Pendahuluan: Memahami Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama (NU), yang secara harfiah berarti "Kebangkitan Ulama", adalah organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia dan salah satu yang terbesar di dunia. Didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya oleh KH. Hasyim Asy'ari bersama para kiai dan ulama lainnya, NU telah memainkan peran fundamental dalam sejarah Indonesia, mulai dari perjuangan kemerdekaan hingga pembangunan bangsa dan pertahanan nilai-nilai keagamaan serta kebangsaan.
Sebagai penjaga tradisi Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) dengan corak Nusantara, NU tidak hanya fokus pada aspek ritual keagamaan, tetapi juga terlibat aktif dalam pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik. Komitmennya terhadap moderasi beragama, toleransi, dan kebangsaan menjadikannya pilar penting dalam menjaga kerukunan umat beragama dan stabilitas sosial politik di Indonesia. Artikel ini akan mengulas secara mendalam sejarah, pemikiran keagamaan, peran strategis, struktur organisasi, serta tantangan dan prospek masa depan NU dalam konteks Indonesia dan global.
Sejarah Pendirian dan Perkembangan Awal NU
Konteks Sosial dan Keagamaan Pra-Pendirian
Pendirian NU tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial, politik, dan keagamaan yang terjadi di awal abad ke-20. Pada masa itu, Indonesia masih di bawah penjajahan Belanda, dan arus pembaruan Islam (modernisme) dari Timur Tengah mulai masuk dan berkembang pesat. Gerakan modernis ini, yang diwakili oleh organisasi seperti Muhammadiyah, menyerukan pemurnian ajaran Islam dari tradisi-tradisi lokal yang dianggap bid'ah dan khurafat, serta menekankan ijtihad langsung dari Al-Qur'an dan Sunnah.
Di sisi lain, mayoritas umat Islam di Nusantara masih memegang teguh tradisi keagamaan yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh para wali dan ulama. Tradisi ini mencakup praktik tahlilan, ziarah kubur, maulidan, qunut, tarawih 20 rakaat, serta afiliasi kuat terhadap salah satu dari empat mazhab fiqih (Syafi'i, Maliki, Hanafi, Hanbali) dan aliran teologi Asy'ariyah/Maturidiyah. Para ulama tradisionalis merasakan adanya ancaman terhadap kelestarian tradisi ini dari gerakan modernisme.
Peran Para Pendiri dan Faktor Pendorong
KH. Hasyim Asy'ari, pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, adalah tokoh sentral dalam pendirian NU. Beliau dikenal sebagai ulama kharismatik, ahli hadis, dan fiqih yang sangat dihormati. Bersama murid-murid dan sahabat-sahabatnya, seperti KH. Wahab Chasbullah, KH. Bisri Syansuri, dan KH. As'ad Syamsul Arifin, beliau melihat perlunya sebuah wadah untuk menjaga tradisi keagamaan, memperkuat ukhuwah antarulama, dan melawan infiltrasi ideologi asing yang tidak sesuai dengan ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah yang diyakini.
Beberapa faktor kunci yang mendorong pendirian NU adalah:
- Perlindungan Tradisi Aswaja: Adanya desakan dari gerakan Wahabi di Arab Saudi yang mengancam tradisi ziarah kubur dan praktik keagamaan lain di Hijaz, yang juga memengaruhi ulama-ulama di Nusantara. Para ulama tradisionalis mengirim delegasi (Komite Hijaz) untuk menyampaikan aspirasi kepada Raja Ibnu Saud, namun merasa tidak didengar secara efektif tanpa adanya representasi yang kuat.
- Perlawanan terhadap Kolonialisme: Meskipun fokus utamanya keagamaan, para kiai NU juga memiliki semangat nasionalisme yang tinggi dan berjuang melawan penjajahan Belanda, baik secara kultural maupun politis.
- Konsolidasi Ulama: Kebutuhan untuk menyatukan kekuatan ulama tradisionalis dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dari internal umat Islam maupun eksternal (kolonialisme).
- Pendidikan dan Dakwah: Keinginan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berlandaskan Aswaja dan dakwah yang sesuai dengan konteks masyarakat Nusantara.
Deklarasi Pendirian dan Anggaran Dasar
Pada tanggal 31 Januari 1926, bertempat di Kantor Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Pedagang) di Surabaya, Nahdlatul Ulama resmi didirikan. KH. Hasyim Asy'ari diangkat sebagai Rais Akbar (pemimpin tertinggi), dan KH. Wahab Chasbullah sebagai Katib Awal (Sekretaris Pertama). Organisasi ini menetapkan Anggaran Dasar yang jelas, yang menegaskan landasan keagamaannya pada mazhab Ahlussunnah wal Jama'ah dalam bidang akidah, fiqih, dan tasawuf.
Nama Nahdlatul Ulama sendiri mencerminkan cita-cita pendirinya: sebuah kebangkitan ulama untuk memimpin umat dan menjaga ajaran Islam yang autentik, relevan, dan moderat. Sejak awal, NU telah memiliki visi yang luas, tidak hanya terbatas pada masalah keagamaan murni, tetapi juga mencakup urusan sosial, ekonomi, dan politik yang relevan dengan kehidupan umat.
Paham Keagamaan: Aswaja An-Nahdliyah
Landasan utama pemikiran keagamaan Nahdlatul Ulama adalah Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja). Namun, Aswaja yang dianut NU memiliki ciri khas tersendiri yang disebut Aswaja An-Nahdliyah, sebuah pemahaman Aswaja yang diadaptasi dan diimplementasikan dalam konteks keindonesiaan dan kebangsaan. Aswaja An-Nahdliyah menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara teks (nash) dan konteks, tradisi dan modernitas, serta agama dan negara.
Pilar-Pilar Aswaja An-Nahdliyah
Aswaja An-Nahdliyah memiliki tiga pilar utama dalam akidah, fiqih, dan tasawuf:
1. Dalam Bidang Akidah (Teologi)
NU mengikuti dua mazhab utama: Asy'ariyah yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari, dan Maturidiyah yang dipelopori oleh Imam Abu Mansur Al-Maturidi. Kedua mazhab ini menegaskan bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang sempurna, kekal, dan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Mereka menolak pendekatan antropomorfisme (menyerupakan Tuhan dengan makhluk) dan rasionalisme ekstrem dalam memahami sifat-sifat Allah. Pendekatan Asy'ariyah dan Maturidiyah dikenal moderat, menjaga akal dan wahyu, serta menjadi jalan tengah antara kelompok Jabariyah (fatalis) dan Qadariyah (free will).
Ciri khas akidah NU adalah penolakan terhadap pemahaman yang mudah mengkafirkan atau membid'ahkan sesama muslim (takfiri), serta menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil syar'i agar tidak terjebak dalam penafsiran sempit yang dapat memecah belah umat.
2. Dalam Bidang Fiqih (Hukum Islam)
NU secara konsisten mengikuti empat mazhab fiqih utama: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Mayoritas warga NU di Indonesia mengikuti Mazhab Syafi'i. Pengakuan terhadap empat mazhab ini menunjukkan penghargaan NU terhadap keragaman interpretasi dalam Islam dan pengakuan terhadap otoritas para ulama salaf. Pendekatan ini berarti bahwa NU tidak mendorong ijtihad bebas bagi setiap individu, melainkan menganjurkan untuk mengikuti (bertaqlid) atau setidaknya merujuk pada pandangan-pandangan ulama mujtahid yang telah teruji.
Prinsip ini sangat penting untuk menjaga konsistensi hukum, menghindari kekacauan dalam praktik keagamaan, dan menghormati warisan keilmuan Islam yang kaya. Dengan berpegang pada mazhab, NU juga memastikan bahwa praktik keagamaan warganya memiliki landasan yang kuat dan dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
3. Dalam Bidang Tasawuf (Etika dan Spiritual)
NU mengikuti mazhab-mazhab tasawuf yang moderat, seperti yang diajarkan oleh Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid Al-Baghdadi. Tasawuf dalam pandangan NU adalah upaya untuk membersihkan hati, mendekatkan diri kepada Allah, dan mencapai kesempurnaan akhlak (etika). Tasawuf yang dianut NU menolak praktik-praktik yang berlebihan, eksentrik, atau menyimpang dari syariat Islam. Sebaliknya, ia menekankan pentingnya *zuhud* (tidak terlalu terikat dunia), *wara'* (kehati-hatian), *ikhlas*, dan *tawakal* sebagai jalan untuk mencapai spiritualitas yang mendalam.
Tasawuf ini juga menjadi pondasi bagi nilai-nilai kemanusiaan dan sosial, mendorong individu untuk berempati, melayani masyarakat, dan menjaga persaudaraan. Ini adalah tasawuf yang membumi, tidak mengasingkan diri dari dunia, melainkan menjadi pendorong untuk berbuat kebaikan di tengah masyarakat.
Lima Prinsip Dasar (Tawasut, Tawazun, Tasamuh, I'tidal, Amar Ma'ruf Nahi Munkar)
Selain pilar-pilar di atas, Aswaja An-Nahdliyah juga diwujudkan dalam lima prinsip dasar yang menjadi pegangan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak:
- Tawasut (Moderat): Sikap tengah-tengah, tidak ekstrem kanan atau kiri. NU selalu berada di jalur moderasi, menghindari radikalisme dan liberalisme ekstrem, baik dalam pemikiran maupun praktik keagamaan.
- Tawazun (Keseimbangan): Sikap seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil aqli (rasio) dan naqli (teks), serta dalam menyeimbangkan kepentingan dunia dan akhirat, individu dan masyarakat.
- Tasamuh (Toleran): Sikap menghargai perbedaan pandangan, baik dalam urusan keagamaan (khilafiyah) maupun sosial kemasyarakatan. NU mengakui keberagaman sebagai sunnatullah dan mendorong dialog serta kerja sama antarumat beragama.
- I'tidal (Tegak Lurus/Konsisten): Sikap lurus dan konsekuen dalam memegang prinsip, tetapi tetap fleksibel dalam metode atau cara. I'tidal juga berarti keadilan dan tidak memihak.
- Amar Ma'ruf Nahi Munkar (Menyeru Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran): Prinsip ini dilakukan dengan cara yang bijaksana, damai, dan sesuai dengan hukum yang berlaku, tanpa kekerasan atau pemaksaan.
Kelima prinsip ini menjadi ciri khas NU dan merupakan pondasi bagi perannya sebagai penjaga kebangsaan dan kerukunan di Indonesia.
Peran NU dalam Perjuangan Kemerdekaan dan Pembangunan Bangsa
Nahdlatul Ulama tidak hanya berkutat pada masalah keagamaan, tetapi juga memiliki jejak rekam yang panjang dan gemilang dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan pembangunan bangsa. Sejak awal berdirinya, para ulama NU telah menanamkan semangat nasionalisme dan cinta tanah air.
Resolusi Jihad dan Semangat Perjuangan
Salah satu momen paling heroik dalam sejarah NU adalah dikeluarkannya Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945. Pada saat itu, pasukan Sekutu (termasuk Belanda yang ingin menjajah kembali) mendarat di Surabaya. Menanggapi situasi genting ini, para ulama NU yang berkumpul di Surabaya di bawah pimpinan KH. Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa hukum membela tanah air dari penjajah adalah fardhu 'ain (wajib bagi setiap individu muslim) bagi mereka yang berada dalam jarak tertentu, dan fardhu kifayah (wajib kolektif) bagi yang di luar itu.
Resolusi Jihad ini membakar semangat perlawanan rakyat, khususnya para santri dan pejuang muslim, yang kemudian memuncak dalam pertempuran 10 November di Surabaya. Pertempuran heroik ini menjadi salah satu penentu dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi Jihad menunjukkan bahwa NU tidak memisahkan agama dari negara, melainkan melihat membela tanah air sebagai bagian integral dari ajaran Islam.
Para santri dan kiai NU juga membentuk laskar-laskar perjuangan seperti Laskar Hizbullah dan Sabilillah yang aktif bertempur di berbagai front melawan penjajah. Kontribusi ini menegaskan komitmen NU terhadap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila sebagai dasar negara.
Kontribusi dalam Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu pilar utama kontribusi NU bagi bangsa. Sejak masa awal, pesantren-pesantren yang berafiliasi dengan NU telah menjadi benteng pertahanan pendidikan Islam tradisional. Kini, melalui lembaga pendidikan Ma'arif NU, organisasi ini mengelola ribuan sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi di seluruh Indonesia, mulai dari tingkat dasar hingga universitas.
- Pondok Pesantren: Masih menjadi jantung pendidikan NU, pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga menanamkan akhlak, kemandirian, dan semangat kebangsaan.
- Madrasah dan Sekolah Umum: NU juga aktif dalam pendidikan formal umum melalui jaringan sekolah dan madrasah yang luas, mengintegrasikan kurikulum nasional dengan nilai-nilai keislaman Aswaja.
- Perguruan Tinggi: Nahdlatul Ulama memiliki jaringan universitas (UNU - Universitas Nahdlatul Ulama) di berbagai daerah, yang bertujuan melahirkan cendekiawan muslim yang berintegritas dan profesional.
Melalui pendidikan, NU terus mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual dan spiritual, tetapi juga memiliki kesadaran kebangsaan yang kuat.
Peran dalam Sosial dan Kesehatan
NU memiliki berbagai lembaga dan badan otonom yang bergerak di bidang sosial dan kesehatan:
- NU Care-LAZISNU: Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Sedekah Nahdlatul Ulama ini mengelola dana zakat, infaq, dan sedekah untuk disalurkan kepada yang membutuhkan, termasuk bantuan kemanusiaan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi.
- Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU): Mengelola rumah sakit, klinik, dan pusat kesehatan di berbagai daerah, memberikan layanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat.
- Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU): Aktif dalam mitigasi bencana, respons darurat, dan advokasi terkait perubahan iklim, menunjukkan kepedulian NU terhadap isu-isu lingkungan global.
Aktivitas sosial NU mencerminkan ajaran Islam tentang kepedulian terhadap sesama (hablum minannas) dan merupakan wujud nyata dari pengabdian kepada masyarakat.
Pengembangan Ekonomi Kerakyatan
NU juga memiliki perhatian serius terhadap pengembangan ekonomi kerakyatan melalui berbagai program dan lembaga seperti:
- Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU): Berperan dalam membimbing dan memfasilitasi pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berbasis komunitas.
- Koperasi dan BMT (Baitul Maal wa Tamwil): NU mendorong pendirian koperasi syariah dan BMT di tingkat komunitas untuk menyediakan akses permodalan yang adil dan sesuai syariat, serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga.
- Pertanian dan Perikanan: Melalui lembaga terkait, NU juga memberikan pendampingan kepada petani dan nelayan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan mereka.
Pendekatan ekonomi NU menekankan prinsip gotong royong, keadilan, dan pemerataan, sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Struktur Organisasi dan Badan Otonom NU
Sebagai organisasi besar, NU memiliki struktur organisasi yang rapi dan berlapis, mulai dari tingkat pusat hingga ranting. Struktur ini memungkinkan NU untuk mencapai setiap lapisan masyarakat dan menjalankan berbagai programnya secara efektif.
Jenjang Kepengurusan
Struktur organisasi NU terdiri dari dua jenis kepengurusan utama: Syuriyah (dewan penasihat keagamaan yang dipimpin oleh Rais Aam) dan Tanfidziyah (dewan pelaksana harian yang dipimpin oleh Ketua Umum). Kedua dewan ini bekerja sama dalam menjalankan roda organisasi.
- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU): Tingkat tertinggi yang berkedudukan di ibu kota negara, memimpin dan mengoordinasikan seluruh kegiatan NU secara nasional dan internasional.
- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU): Tingkat provinsi, mengoordinasikan kegiatan NU di wilayahnya.
- Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU): Tingkat kabupaten/kota, bertanggung jawab atas pelaksanaan program di tingkat lokal.
- Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU): Tingkat kecamatan, menjadi ujung tombak organisasi di wilayah yang lebih kecil.
- Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU): Tingkat desa/kelurahan, merupakan basis terdepan NU yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
- Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama (PARNU): Tingkat dusun atau RW, berfungsi untuk lebih mendekatkan diri pada komunitas terkecil.
Setiap tingkatan kepengurusan memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas dalam menjalankan misi NU, mulai dari dakwah, pendidikan, sosial, hingga pemberdayaan ekonomi.
Badan Otonom (Banom)
NU memiliki berbagai Badan Otonom (Banom) yang merupakan organisasi di bawah naungan NU dengan fokus spesifik pada kelompok usia atau profesi tertentu. Banom-banom ini sangat vital dalam memperluas jangkauan NU dan melayani kebutuhan beragam segmen masyarakat.
- Muslimat Nahdlatul Ulama: Organisasi wanita NU, berfokus pada pemberdayaan perempuan, pendidikan keluarga, dan kegiatan sosial.
- Fatayat Nahdlatul Ulama: Organisasi wanita muda NU, beranggotakan perempuan usia 20-40 tahun, aktif dalam kegiatan sosial, pendidikan, dan advokasi perempuan.
- Gerakan Pemuda (GP) Ansor: Organisasi pemuda NU, dikenal dengan Banser (Barisan Ansor Serbaguna) sebagai unit paramiliternya yang aktif dalam menjaga keamanan, ketertiban, dan kegiatan sosial-kemanusiaan.
- Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU): Organisasi pelajar laki-laki NU, berfokus pada pengembangan diri pelajar, keagamaan, dan sosial.
- Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU): Organisasi pelajar perempuan NU, memiliki tujuan serupa dengan IPNU namun khusus untuk pelajar putri.
- Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU): Wadah bagi para cendekiawan dan akademisi NU untuk berkontribusi dalam pemikiran dan pembangunan.
- Jami'iyyatul Qurro' wal Huffazh (JQH): Organisasi para qari' dan hafizh Al-Qur'an, berfokus pada pengembangan tilawah dan hifzhul Qur'an.
- Jami'iyah Ahli Thoriqoh Mu'tabaroh An-Nahdliyah (JATMAN): Wadah bagi penganut tarekat mu'tabarah (yang diakui) di bawah naungan NU, menjaga spiritualitas dan ajaran tasawuf.
Lembaga-Lembaga NU
Selain Banom, NU juga memiliki puluhan lembaga yang masing-masing memiliki tugas spesifik di bidang tertentu:
- Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU): Mengoordinasikan kegiatan dakwah dan tabligh NU.
- Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU): Mengelola dan mengembangkan pendidikan formal NU dari TK hingga Perguruan Tinggi.
- Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM NU): Melakukan penelitian, kajian, dan pengembangan SDM di lingkungan NU.
- Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU): Berfokus pada pengembangan pertanian dan kesejahteraan petani.
- Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (LESBUMI NU): Mengembangkan seni dan budaya Islam yang sesuai dengan nilai-nilai Aswaja.
- Lembaga Bahtsul Masail (LBM NU): Forum kajian hukum Islam untuk menjawab berbagai persoalan kontemporer (masail fiqhiyah) berdasarkan rujukan kitab-kitab klasik.
- Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN NU): Lembaga penerbitan dan publikasi NU.
- Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU): Berfokus pada penguatan keluarga dan pemberdayaan perempuan.
- Dan banyak lembaga lainnya yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Keseluruhan struktur ini menunjukkan kompleksitas dan luasnya jangkauan NU dalam melayani umat dan bangsa, menjadikan NU sebagai organisasi yang sangat komprehensif.
NU dan Tantangan Kontemporer
Di tengah dinamika global dan nasional yang terus berubah, Nahdlatul Ulama dihadapkan pada berbagai tantangan kontemporer. Kemampuan NU untuk beradaptasi dan memberikan solusi atas tantangan-tantangan ini akan menentukan relevansinya di masa depan.
1. Radikalisme dan Ekstremisme Agama
Gelombang radikalisme dan ekstremisme agama, baik yang berujung pada kekerasan maupun purifikasi ajaran yang intoleran, merupakan ancaman serius bagi kebhinekaan Indonesia. NU, dengan paham Aswaja An-Nahdliyah yang moderat dan toleran, berdiri di garis depan melawan ideologi-ideologi ini. NU secara aktif menyebarkan narasi kontra-radikalisme, mendidik masyarakat tentang pentingnya moderasi beragama, dan mengingatkan akan bahaya takfiri (mudah mengkafirkan) serta pemahaman agama yang sempit.
Melalui pesantren dan lembaga dakwahnya, NU mengajarkan Islam yang ramah, menghargai tradisi lokal, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan. Peran Banser GP Ansor dalam menjaga keamanan dan ketertiban acara-acara keagamaan dan kebangsaan juga menjadi bagian dari upaya menghadapi ancaman ini.
2. Globalisasi dan Modernisasi
Arus globalisasi dan modernisasi membawa perubahan cepat dalam segala aspek kehidupan, termasuk sosial, budaya, dan teknologi. NU dihadapkan pada tugas untuk menjaga nilai-nilai luhur tradisi Islam dan kearifan lokal tanpa menutup diri dari kemajuan. NU berupaya merespons modernisasi dengan positif, misalnya melalui pengembangan pendidikan modern di pesantren, pemanfaatan teknologi informasi untuk dakwah, dan penguatan ekonomi digital kerakyatan.
Tantangan utamanya adalah bagaimana NU dapat mempertahankan identitas keagamaan dan budaya di tengah homogenisasi global, sekaligus memastikan bahwa warga NU mampu bersaing dan berkontribusi dalam era modern.
3. Hoaks dan Disinformasi
Perkembangan teknologi informasi, khususnya media sosial, telah memunculkan fenomena hoaks dan disinformasi yang masif. Hoaks agama seringkali digunakan untuk memecah belah umat, menyebarkan kebencian, atau meradikalisasi. NU menyadari bahaya ini dan telah mengambil langkah-langkah untuk memeranginya, antara lain melalui:
- Literasi Digital: Mengedukasi warga NU tentang cara mengenali dan menangkal hoaks.
- Penyebaran Konten Positif: Menggunakan platform digital untuk menyebarkan narasi Islam yang moderat, edukatif, dan inspiratif.
- Verifikasi Informasi: Mendorong tabayyun (klarifikasi) sebelum menyebarkan informasi, sejalan dengan ajaran Islam.
Lembaga-lembaga di bawah NU, seperti LTN NU, aktif memproduksi konten-konten yang mencerahkan dan meluruskan informasi yang salah.
4. Perubahan Iklim dan Lingkungan
Isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan menjadi perhatian global, dan NU menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap masalah ini. Melalui LPBI NU dan Lembaga Bahtsul Masail, NU menginisiasi kajian tentang Fiqh Lingkungan (Fiqh Al-Bi'ah) untuk memberikan panduan hukum Islam terkait pelestarian lingkungan. NU juga aktif dalam program-program penanaman pohon, kampanye pengurangan sampah, dan edukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian alam sebagai bagian dari ajaran Islam.
Pendekatan NU dalam isu lingkungan adalah bahwa menjaga bumi adalah amanah dari Allah dan bagian dari ibadah, sejalan dengan prinsip rahmatan lil alamin.
5. Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender
NU, melalui Badan Otonom seperti Muslimat NU dan Fatayat NU, aktif dalam upaya pemberdayaan perempuan dan mendorong kesetaraan gender dalam konteks Islam. NU mendukung peran strategis perempuan dalam pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik, sambil tetap berpegang pada nilai-nilai keislaman. Organisasi ini mengadvokasi hak-hak perempuan, memerangi kekerasan dalam rumah tangga, dan mempromosikan pendidikan bagi anak perempuan.
Pendekatan NU adalah bahwa Islam memberikan kehormatan dan hak yang setara bagi perempuan, dan bahwa pemberdayaan perempuan adalah kunci kemajuan masyarakat secara keseluruhan.
Nilai-nilai Khas NU dan Kontribusinya bagi Peradaban
Nilai-nilai yang dipegang teguh oleh Nahdlatul Ulama bukan hanya relevan bagi internal organisasi, tetapi juga memiliki kontribusi signifikan bagi pembentukan peradaban yang harmonis, damai, dan berkeadilan, baik di tingkat nasional maupun global.
1. Moderasi Beragama (Wasathiyah Islam)
NU adalah pelopor dan penjaga utama moderasi beragama di Indonesia. Konsep wasathiyah Islam yang diusung NU tercermin dalam sikap tawasut, tawazun, tasamuh, dan i'tidal. Moderasi ini berarti menolak ekstremisme dalam segala bentuknya—baik ekstremisme puritan yang intoleran maupun ekstremisme liberal yang merusak nilai-nilai agama. NU menyerukan praktik Islam yang seimbang, kontekstual, dan menghargai pluralitas.
Kontribusi ini sangat penting dalam mencegah konflik berbasis agama, membangun jembatan dialog antarumat beragama, dan mempromosikan citra Islam sebagai agama yang damai dan rahmat bagi seluruh alam. Di tengah polarisasi global, model moderasi NU menjadi inspirasi bagi banyak negara dan komunitas.
2. Kebangsaan dan Nasionalisme Religius
NU memiliki komitmen yang tak tergoyahkan terhadap NKRI dan Pancasila. Bagi NU, nasionalisme bukan bertentangan dengan Islam, melainkan merupakan bagian integral dari ajaran Islam itu sendiri (hubbul wathan minal iman – cinta tanah air adalah sebagian dari iman). Para ulama NU telah merumuskan bahwa Pancasila adalah "kalimatun sawa'" (titik temu) bagi berbagai kelompok di Indonesia dan bahwa NKRI adalah "darussalam" (negara damai) yang wajib dijaga.
Sikap ini telah menjadi penangkal utama terhadap ideologi-ideologi transnasional yang berupaya meruntuhkan konsensus kebangsaan dan menggantinya dengan sistem khilafah atau negara agama tertentu. NU secara konsisten menjadi penjaga ideologi Pancasila dan arsitek persatuan bangsa.
3. Toleransi dan Inklusivitas
NU mempraktikkan toleransi bukan hanya sebagai sikap pasif, tetapi sebagai sikap aktif untuk menghargai dan merangkul perbedaan. NU menyadari bahwa Indonesia adalah negara dengan beragam suku, agama, dan budaya. Oleh karena itu, NU senantiasa membangun dialog, kerja sama, dan persaudaraan antarumat beragama, serta sesama anak bangsa.
Inklusivitas NU terlihat dari keterbukaannya terhadap berbagai golongan dan kemampuannya berinteraksi dengan tradisi lokal tanpa menghilangkan identitas keislamannya. Hal ini menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan kohesif, di mana perbedaan dipandang sebagai kekayaan, bukan sumber perpecahan.
4. Keadilan Sosial dan Pemberdayaan Umat
Ajaran Islam tentang keadilan (al-adl) dan kemaslahatan umat (mashlahah 'ammah) menjadi landasan bagi NU dalam memperjuangkan keadilan sosial. NU aktif dalam upaya pemberdayaan umat, terutama bagi mereka yang terpinggirkan, melalui program-program pendidikan, kesehatan, dan ekonomi kerakyatan.
NU meyakini bahwa Islam menuntut umatnya untuk tidak hanya beribadah secara ritual, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi, mengurangi kesenjangan, dan menciptakan tatanan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
5. Pelestarian Tradisi dan Kearifan Lokal
Salah satu kekhasan NU adalah kemampuannya mengintegrasikan ajaran Islam dengan kearifan lokal Nusantara. NU memahami bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui proses yang damai dan adaptif, sehingga menghasilkan budaya Islam yang kaya dan unik. NU tidak melihat tradisi lokal sebagai penghalang, melainkan sebagai wadah untuk menyebarkan nilai-nilai Islam.
Pendekatan ini sangat penting dalam menjaga identitas budaya bangsa dan mencegah konflik antara ajaran agama dan praktik budaya. NU melestarikan berbagai tradisi seperti tahlilan, maulidan, dan ziarah kubur, yang semuanya diisi dengan nilai-nilai tauhid dan doa, sekaligus menjadi perekat sosial di masyarakat.
Masa Depan Nahdlatul Ulama: Tantangan dan Harapan
Dalam menghadapi abad ke-21 yang penuh ketidakpastian dan perubahan cepat, Nahdlatul Ulama terus berupaya memperkuat diri dan mengadaptasi strategi agar tetap relevan dan berkontribusi secara optimal bagi umat dan bangsa. Tantangan-tantangan global dan domestik menuntut NU untuk terus berinovasi tanpa kehilangan jati dirinya.
1. Penguatan Kelembagaan dan Kaderisasi
Sebagai organisasi yang telah berusia lebih dari sembilan dekade, NU memiliki jaringan kelembagaan yang luas dan mapan. Namun, penguatan kelembagaan secara terus-menerus mutlak diperlukan, terutama dalam aspek tata kelola, transparansi, dan efisiensi. Kaderisasi menjadi kunci untuk memastikan estafet kepemimpinan dan ideologi tetap berjalan lancar. Pendidikan kader yang komprehensif, mulai dari tingkat pelajar (IPNU-IPPNU), pemuda (GP Ansor-Fatayat), hingga sarjana (ISNU) dan ulama, harus terus ditingkatkan untuk melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki pemahaman Aswaja An-Nahdliyah yang kokoh, wawasan kebangsaan yang kuat, dan kemampuan adaptasi terhadap zaman.
Penguatan kapasitas lembaga-lembaga NU, seperti Ma'arif NU dalam pendidikan, LPNU dalam ekonomi, dan LKNU dalam kesehatan, juga menjadi prioritas agar dapat memberikan pelayanan yang lebih profesional dan berkualitas kepada masyarakat.
2. Transformasi Digital dan Literasi Media
Era digital membawa tantangan sekaligus peluang. NU perlu semakin masif dalam melakukan transformasi digital di segala lini, mulai dari administrasi organisasi, dakwah, pendidikan, hingga pemberdayaan ekonomi. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menyebarkan nilai-nilai moderasi, menangkal hoaks, dan menjangkau generasi milenial serta generasi Z menjadi sangat krusial. Pengembangan platform digital, media sosial, dan konten-konten edukatif yang menarik adalah langkah penting. Literasi media bagi warga NU juga harus digalakkan untuk menjadikan mereka konsumen informasi yang cerdas dan produsen konten yang positif.
3. Peran Global NU
Sebagai organisasi Islam terbesar di negara Muslim terbesar, NU memiliki potensi besar untuk memainkan peran yang lebih signifikan di kancah global. NU dapat menjadi duta Islam moderat yang toleran, mempromosikan harmoni antaragama, dan menawarkan solusi terhadap konflik dan radikalisme global. Inisiatif-inisiatif seperti "Islam Nusantara" yang menekankan pada kontekstualisasi Islam dengan budaya lokal, telah menarik perhatian dunia internasional sebagai model Islam yang damai.
Kolaborasi dengan organisasi Islam dan lembaga-lembaga internasional lainnya dalam isu-isu kemanusiaan, lingkungan, dan perdamaian global dapat semakin mengangkat peran NU sebagai aktor peradaban dunia.
4. Kesejahteraan Umat dan Ekonomi Berkelanjutan
Meskipun telah banyak berkontribusi, NU masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam mengangkat kesejahteraan ekonomi umat, khususnya di kalangan nahdliyin yang mayoritas berada di pedesaan. Pengembangan ekonomi pesantren, penguatan koperasi dan BMT, serta fasilitasi UMKM perlu terus ditingkatkan. NU juga harus terlibat aktif dalam mendorong kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro-rakyat, berkeadilan, dan berkelanjutan, memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.
Konsep ekonomi hijau dan berkelanjutan juga perlu diintegrasikan dalam program-program NU, sejalan dengan kepedulian terhadap lingkungan dan masa depan generasi mendatang.
5. Mempertahankan Jati Diri Aswaja An-Nahdliyah
Di tengah berbagai tarikan ideologi dan pemikiran keagamaan, tantangan terbesar bagi NU adalah mempertahankan jati diri Aswaja An-Nahdliyah sebagai landasan utama. Hal ini membutuhkan penguatan pengajaran kitab-kitab kuning di pesantren, internalisasi nilai-nilai tawasut, tawazun, tasamuh, dan i'tidal di setiap level organisasi, serta kemampuan para ulama dan cendekiawan NU untuk merespons persoalan-persoalan baru dengan pendekatan fiqih yang kontekstual namun tetap dalam koridor Ahlussunnah wal Jama'ah.
Memastikan bahwa generasi muda NU memahami dan mengamalkan prinsip-prinsip ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan organisasi dan bangsa.
Kesimpulan: Membangun Peradaban dari Tradisi
Nahdlatul Ulama adalah sebuah organisasi Islam yang telah melampaui usia sembilan dekade, dengan jejak kontribusi yang tak terhingga bagi Indonesia dan dunia. Dari rahim pesantren, NU tumbuh menjadi kekuatan sosial, keagamaan, dan kebangsaan yang menjaga teguh tradisi Ahlussunnah wal Jama'ah, sekaligus menjadi pelopor dalam merawat NKRI dan Pancasila.
Melalui Aswaja An-Nahdliyah, NU telah membentuk corak Islam Indonesia yang moderat, toleran, dan inklusif. Perannya dalam perjuangan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad, kontribusinya dalam pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, serta jaringannya yang masif dari pusat hingga pelosok desa, menjadikan NU bukan sekadar organisasi keagamaan, melainkan pilar peradaban yang kokoh.
Menghadapi tantangan masa depan, NU terus berbenah dan beradaptasi, mengintegrasikan teknologi, memperkuat kaderisasi, dan memperluas peran globalnya. Dengan komitmen yang tak lekang terhadap nilai-nilai moderasi, kebangsaan, toleransi, keadilan, dan pelestarian tradisi, Nahdlatul Ulama akan terus menjadi mercusuar bagi umat dan bangsa, menyebarkan Islam yang rahmatan lil alamin, dan berkontribusi aktif dalam membangun peradaban yang lebih baik.
Perjalanan NU adalah kisah tentang keteguhan prinsip, adaptasi yang cerdas, dan pengabdian tanpa henti. Di pundak para ulama, kiai, dan segenap warga nahdliyin, harapan untuk masa depan Indonesia yang religius, damai, dan maju terus digantungkan.