Sholawat Ibrahimiyah: Permata dalam Doa

Sebuah ungkapan cinta dan penghormatan tertinggi kepada Baginda Nabi Muhammad ﷺ dan Nabi Ibrahim 'Alaihissalam.

Simbol Ketenangan dan Spiritualitas

Pengantar: Apa Itu Sholawat Ibrahimiyah?

Dalam khazanah spiritualitas Islam, sholawat menempati posisi yang sangat istimewa. Ia adalah jembatan kasih antara seorang hamba dengan Sang Pencipta, sekaligus manifestasi cinta dan penghormatan kepada utusan-Nya yang paling mulia, Nabi Muhammad ﷺ. Dari sekian banyak lafaz sholawat yang diajarkan, terdapat satu yang menduduki puncak tertinggi, yang dianggap sebagai formula paling sempurna dan paling utama. Itulah Sholawat Ibrahimiyah.

Disebut "Ibrahimiyah" karena di dalamnya terukir nama agung Nabi Ibrahim 'Alaihissalam, seorang nabi yang bergelar Khalilullah (Kekasih Allah). Penyebutan nama beliau bersama Nabi Muhammad ﷺ bukanlah tanpa sebab. Ia menyimpan rahasia teologis yang mendalam tentang kesinambungan risalah kenabian dan kemuliaan yang Allah berikan kepada para utusan-Nya. Sholawat ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah doa komprehensif yang diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ kepada para sahabatnya ketika mereka bertanya tentang cara terbaik untuk bersholawat kepadanya.

Keistimewaan Sholawat Ibrahimiyah terletak pada statusnya sebagai bagian tak terpisahkan dari rukun shalat, khususnya saat Tasyahud Akhir (duduk tasyahud terakhir). Mayoritas ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa membacanya dalam shalat adalah sebuah keharusan atau setidaknya sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat ditekankan). Ini menunjukkan betapa fundamentalnya posisi sholawat ini dalam ibadah seorang Muslim. Shalat, yang merupakan tiang agama, tidak akan sempurna tanpa kehadiran doa agung ini. Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek yang berkaitan dengan Sholawat Ibrahimiyah, mulai dari bacaannya yang syahdu, terjemahannya yang penuh makna, hingga keutamaan-keutamaannya yang tak terhingga.

Bacaan Lengkap Sholawat Ibrahimiyah: Arab, Latin, dan Terjemahan

Berikut adalah lafaz Sholawat Ibrahimiyah yang paling masyhur, sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits shahih. Memahaminya dalam tiga bentuk—Arab, Latin, dan terjemahan—akan membantu kita meresapi maknanya secara lebih utuh.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ و بَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Allahumma shalli 'alaa sayyidinaa muhammad wa'alaa aali sayyidinaa muhammadin, kamaa shallaita 'alaa sayyidinaa ibraahiima wa'alaa aali sayyidinaa ibraahiima, wabaarik 'alaa sayyidinaa muhammadin wa'alaa aali sayyidinaa muhammadin, kamaa baarakta 'alaa sayyidinaa ibraahiima wa'alaa aali sayyidinaa ibraahiima, fil 'aalamiina innaka hamiidun majiidun.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah rahmat (shalawat) kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah keberkahan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Di seluruh alam semesta, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia."

Sejarah dan Asal-Usul Sholawat Ibrahimiyah

Sholawat Ibrahimiyah bukanlah karangan manusia biasa, bukan pula gubahan para ulama atau auliya. Ia adalah wahyu ilahi yang diajarkan melalui lisan suci Rasulullah ﷺ. Asal-usulnya tercatat dengan sangat jelas dalam kitab-kitab hadits terkemuka, menjadikannya sholawat dengan sanad (rantai periwayatan) yang paling kuat dan otentik.

Kisah ini bermula dari sebuah pertanyaan yang dilandasi oleh rasa cinta dan adab yang tinggi dari para sahabat. Setelah turunnya ayat Al-Qur'an dalam Surat Al-Ahzab ayat 56:

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya."

Para sahabat memahami perintah untuk bersholawat. Mereka juga sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepada Rasulullah ﷺ (yaitu dengan ucapan "Assalamu 'alaika ayyuhan nabiyyu..."). Namun, mereka ingin mengetahui bentuk sholawat yang terbaik dan paling sempurna.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ka'ab bin 'Ujrah, ia berkata: "Rasulullah ﷺ keluar menemui kami, lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana cara kami bersholawat kepadamu?' Beliau menjawab, 'Ucapkanlah: [kemudian beliau melafazkan Sholawat Ibrahimiyah].'"

Hadits ini menjadi bukti primer bahwa lafaz Sholawat Ibrahimiyah datang langsung dari Nabi Muhammad ﷺ. Ini bukan sekadar doa, melainkan sebuah pelajaran (talqin) dari guru terbaik kepada murid-murid terbaik tentang cara memuji beliau dengan cara yang paling diridhai oleh Allah SWT. Oleh karena itu, para ulama menyimpulkan bahwa tidak ada bentuk sholawat lain yang dapat menandingi keutamaan dan kesempurnaan Sholawat Ibrahimiyah.

Makna Mendalam di Setiap Kata Sholawat Ibrahimiyah

Untuk benar-benar menghayati Sholawat Ibrahimiyah, kita perlu menyelami makna yang terkandung dalam setiap frasanya. Setiap kata dipilih dengan cermat dan memiliki kedalaman spiritual yang luar biasa.

1. Allahumma Shalli 'Alaa Muhammad... (Ya Allah, Limpahkanlah Shalawat kepada Muhammad)

Kalimat pembuka ini adalah inti dari permohonan. Kata "Shalli" (صَلِّ) berasal dari kata "Sholah" (صلاة). Makna shalawat dari Allah kepada Nabi-Nya bukanlah sekadar "memberi rahmat". Para ulama menjelaskan bahwa maknanya jauh lebih agung. Shalawat Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ berarti: pujian Allah kepada beliau di hadapan para malaikat-Nya yang mulia (Al-Mala'ul A'la).

Ketika kita meminta Allah untuk bersholawat kepada Nabi, kita sebenarnya sedang memohon agar Allah senantiasa meninggikan derajatnya, memuliakan namanya, dan menyanjungnya di alam tertinggi. Ini adalah bentuk pujian tertinggi yang bisa dibayangkan, karena datang dari Zat Yang Maha Agung kepada makhluk-Nya yang paling agung.

2. Wa 'Alaa Aali Muhammad... (Dan kepada Keluarga Muhammad)

Siapakah yang dimaksud dengan "Aal" (آل) atau keluarga Nabi? Terdapat beberapa penafsiran di kalangan ulama:

  • Pendapat pertama (paling umum): Mereka adalah kerabat-kerabat beliau yang beriman, yaitu keturunan Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
  • Pendapat kedua: Mereka adalah istri-istri dan seluruh keturunan beliau.
  • Pendapat ketiga (lebih luas): Mereka adalah seluruh pengikut Nabi Muhammad ﷺ yang taat hingga akhir zaman.

Dengan menyertakan "keluarga" Nabi dalam sholawat kita, kita mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang memiliki hubungan istimewa dengan beliau, baik hubungan darah maupun hubungan spiritual. Ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya mencintai orang-orang yang dicintai oleh Rasulullah ﷺ.

3. Kamaa Shollaita 'Alaa Ibrahim... (Sebagaimana Engkau Telah Bershalawat kepada Ibrahim)

Ini adalah bagian yang sangat penting dan sering menjadi pertanyaan. Mengapa kita menyamakan (tasybih) sholawat untuk Nabi Muhammad ﷺ dengan sholawat yang telah diberikan kepada Nabi Ibrahim 'Alaihissalam? Bukankah Nabi Muhammad ﷺ adalah nabi yang paling utama?

Para ulama memberikan beberapa penjelasan yang indah:

  • Bukan penyerupaan yang setara, tetapi permohonan: Kita tidak sedang mengatakan bahwa kemuliaan Nabi Muhammad ﷺ setara dengan Nabi Ibrahim. Kita memohon kepada Allah, "Ya Allah, sebagaimana Engkau telah melimpahkan kemuliaan yang agung kepada Ibrahim dan keluarganya, maka limpahkanlah kemuliaan yang semisal itu, bahkan lebih agung lagi, kepada Muhammad dan keluarganya." Kita menggunakan anugerah yang telah Allah berikan kepada Nabi Ibrahim sebagai "standar" keagungan yang kita mohonkan untuk Nabi Muhammad ﷺ.
  • Menghubungkan dua risalah agung: Nabi Muhammad ﷺ adalah keturunan langsung dari Nabi Ibrahim melalui putranya, Nabi Ismail. Ka'bah yang menjadi kiblat umat Islam dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Dengan menyebut keduanya, kita menegaskan kesinambungan ajaran tauhid dari millah (agama) Ibrahim hingga risalah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ.
  • Keberkahan yang teruji: Nabi Ibrahim dan keluarganya telah terbukti menerima anugerah dan keberkahan yang luar biasa dari Allah. Di antara keturunannya, lahir banyak sekali nabi. Dengan menyebutnya, kita berharap keberkahan yang sama langgengnya turun kepada Nabi Muhammad dan umatnya.

4. Wa Baarik 'Alaa Muhammad... (Dan Limpahkanlah Keberkahan kepada Muhammad)

Kata "Baarik" (بَارِكْ) berasal dari kata "Barakah" (بركة). Barakah secara bahasa berarti "kebaikan yang banyak, tetap, dan terus bertambah." Jadi, kita tidak hanya memohon pujian (shalawat), tetapi juga memohon agar segala sesuatu yang terkait dengan Nabi Muhammad ﷺ—ajarannya, umatnya, keturunannya, peninggalannya—diberkahi oleh Allah.

Keberkahan ini bersifat abadi. Kita melihatnya hingga hari ini: Al-Qur'an yang beliau bawa terjaga, hadits-haditsnya dipelajari di seluruh dunia, dan jumlah pengikutnya terus bertambah. Doa ini adalah permohonan agar kebaikan ilahi ini terus mengalir tanpa henti.

5. Fil 'Aalamiin... (Di Seluruh Alam Semesta)

Frasa ini menegaskan universalitas doa kita. Permohonan shalawat dan barakah ini tidak terbatas pada satu tempat atau satu zaman, melainkan mencakup seluruh alam semesta, baik alam dunia, alam barzakh, maupun alam akhirat. Ini sesuai dengan status Nabi Muhammad ﷺ sebagai Rahmatan lil 'Alamin (Rahmat bagi seluruh alam).

6. Innaka Hamiidun Majiid... (Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia)

Sholawat ini ditutup dengan dua Asmaul Husna (nama-nama Allah yang indah), yaitu Hamiid dan Majiid.

  • Hamiid (حَمِيْدٌ): Maha Terpuji. Allah-lah yang berhak atas segala pujian, baik Dia memberi ataupun tidak, karena semua perbuatan-Nya sempurna dan penuh hikmah.
  • Majiid (مَجِيْدٌ): Maha Mulia/Agung. Kemuliaan Allah bersifat absolut, mencakup keagungan Zat-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya.

Penutup ini adalah bentuk pengakuan dan sanjungan kepada Allah. Kita mengakui bahwa hanya Dia-lah yang mampu memberikan shalawat dan barakah yang agung, karena Dia-lah Pemilik segala pujian dan kemuliaan. Ini adalah adab tertinggi dalam berdoa: memulai dengan doa dan mengakhirinya dengan pujian kepada Allah SWT.

Keutamaan (Fadhilah) Mengamalkan Sholawat Ibrahimiyah

Sebagai sholawat terbaik, Sholawat Ibrahimiyah menyimpan segudang keutamaan dan manfaat bagi siapa saja yang mengamalkannya dengan ikhlas dan istiqamah. Keutamaan-keutamaan ini tidak hanya berlaku di akhirat, tetapi juga dirasakan dalam kehidupan di dunia.

1. Menjalankan Perintah Allah Secara Sempurna

Seperti yang telah disebutkan, Allah SWT secara langsung memerintahkan orang-orang beriman untuk bersholawat kepada Nabi dalam QS. Al-Ahzab: 56. Dengan membaca Sholawat Ibrahimiyah, kita menjalankan perintah ini dengan menggunakan lafaz terbaik yang diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ. Ini adalah bentuk ketaatan yang paling paripurna.

2. Menjadi Sebab Terkabulnya Doa

Para ulama mengajarkan adab berdoa, yaitu memulai dan mengakhiri doa dengan pujian kepada Allah dan sholawat kepada Nabi Muhammad ﷺ. Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya doa itu terhenti di antara langit dan bumi, tidak akan naik sedikit pun darinya sampai engkau bersholawat kepada Nabimu."

Membaca Sholawat Ibrahimiyah sebelum dan sesudah berdoa adalah laksana "kunci pembuka" dan "segel penutup" yang mengantarkan permohonan kita ke hadirat Allah SWT. Sholawat menjadi wasilah (perantara) yang membuat doa kita lebih layak untuk dikabulkan.

3. Mendapat Balasan 10 Kali Lipat Shalawat dari Allah

Ini adalah salah satu keutamaan yang paling menakjubkan. Dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barangsiapa yang bersholawat kepadaku satu kali, maka Allah akan bersholawat (memuji dan memberinya rahmat) kepadanya sepuluh kali."

Bayangkan, dengan satu kali ucapan tulus, kita mendapatkan sepuluh kali pujian dari Sang Pencipta alam semesta. Ini adalah sebuah "investasi spiritual" yang keuntungannya tidak dapat diukur dengan materi. Pujian dari Allah berarti curahan rahmat, ampunan, dan petunjuk dalam hidup kita.

4. Dihapuskan Dosa dan Ditinggikan Derajatnya

Selain mendapatkan balasan shalawat, ganjaran lainnya adalah penghapusan dosa dan peningkatan derajat. Dalam hadits riwayat An-Nasa'i, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barangsiapa bersholawat kepadaku satu kali, niscaya Allah bersholawat kepadanya sepuluh kali, menghapus sepuluh kesalahannya, dan mengangkatnya sepuluh derajat."

Setiap lafaz Sholawat Ibrahimiyah yang kita ucapkan berfungsi sebagai pembersih jiwa dari noda-noda dosa kecil, sekaligus sebagai tangga spiritual yang mengangkat kedudukan kita di sisi Allah SWT.

5. Meraih Syafa'at (Pertolongan) Rasulullah ﷺ di Hari Kiamat

Pada hari kiamat, ketika semua manusia diliputi ketakutan dan kebingungan, ada satu pertolongan yang sangat didambakan, yaitu syafa'at dari Nabi Muhammad ﷺ. Memperbanyak sholawat di dunia adalah cara untuk "mendaftar" agar kita layak mendapatkan syafa'at tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Orang yang paling berhak mendapatkan syafa'atku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bersholawat kepadaku." (HR. Tirmidzi)

Dengan mengamalkan Sholawat Ibrahimiyah, sholawat yang paling beliau ajarkan, harapan untuk mendapatkan syafa'at agung ini menjadi semakin besar.

6. Menjadi Lebih Dekat dengan Rasulullah ﷺ di Surga

Kedekatan dengan Rasulullah ﷺ tidak hanya diharapkan melalui syafa'at di padang mahsyar, tetapi juga kedekatan tempat di surga. Sholawat adalah sarana untuk meraih posisi terhormat tersebut. Beliau bersabda:

"Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bersholawat kepadaku." (HR. Tirmidzi)

Membiasakan lisan dengan Sholawat Ibrahimiyah adalah upaya menapaki jalan menuju kedekatan dengan sang kekasih Allah di tempat peristirahatan abadi.

7. Menghilangkan Kesusahan dan Kegelisahan

Sholawat memiliki kekuatan spiritual untuk menenangkan hati dan melapangkan pikiran. Dalam sebuah kisah yang masyhur, Ubay bin Ka'ab bertanya kepada Rasulullah ﷺ, seberapa banyak porsi sholawat yang harus ia sisihkan dalam doanya. Setelah menawarkan seperempat, setengah, hingga dua pertiga, Ubay akhirnya berkata, "Aku akan menjadikan seluruh doaku untuk bersholawat kepadamu." Apa jawaban Rasulullah ﷺ?

"Jika demikian, maka akan dicukupi kesusahanmu dan diampuni dosamu." (HR. Tirmidzi)

Kisah ini menunjukkan bahwa memfokuskan diri pada sholawat dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan hidup. Ketika kita sibuk mendoakan sang Nabi, Allah-lah yang akan mengambil alih urusan dan kebutuhan kita. Hati yang gelisah akan menjadi tenang, dan masalah yang pelik akan diberi jalan keluar.

Posisi Sholawat Ibrahimiyah dalam Ibadah Shalat

Keagungan Sholawat Ibrahimiyah paling nyata terlihat dari posisinya di dalam shalat, ibadah utama umat Islam. Ia dibaca pada saat Tasyahud Akhir, yaitu momentum terakhir sebelum shalat diakhiri dengan salam. Momen ini adalah saat yang sangat sakral, di mana seorang hamba sedang menghadap langsung kepada Rabb-nya.

Para ulama fiqih memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai hukum membacanya dalam shalat, namun semuanya sepakat akan keutamaannya yang sangat tinggi.

  • Mazhab Syafi'i dan Hanbali: Memandang bahwa membaca Sholawat Ibrahimiyah pada Tasyahud Akhir adalah rukun shalat. Artinya, jika sengaja ditinggalkan, maka shalatnya tidak sah dan harus diulang. Ini didasarkan pada pemahaman bahwa perintah bersholawat bersifat wajib, dan shalat adalah tempat paling utama untuk menunaikannya.
  • Mazhab Hanafi dan Maliki: Memandang hukumnya sebagai sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat ditekankan). Meninggalkannya tidak membatalkan shalat, namun sangat tercela dan mengurangi kesempurnaan shalat secara signifikan.

Terlepas dari perbedaan status hukum ini, tidak ada satu pun ulama yang meremehkan pentingnya sholawat ini dalam shalat. Membacanya dengan penuh penghayatan di penghujung shalat adalah cara sempurna untuk menutup dialog kita dengan Allah, dengan memohonkan kemuliaan bagi utusan-Nya yang telah mengajarkan kita cara berdialog tersebut. Ini adalah adab dan rasa terima kasih yang mendalam.

Kesimpulan: Menjadikan Sholawat Ibrahimiyah Bagian dari Hidup

Sholawat Ibrahimiyah lebih dari sekadar doa. Ia adalah deklarasi cinta, pengakuan atas kenabian, jembatan spiritual, dan kunci pembuka pintu-pintu kebaikan. Diajarkan langsung oleh lisan mulia Rasulullah ﷺ, ia menjadi formula pujian yang paling sempurna dan paling dicintai oleh Allah SWT.

Kehadirannya sebagai pilar dalam ibadah shalat menunjukkan betapa fundamental perannya dalam kehidupan seorang Muslim. Namun, keutamaannya tidak terbatas di dalam shalat saja. Mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari—setelah shalat, saat berdzikir pagi dan petang, atau di setiap kesempatan—adalah cara untuk terus menyambungkan hati kita dengan Sang Nabi.

Dengan memahami makna, sejarah, dan fadhilahnya yang luar biasa, semoga kita termotivasi untuk tidak hanya menghafalnya, tetapi juga menghayatinya. Semoga setiap lafaz Sholawat Ibrahimiyah yang terucap dari lisan kita menjadi saksi cinta kita di hadapan Allah, dan menjadi sebab kita berkumpul bersama Baginda Nabi Muhammad ﷺ di surga-Nya kelak. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

🏠 Kembali ke Homepage