Panduan Terlengkap Sholat Jamak dan Qashar
Memahami Konsep Rukhsah dalam Islam
Islam adalah agama yang sempurna dan penuh rahmat. Salah satu bukti nyata dari keluasan rahmat Allah SWT adalah adanya konsep rukhsah, yaitu keringanan atau dispensasi dalam menjalankan syariat ketika seorang Muslim berada dalam kondisi tertentu yang menyulitkan. Sholat, sebagai tiang agama, merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan dalam kondisi apapun. Namun, Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tidak membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Oleh karena itu, bagi mereka yang sedang dalam perjalanan (safar), diberikanlah kemudahan berupa sholat jamak qashar.
Memahami dan mengamalkan sholat jamak qashar bukan hanya soal teknis pelaksanaan ibadah, tetapi juga merupakan wujud syukur kita atas kemudahan yang Allah berikan. Ini menunjukkan betapa fleksibelnya syariat Islam dalam mengakomodasi berbagai situasi kehidupan manusia tanpa mengurangi esensi dan kewajiban utama seorang hamba kepada Penciptanya. Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk sholat jamak qashar, dari dasar-dasar definisi hingga pembahasan fiqih yang lebih mendalam, agar setiap Muslim dapat melaksanakannya dengan benar dan penuh keyakinan.
Definisi Mendasar: Jamak, Qashar, dan Gabungannya
Untuk memahami praktik ini secara utuh, kita perlu membedah tiga istilah kunci: Sholat Jamak, Sholat Qashar, dan Sholat Jamak Qashar.
1. Sholat Jamak (Menggabungkan Sholat)
Secara bahasa, jamak berarti mengumpulkan atau menggabungkan. Dalam istilah fiqih, sholat jamak adalah menggabungkan pelaksanaan dua sholat fardhu dalam satu waktu. Penting untuk dicatat, tidak semua sholat bisa dijamak. Sholat yang dapat dijamak adalah sholat Dzuhur dengan Ashar, dan sholat Maghrib dengan Isya. Sholat Subuh tidak dapat dijamak dengan sholat manapun.
Terdapat dua jenis sholat jamak:
- Jamak Taqdim: Artinya "jamak yang didahulukan". Ini berarti menggabungkan dua sholat dan melaksanakannya di waktu sholat yang pertama. Contohnya adalah mengerjakan sholat Dzuhur dan Ashar di waktu Dzuhur, atau mengerjakan sholat Maghrib dan Isya di waktu Maghrib.
- Jamak Takhir: Artinya "jamak yang diakhirkan". Ini berarti menggabungkan dua sholat dan melaksanakannya di waktu sholat yang kedua. Contohnya adalah mengerjakan sholat Dzuhur dan Ashar di waktu Ashar, atau mengerjakan sholat Maghrib dan Isya di waktu Isya.
2. Sholat Qashar (Meringkas Sholat)
Secara bahasa, qashar berarti meringkas atau memendekkan. Dalam istilah fiqih, sholat qashar adalah meringkas jumlah rakaat sholat fardhu yang aslinya empat rakaat menjadi dua rakaat. Sholat yang bisa diqashar hanyalah sholat Dzuhur, Ashar, dan Isya. Sementara itu, sholat Maghrib (tiga rakaat) dan sholat Subuh (dua rakaat) tidak dapat diqashar. Meringkas sholat Maghrib akan mengubah bentuk aslinya, dan sholat Subuh sudah merupakan jumlah rakaat yang paling sedikit.
3. Sholat Jamak Qashar (Menggabungkan dan Meringkas)
Ini adalah bentuk rukhsah yang paling lengkap bagi seorang musafir, yaitu menggabungkan dua sholat sekaligus meringkasnya. Praktik ini menggabungkan kemudahan jamak dan qashar dalam satu pelaksanaan. Contohnya, seorang musafir dapat melaksanakan sholat Dzuhur dua rakaat dilanjutkan dengan sholat Ashar dua rakaat, baik itu dilakukan pada waktu Dzuhur (jamak taqdim qashar) maupun pada waktu Ashar (jamak takhir qashar).
Landasan Hukum dan Dalil Syar'i
Keringanan sholat jamak dan qashar bukan merupakan inovasi, melainkan memiliki landasan yang kuat dari Al-Qur'an dan As-Sunnah (hadits Nabi Muhammad SAW).
Dalil dari Al-Qur'an
Landasan utama untuk sholat qashar terdapat dalam firman Allah SWT:
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا
"Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar sholat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir." (QS. An-Nisa: 101)
Meskipun ayat ini menyebutkan kondisi "takut diserang", para ulama dan sahabat memahami bahwa keringanan ini berlaku umum untuk perjalanan, baik dalam kondisi aman maupun takut. Hal ini dikuatkan oleh hadits-hadits Nabi SAW yang akan dijelaskan di bawah ini.
Dalil dari As-Sunnah (Hadits)
Praktik sholat jamak dan qashar secara rutin dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika beliau bepergian. Banyak hadits yang meriwayatkan hal ini, di antaranya:
Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menjamak antara shalat Zhuhur dan Ashar jika beliau berada dalam perjalanan, dan beliau juga menjamak antara shalat Maghrib dan Isya." (HR. Bukhari)
Hadits ini menjadi dalil yang sangat jelas mengenai kebolehan menjamak sholat saat safar.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
"Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat dalam suatu perjalanan sebelum matahari tergelincir, beliau mengakhirkan sholat Dzuhur hingga waktu Ashar, lalu beliau turun dan menjamak keduanya (jamak takhir). Dan jika matahari telah tergelincir sebelum beliau berangkat, beliau sholat Dzuhur terlebih dahulu kemudian baru naik kendaraan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini memberikan gambaran praktis tentang bagaimana Rasulullah SAW memilih antara jamak taqdim dan jamak takhir, disesuaikan dengan kondisi perjalanan beliau. Ini menunjukkan fleksibilitas dalam pelaksanaan rukhsah ini.
Syarat-Syarat Pelaksanaan Sholat Jamak Qashar
Untuk dapat mengambil keringanan sholat jamak dan qashar, seorang Muslim harus memenuhi beberapa syarat yang telah disepakati oleh mayoritas ulama. Syarat-syarat ini penting untuk memastikan bahwa rukhsah diambil pada tempatnya.
1. Niat Bepergian (Safar)
Seseorang harus berniat untuk melakukan perjalanan yang memenuhi kriteria syar'i. Niat ini harus ada sejak awal sebelum memulai perjalanan.
2. Jarak Perjalanan
Ini adalah salah satu poin yang memiliki perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mayoritas ulama (mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali) menetapkan jarak minimal perjalanan yang membolehkan jamak qashar adalah sekitar 85 hingga 90 kilometer. Jarak ini didasarkan pada perhitungan perjalanan dua hari dengan berjalan kaki atau unta pada zaman dahulu (dua marhalah).
Beberapa ulama lain, seperti dalam mazhab Hanafi, menetapkan jarak yang lebih jauh, yaitu sekitar perjalanan tiga hari (sekitar 138 km). Ada juga pendapat yang lebih longgar, yang menyatakan bahwa batasan jarak kembali kepada 'urf atau kebiasaan masyarakat setempat. Jika suatu perjalanan sudah dianggap sebagai "safar" atau bepergian jauh menurut kebiasaan umum, maka sudah boleh mengambil rukhsah. Namun, untuk kehati-hatian, pendapat mayoritas ulama (sekitar 85-90 km) lebih banyak diikuti.
3. Tujuan Perjalanan yang Mubah (Diperbolehkan)
Perjalanan yang dilakukan haruslah untuk tujuan yang dibolehkan secara syariat, bukan untuk maksiat. Misalnya, perjalanan untuk silaturahmi, berdagang, menuntut ilmu, berobat, atau rekreasi yang halal. Jika seseorang bepergian dengan tujuan untuk berbuat maksiat (misalnya untuk mencuri atau berjudi), maka ia tidak berhak mendapatkan keringanan dari Allah SWT.
4. Telah Melewati Batas Wilayah Tempat Tinggal
Keringanan sholat jamak qashar baru boleh dimulai setelah musafir benar-benar telah keluar dari batas wilayah tempat tinggalnya. Batas ini bisa berupa batas desa, batas kota, atau kompleks perumahan. Selama masih berada di dalam kota atau wilayah domisilinya, ia masih wajib sholat seperti biasa (sholat sempurna atau tamam).
5. Tidak Berniat Menetap (Mukim) untuk Waktu yang Lama
Seorang musafir boleh terus menjamak dan mengqashar sholatnya selama ia masih berstatus sebagai musafir. Namun, jika ia berniat untuk menetap di suatu tempat lebih dari empat hari (menurut pendapat mayoritas ulama Syafi'i dan Maliki, tidak termasuk hari kedatangan dan kepulangan), maka ia kehilangan status musafirnya dan wajib sholat secara sempurna sejak niat tersebut muncul.
Perbedaan pendapat ulama mengenai durasi maksimal musafir adalah hal yang lumrah. Mazhab Hanafi menyebutkan 15 hari. Pilihlah pendapat yang paling menenangkan hati dengan tetap berpegang pada dalil yang kuat.
Tata Cara Pelaksanaan Sholat Jamak dan Qashar
Berikut adalah panduan langkah demi langkah untuk melaksanakan sholat jamak dan qashar dalam berbagai kombinasinya.
1. Jamak Taqdim Qashar (Dzuhur dan Ashar di Waktu Dzuhur)
Ini adalah cara yang paling sering dilakukan, yaitu menggabungkan dan meringkas sholat Dzuhur dan Ashar, dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
- Berwudhu dengan sempurna.
- Mengumandangkan adzan (jika sholat sendiri atau di tempat yang tidak ada adzan) dan iqamah.
- Niat Sholat Dzuhur: Berdiri menghadap kiblat dan berniat dalam hati untuk sholat Dzuhur qashar dua rakaat, dijamak dengan Ashar. Lafaz niat (untuk memantapkan hati):
"Ushalli fardhadz dzuhri rak'ataini qashran majmuu'an ilaihil 'ashru adaa'an lillaahi ta'aalaa."
(Aku niat sholat fardhu Dzuhur dua rakaat, diringkas, dengan dijamak kepada Ashar, karena Allah Ta'ala). - Melaksanakan sholat Dzuhur dua rakaat seperti biasa, diakhiri dengan salam.
- Setelah salam, segera berdiri untuk sholat Ashar tanpa diselingi oleh zikir panjang atau aktivitas lain yang lama (prinsip muwalah atau berkesinambungan). Cukup diselingi dengan iqamah.
- Niat Sholat Ashar: Berniat dalam hati untuk sholat Ashar qashar dua rakaat, dijamak dengan Dzuhur. Lafaz niat:
"Ushalli fardhal 'ashri rak'ataini qashran majmuu'an iladz dzuhri adaa'an lillaahi ta'aalaa."
(Aku niat sholat fardhu Ashar dua rakaat, diringkas, dengan dijamak kepada Dzuhur, karena Allah Ta'ala). - Melaksanakan sholat Ashar dua rakaat seperti biasa, diakhiri dengan salam.
- Setelah selesai, barulah berzikir dan berdoa.
2. Jamak Takhir Qashar (Dzuhur dan Ashar di Waktu Ashar)
Metode ini dilakukan jika musafir lebih mudah untuk melaksanakannya di waktu Ashar.
- Ketika masuk waktu Dzuhur, musafir harus sudah berniat di dalam hatinya bahwa ia akan melaksanakan sholat Dzuhur di waktu Ashar secara jamak takhir. Niat ini penting agar ia tidak dianggap meninggalkan sholat Dzuhur.
- Setelah masuk waktu Ashar, berwudhu dan bersiap untuk sholat.
- Boleh memilih untuk mengerjakan Dzuhur terlebih dahulu atau Ashar. Namun, yang lebih utama (afdal) adalah mendahulukan sholat yang punya waktu, yaitu Ashar, lalu diikuti Dzuhur. Meskipun demikian, mendahulukan Dzuhur juga sah.
- Contoh Niat (jika mendahulukan Dzuhur): Berdiri dan berniat sholat Dzuhur qashar dua rakaat, dijamak dengan Ashar. Lafaz niat:
"Ushalli fardhadz dzuhri rak'ataini qashran majmuu'an ilal 'ashri adaa'an lillaahi ta'aalaa."
(Aku niat sholat fardhu Dzuhur dua rakaat, diringkas, dijamak dengan Ashar, karena Allah Ta'ala). - Sholat Dzuhur dua rakaat, lalu salam.
- Segera berdiri, niat sholat Ashar qashar dua rakaat dijamak dengan Dzuhur. Lafaz niat:
"Ushalli fardhal 'ashri rak'ataini qashran majmuu'an iladz dzuhri adaa'an lillaahi ta'aalaa."
(Aku niat sholat fardhu Ashar dua rakaat, diringkas, dijamak dengan Dzuhur, karena Allah Ta'ala). - Sholat Ashar dua rakaat, lalu salam.
3. Jamak Taqdim Maghrib dan Isya (di Waktu Maghrib)
Pada kombinasi ini, sholat Maghrib tetap dikerjakan tiga rakaat (tidak diqashar), sedangkan sholat Isya diqashar menjadi dua rakaat.
- Masuk waktu Maghrib, berwudhu, adzan dan iqamah.
- Niat Sholat Maghrib: Berniat sholat Maghrib tiga rakaat dijamak dengan Isya. Lafaz niat:
"Ushalli fardhal maghribi tsalaatsa raka'aatin majmuu'an ilaihil 'isyaa'u adaa'an lillaahi ta'aalaa."
(Aku niat sholat fardhu Maghrib tiga rakaat, dijamak dengan Isya, karena Allah Ta'ala). - Melaksanakan sholat Maghrib tiga rakaat seperti biasa, lalu salam.
- Segera berdiri untuk sholat Isya.
- Niat Sholat Isya (Qashar): Berniat sholat Isya qashar dua rakaat, dijamak dengan Maghrib. Lafaz niat:
"Ushalli fardhal 'isyaa'i rak'ataini qashran majmuu'an ilal maghribi adaa'an lillaahi ta'aalaa."
(Aku niat sholat fardhu Isya dua rakaat, diringkas, dijamak dengan Maghrib, karena Allah Ta'ala). - Melaksanakan sholat Isya dua rakaat, lalu salam.
4. Jamak Takhir Maghrib dan Isya (di Waktu Isya)
Sama seperti jamak takhir Dzuhur-Ashar, musafir harus sudah berniat di waktu Maghrib bahwa ia akan menjamaknya di waktu Isya.
- Setelah masuk waktu Isya, bersiap untuk sholat.
- Dianjurkan mendahulukan sholat yang punya waktu (Isya), namun mendahulukan Maghrib juga sah.
- Contoh Niat (jika mendahulukan Maghrib): Berniat sholat Maghrib tiga rakaat dijamak dengan Isya. Lafaz niat:
"Ushalli fardhal maghribi tsalaatsa raka'aatin majmuu'an ilal 'isyaa'i adaa'an lillaahi ta'aalaa."
(Aku niat sholat fardhu Maghrib tiga rakaat, dijamak dengan Isya, karena Allah Ta'ala). - Sholat Maghrib tiga rakaat, lalu salam.
- Segera berdiri, niat sholat Isya qashar dua rakaat, dijamak dengan Maghrib. Lafaz niat:
"Ushalli fardhal 'isyaa'i rak'ataini qashran majmuu'an ilal maghribi adaa'an lillaahi ta'aalaa."
(Aku niat sholat fardhu Isya dua rakaat, diringkas, dijamak dengan Maghrib, karena Allah Ta'ala). - Sholat Isya dua rakaat, lalu salam.
Pembahasan Fiqih Lanjutan (Tanya Jawab)
Ada beberapa pertanyaan dan situasi umum yang sering dihadapi oleh musafir. Berikut adalah pembahasannya berdasarkan pandangan para ulama.
Bagaimana jika seorang musafir sholat di belakang imam yang mukim (tidak bepergian)?
Jika seorang musafir (yang berniat mengqashar sholat) menjadi makmum di belakang seorang imam yang mukim (yang sholat secara sempurna/tamam), maka si musafir wajib mengikuti imam dan menyempurnakan sholatnya. Ia tidak boleh mengqashar sholatnya menjadi dua rakaat. Ia harus sholat empat rakaat penuh. Ini didasarkan pada prinsip umum bahwa makmum harus mengikuti gerakan dan jumlah rakaat imamnya secara penuh.
Bolehkah hanya menjamak tanpa mengqashar, atau sebaliknya?
Ya, tentu saja boleh. Jamak dan qashar adalah dua jenis keringanan yang terpisah.
- Menjamak saja (tanpa qashar): Seseorang bisa menggabungkan sholat Dzuhur (4 rakaat) dengan Ashar (4 rakaat), atau Maghrib (3 rakaat) dengan Isya (4 rakaat). Ini biasanya dilakukan oleh orang yang berada dalam kondisi sulit tetapi tidak berstatus musafir, seperti dokter yang sedang operasi, atau karena hujan lebat yang menyulitkan untuk kembali ke masjid.
- Mengqashar saja (tanpa menjamak): Seorang musafir bisa meringkas sholat Dzuhur menjadi dua rakaat dan melaksanakannya pada waktunya, kemudian meringkas sholat Ashar menjadi dua rakaat dan melaksanakannya pada waktunya. Ini seringkali dilakukan ketika musafir sedang singgah di suatu tempat dan memiliki cukup waktu untuk sholat pada masing-masing waktunya.
Bagaimana jika tiba di tujuan (pulang ke rumah) saat sedang sholat jamak?
Status seseorang berubah dari musafir menjadi mukim saat ia tiba di batas wilayah tempat tinggalnya.
- Jika ia tiba saat sedang melaksanakan sholat yang pertama (misalnya sholat Dzuhur), maka sholat pertamanya tetap sah (jika diqashar), tetapi ia harus melaksanakan sholat yang kedua (Ashar) secara sempurna pada waktunya nanti.
- Jika ia tiba saat sedang melaksanakan sholat kedua (misalnya sholat Ashar yang dijamak taqdim), maka ia harus segera mengubah niatnya dan menyempurnakan sholat tersebut menjadi empat rakaat.
- Jika ia melakukan jamak takhir dan tiba di rumah sebelum waktu sholat kedua habis (misal tiba jam 4 sore saat ingin jamak takhir Dzuhur-Ashar), maka ia wajib sholat Dzuhur dan Ashar seperti biasa (4 rakaat dan 4 rakaat).
Apakah profesi seperti pilot, sopir, atau masinis boleh terus menerus menjamak qashar?
Ya, mayoritas ulama kontemporer berpendapat bahwa mereka yang pekerjaannya menuntut untuk terus-menerus bepergian (seperti pilot, sopir bus antar-provinsi, masinis, nahkoda kapal) tetap berstatus sebagai musafir selama mereka berada di luar kota tempat tinggalnya. Safar telah menjadi bagian dari rutinitas mereka. Oleh karena itu, mereka berhak mendapatkan keringanan sholat jamak qashar untuk memudahkan mereka dalam menjalankan ibadah.
Bagaimana dengan sholat sunnah saat bepergian?
Berdasarkan riwayat, Rasulullah SAW tidak biasa mengerjakan sholat sunnah rawatib (yang mengiringi sholat fardhu) saat beliau sedang safar, kecuali dua rakaat qabliyah Subuh dan sholat Witir. Beliau sangat menjaga kedua sholat sunnah ini bahkan dalam perjalanan. Adapun sholat sunnah mutlak lainnya seperti Dhuha, Tahajud, dan Tahiyatul Masjid tetap dianjurkan untuk dikerjakan sesuai kemampuan.
Hikmah di Balik Syariat Sholat Jamak Qashar
Adanya syariat sholat jamak dan qashar mengandung banyak sekali hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Islam:
- Bukti Kasih Sayang Allah: Ini adalah bukti paling nyata bahwa Allah SWT tidak ingin memberatkan hamba-Nya. Dia mengetahui kesulitan dan keterbatasan manusia saat bepergian dan memberikan solusi yang praktis.
- Fleksibilitas Syariat Islam: Menunjukkan bahwa ajaran Islam relevan di setiap waktu dan kondisi. Aturan-aturannya tidak kaku, melainkan dinamis dan dapat disesuaikan dengan situasi yang dihadapi.
- Menjaga Kualitas Ibadah: Dengan adanya kemudahan ini, seorang Muslim diharapkan dapat menjaga kewajiban sholatnya dengan lebih khusyuk dan tenang, tanpa terburu-buru atau merasa terbebani oleh kondisi perjalanan.
- Pentingnya Sholat: Syariat ini juga menegaskan betapa pentingnya kedudukan sholat. Bahkan dalam kondisi sesulit apapun seperti bepergian, sholat tidak boleh ditinggalkan, melainkan diberi cara alternatif untuk melaksanakannya.
Sebagai penutup, sholat jamak qashar adalah anugerah dan kemudahan dari Allah SWT yang patut kita syukuri dan amalkan dengan ilmu yang benar. Dengan memahaminya secara mendalam, perjalanan kita tidak akan menjadi halangan untuk tetap terhubung dengan Sang Pencipta. Semoga panduan ini bermanfaat dan menjadikan ibadah kita lebih baik dan diterima di sisi Allah SWT. Aamiin.