Panduan Lengkap Niat Puasa Sunnah Dzulhijjah, Tarwiyah, dan Arafah

Memahami makna, keutamaan, dan tata cara pelaksanaan puasa di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah untuk meraih pahala yang tak terhingga.

Ilustrasi Ka'bah dan bulan sabit untuk menandai bulan Dzulhijjah Sebuah gambar siluet Ka'bah dengan bulan sabit di atasnya, melambangkan ibadah di bulan suci Dzulhijjah.

Bulan Dzulhijjah adalah salah satu dari empat bulan haram (suci) dalam kalender Islam, di mana setiap amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya. Secara khusus, sepuluh hari pertama bulan ini memiliki keistimewaan yang luar biasa. Allah SWT bahkan bersumpah demi waktu tersebut dalam Al-Qur'an, yang menunjukkan betapa agung dan mulianya periode ini. Salah satu amalan utama yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan pada hari-hari ini adalah puasa sunnah.

Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada hari-hari di mana amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?" Beliau menjawab, "Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatu pun." (HR. Bukhari)

Hadis ini menjadi landasan utama tentang betapa besarnya keutamaan beribadah di awal Dzulhijjah. Puasa, sebagai salah satu ibadah paling agung, menempati posisi yang sangat istimewa. Artikel ini akan membahas secara mendalam dan komprehensif mengenai niat puasa sunnah Dzulhijjah, yang mencakup puasa dari tanggal 1 hingga 7, puasa Tarwiyah pada tanggal 8, dan puncaknya, puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Memahami Makna dan Pentingnya Niat dalam Berpuasa

Sebelum melangkah ke lafal niat secara spesifik, penting untuk memahami esensi dari niat itu sendiri. Dalam Islam, niat adalah pilar utama dari setiap ibadah. Ia adalah pembeda antara sebuah aktivitas rutin dengan sebuah tindakan ibadah yang bernilai pahala. Niat adalah tekad dan kehendak hati untuk melakukan suatu amalan semata-mata karena Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa kualitas dan validitas sebuah ibadah sangat bergantung pada apa yang terbesit di dalam hati pelakunya.

Untuk puasa, baik wajib maupun sunnah, niat menjadi syarat sahnya. Para ulama sepakat bahwa niat harus dilakukan di dalam hati. Melafalkan niat dengan lisan (talaffuzh) hukumnya sunnah menurut sebagian besar ulama mazhab Syafi'i, dengan tujuan untuk membantu memantapkan apa yang ada di dalam hati. Namun, yang menjadi rukun utama adalah niat di dalam hati itu sendiri.

Kapan Waktu yang Tepat untuk Berniat?

Terdapat sedikit perbedaan mengenai waktu berniat antara puasa wajib dan puasa sunnah:

Meskipun demikian, berniat pada malam hari untuk puasa sunnah tetap dianggap lebih utama (afdhal) untuk memastikan kesempurnaan ibadah dan keluar dari perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Niat Puasa Sunnah di Awal Dzulhijjah (Tanggal 1-7)

Puasa yang dilaksanakan dari tanggal 1 hingga 7 Dzulhijjah secara umum disebut sebagai "Puasa Dzulhijjah". Tidak ada lafal niat yang secara spesifik dikhususkan untuk setiap harinya. Seseorang cukup berniat di dalam hatinya untuk melaksanakan puasa sunnah di bulan Dzulhijjah. Berikut adalah lafal niat yang bisa diucapkan untuk membantu memantapkan hati.

نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma syahri dzil hijjati sunnatan lillâhi ta'âlâ.

Artinya: "Saya niat puasa sunnah bulan Dzulhijjah karena Allah Ta'ala."

Niat ini dapat diucapkan pada malam hari sebelum fajar, atau jika terlupa, bisa diucapkan pada siang harinya selama belum melakukan hal yang membatalkan puasa. Seseorang bisa menjalankan puasa ini selama tujuh hari berturut-turut, atau memilih beberapa hari saja sesuai dengan kemampuannya. Setiap hari yang diisi dengan puasa di awal Dzulhijjah memiliki keutamaan yang sangat besar di sisi Allah SWT.

Niat Puasa Sunnah Tarwiyah (Tanggal 8 Dzulhijjah)

Tanggal 8 Dzulhijjah dikenal sebagai Hari Tarwiyah. Nama "Tarwiyah" secara bahasa berarti "merenung" atau "berpikir". Hari ini dinamakan demikian karena pada hari inilah para jamaah haji mulai bersiap-siap dan merenungkan perjalanan ibadah haji mereka, serta mempersiapkan perbekalan air untuk wukuf di Arafah. Berpuasa pada hari ini memiliki keutamaan yang spesifik dan agung.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli hadis mengenai kekuatan dalil yang secara spesifik menyebutkan keutamaan puasa Tarwiyah, banyak ulama salaf yang menganjurkannya berdasarkan keumuman hadis tentang keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Salah satu riwayat menyebutkan bahwa puasa pada hari Tarwiyah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu. Terlepas dari status hadis tersebut, puasa ini tetap termasuk dalam amalan shalih yang sangat dicintai Allah.

Lafal niat untuk puasa Tarwiyah adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillâhi ta'âlâ.

Artinya: "Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah Ta'ala."

Sama seperti puasa Dzulhijjah, niat ini lebih utama diucapkan pada malam hari, namun tetap sah jika diucapkan pada siang hari dengan syarat yang telah disebutkan sebelumnya.

Makna Spiritual Puasa Tarwiyah

Puasa Tarwiyah bukan sekadar menahan lapar dan dahaga. Ia adalah sebuah persiapan spiritual. Bagi mereka yang tidak menunaikan ibadah haji, puasa ini menjadi sarana untuk turut merasakan getaran spiritual yang dialami para jamaah haji. Ini adalah hari untuk merenungi kebesaran Allah, memperbanyak dzikir, dan mempersiapkan hati untuk menyambut puncak ibadah pada hari Arafah.

Niat Puasa Sunnah Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah)

Puasa Arafah adalah puncak dari rangkaian puasa sunnah di bulan Dzulhijjah. Dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, bertepatan dengan saat jamaah haji sedang melaksanakan wukuf di Padang Arafah. Puasa ini memiliki keutamaan yang luar biasa dan dalilnya sangat kuat (shahih), sehingga sangat ditekankan (sunnah muakkadah) bagi umat Islam yang tidak sedang menunaikan ibadah haji.

Keutamaan puasa Arafah dijelaskan secara gamblang dalam hadis:

Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, "Puasa itu dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." (HR. Muslim)

Pengampunan dosa yang dimaksud oleh para ulama adalah untuk dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar memerlukan taubat nasuha yang tulus. Namun, janji pengampunan selama dua tahun ini menunjukkan betapa besarnya rahmat Allah dan betapa istimewanya hari Arafah.

Berikut adalah lafal niat untuk puasa Arafah:

نَوَيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma arafata sunnatan lillâhi ta'âlâ.

Artinya: "Saya niat puasa sunnah Arafah karena Allah Ta'ala."

Mengapa Puasa Arafah Hanya untuk yang Tidak Berhaji?

Anjuran kuat untuk berpuasa Arafah ini dikhususkan bagi mereka yang tidak sedang melaksanakan wukuf di Arafah. Bagi jamaah haji, justru disunnahkan untuk tidak berpuasa pada hari itu. Hikmahnya adalah agar mereka memiliki kekuatan fisik yang prima untuk fokus beribadah, berdoa, berdzikir, dan memohon ampunan kepada Allah selama wukuf, yang merupakan rukun puncak dari ibadah haji. Ini menunjukkan betapa Islam adalah agama yang memperhatikan kondisi dan kemampuan pemeluknya.

Amalan Lain yang Dianjurkan di Sepuluh Hari Awal Dzulhijjah

Selain berpuasa, terdapat banyak amalan lain yang dapat kita maksimalkan di hari-hari penuh berkah ini untuk melengkapi ibadah kita. Semangatnya adalah mengisi setiap detik dengan perbuatan yang dicintai Allah.

1. Memperbanyak Takbir, Tahlil, dan Tahmid

Dianjurkan untuk memperbanyak ucapan Allahu Akbar (Takbir), Laa ilaha illallah (Tahlil), dan Alhamdulillah (Tahmid). Ibnu Umar dan Abu Hurairah RA biasa pergi ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah sambil bertakbir, dan orang-orang pun ikut bertakbir bersama mereka. Amalan ini bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, seperti di rumah, di jalan, di kantor, atau di masjid.

2. Membaca Al-Qur'an

Membaca Al-Qur'an adalah salah satu dzikir terbaik. Meluangkan lebih banyak waktu untuk tilawah, tadabbur (merenungi makna), dan menghafal ayat-ayat suci Al-Qur'an akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda di hari-hari istimewa ini.

3. Bersedekah

Amal shalih mencakup ibadah harta. Meningkatkan sedekah, baik kepada keluarga, tetangga, maupun fakir miskin, merupakan cara untuk meraih cinta Allah. Sedekah tidak hanya berupa materi, tetapi juga bisa berupa tenaga, ilmu, atau bahkan senyuman yang tulus.

4. Shalat Sunnah

Menjaga shalat rawatib, melaksanakan shalat Dhuha, dan memperbanyak shalat Tahajud di malam hari adalah amalan yang sangat bernilai. Shalat adalah tiang agama dan sarana komunikasi langsung seorang hamba dengan Rabb-nya.

5. Berkurban

Bagi yang memiliki kemampuan finansial, ibadah kurban yang dilaksanakan pada Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah) adalah amalan yang paling utama di hari tersebut. Ini adalah wujud ketaatan dan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.

Panduan Fikih Praktis Seputar Puasa Dzulhijjah

Untuk menyempurnakan pelaksanaan puasa sunnah ini, ada beberapa persoalan fikih praktis yang sering ditanyakan dan perlu dipahami dengan baik.

Bolehkah Menggabungkan Niat Puasa Dzulhijjah dengan Puasa Qadha Ramadhan?

Ini adalah pertanyaan yang sangat umum. Para ulama memiliki beberapa pandangan mengenai hal ini:

Kesimpulannya, jika waktu sangat sempit dan khawatir keutamaan hari Arafah terlewat, maka menggabungkan niat diperbolehkan. Namun, jika masih ada kelapangan waktu, memisahkannya adalah pilihan yang lebih hati-hati dan lebih utama.

Bagaimana Jika Lupa Berpuasa di Awal Dzulhijjah?

Jika seseorang terlewat beberapa hari puasa di awal Dzulhijjah, ia tidak perlu berkecil hati. Ia masih bisa memaksimalkan hari-hari yang tersisa. Bahkan, jika ia hanya mampu berpuasa pada hari Arafah saja, itu sudah sangat baik dan akan mendatangkan keutamaan yang luar biasa berupa ampunan dosa selama dua tahun. Kunci utamanya adalah memanfaatkan setiap kesempatan yang masih ada.

Hal-hal yang Membatalkan Puasa

Hal-hal yang membatalkan puasa sunnah Dzulhijjah sama dengan yang membatalkan puasa pada umumnya, antara lain:

  1. Makan dan minum dengan sengaja.
  2. Muntah dengan sengaja.
  3. Berhubungan suami istri di siang hari.
  4. Keluarnya darah haid atau nifas bagi wanita.
  5. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh yang terbuka (seperti mulut, hidung, telinga) dengan sengaja.
  6. Hilang akal (gila) atau murtad.

Hukum Puasa pada Hari Raya dan Hari Tasyriq

Sangat penting untuk dicatat bahwa umat Islam diharamkan untuk berpuasa pada empat hari setelah puasa Arafah, yaitu:

Rasulullah SAW bersabda, "Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah." (HR. Muslim). Larangan ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang seimbang, ada waktu untuk beribadah intensif (seperti puasa), dan ada waktu untuk bergembira merayakan karunia Allah (seperti pada hari raya).

Kesimpulan: Meraih Mutiara di Awal Dzulhijjah

Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah musim kebaikan, sebuah kesempatan emas yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya untuk membersihkan diri dari dosa dan menumpuk pahala sebanyak-banyaknya. Puasa sunnah, mulai dari tanggal 1 hingga puncaknya pada hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah, adalah salah satu amalan terbaik yang bisa kita lakukan.

Dengan memahami niat yang benar, baik di dalam hati maupun yang dilafalkan, serta mengetahui keutamaan agung di baliknya, semoga kita semua termotivasi untuk tidak melewatkan kesempatan berharga ini. Marilah kita sambut hari-hari mulia ini dengan hati yang bersih, niat yang tulus, dan semangat beribadah yang tinggi, semata-mata untuk mengharapkan ridha dan ampunan dari Allah SWT. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang berhasil meraih keutamaannya.

🏠 Kembali ke Homepage