Pedagang Asongan: Nyawa Ekonomi Rakyat di Jantung Kota

Di tengah hiruk pikuk kota, di sudut jalan yang ramai, di peron stasiun yang sibuk, atau bahkan di sela-sela kemacetan lalu lintas, selalu ada sosok-sosok yang gigih menawarkan barang dagangannya. Mereka adalah pedagang asongan, pahlawan tanpa tanda jasa yang menjadi tulang punggung ekonomi informal Indonesia. Dengan modal seadanya, mereka berjuang setiap hari, menyediakan kebutuhan kecil bagi masyarakat dan sekaligus menghidupi keluarga mereka. Kehadiran mereka bukan hanya sekadar aktivitas ekonomi, melainkan juga sebuah potret ketangguhan, kreativitas, dan adaptasi yang tak pernah padam di tengah kerasnya persaingan hidup.

Pedagang asongan adalah bagian integral dari lanskap sosial dan ekonomi Indonesia. Mereka hadir dalam berbagai bentuk dan rupa, menjual beragam jenis barang, mulai dari makanan ringan, minuman dingin, koran, majalah, mainan anak, hingga aksesoris kecil dan barang kebutuhan sehari-hari lainnya. Aktivitas mereka seringkali terabaikan dalam narasi ekonomi makro, namun dampak riilnya terasa langsung di tingkat mikro, menyentuh kehidupan jutaan individu setiap harinya. Mereka adalah jembatan antara produsen kecil dengan konsumen, memfasilitasi perputaran uang dan barang yang seringkali luput dari pencatatan formal.

Artikel ini akan mengupas tuntas kehidupan pedagang asongan, dari definisi hingga tantangan, dari kontribusi mereka terhadap masyarakat hingga harapan masa depan. Kita akan menyelami lebih dalam kisah-kisah di balik senyum dan peluh mereka, memahami arti sebenarnya dari perjuangan dan keberlanjutan dalam sektor informal yang dinamis ini.

Ilustrasi pedagang asongan yang gigih menawarkan dagangannya di keramaian kota.

1. Pendahuluan: Memahami Fenomena Pedagang Asongan

Fenomena pedagang asongan adalah sebuah cerminan kompleks dari dinamika ekonomi, sosial, dan budaya di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Mereka adalah manifestasi nyata dari sektor informal, sebuah arena ekonomi yang seringkali luput dari pantauan resmi namun menjadi penyelamat bagi jutaan individu yang tidak terserap oleh sektor formal. Kehadiran mereka di ruang publik, baik itu di jalanan, terminal, stasiun, pasar, atau bahkan di tempat-tempat wisata, menciptakan ekosistem tersendiri yang unik dan vital.

Asal mula istilah "asongan" sendiri merujuk pada cara mereka menawarkan barang, yaitu dengan "mengaso" atau menyodorkan dagangan langsung kepada calon pembeli, seringkali sambil berjalan atau bergerak. Metode penjualan yang personal dan langsung ini menjadi ciri khas yang membedakan mereka dari pedagang dengan lapak permanen atau toko. Fleksibilitas ini juga menjadi kekuatan utama mereka, memungkinkan mereka menjangkau konsumen di berbagai lokasi dan situasi yang tidak terjangkau oleh saluran distribusi formal.

Namun, di balik citra mereka sebagai penyedia barang dan jasa yang praktis, terdapat realitas yang jauh lebih dalam. Mereka adalah wajah dari ketidaksetaraan ekonomi, keterbatasan akses terhadap lapangan kerja formal, dan minimnya jaring pengaman sosial. Banyak dari mereka adalah kepala keluarga yang berjuang keras menghidupi anak istri, ibu-ibu tunggal yang mencari nafkah, atau pemuda-pemudi yang tidak memiliki pilihan lain untuk memulai hidup. Kisah mereka adalah kisah tentang harapan, ketahanan, dan perjuangan tiada henti.

Mereka bukan hanya sekadar penjual, melainkan juga pengamat jalanan yang ulung, memahami pola pergerakan massa, membaca suasana hati calon pembeli, dan mengembangkan strategi penjualan yang adaptif. Kemampuan mereka untuk berinteraksi langsung dengan pelanggan, membangun hubungan, dan menawarkan produk yang relevan pada waktu yang tepat, adalah keterampilan yang seringkali diremehkan namun sangat berharga. Dalam banyak kasus, mereka adalah sosiolog jalanan, psikolog pasar, dan ahli strategi mikro yang beroperasi di garis depan ekonomi rakyat.

Memahami pedagang asongan berarti memahami inti dari ekonomi akar rumput. Ini berarti mengakui kontribusi mereka yang tak ternilai, bukan hanya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat tetapi juga dalam menopang stabilitas sosial di tengah gejolak ekonomi. Mereka adalah penggerak roda ekonomi yang paling dasar, namun paling krusial, memastikan perputaran uang tetap berlangsung di tingkat terbawah piramida sosial ekonomi.

2. Definisi dan Lingkup: Siapa Mereka, Apa yang Dijual

Secara sederhana, pedagang asongan dapat didefinisikan sebagai individu yang menjual barang dagangannya secara keliling, tanpa lapak permanen atau lokasi tetap yang spesifik. Mereka bergerak dari satu tempat ke tempat lain, menawarkan produk langsung kepada calon pembeli di area publik. Ciri khas utama mereka adalah mobilitas dan fleksibilitas dalam menentukan lokasi penjualan, seringkali menyesuaikan diri dengan keramaian atau kebutuhan mendesak konsumen.

2.1. Ciri Khas Utama Pedagang Asongan

2.2. Ragam Produk Dagangan

Jenis barang yang dijual oleh pedagang asongan sangat beragam, mencerminkan kebutuhan dan preferensi konsumen di lokasi tertentu. Beberapa kategori umum meliputi:

  1. Makanan dan Minuman: Ini adalah kategori paling umum. Pedagang asongan seringkali menjual air mineral, minuman bersoda, es teh, es kopi, aneka keripik, roti, permen, gorengan, buah potong, hingga makanan tradisional seperti kue-kue basah, sate, atau jajanan pasar lainnya. Mereka memanfaatkan momen ketika orang merasa haus atau lapar di perjalanan.
  2. Surat Kabar dan Majalah: Di masa lalu, penjualan koran dan majalah oleh pedagang asongan sangat dominan, terutama di persimpangan jalan atau area publik. Meskipun kini tergeser oleh media digital, beberapa masih bertahan dengan segmen pembaca setia.
  3. Mainan Anak dan Aksesoris Kecil: Di area dekat sekolah, taman, atau tempat rekreasi, pedagang asongan sering menjual mainan anak-anak, balon, gantungan kunci, jepit rambut, atau pernak-pernik kecil lainnya yang menarik perhatian.
  4. Tisu, Korek Api, dan Rokok Satuan: Ini adalah barang-barang kebutuhan mendesak yang sering dicari oleh pengemudi atau penumpang. Rokok satuan, khususnya, menjadi penyelamat bagi banyak perokok yang kehabisan.
  5. Peralatan Sederhana: Beberapa pedagang menjual sapu tangan, masker, pulpen, lap, atau bahkan alat pembersih kaca mobil di lampu merah.
  6. Kerajinan Tangan atau Souvenir: Di daerah wisata, pedagang asongan dapat menjual souvenir kecil atau kerajinan tangan lokal.

Keragaman produk ini menunjukkan kemampuan adaptasi mereka terhadap permintaan pasar yang berubah-ubah dan kebutuhan konsumen yang spesifik. Mereka adalah "mini-mart" bergerak yang siap sedia di mana saja dan kapan saja.

Seorang pedagang asongan membawa keranjang berisi minuman dan makanan ringan, siap melayani pembeli yang haus atau lapar.

3. Perjalanan Sehari-hari: Dari Subuh Hingga Petang

Kehidupan seorang pedagang asongan adalah siklus tanpa henti yang dimulai jauh sebelum fajar menyingsing dan seringkali baru berakhir setelah gelap gulita. Setiap hari adalah pertaruhan, sebuah perjuangan untuk mencari rezeki di tengah kerasnya persaingan dan ketidakpastian. Perjalanan sehari-hari mereka adalah gambaran nyata dari dedikasi dan ketahanan.

3.1. Persiapan di Pagi Hari

Bagi banyak pedagang asongan, hari dimulai saat sebagian besar orang masih terlelap. Biasanya, mereka sudah bangun sejak subuh, sekitar pukul 03.00 atau 04.00 pagi. Waktu ini digunakan untuk berbagai persiapan:

Momen pagi ini adalah fondasi dari seluruh aktivitas penjualan. Kesalahan dalam perhitungan modal, pemilihan barang, atau keterlambatan dapat berdampak signifikan pada hasil penjualan sepanjang hari.

3.2. Momen Puncak Penjualan

Setibanya di lokasi, para pedagang asongan segera mencari posisi yang paling strategis. Mereka memiliki insting tajam untuk mengenali "spot" terbaik, yaitu area yang memiliki lalu lalang orang terbanyak atau di mana orang cenderung berhenti dan membutuhkan barang dagangan mereka. Momen-momen puncak penjualan biasanya terjadi pada:

Di setiap momen ini, mereka harus sigap, cekatan, dan memiliki daya tawar yang baik. Berteriak menawarkan dagangan, mendekati calon pembeli dengan senyum, dan bergerak cepat adalah bagian dari keahlian mereka.

3.3. Tantangan dan Risiko Sepanjang Hari

Perjalanan sehari-hari mereka tidak pernah tanpa tantangan:

3.4. Pulang dan Menghitung Hasil

Ketika hari mulai gelap, atau dagangan sudah laku sebagian besar, mereka pun bersiap untuk pulang. Perjalanan pulang seringkali sama melelahkannya dengan keberangkatan. Di rumah, mereka akan menghitung hasil penjualan, memisahkan modal dan keuntungan, serta menyiapkan sisa dagangan (jika ada) untuk hari berikutnya. Keuntungan yang didapat, betapapun kecilnya, adalah hasil dari jerih payah yang luar biasa. Angka-angka ini akan menentukan apakah keluarga bisa makan esok hari, apakah anak bisa sekolah, atau apakah ada sedikit sisa untuk menabung.

Siklus ini berulang, hari demi hari, membentuk ketangguhan yang luar biasa. Setiap pedagang asongan adalah sebuah kisah perjuangan yang patut dihargai.

4. Tantangan dan Rintangan: Bertahan di Tengah Badai

Kehidupan pedagang asongan tidak ubahnya sebuah medan pertempuran harian. Berbagai tantangan dan rintangan harus mereka hadapi, mulai dari aspek ekonomi yang pelik, tekanan sosial dan hukum, hingga risiko keamanan dan kesehatan. Ketangguhan mereka diuji setiap saat, namun semangat untuk bertahan dan menghidupi keluarga seringkali jauh lebih besar dari segala rintangan.

4.1. Aspek Ekonomi: Lilitan Modal dan Untung Tipis

Salah satu hambatan terbesar bagi pedagang asongan adalah masalah permodalan. Mereka seringkali memulai usaha dengan modal yang sangat minim, bahkan terkadang hanya cukup untuk membeli beberapa lusin barang dagangan. Keterbatasan modal ini berimplikasi pada beberapa hal:

Pendapatan yang tidak menentu juga menjadi masalah krusial. Tidak ada jaminan bahwa setiap hari mereka akan mendapatkan keuntungan yang cukup. Pendapatan mereka sangat bergantung pada cuaca, keramaian, situasi lalu lintas, hingga mood calon pembeli. Ini membuat perencanaan keuangan jangka panjang menjadi hampir mustahil.

4.2. Aspek Sosial dan Hukum: Stigma dan Penertiban

Pedagang asongan seringkali menghadapi stigma negatif dari sebagian masyarakat yang menganggap mereka mengganggu ketertiban umum atau sebagai simbol kemiskinan kota. Stigma ini dapat menciptakan hambatan sosial dan psikologis.

Dari segi hukum, banyak aktivitas pedagang asongan dianggap ilegal atau tidak sesuai dengan peraturan daerah tentang ketertiban umum. Mereka seringkali beroperasi di area yang dilarang untuk berjualan, seperti trotoar, jembatan penyeberangan, atau dalam angkutan umum. Akibatnya, mereka menjadi target utama razia dan penertiban yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) atau aparat lainnya.

Kondisi ini menciptakan dilema. Di satu sisi, pemerintah berupaya menjaga ketertiban dan keindahan kota. Di sisi lain, pedagang asongan berjuang untuk bertahan hidup, dan aktivitas mereka seringkali menjadi satu-satunya jalan keluar.

4.3. Aspek Keamanan dan Kesehatan: Risiko di Jalanan

Lingkungan kerja pedagang asongan adalah jalanan umum yang penuh risiko:

4.4. Aspek Persaingan: Mempertahankan Pasar

Persaingan di antara sesama pedagang asongan atau dengan pedagang kaki lima lainnya juga sangat ketat. Mereka harus bersaing untuk mendapatkan lokasi strategis, menarik perhatian pembeli, dan menawarkan harga yang kompetitif. Selain itu, munculnya toko-toko kelontong modern, minimarket, atau bahkan layanan pesan antar daring juga menjadi tantangan baru yang menggerus pangsa pasar mereka. Mereka harus terus berinovasi dalam cara berjualan dan memilih produk agar tetap relevan.

Semua tantangan ini menunjukkan betapa kerasnya perjuangan para pedagang asongan. Namun, justru dari sinilah muncul spirit ketangguhan dan kreativitas yang luar biasa.

5. Spirit Ketangguhan: Jiwa Wirausaha Tanpa Batas

Di balik segala tantangan yang tak terhitung, terdapat sebuah benang merah yang mengikat para pedagang asongan: yaitu semangat ketangguhan dan jiwa wirausaha yang tak terbatas. Mereka adalah contoh nyata bagaimana keterbatasan dapat memicu kreativitas, dan tekanan dapat membentuk resiliensi. Kisah mereka adalah pelajaran berharga tentang bagaimana bertahan hidup dan bahkan berkembang dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.

5.1. Kreativitas dan Inovasi dalam Keterbatasan

Dengan modal yang minim dan tanpa dukungan infrastruktur formal, pedagang asongan seringkali dipaksa untuk menjadi inovator sejati. Mereka mengembangkan berbagai strategi unik untuk menarik pembeli dan memastikan dagangan mereka laku:

Kreativitas ini bukan hanya tentang bagaimana mereka menjual, tetapi juga tentang bagaimana mereka mengelola sumber daya yang terbatas. Mereka adalah master dalam seni "sedikit menjadi banyak", memaksimalkan setiap rupiah modal dan setiap tetes energi.

5.2. Jaringan dan Komunitas: Solidaritas di Jalanan

Meskipun seringkali terlihat beroperasi secara independen, banyak pedagang asongan memiliki jaringan dan komunitas informal yang kuat. Solidaritas ini terbentuk karena mereka menghadapi tantangan yang sama dan saling membutuhkan:

Jaringan sosial ini adalah salah satu modal non-materi yang paling berharga bagi mereka, memberikan dukungan emosional dan praktis di tengah kerasnya perjuangan.

5.3. Adaptasi dan Resiliensi: Tidak Pernah Menyerah

Ciri paling menonjol dari spirit pedagang asongan adalah kemampuan adaptasi dan resiliensi mereka yang luar biasa. Mereka tidak memiliki pilihan selain terus bergerak maju:

Setiap hari adalah latihan untuk tidak menyerah. Setiap senyum yang mereka berikan kepada pembeli adalah manifestasi dari harapan dan keinginan untuk tetap bertahan. Mereka adalah para pejuang ekonomi yang sesungguhnya, membuktikan bahwa semangat wirausaha tidak mengenal batasan formal.

6. Kontribusi Terhadap Ekonomi dan Masyarakat

Meski sering dipandang sebelah mata dan dikategorikan dalam sektor informal, kontribusi pedagang asongan terhadap ekonomi dan masyarakat jauh lebih signifikan dari yang terlihat. Mereka adalah roda penggerak ekonomi mikro, penyedia lapangan kerja mandiri, dan bagian tak terpisahkan dari dinamika sosial perkotaan. Mengabaikan peran mereka berarti mengabaikan sebagian besar fondasi ekonomi rakyat.

6.1. Penyerapan Tenaga Kerja dan Pengurangan Pengangguran

Salah satu kontribusi terbesar pedagang asongan adalah sebagai katup pengaman sosial ekonomi. Bagi jutaan orang yang tidak memiliki akses ke pendidikan tinggi, modal besar, atau koneksi ke sektor formal, menjadi pedagang asongan adalah satu-satunya pilihan untuk mendapatkan penghasilan. Ini berarti:

Tanpa keberadaan sektor asongan, tekanan pengangguran akan jauh lebih tinggi, berpotensi memicu masalah sosial yang lebih besar.

6.2. Penyedia Kebutuhan Dasar dan Aksesibilitas

Pedagang asongan mengisi celah dalam rantai pasok dan distribusi barang, terutama untuk kebutuhan-kebutuhan kecil dan mendesak. Mereka menawarkan:

Dalam banyak kasus, mereka adalah "convenience store" bergerak yang beroperasi 24/7 di mana saja dibutuhkan.

6.3. Dinamika Sosial dan Budaya Urban

Kehadiran pedagang asongan juga membentuk dinamika sosial dan budaya kota:

6.4. Rantai Pasok Informal dan Perputaran Ekonomi

Meskipun informal, aktivitas pedagang asongan adalah bagian dari rantai pasok yang lebih besar:

Secara keseluruhan, pedagang asongan adalah elemen krusial yang menjaga stabilitas sosial, memenuhi kebutuhan masyarakat, dan memberikan harapan ekonomi bagi jutaan keluarga. Mengakui dan mendukung mereka berarti mengakui kekuatan ekonomi rakyat.

Keramaian jalanan dan lalu lintas adalah lingkungan kerja sehari-hari bagi pedagang asongan.

7. Sudut Pandang Berbeda: Vendor, Pembeli, dan Pemerintah

Fenomena pedagang asongan adalah sebuah mosaik yang kompleks, dipandang dari berbagai sudut yang berbeda oleh para aktor yang terlibat: pedagang itu sendiri, para pembeli, dan juga pemerintah. Masing-masing memiliki perspektif, kebutuhan, dan tantangannya sendiri, yang seringkali saling bertabrakan namun tak terpisahkan.

7.1. Perspektif Pedagang Asongan: Harapan di Tengah Ketidakpastian

Bagi pedagang asongan, pekerjaan ini adalah sebuah jalan hidup, bukan sekadar mata pencarian. Mereka melihatnya sebagai:

Dalam hati mereka, seringkali ada keinginan untuk memiliki usaha yang lebih stabil, tempat berjualan yang aman, dan penghasilan yang layak, namun realitas pasar dan kebijakan seringkali tidak berpihak kepada mereka.

7.2. Perspektif Pembeli: Praktis dan Penyelamat Dadakan

Dari sudut pandang konsumen, pedagang asongan seringkali dipandang dengan campuran perasaan:

Secara keseluruhan, banyak pembeli menghargai keberadaan pedagang asongan karena kemudahan dan kepraktisan yang mereka tawarkan, meskipun ada beberapa kekhawatiran yang menyertainya.

7.3. Perspektif Pemerintah: Antara Penertiban dan Pemberdayaan

Bagi pemerintah daerah, pedagang asongan adalah isu yang kompleks dan dilematis, berada di persimpangan antara kebijakan dan realitas sosial:

Pemerintah dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan kebutuhan akan ketertiban dengan kewajiban untuk melindungi hak-hak dasar warga negara dan memfasilitasi mata pencarian mereka. Solusi yang adil dan berkelanjutan seringkali sulit ditemukan, membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan manusiawi.

8. Masa Depan Pedagang Asongan: Antara Modernisasi dan Tradisi

Di tengah gelombang modernisasi, perkembangan teknologi digital, dan perubahan gaya hidup masyarakat, masa depan pedagang asongan menghadapi tantangan sekaligus peluang baru. Mereka harus beradaptasi untuk tetap relevan, namun juga berpegang pada esensi tradisi yang membuat mereka unik.

8.1. Digitalisasi dan Tantangan E-commerce

Era digital membawa perubahan signifikan dalam pola konsumsi masyarakat. Layanan pesan antar makanan dan barang melalui aplikasi online (e-commerce) semakin populer. Ini menjadi tantangan besar bagi pedagang asongan tradisional:

Namun, digitalisasi juga bisa menjadi peluang. Beberapa pedagang asongan mulai mencoba memanfaatkan aplikasi pesan instan untuk menerima pesanan dari pelanggan di sekitar area mereka berjualan. Ini menunjukkan potensi adaptasi jika diberikan dukungan dan pelatihan yang tepat.

8.2. Peran Kebijakan Publik dan Revitalisasi

Peran pemerintah sangat krusial dalam menentukan masa depan pedagang asongan. Pendekatan yang lebih manusiawi dan terintegrasi diperlukan, bukan hanya penertiban semata:

Revitalisasi ruang publik harus mempertimbangkan keberadaan mereka sebagai bagian dari ekosistem kota, bukan sebagai anomali yang harus disingkirkan.

8.3. Pemberdayaan dan Kesejahteraan

Upaya pemberdayaan harus berfokus pada peningkatan kesejahteraan secara menyeluruh:

8.4. Inovasi dalam Model Bisnis

Pedagang asongan dapat mengembangkan model bisnis baru yang menggabungkan tradisi dengan sentuhan modern:

Masa depan pedagang asongan adalah masa depan yang membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan para pedagang itu sendiri. Dengan pendekatan yang holistik, mereka dapat terus menjadi nyawa ekonomi rakyat yang tangguh dan adaptif, beriringan dengan laju modernisasi.

9. Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Penjual Kecil

Setelah menelusuri berbagai aspek kehidupan dan perjuangan mereka, menjadi jelas bahwa pedagang asongan adalah lebih dari sekadar penjual kecil yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan. Mereka adalah pilar fundamental dari ekonomi informal Indonesia, simbol ketangguhan manusia, dan cerminan kompleksitas sosial ekonomi bangsa. Keberadaan mereka, yang seringkali dianggap remeh atau bahkan mengganggu, sebenarnya adalah manifestasi nyata dari daya juang dan harapan yang tak pernah padam.

Dari subuh hingga petang, dengan modal seadanya dan di bawah bayang-bayang ketidakpastian, mereka berjuang keras untuk menyambung hidup. Mereka menghadapi lilitan ekonomi, ancaman penertiban, risiko keamanan, dan tantangan kesehatan, namun tetap bangkit setiap hari dengan semangat yang membara. Kisah mereka adalah kisah tentang orang-orang biasa yang melakukan hal-hal luar biasa demi keluarga, demi mimpi-mimpi sederhana yang ingin mereka wujudkan.

Kontribusi mereka terhadap ekonomi dan masyarakat pun tidak bisa diabaikan. Mereka adalah penyerap tenaga kerja mandiri bagi jutaan orang yang tidak terserap di sektor formal. Mereka adalah penyedia kebutuhan mendesak yang praktis dan terjangkau bagi masyarakat luas. Mereka adalah bagian integral dari dinamika sosial dan budaya urban, memberikan warna dan kehidupan pada setiap sudut kota.

Masa depan mereka memang penuh tantangan, terutama di era digitalisasi. Namun, dengan spirit adaptasi dan kreativitas yang mereka miliki, ditambah dengan kebijakan pemerintah yang lebih berpihak dan dukungan masyarakat yang lebih besar, pedagang asongan memiliki potensi untuk terus bertahan dan bahkan berkembang. Bukan dengan cara menghilangkan mereka, melainkan dengan cara merangkul dan memberdayakan.

Maka, lain kali Anda bertemu dengan seorang pedagang asongan, luangkanlah sejenak untuk berhenti. Mungkin sekadar membeli sebotol air, selembar koran, atau sekadar melempar senyum. Di balik setiap wajah yang lelah, ada cerita tentang perjuangan, harapan, dan sebuah semangat yang tak akan pernah mati. Mereka adalah pahlawan ekonomi informal, nyawa ekonomi rakyat yang terus berdetak di jantung kota, memastikan bahwa roda kehidupan terus berputar, walau dengan derit yang samar.

Hormat dan apresiasi yang tinggi layak kita berikan kepada setiap pedagang asongan yang telah mengukir jejak ketangguhan di setiap langkah perjalanan hidup mereka.

"Setiap tetes keringat pedagang asongan adalah janji untuk keluarga, setiap dagangan yang terjual adalah kemenangan kecil atas kerasnya hidup."
🏠 Kembali ke Homepage