Panduan Lengkap Shalat Sunnah Qobliyah Jumat

Memahami Niat, Hukum, Tata Cara, dan Keutamaannya

Pendahuluan: Memaknai Hari Jumat yang Agung

Hari Jumat adalah hari yang paling utama dalam sepekan bagi umat Islam. Ia dijuluki sebagai Sayyidul Ayyam atau penghulu segala hari. Pada hari ini, terdapat berbagai keutamaan dan anjuran untuk memperbanyak amal ibadah. Salah satu ibadah sentral pada hari Jumat adalah pelaksanaan Shalat Jumat secara berjamaah bagi kaum laki-laki. Sebelum ibadah wajib ini ditunaikan, terdapat amalan sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan, yaitu shalat sunnah qobliyah Jumat.

Shalat sunnah qobliyah Jumat adalah shalat sunnah yang dilaksanakan sebelum pelaksanaan shalat Jumat, tepatnya setelah masuk waktu dzuhur dan sebelum khatib naik ke mimbar. Mengerjakan shalat sunnah ini merupakan wujud persiapan spiritual untuk menyambut khutbah dan shalat Jumat. Ia menjadi cara bagi seorang hamba untuk mengisi waktu penantian dengan dzikir dan shalat, sembari meraih pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal yang berkaitan dengan shalat sunnah qobliyah Jumat, mulai dari niat yang benar, hukumnya dalam pandangan para ulama, tata cara pelaksanaannya yang sesuai sunnah, hingga dalil-dalil yang menjadi landasannya.

Niat Shalat Sunnah Qobliyah Jumat

Niat adalah rukun pertama dan paling fundamental dalam setiap ibadah. Niat membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, dan membedakan antara kebiasaan dengan ibadah. Niat tempatnya di dalam hati, namun melafalkannya (talaffudz) dianjurkan oleh sebagian ulama, khususnya dari mazhab Syafi'i, untuk membantu memantapkan hati. Berikut adalah lafal niat shalat sunnah qobliyah Jumat.

أُصَلِّى سُنَّةَ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatal jumu'ati rak'ataini qabliyyatan lillaahi ta'aalaa.

Artinya: "Aku berniat shalat sunnah Jumat dua rakaat qobliyah karena Allah Ta'ala."

Jika seseorang hendak melaksanakannya sebanyak empat rakaat dengan dua kali salam, maka niat di atas dibaca pada setiap dua rakaat. Namun, jika ingin melaksanakannya empat rakaat dengan satu kali salam, lafal niatnya dapat disesuaikan sebagai berikut:

أُصَلِّى سُنَّةَ الْجُمُعَةِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلِيَّةً لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatal jumu'ati arba'a raka'aatin qabliyyatan lillaahi ta'aalaa.

Artinya: "Aku berniat shalat sunnah Jumat empat rakaat qobliyah karena Allah Ta'ala."

Yang terpenting dari niat adalah kesadaran hati untuk melaksanakan shalat sunnah sebelum Jumat. Lafal di atas hanyalah sarana bantu. Jika seseorang telah masuk masjid, berwudhu, lalu berdiri untuk shalat dengan kesadaran hati hendak melaksanakan shalat sunnah qobliyah Jumat, maka niatnya sudah dianggap sah meskipun tidak dilafalkan.

Hukum Pelaksanaan Shalat Qobliyah Jumat

Pembahasan mengenai hukum shalat sunnah qobliyah Jumat merupakan salah satu topik yang menarik dalam khazanah fikih Islam. Terdapat perbedaan pendapat (ikhtilaf) di kalangan para ulama mazhab mengenai status hukumnya. Memahami perbedaan ini penting untuk menumbuhkan sikap toleransi dan keluasan wawasan dalam beragama.

1. Pendapat yang Menganjurkan (Sunnah)

Pendapat ini dipegang oleh mayoritas ulama dari mazhab Hanafi dan mazhab Syafi'i. Menurut mereka, shalat sunnah qobliyah Jumat hukumnya adalah sunnah, sama seperti shalat sunnah rawatib qobliyah Dzuhur. Mereka mendasarkan argumennya pada beberapa dalil, baik dalil umum maupun dalil khusus.

2. Pendapat yang Tidak Mensunnahkan Secara Khusus

Pendapat ini dipegang oleh para ulama dari mazhab Maliki dan mazhab Hambali dalam salah satu riwayatnya yang masyhur. Menurut mereka, tidak ada shalat sunnah rawatib yang secara khusus bernama "qobliyah Jumat". Namun, ini bukan berarti mereka melarang shalat sunnah sebelum Jumat sama sekali.

Argumentasi mereka adalah tidak ditemukannya hadis yang secara spesifik (sharih) menyebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam secara rutin melaksanakan shalat sunnah qobliyah Jumat. Praktik Nabi adalah, setelah berkhutbah, beliau langsung turun untuk mengimami shalat Jumat tanpa ada jeda shalat sunnah terlebih dahulu.

Akan tetapi, mereka tetap sangat menganjurkan bagi siapa saja yang masuk masjid sebelum khatib naik mimbar untuk melaksanakan shalat sunnah mutlak atau shalat tahiyatul masjid. Shalat ini diniatkan sebagai shalat sunnah secara umum untuk mengisi waktu, bukan sebagai shalat rawatib yang terikat dengan shalat Jumat.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: "Seseorang masuk masjid pada hari Jumat, sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah. Maka beliau bertanya, 'Apakah engkau sudah shalat?' Orang itu menjawab, 'Belum.' Beliau bersabda, 'Bangun dan shalatlah dua rakaat.'" (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menunjukkan anjuran untuk shalat (dalam konteks ini tahiyatul masjid) bahkan ketika khutbah sedang berlangsung. Maka, lebih utama lagi untuk melakukannya sebelum khutbah dimulai. Shalat inilah yang dipahami oleh mazhab Maliki dan Hambali sebagai shalat sunnah yang dianjurkan sebelum Jumat, bukan sebagai qobliyah Jumat yang bersifat rawatib.

Sikap dalam Menghadapi Perbedaan

Perbedaan pendapat dalam masalah ini termasuk dalam kategori ikhtilaf fiqhiyyah yang dapat ditoleransi. Keduanya memiliki landasan dalil dan ijtihad yang kuat. Oleh karena itu, seorang Muslim dapat memilih salah satu pendapat yang ia yakini lebih kuat setelah mempelajarinya atau mengikuti mazhab yang dianut di lingkungannya tanpa harus menyalahkan atau merendahkan pendapat yang lain. Keduanya sama-sama bertujuan untuk mengagungkan syiar Islam di hari Jumat.

Tata Cara Pelaksanaan Shalat Qobliyah Jumat

Secara umum, tata cara pelaksanaan shalat sunnah qobliyah Jumat tidak berbeda dengan shalat sunnah lainnya. Shalat ini dapat dikerjakan sebanyak dua rakaat atau empat rakaat.

Jika Melaksanakan Dua Rakaat

Pelaksanaan dua rakaat adalah yang paling minimal dan umum dilakukan. Berikut adalah langkah-langkahnya:

  1. Berdiri dan Berniat: Berdiri tegak menghadap kiblat, kemudian mantapkan niat di dalam hati untuk melaksanakan shalat sunnah qobliyah Jumat dua rakaat karena Allah Ta'ala.
  2. Takbiratul Ihram: Mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga atau bahu sambil mengucapkan "Allahu Akbar". Pandangan mata ke arah tempat sujud.
  3. Membaca Doa Iftitah: Membaca doa iftitah yang dihafal. Ini hukumnya sunnah.
  4. Membaca Al-Fatihah: Membaca surat Al-Fatihah dengan tartil dan penghayatan. Membaca Al-Fatihah adalah rukun shalat.
  5. Membaca Surat Pendek: Setelah Al-Fatihah, disunnahkan membaca surat atau beberapa ayat dari Al-Qur'an. Pada rakaat pertama, dianjurkan membaca surat Al-Kafirun.
  6. Ruku': Mengangkat tangan untuk takbir, kemudian membungkukkan badan hingga punggung lurus, dengan kedua tangan memegang lutut. Membaca tasbih ruku', "Subhaana rabbiyal 'adziimi wa bihamdih" sebanyak tiga kali.
  7. I'tidal: Bangkit dari ruku' sambil mengangkat kedua tangan dan mengucapkan "Sami'allaahu liman hamidah". Ketika sudah berdiri tegak, membaca "Rabbanaa lakal hamdu mil'us samaawaati wa mil'ul ardhi wa mil'u maa syi'ta min syai'in ba'du".
  8. Sujud Pertama: Turun untuk sujud sambil bertakbir. Pastikan tujuh anggota sujud (dahi, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung jari kaki) menempel pada alas shalat. Membaca tasbih sujud, "Subhaana rabbiyal a'laa wa bihamdih" sebanyak tiga kali.
  9. Duduk di Antara Dua Sujud: Bangkit dari sujud untuk duduk iftirasy sambil bertakbir. Membaca doa, "Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu 'annii".
  10. Sujud Kedua: Melakukan sujud kedua seperti sujud pertama.
  11. Berdiri untuk Rakaat Kedua: Bangkit dari sujud untuk berdiri ke rakaat kedua sambil bertakbir.
  12. Rakaat Kedua: Melakukan gerakan yang sama seperti rakaat pertama, dimulai dari membaca Al-Fatihah. Setelah Al-Fatihah, disunnahkan membaca surat pendek, misalnya surat Al-Ikhlas.
  13. Tasyahud Akhir: Setelah sujud kedua di rakaat kedua, duduk tawarruk dan membaca doa tasyahud akhir, shalawat Ibrahimiyah, dan doa perlindungan sebelum salam.
  14. Salam: Menoleh ke kanan sambil mengucapkan "Assalaamu'alaikum wa rahmatullah", kemudian menoleh ke kiri dengan ucapan yang sama.

Jika Melaksanakan Empat Rakaat

Shalat qobliyah Jumat juga bisa dilaksanakan sebanyak empat rakaat. Terdapat dua cara untuk melakukannya:

Waktu Terbaik Pelaksanaan Shalat Qobliyah Jumat

Waktu pelaksanaan shalat sunnah qobliyah Jumat memiliki rentang yang perlu diperhatikan agar sesuai dengan tuntunan.

Bagi yang terlambat datang ke masjid dan mendapati khatib sudah berkhutbah, maka yang dianjurkan baginya adalah melaksanakan shalat tahiyatul masjid dua rakaat yang ringan (dipercepat), sebagaimana perintah Rasulullah dalam hadis Jabir di atas, lalu segera duduk untuk mendengarkan khutbah.

Keutamaan dan Manfaat Mengerjakan Qobliyah Jumat

Mengerjakan amalan sunnah, termasuk shalat qobliyah Jumat, mendatangkan banyak sekali keutamaan dan manfaat, baik di dunia maupun di akhirat. Berikut beberapa di antaranya:

  1. Menyempurnakan Ibadah Wajib: Shalat-shalat sunnah rawatib berfungsi sebagai penyempurna dan penambal kekurangan yang mungkin terjadi pada shalat fardhu. Kelak di hari kiamat, jika terdapat kekurangan pada shalat wajib seorang hamba, Allah akan memerintahkan malaikat untuk melihat shalat sunnahnya sebagai penyempurna.
  2. Mengisi Waktu Tunggu dengan Kebaikan: Waktu antara adzan dan khutbah adalah waktu yang berharga. Daripada diisi dengan mengobrol atau melamun, mengisinya dengan shalat sunnah adalah bentuk pemanfaatan waktu yang paling produktif secara spiritual.
  3. Mendapatkan Pahala Berlimpah: Setiap gerakan dan bacaan dalam shalat bernilai pahala di sisi Allah SWT. Mengerjakan shalat sunnah adalah cara untuk "menabung" pahala sebanyak-banyaknya.
  4. Mempersiapkan Hati dan Pikiran: Dengan melaksanakan shalat sunnah terlebih dahulu, hati menjadi lebih tenang, pikiran lebih fokus, dan jiwa lebih siap untuk menerima pesan-pesan takwa yang akan disampaikan oleh khatib dalam khutbahnya.
  5. Meneladani Generasi Terbaik (Salafus Shalih): Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai statusnya sebagai rawatib, tidak ada keraguan bahwa para sahabat dan generasi setelahnya adalah orang-orang yang bersemangat dalam melaksanakan shalat sunnah secara umum ketika mereka datang lebih awal ke masjid pada hari Jumat.
  6. Menggapai Derajat yang Lebih Tinggi di Surga: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa siapa pun yang menjaga (rutin melaksanakan) dua belas rakaat shalat sunnah dalam sehari semalam, akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga. Meskipun qobliyah Jumat tidak termasuk dalam hitungan ini secara spesifik dalam beberapa pendapat, semangat memperbanyak shalat sunnah adalah jalan untuk meraih janji tersebut.

Dalil-Dalil Terkait Anjuran Shalat Sebelum Jumat

Untuk memperdalam pemahaman, mari kita tinjau beberapa dalil yang menjadi landasan bagi anjuran shalat sunnah sebelum shalat Jumat, baik yang bersifat umum maupun yang lebih spesifik dari praktik para sahabat.

Dalil Anjuran Umum Datang Lebih Awal dan Shalat

Hadis yang paling sering dijadikan rujukan adalah hadis dari Salman Al-Farisi, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat, bersuci semampunya, memakai minyak rambut atau memakai wewangian di rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan tidak memisahkan dua orang (yang duduk), kemudian ia mengerjakan shalat yang telah ditentukan baginya (semampunya), lalu diam ketika imam berkhutbah, niscaya akan diampuni dosanya antara Jumat tersebut dan Jumat berikutnya." (HR. Bukhari).

Frasa "kemudian ia mengerjakan shalat yang telah ditentukan baginya" (ثُمَّ صَلَّى مَا كُتِبَ لَهُ) menunjukkan secara jelas adanya anjuran untuk melaksanakan shalat sunnah bagi orang yang datang ke masjid sebelum khatib keluar. Hadis ini tidak membatasi jumlah rakaatnya, sehingga seseorang bisa shalat dua, empat, atau lebih, sesuai kemampuannya. Inilah yang dipahami sebagai shalat sunnah mutlak oleh sebagian ulama, dan sebagai dalil qobliyah Jumat oleh ulama lainnya.

Praktik Sahabat Nabi

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, praktik para sahabat menjadi dalil yang kuat. Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Nafi', ia berkata:

"Abdullah bin Umar biasa memanjangkan shalat (sunnah) sebelum Jumat, dan beliau shalat dua rakaat sesudahnya di rumahnya. Beliau menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukannya."

Riwayat ini, meskipun bagian akhirnya (tentang perbuatan Rasulullah) diperselisihkan, bagian awalnya menunjukkan dengan jelas amalan seorang sahabat besar seperti Ibnu Umar yang memperbanyak shalat sunnah sebelum Jumat. Ini menguatkan anjuran untuk beribadah pada waktu tersebut.

Kesimpulan

Shalat sunnah qobliyah Jumat adalah amalan yang sangat dianjurkan dan memiliki keutamaan besar. Meskipun terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai status hukumnya—apakah ia sunnah rawatib yang terikat (pendapat mazhab Syafi'i dan Hanafi) ataukah sunnah mutlak yang tidak terikat (pendapat mazhab Maliki dan Hambali)—semua sepakat akan anjuran untuk melaksanakan shalat sunnah bagi siapa saja yang tiba di masjid sebelum khatib memulai khutbah.

Melaksanakannya, baik dengan niat sebagai qobliyah Jumat maupun sebagai shalat sunnah mutlak atau tahiyatul masjid, adalah wujud pengagungan terhadap hari Jumat dan cara terbaik untuk mempersiapkan diri menyambut puncak ibadah di hari tersebut. Dengan memahami niat, tata cara, dan hikmah di baliknya, semoga kita semakin termotivasi untuk menghidupkan sunnah ini dan meraih keberkahan yang agung di hari Jumat.

🏠 Kembali ke Homepage