani Nabi Daud dalam kesegeraannya bertaubat dan memohon ampun.

12. Surah Fussilat, Ayat 37-38

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (37) فَإِنِ اسْتَكْبَرُوا فَالَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ لَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْأَمُونَ (38)

"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya. Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya pada malam dan siang hari, sedang mereka tidak pernah jemu."

Konteks: Ayat ini berisi larangan menyembah makhluk dan perintah tegas untuk hanya menyembah Sang Pencipta. Sujud kita adalah respons ketaatan atas perintah ini, sebuah deklarasi tauhid uluhiyyah.

13. Surah An-Najm, Ayat 62

فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا

"Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)."

Konteks: Ini adalah ayat sajdah pertama yang diturunkan, dan merupakan perintah yang sangat lugas dan jelas. Ketika Nabi membacanya, semua yang mendengar, baik muslim maupun musyrik, ikut bersujud karena dahsyatnya pengaruh ayat ini.

14. Surah Al-Insyiqaq, Ayat 21

وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ

"dan apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud?"

Konteks: Ayat ini berbentuk pertanyaan retoris yang mencela orang-orang yang hatinya keras dan tidak terpengaruh oleh Al-Qur'an. Sujud kita adalah jawaban: "Tidak, ya Allah, kami tidak seperti mereka. Kami mendengar dan kami bersujud."

15. Surah Al-'Alaq, Ayat 19

كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ

"Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)."

Konteks: Ayat ini diturunkan sebagai dukungan kepada Nabi Muhammad SAW yang dihalangi shalat oleh Abu Jahal. Perintah "sujudlah dan dekatkanlah dirimu" adalah penegasan bahwa cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah adalah melalui sujud. Sujud kita adalah manifestasi dari keinginan untuk selalu dekat dengan-Nya.

Hikmah dan Keutamaan Agung Sujud Tilawah

Sujud tilawah bukan sekadar rutinitas ibadah, melainkan sebuah amalan yang sarat dengan hikmah dan keutamaan, di antaranya:

Penutup

Sujud tilawah adalah permata tersembunyi dalam interaksi kita dengan Al-Qur'an. Ia adalah terjemahan fisik dari getaran iman di dalam kalbu. Ia adalah pembeda antara orang yang tunduk dan yang angkuh. Dengan memahami pengertian, hukum, tata cara, dan hikmah di baliknya, semoga kita semakin termotivasi untuk tidak pernah melewatkan kesempatan agung ini setiap kali kita bertemu dengan ayat-ayat sajdah.

Setiap dahi yang menempel di bumi karena mengagungkan firman-Nya adalah sebuah deklarasi cinta dan kepatuhan yang akan menjadi saksi di hari kiamat. Maka, sujudlah dan dekatkanlah dirimu kepada Rabb-mu.

🏠 Kembali ke Homepage