*Ilustrasi: Sunnah Rawatib, penjaga waktu solat fardhu.
Di antara berbagai bentuk ibadah sunnah yang dianjurkan dalam Islam, Solat Rawatib memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Secara harfiah, Solat Rawatib adalah solat sunnah yang dilaksanakan mengiringi solat fardhu lima waktu. Solat ini terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu Qabliyah (sebelum solat fardhu) dan Badiyah (setelah solat fardhu).
Artikel ini akan berfokus secara mendalam pada Solat Badiyah—solat sunnah yang dilaksanakan setelah selesai menunaikan kewajiban fardhu. Solat Badiyah bukan hanya sekadar pelengkap, melainkan sebuah manifestasi kecintaan hamba kepada Allah SWT dan upaya untuk menambal kekurangan yang mungkin terjadi selama pelaksanaan solat fardhu. Kedudukannya yang tinggi menjadikan Solat Badiyah sebagai salah satu kunci untuk meraih pahala besar dan istana kemuliaan di akhirat.
Istilah Solat Badiyah berasal dari kata 'ba’da' (بعد) yang berarti ‘setelah’. Solat Badiyah adalah bagian dari Sunan Rawatib, yakni solat sunnah yang pelaksanaannya terikat atau mengiringi solat fardhu lima waktu. Solat-solat sunnah ini memiliki waktu pelaksanaan yang spesifik, menjadikannya berbeda dari solat sunnah mutlak (seperti Dhuha atau Tahajjud) yang waktu pelaksanaannya lebih luas.
Ulama fikih secara umum sepakat bahwa Solat Rawatib, baik Qabliyah maupun Badiyah, berfungsi sebagai penyempurna (jabbir) dan benteng pelindung bagi solat fardhu. Seringkali, saat kita menunaikan solat fardhu, pikiran kita melayang, hati tidak sepenuhnya khusyu’, atau kita kurang memperhatikan detail rukun dan sunnahnya. Solat Badiyah, dengan izin Allah, bertindak sebagai penambal kekurangan-kekurangan tersebut.
Solat Badiyah ditegaskan melalui banyak hadis sahih yang menunjukkan rutinitas Rasulullah ﷺ dalam melaksanakannya. Ibnu Qudamah, seorang ulama besar mazhab Hanbali, menyatakan bahwa solat sunnah Rawatib ini adalah solat yang paling utama di antara solat sunnah lainnya, setelah solat sunnah yang dilakukan berbarengan dengan solat fardhu itu sendiri.
Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum Zuhur (Qabliyah) dan dua rakaat setelahnya (Badiyah).
Para ulama membagi Solat Rawatib—termasuk Solat Badiyah—menjadi dua tingkatan berdasarkan penekanan dan konsistensi pelaksanaannya oleh Rasulullah ﷺ. Pemahaman terhadap klasifikasi ini sangat penting untuk menentukan prioritas dalam beribadah sehari-hari.
Ini adalah solat sunnah yang selalu (atau hampir selalu) dilaksanakan oleh Rasulullah ﷺ dan jarang ditinggalkan, kecuali karena uzur atau safar (perjalanan). Pahala bagi yang melaksanakannya sangat besar, dan meninggalkannya tanpa alasan syar'i dianggap mengurangi kesempurnaan ibadah seorang Muslim, meskipun tidak sampai berdosa. Solat Badiyah yang termasuk dalam kategori Muakkadah adalah:
Dengan demikian, total rakaat Sunnah Rawatib Muakkadah yang diiringi oleh solat fardhu adalah 12 rakaat per hari (4 Qabliyah Zuhur + 2 Badiyah Zuhur + 2 Badiyah Maghrib + 2 Badiyah Isya + 2 Qabliyah Subuh). Fokus utama artikel ini, Solat Badiyah Muakkadah, berjumlah 6 rakaat.
Ini adalah solat sunnah yang terkadang dikerjakan dan terkadang ditinggalkan oleh Rasulullah ﷺ. Walaupun tidak sekuat Muakkadah, pahalanya tetap besar, dan menambahkannya akan semakin menyempurnakan ibadah kita. Solat Badiyah yang termasuk dalam kategori ini adalah:
Mengapa seorang Muslim harus memprioritaskan pelaksanaan Solat Badiyah? Jawabannya terletak pada janji-janji Allah SWT dan Rasul-Nya yang sangat luar biasa bagi mereka yang konsisten menjaga ibadah sunnah ini.
Keutamaan terbesar dari Solat Rawatib, termasuk Solat Badiyah, adalah janji dibangunkan rumah di Syurga bagi pelakunya. Hadis dari Ummu Habibah (isteri Rasulullah ﷺ) menegaskan:
Rasulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa solat dua belas rakaat pada siang dan malam, niscaya akan dibangunkan baginya rumah di Syurga." (HR Muslim)
Dua belas rakaat yang dimaksud mencakup 6 rakaat Badiyah Muakkadah (2 Zuhur, 2 Maghrib, 2 Isya) dan 6 rakaat Qabliyah Muakkadah (4 Zuhur, 2 Subuh).
Janji ini menunjukkan bahwa ibadah sunnah yang terstruktur dan rutin, meskipun singkat, memiliki nilai yang sangat besar di sisi Allah. Istana ini adalah ganjaran konkret bagi keistiqamahan seorang hamba.
*Ilustrasi: Pahala Istana di Syurga bagi yang menjaga 12 rakaat Rawatib.
Pada Hari Kiamat, hal pertama yang dihisab dari seorang hamba adalah solatnya. Jika solat fardhu seorang hamba terdapat kekurangan, Allah SWT akan memerintahkan para malaikat untuk melihat apakah hamba tersebut memiliki solat sunnah (Rawatib) yang dapat menambalnya.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada Hari Kiamat adalah solatnya. Jika solatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya. Jika solatnya rusak, maka rusak pula seluruh amalnya. Jika terdapat kekurangan dalam solat fardhunya, Allah berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku mempunyai solat sunnah? Jika dia memiliki solat sunnah, maka solat fardhunya disempurnakan dengan solat sunnah tersebut..." (HR Tirmidzi, An-Nasa’i).
Keutamaan ini menjadikan Solat Badiyah sebagai "asuransi" terbaik bagi ibadah fardhu kita. Tidak ada manusia yang sempurna, dan solat kita pasti jauh dari kekhusyukan Rasulullah ﷺ. Dengan menjalankan Badiyah, kita berharap Allah menerima ibadah wajib kita secara utuh.
Pelaksanaan solat sunnah yang rutin, terutama Solat Badiyah, adalah tanda keseriusan hamba dalam mendekatkan diri kepada Rabbnya. Ketika seorang hamba mendekat melalui ibadah sunnah, Allah akan mencintainya, dan jika Allah telah mencintai hamba-Nya, Dia akan melindunginya dan mengabulkan doanya (Hadis Qudsi).
Untuk memastikan kita mendapatkan keutamaan Rawatib secara maksimal, penting untuk memahami rincian jumlah rakaat dan waktu pelaksanaannya untuk setiap solat fardhu.
Waktu Pelaksanaan: Setelah solat fardhu Zuhur, hingga masuk waktu solat Asar.
Keistimewaan khusus Badiyah Zuhur adalah terkait dengan penjagaan waktu. Barangsiapa menjaga empat rakaat Qabliyah dan empat rakaat Badiyah Zuhur (total 8 rakaat Rawatib Zuhur), maka api neraka tidak akan menyentuh dirinya.
Tidak ada Solat Badiyah yang Muakkadah ataupun Ghairu Muakkadah setelah solat fardhu Asar. Ada riwayat mengenai solat sunnah sebelum Asar (Qabliyah Asar, 4 rakaat Ghairu Muakkadah), tetapi tidak ada anjuran khusus untuk solat sunnah setelah Asar, karena waktu setelah Asar hingga Maghrib termasuk waktu yang dimakruhkan untuk solat sunnah (kecuali solat yang memiliki sebab, seperti Tahiyatul Masjid).
Waktu Pelaksanaan: Setelah solat fardhu Maghrib, hingga masuk waktu solat Isya.
Solat Badiyah Maghrib adalah dua rakaat Muakkadah yang sangat ditekankan. Solat ini seringkali dilakukan Rasulullah ﷺ di rumah beliau, yang menandakan pentingnya memisahkan tempat solat fardhu dan solat sunnah (jika memungkinkan).
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: "Sesungguhnya kami melihat para sahabat yang mulia bersegera mengerjakan dua rakaat setelah Maghrib sampai mereka keluar (dari masjid)." (HR Bukhari)
Ini menunjukkan betapa cepatnya para sahabat menjalankan Badiyah Maghrib, menunjukkan antusiasme mereka terhadap pahalanya.
Waktu Pelaksanaan: Setelah solat fardhu Isya, hingga terbit fajar shadiq (sebelum masuk waktu Subuh).
Solat Badiyah Isya adalah dua rakaat Muakkadah. Solat ini berfungsi sebagai penutup ibadah solat harian. Setelah Solat Badiyah Isya, dianjurkan untuk menunaikan Solat Witir, yang merupakan penutup bagi seluruh solat malam.
Beberapa ulama menganjurkan penambahan dua rakaat lagi (menjadi empat rakaat Badiyah Isya) sebagai Rawatib Ghairu Muakkadah, asalkan dilakukan dengan dua kali salam.
Sama seperti Asar, tidak ada Solat Badiyah yang dianjurkan setelah solat fardhu Subuh, karena waktu setelah Subuh hingga terbit matahari dan meninggi setinggi tombak adalah waktu yang dilarang untuk solat sunnah mutlak, kecuali solat yang memiliki sebab, seperti meng-qadha Solat Qabliyah Subuh yang terlewat.
Meskipun Solat Badiyah adalah solat sunnah dua rakaat biasa, terdapat beberapa rincian teknis dan fiqih yang perlu diperhatikan agar pelaksanaannya sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ.
Solat sunnah, seperti Badiyah, tidak memerlukan niat yang diucapkan secara lisan (talaffuzh bin niyyah). Niat yang benar adalah niat dalam hati, yang membedakan satu ibadah dengan ibadah lainnya. Cukuplah seseorang bertekad dalam hati: "Aku solat sunnah Badiyah Zuhur dua rakaat karena Allah Ta’ala."
Sebaiknya Solat Badiyah tidak dilakukan tepat di tempat kita menunaikan solat fardhu. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Apakah salah seorang di antara kalian merasa tidak mampu untuk maju ke depan atau mundur ke belakang, atau bergeser ke kanan atau ke kiri untuk melaksanakan solat sunnah?" (HR Abu Dawud)
Tujuan dari perpindahan tempat ini adalah:
Jika di masjid tidak memungkinkan untuk pindah, bergeser sedikit ke kanan atau ke kiri, atau cukup dengan memisahkan waktu sejenak (misalnya dengan berzikir sebentar) sudah dianggap mencukupi.
Tidak ada kewajiban membaca surah tertentu dalam Solat Badiyah. Namun, para ulama menyarankan untuk membaca Surah yang pendek, dengan fokus pada *tuma'ninah* (ketenangan) dan *khusyu'*.
Beberapa riwayat menunjukkan bahwa dalam solat sunnah yang ringan, Rasulullah ﷺ terkadang membaca Surah Al-Kafirun pada rakaat pertama dan Surah Al-Ikhlas pada rakaat kedua, karena kedua surah ini mengandung tauhid yang murni.
Secara umum, solat sunnah yang tidak disyariatkan berjamaah (seperti Rawatib) lebih utama dilaksanakan di rumah. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Solat terbaik bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali solat fardhu." (HR Bukhari dan Muslim)
Melaksanakan Badiyah di rumah akan mendatangkan keberkahan bagi rumah tersebut dan menjauhkannya dari sifat riya' (pamer) yang mungkin muncul jika dilakukan di tempat umum.
Sebagai ibadah yang rutin, Solat Badiyah sering menimbulkan pertanyaan fiqih terkait kondisi-kondisi khusus seperti safar, qadha, atau ketika waktu solat mepet.
Secara umum, ulama berbeda pendapat mengenai qadha (mengganti) solat sunnah Rawatib jika terlewat:
1. Rawatib Muakkadah: Pendapat yang kuat, didukung oleh mazhab Syafi'i dan Hanbali, menyatakan bahwa solat Rawatib Muakkadah (terutama Badiyah Zuhur, Maghrib, Isya, dan Qabliyah Subuh) boleh dan dianjurkan untuk diqadha jika terlewat.
Dalilnya adalah tindakan Rasulullah ﷺ ketika beliau tertidur dan terlewat melaksanakan solat Subuh beserta Qabliyahnya. Beliau ﷺ meng-qadha Qabliyah Subuh setelah solat fardhu Subuh selesai. Selain itu, beliau juga pernah meng-qadha Badiyah Zuhur yang terlewat setelah solat Asar.
2. Rawatib Ghairu Muakkadah: Tidak dianjurkan untuk diqadha karena sifatnya yang tidak ditekankan.
Ketika seseorang sedang dalam perjalanan (safar) dan melaksanakan solat fardhu dengan cara qashar (diringkas menjadi dua rakaat), hukum Solat Badiyah menjadi lebih ringan:
Kesimpulannya, saat safar, Solat Badiyah (Zuhur, Maghrib, Isya) gugur keutamaannya, tetapi jika tetap dilaksanakan, itu adalah bentuk kerajinan yang mulia.
Pemisahan (fasl) antara solat fardhu dan Badiyah adalah sunnah yang ditekankan. Pemisah ini tidak harus berupa perpindahan tempat secara fisik. Pemisah minimal yang diperlukan adalah melakukan zikir dan doa setelah solat fardhu.
Setelah salam dari solat fardhu, seorang Muslim disunnahkan membaca:
Setelah rangkaian zikir ini selesai, barulah seseorang berdiri untuk menunaikan Solat Badiyah. Zikir inilah yang berfungsi sebagai pemisah penting (fasl) jika ia tidak dapat berpindah tempat.
Tantangan terbesar bagi seorang Muslim adalah konsistensi (istiqamah). Solat Badiyah menuntut konsistensi lima kali sehari, mengiringi solat fardhu. Bagaimana cara memastikan kita istiqamah?
Tanamkan dalam diri bahwa Solat Badiyah bukan sekadar 'tambahan', tetapi sarana vital untuk mencapai ridha Allah dan jaminan rumah di Syurga. Niatkan bahwa kita melaksanakan Badiyah untuk menambal kekurangan solat fardhu.
Di tengah kesibukan, seringkali kita tergoda untuk langsung beranjak dari tempat solat setelah fardhu. Disiplinkan diri untuk mengalokasikan 5 hingga 7 menit tambahan setelah fardhu untuk zikir dan Solat Badiyah. Kebiasaan ini akan terasa ringan setelah beberapa hari.
Khusus Badiyah Maghrib dan Isya, jika memang lebih utama dilakukan di rumah, jadikanlah itu prioritas setiba di rumah sebelum melakukan aktivitas lainnya. Jangan menunda-nunda hingga kelelahan menguasai diri.
Meskipun Solat Badiyah sering disebut "solat ringan," ini tidak berarti harus dilakukan dengan tergesa-gesa. Pastikan *tuma'ninah* terjaga—yakni jeda sejenak setelah rukuk, sujud, dan duduk di antara dua sujud. Kualitas dua rakaat yang khusyu’ jauh lebih baik daripada empat rakaat yang tergesa-gesa.
Jika seorang Muslim adalah kepala keluarga, mengajarkan dan membiasakan Solat Badiyah kepada anggota keluarga adalah pahala ganda. Melakukan Badiyah bersama-sama di rumah (walaupun tidak berjamaah dalam artian formal, tetapi dilakukan bersamaan) akan menciptakan atmosfer keimanan yang kuat dalam rumah tangga.
Dalam hierarki ibadah sunnah, Solat Rawatib memiliki kedudukan unik. Bagaimana Solat Badiyah dibandingkan dengan solat sunnah lainnya?
Ulama fikih menyepakati bahwa Solat Sunnah Rawatib (termasuk Badiyah) lebih utama daripada solat sunnah mutlak (yang tidak terikat waktu seperti Dhuha dan Tahajjud), karena Rawatib berfungsi sebagai penyempurna solat fardhu dan memiliki janji spesifik (rumah di Syurga) yang ditegaskan dalam hadis sahih.
Namun, dalam pandangan jumhur ulama, solat sunnah yang disyariatkan berjamaah dan memiliki keistimewaan waktu yang unik, seperti Solat Gerhana, Solat Hari Raya, dan Solat Witir (sebagai penutup malam), memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Solat Badiyah berada di level yang sangat tinggi di antara solat sunnah individu.
Walaupun Qabliyah dan Badiyah sama-sama Rawatib, ada sedikit perbedaan nuansa:
Kedua jenis Rawatib ini harus dipandang sebagai dua sisi mata uang yang saling melengkapi untuk mengoptimalkan penerimaan solat fardhu kita di sisi Allah SWT.
Solat Badiyah bukan hanya sekadar rutinitas, tetapi adalah ujian keistiqamahan dan kecintaan kita kepada sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Total enam rakaat solat Badiyah Muakkadah sehari (2 Zuhur, 2 Maghrib, 2 Isya) adalah investasi waktu yang sangat kecil, namun ganjaran yang ditawarkan—sebuah istana di Syurga—adalah ganjaran yang kekal dan tak ternilai harganya.
Marilah kita jadikan Solat Badiyah sebagai bagian tak terpisahkan dari ibadah harian kita, menjaganya sebagaimana kita menjaga solat fardhu. Dengan demikian, kita memastikan bahwa pada Hari Penghisaban kelak, kekurangan dalam solat wajib kita telah ditambal sempurna, dan kita termasuk dalam golongan hamba yang dicintai dan dimuliakan oleh Allah SWT.
Sesungguhnya kesempurnaan datang dari Allah, dan upaya hamba untuk meraihnya melalui sunnah-sunnah yang dianjurkan adalah jalan menuju kebahagiaan abadi.