Miositis: Pengertian, Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan Komprehensif
Ilustrasi sederhana menunjukkan otot yang meradang atau nyeri, seringkali menjadi gejala utama miositis.
Miositis merupakan kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada otot, yang dapat menyebabkan kelemahan, nyeri, dan bahkan kerusakan otot. Kondisi ini bisa menyerang siapa saja, tanpa memandang usia atau jenis kelamin, dan memiliki berbagai penyebab serta manifestasi yang kompleks. Peradangan otot ini tidak hanya terbatas pada satu otot saja, melainkan bisa mempengaruhi beberapa otot di tubuh, seringkali otot-otot besar yang bertanggung jawab atas gerakan vital seperti berjalan, mengangkat lengan, atau bahkan menelan dan bernapas.
Meskipun kata "miositis" secara harfiah berarti "radang otot," namun dalam konteks klinis, istilah ini sering merujuk pada sekelompok penyakit langka yang disebut myopati inflamasi idiopatik (idiopathic inflammatory myopathies/IIM). Kelompok ini mencakup kondisi-kondisi autoimun seperti dermatomiositis, polimiositis, miositis inklusi tubuh (inclusion body myositis/IBM), dan miositis nekrotisasi imun-mediated (immune-mediated necrotizing myopathy/IMNM). Selain itu, miositis juga bisa disebabkan oleh infeksi, efek samping obat-obatan tertentu, trauma fisik, atau bahkan sebagai manifestasi dari penyakit lain seperti kanker. Pemahaman mendalam tentang miositis sangat penting karena diagnosis dini dan penanganan yang tepat dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup pasien dan mencegah komplikasi serius.
Pengertian Miositis Secara Mendalam
Miositis berasal dari bahasa Yunani, di mana "myo" berarti otot dan "itis" berarti peradangan. Jadi, secara etimologis, miositis adalah peradangan otot. Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, definisi ini mencakup spektrum kondisi yang luas. Peradangan pada otot dapat terjadi karena berbagai alasan, yang masing-masing memiliki karakteristik dan patofisiologi unik.
Pada tingkat seluler, peradangan otot melibatkan infiltrasi sel-sel imun ke dalam jaringan otot. Sel-sel imun ini, yang seharusnya melindungi tubuh dari patogen asing, justru menyerang sel-sel otot sehat. Proses ini memicu respons inflamasi yang menyebabkan kerusakan serat otot. Kerusakan otot ini mengakibatkan pelepasan enzim-enzim otot ke dalam aliran darah, seperti kreatin kinase (CK), yang sering digunakan sebagai penanda diagnostik. Selain itu, peradangan kronis dapat menyebabkan penggantian serat otot yang rusak dengan jaringan ikat fibrosa atau jaringan lemak, yang pada akhirnya mengurangi kekuatan dan fungsi otot.
Klasifikasi Umum Miositis
Secara umum, miositis dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya:
- Miositis Autoimun: Ini adalah bentuk yang paling umum dan sering disebut sebagai Myopati Inflamasi Idiopatik (IIM). Dalam kondisi ini, sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang sel dan jaringan otot tubuh sendiri. Contoh utamanya adalah dermatomiositis, polimiositis, miositis inklusi tubuh, dan miositis nekrotisasi imun-mediated.
- Miositis Infeksi: Disebabkan oleh invasi mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit ke dalam jaringan otot. Contohnya termasuk miositis piogenik (bakteri), miositis virus (misalnya influenza, HIV), atau parasit seperti trikinosis.
- Miositis Terkait Obat: Beberapa obat-obatan, terutama statin (penurun kolesterol), dapat menyebabkan kerusakan dan peradangan otot sebagai efek samping. Miositis terkait obat bisa bersifat sementara atau, dalam kasus yang jarang, berkembang menjadi kondisi kronis seperti miositis nekrotisasi imun-mediated.
- Miositis Trauma/Lain-lain: Ini termasuk miositis yang disebabkan oleh cedera fisik (seperti miositis osifikans, di mana tulang tumbuh di dalam otot setelah trauma) atau sebagai bagian dari sindrom paraneoplastik yang terkait dengan kanker.
Jenis-jenis Miositis
Untuk memahami miositis secara komprehensif, penting untuk menggali berbagai jenisnya, karena masing-masing memiliki karakteristik, gejala, dan pendekatan pengobatan yang sedikit berbeda.
1. Dermatomiositis (DM)
Dermatomiositis adalah myopati inflamasi autoimun yang mempengaruhi otot dan kulit. Ini seringkali merupakan jenis miositis yang paling mudah dikenali karena adanya manifestasi kulit yang khas. DM dapat menyerang orang dewasa dan anak-anak (disebut dermatomiositis juvenil).
- Gejala Otot: Kelemahan otot proksimal (otot yang dekat dengan batang tubuh, seperti paha, lengan atas, leher) yang berkembang secara bertahap. Kelemahan ini biasanya simetris, mempengaruhi kedua sisi tubuh secara merata, dan dapat menyebabkan kesulitan dalam aktivitas sehari-hari seperti berdiri dari posisi duduk, menaiki tangga, mengangkat benda di atas kepala, atau menyisir rambut. Nyeri otot mungkin ada tetapi tidak selalu menjadi gejala dominan.
-
Gejala Kulit: Ini adalah ciri khas DM. Ruam kulit bisa muncul sebelum, bersamaan, atau setelah kelemahan otot. Beberapa ruam spesifik meliputi:
- Papula Gottron: Benjolan kemerahan atau keunguan yang muncul di atas sendi jari (sendi interfalangeal dan metakarpofalangeal), siku, atau lutut. Ini adalah tanda patognomonik (sangat khas) dari DM.
- Ruam Heliotrop: Ruam berwarna keunguan yang muncul di kelopak mata atas, seringkali disertai dengan bengkak.
- Tanda Selendang (Shawl Sign) dan Tanda V (V-Sign): Eritema (kemerahan) pada bahu, leher bagian atas, punggung atas, dan dada bagian atas yang terpapar sinar matahari.
- Peripilar Eritema: Kemerahan di sekitar kuku jari, kadang disertai pembesaran kapiler kuku (kutikula).
- Kulit Machinist's Hand: Kulit pecah-pecah, kasar, dan mengelupas di sisi telapak tangan dan jari.
- Keterlibatan Organ Lain: Selain otot dan kulit, DM juga dapat mempengaruhi paru-paru (penyakit paru interstitial), jantung (miokarditis, aritmia), sendi (artralgia), dan saluran pencernaan (disfagia, motilitas esofagus yang buruk). DM juga memiliki hubungan yang signifikan dengan peningkatan risiko kanker, terutama pada orang dewasa, sehingga skrining kanker menjadi bagian penting dari diagnosis dan pemantauan.
2. Polimiositis (PM)
Polimiositis adalah myopati inflamasi autoimun yang menyerang otot tanpa adanya manifestasi kulit yang signifikan. PM lebih jarang didiagnosis dibandingkan DM dan diagnosisnya seringkali merupakan diagnosis eksklusi, artinya setelah jenis miositis lain telah disingkirkan.
- Gejala Otot: Mirip dengan DM, PM menyebabkan kelemahan otot proksimal yang simetris dan berkembang secara bertahap. Kesulitan yang sama dalam aktivitas sehari-hari seperti berdiri, menaiki tangga, atau mengangkat benda dapat dialami. Kelemahan ini biasanya terjadi pada otot-otot besar di panggul, paha, bahu, dan lengan atas. Nyeri otot, meskipun tidak selalu ada, bisa menjadi keluhan.
- Perbedaan Utama dari DM: Tidak adanya ruam kulit yang spesifik adalah pembeda utama. Jika ada ruam, itu bukan ruam yang khas untuk dermatomiositis.
- Keterlibatan Organ Lain: Sama seperti DM, PM dapat mempengaruhi paru-paru (penyakit paru interstitial), jantung, dan sendi. Risiko kanker juga sedikit meningkat pada PM, meskipun tidak sebesar DM.
- Diagnosis: Diagnosis PM memerlukan biopsi otot yang menunjukkan peradangan sel-sel T sitotoksik di endomisium (ruang di antara serat-serat otot), serta pengecualian miositis inklusi tubuh.
Ilustrasi sederhana tanda selendang atau ruam di area leher dan bahu, khas untuk Dermatomiositis.
3. Miositis Inklusi Tubuh (Inclusion Body Myositis/IBM)
Miositis inklusi tubuh (IBM) adalah jenis myopati inflamasi yang paling umum pada orang dewasa yang lebih tua (biasanya di atas 50 tahun). IBM memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari DM dan PM, termasuk respons yang buruk terhadap pengobatan imunosupresif standar.
-
Gejala Otot: Kelemahan otot pada IBM cenderung berkembang lebih lambat dan seringkali bersifat asimetris, yaitu lebih buruk di satu sisi tubuh daripada yang lain. Pola kelemahan juga berbeda:
- Sering mempengaruhi otot-otot distal terlebih dahulu, seperti otot-otot di lengan bawah (fleksor jari) dan otot-otot di paha (kuadrisep). Pasien mungkin kesulitan menggenggam, mengancingkan baju, atau mengangkat kaki.
- Kelemahan otot kuadrisep dapat menyebabkan sering jatuh.
- Disfagia (kesulitan menelan) sangat umum pada IBM dan dapat menyebabkan tersedak atau aspirasi makanan.
- Atrofi otot (penyusutan otot) sering terlihat jelas, terutama pada otot yang terkena.
- Diagnosis: Diagnosis IBM membutuhkan biopsi otot yang menunjukkan vakuola berpinggir (rimmed vacuoles) dan agregat protein abnormal di dalam serat otot, selain tanda-tanda peradangan. Level kreatin kinase (CK) mungkin hanya sedikit meningkat atau bahkan normal.
- Pengobatan: Sayangnya, IBM tidak merespons dengan baik terhadap kortikosteroid atau imunosupresan lain, yang merupakan pengobatan utama untuk DM dan PM. Pengelolaan IBM berfokus pada terapi fisik dan okupasi untuk mempertahankan fungsi otot selama mungkin dan manajemen disfagia.
4. Miositis Nekrotisasi Imun-mediated (Immune-Mediated Necrotizing Myopathy/IMNM)
IMNM adalah bentuk miositis autoimun yang ditandai dengan nekrosis (kematian) serat otot yang dominan dan peradangan yang minimal pada biopsi otot. Kondisi ini seringkali memiliki onset yang lebih akut atau subakut dibandingkan DM atau PM, dengan peningkatan CK yang sangat tinggi.
- Gejala Otot: Kelemahan otot proksimal yang cepat berkembang dan parah. Nyeri otot seringkali sangat intens.
-
Penyebab/Asosiasi: IMNM sering dikaitkan dengan:
- Penggunaan statin sebelumnya (meskipun obat sudah dihentikan, respons imun terus berlanjut).
- Adanya autoantibodi spesifik seperti anti-SRP (signal recognition particle) atau anti-HMGCR (HMG-CoA reductase).
- Beberapa kasus mungkin idiopatik atau terkait dengan kanker.
- Diagnosis: Biopsi otot menunjukkan nekrosis myofiber yang luas dengan peradangan yang sedikit. Tingkat CK biasanya sangat tinggi. Identifikasi autoantibodi spesifik sangat membantu dalam diagnosis.
- Pengobatan: IMNM biasanya membutuhkan pengobatan imunosupresif yang agresif, seringkali dimulai dengan kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresan tambahan, kadang juga imunoglobulin intravena (IVIg) atau rituximab, untuk mengontrol peradangan dan mencegah kerusakan otot lebih lanjut.
5. Miositis Juvenil (Juvenile Dermatomyositis/JDM atau Polymyositis/JPM)
Dermatomiositis dan polimiositis juga dapat menyerang anak-anak, yang disebut dengan miositis juvenil. JDM adalah bentuk yang lebih umum pada anak-anak daripada JPM.
- Gejala: Mirip dengan dewasa, namun pada anak-anak, calcinosis (penumpukan kalsium di bawah kulit atau di otot) lebih sering terjadi dan dapat menyebabkan benjolan keras. Manifestasi kulit juga sering terlihat. Kelemahan otot menyebabkan kesulitan bermain, berlari, atau melakukan aktivitas sekolah.
- Perjalanan Penyakit: JDM dapat memiliki perjalanan penyakit yang bervariasi, dari remisi spontan hingga penyakit kronis yang persisten.
- Pengobatan: Kortikosteroid dan imunosupresan merupakan lini pertama pengobatan. Terapi fisik juga sangat penting untuk mempertahankan kekuatan dan mencegah kontraktur.
6. Miositis Terkait Obat
Beberapa obat dapat menyebabkan miositis, dengan statin sebagai penyebab paling umum. Obat lain termasuk kokain, kolkisin, dan alkohol.
- Miositis Terkait Statin: Dapat bermanifestasi sebagai mialgia (nyeri otot) ringan, kram, atau, dalam kasus yang jarang, rhabdomiolisis (kerusakan otot parah yang melepaskan mioglobin ke dalam darah, berpotensi merusak ginjal) atau IMNM. Gejala biasanya membaik setelah penghentian obat.
- Mekanisme: Berbeda-beda tergantung obatnya, tetapi bisa melibatkan toksisitas langsung pada otot atau memicu respons autoimun.
7. Miositis Infeksi
Miositis dapat disebabkan oleh infeksi langsung pada otot.
- Bakteri: Miositis piogenik atau abses otot, sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes. Lebih umum di daerah tropis atau pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Gejala termasuk nyeri hebat, pembengkakan, kemerahan, dan demam.
- Virus: Virus influenza, HIV, virus Epstein-Barr, dan Coxsackie virus dapat menyebabkan miositis akut yang seringkali sembuh sendiri. Gejala umumnya adalah nyeri otot dan kelemahan yang timbul bersamaan dengan gejala infeksi virus lainnya.
- Parasit: Parasit seperti Trichinella spiralis (penyebab trikinosis), Taenia solium (penyebab sistiserkosis), dan Toxoplasma gondii dapat menginfeksi dan menyebabkan peradangan pada otot.
8. Miositis Ocular
Ini adalah bentuk langka di mana peradangan terbatas pada satu atau lebih otot ekstraokular (otot yang menggerakkan mata). Gejala meliputi nyeri mata, diplopia (penglihatan ganda), dan pembengkakan di sekitar mata. Biasanya diobati dengan kortikosteroid.
9. Miositis Osifikans
Bukan miositis inflamasi klasik, melainkan kondisi di mana jaringan tulang terbentuk di dalam otot setelah cedera atau trauma berat. Ini adalah respons abnormal terhadap perbaikan jaringan. Gejala meliputi nyeri, pembengkakan, dan keterbatasan gerak pada area yang cedera. Pengobatan melibatkan terapi fisik dan, dalam beberapa kasus, pembedahan.
10. Miositis Eosinofilik
Ditandai dengan infiltrasi eosinofil (jenis sel darah putih) ke dalam jaringan otot. Dapat terjadi sebagai bagian dari sindrom hipereosinofilik atau terkait dengan reaksi alergi/obat-obatan. Gejala bervariasi, termasuk nyeri otot dan kelemahan.
Penyebab Miositis
Meskipun seringkali idiopatik (tidak diketahui penyebab pastinya), ada beberapa faktor dan kondisi yang diketahui dapat memicu atau berkontribusi pada perkembangan miositis.
Ilustrasi mikroorganisme seperti virus dan bakteri yang dapat menyebabkan miositis infeksi.
1. Kondisi Autoimun
Ini adalah penyebab utama myopati inflamasi idiopatik. Pada kondisi autoimun, sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi dari infeksi, justru menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri. Pada miositis, target serangan adalah serat otot. Para ilmuwan belum sepenuhnya memahami mengapa sistem kekebalan tubuh menjadi "disregulasi" seperti ini, tetapi kombinasi faktor genetik dan lingkungan diyakini berperan.
- Faktor Genetik: Individu dengan kecenderungan genetik tertentu (misalnya, gen terkait HLA) mungkin lebih rentan terhadap penyakit autoimun. Namun, gen saja tidak cukup; pemicu lingkungan juga diperlukan.
- Faktor Lingkungan: Infeksi virus (misalnya, virus influenza, parvovirus B19, HIV) atau paparan bahan kimia tertentu dapat memicu respons autoimun pada individu yang rentan secara genetik. Proses ini melibatkan "mimikri molekuler," di mana bagian dari patogen menyerupai protein tubuh sendiri, menyebabkan sistem imun salah menyerang.
- Autoantibodi: Kehadiran autoantibodi spesifik (seperti anti-Jo-1, anti-Mi-2, anti-SRP, anti-MDA5, anti-HMGCR) sangat mendukung diagnosis miositis autoimun dan bahkan dapat memprediksi subtipe penyakit serta keterlibatan organ tertentu. Ini menunjukkan bahwa sistem imun secara aktif menargetkan komponen-komponen seluler yang penting dalam otot atau proses peradangan.
2. Infeksi
Seperti yang telah dibahas, berbagai jenis mikroorganisme dapat menyebabkan miositis infeksius.
- Virus: Infeksi virus, terutama influenza, HIV, dan Coxsackie, dapat langsung menginvasi sel otot atau memicu respons imun yang merusak otot. Miositis virus biasanya akut dan sembuh sendiri setelah infeksi virus mereda. Namun, pada kasus HIV, miositis dapat menjadi kondisi kronis atau terkait dengan efek samping obat antiretroviral tertentu.
- Bakteri: Bakteri seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, dan bakteri anaerob dapat menyebabkan miositis piogenik atau abses otot. Ini lebih sering terjadi pada individu yang mengalami imunosupresi, penyalahgunaan narkoba intravena, atau trauma otot.
- Parasit: Parasit seperti Trichinella spiralis (dari daging mentah yang terkontaminasi) dan Toxoplasma gondii dapat membentuk kista di dalam otot, memicu respons inflamasi.
3. Obat-obatan
Beberapa obat dapat menyebabkan kerusakan otot atau miositis.
- Statin: Obat penurun kolesterol ini adalah penyebab paling umum dari miositis terkait obat. Gejalanya berkisar dari mialgia ringan hingga rhabdomiolisis parah. Dalam beberapa kasus, statin dapat memicu IMNM yang persisten bahkan setelah penghentian obat.
- Kortikosteroid: Paradoksnya, meskipun kortikosteroid digunakan untuk mengobati miositis inflamasi, penggunaan jangka panjang dosis tinggi dapat menyebabkan miopati steroid, yang ditandai dengan kelemahan otot proksimal tanpa peradangan yang signifikan. Ini adalah miopati, bukan miositis.
- Obat Lain: Kokain, kolkisin, amiodaron, klorokuin, dan obat-obatan kemoterapi tertentu juga dapat menyebabkan toksisitas otot.
4. Kanker (Sindrom Paraneoplastik)
Miositis, terutama dermatomiositis dan, pada tingkat lebih rendah, polimiositis, dapat menjadi manifestasi dari sindrom paraneoplastik. Ini berarti miositis terjadi sebagai respons imun terhadap kanker yang mendasarinya, meskipun sel kanker tidak menyerang otot secara langsung. Kanker yang paling sering dikaitkan dengan miositis meliputi kanker paru-paru, payudara, ovarium, dan saluran pencernaan. Diagnosis miositis pada orang dewasa (terutama yang lebih tua) memerlukan skrining kanker yang cermat.
5. Trauma atau Cedera
Miositis osifikans, seperti yang telah disebutkan, adalah pembentukan tulang di dalam jaringan otot setelah cedera traumatis yang parah pada otot. Ini bukan proses inflamasi dalam arti autoimun, melainkan respons penyembuhan yang abnormal.
6. Kondisi Genetik (Jarang)
Beberapa kondisi genetik langka dapat menyebabkan kelemahan otot dan kadang-kadang manifestasi yang menyerupai miositis, meskipun mereka biasanya diklasifikasikan sebagai distrofi otot atau miopati kongenital.
Gejala Miositis
Gejala miositis dapat sangat bervariasi tergantung pada jenisnya, tingkat keparahan, dan organ tubuh lain yang terpengaruh. Namun, ada beberapa gejala inti yang paling sering muncul.
1. Gejala Otot Inti
-
Kelemahan Otot: Ini adalah gejala paling umum dan seringkali paling mengganggu.
- Pola Proksimal: Umumnya mempengaruhi otot-otot yang paling dekat dengan batang tubuh (paha, pinggul, bahu, lengan atas, leher). Pasien kesulitan dengan aktivitas seperti berdiri dari kursi, menaiki tangga, mengangkat barang di atas kepala, menyisir rambut, atau berpakaian.
- Simetris (pada DM, PM, IMNM): Kelemahan biasanya mempengaruhi kedua sisi tubuh secara merata.
- Asimetris (pada IBM): Kelemahan bisa lebih parah di satu sisi tubuh atau mempengaruhi otot-otot distal (tangan, kaki) lebih awal.
- Progresif: Kelemahan biasanya memburuk secara bertahap selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun (terutama pada IBM).
- Nyeri Otot (Mialgia): Meskipun tidak selalu menjadi gejala dominan, nyeri otot atau nyeri tekan saat disentuh seringkali ada, terutama pada miositis akut atau yang disebabkan oleh infeksi. Pada beberapa jenis miositis kronis, nyeri bisa minimal.
- Kelelahan: Kelelahan yang parah dan tidak proporsional dengan aktivitas, yang tidak membaik dengan istirahat, sering menyertai kelemahan otot dan dapat sangat mengganggu kualitas hidup.
- Kesulitan Menelan (Disfagia): Jika otot-otot di tenggorokan terpengaruh, pasien mungkin mengalami kesulitan menelan, yang dapat menyebabkan tersedak, batuk saat makan atau minum, dan penurunan berat badan. Ini merupakan gejala serius karena dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.
- Kesulitan Bernapas (Dispnea): Jika otot-otot pernapasan (diafragma, interkostal) terpengaruh, pasien dapat mengalami sesak napas, terutama saat beraktivitas. Ini juga merupakan komplikasi yang serius.
2. Gejala Kulit (Khas untuk Dermatomiositis)
Gejala kulit pada DM sudah dibahas sebelumnya, meliputi:
- Papula Gottron: Benjolan kemerahan/keunguan di atas sendi.
- Ruam Heliotrop: Ruam keunguan di kelopak mata atas.
- Tanda Selendang dan Tanda V: Eritema pada leher, bahu, dan dada.
- Peripilar Eritema dan Telangiektasis: Kemerahan dan pelebaran pembuluh darah di sekitar kuku.
- Kulit Machinist's Hand: Kulit kasar dan pecah-pecah di telapak tangan.
- Calcinosis: Penumpukan kalsium di bawah kulit atau di otot, lebih sering pada JDM.
3. Gejala Sistemik Lain
Miositis dapat mempengaruhi organ-organ lain di luar otot dan kulit:
- Nyeri Sendi (Artralgia): Nyeri sendi bisa terjadi, meskipun jarang menyebabkan kerusakan sendi yang erosif seperti pada rheumatoid arthritis.
- Fenomena Raynaud: Jari tangan atau kaki menjadi pucat, biru, lalu merah saat terpapar dingin atau stres.
- Demam Ringan: Terutama pada fase akut penyakit.
- Penurunan Berat Badan: Dapat terjadi karena disfagia, kelelahan, atau proses penyakit yang mendasari.
- Masalah Jantung: Miokarditis (peradangan otot jantung), aritmia (gangguan irama jantung), gagal jantung. Ini adalah komplikasi serius.
- Masalah Paru-paru: Penyakit paru interstitial (ILD) adalah komplikasi serius yang dapat menyebabkan batuk kronis dan sesak napas.
- Masalah Pencernaan: Pergerakan esofagus yang lambat, masalah penyerapan nutrisi.
Penting untuk diingat bahwa tidak semua pasien akan mengalami semua gejala ini. Pola gejala sangat individual, dan seringkali membutuhkan evaluasi medis yang cermat untuk diagnosis yang akurat.
Diagnosis Miositis
Mendiagnosis miositis bisa menjadi tantangan karena gejalanya tumpang tindih dengan kondisi lain yang menyebabkan kelemahan otot. Pendekatan diagnostik melibatkan kombinasi riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan berbagai tes laboratorium serta pencitraan.
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
- Riwayat Medis: Dokter akan menanyakan tentang onset gejala, durasi, pola kelemahan otot (proksimal/distal, simetris/asimetris), ada tidaknya nyeri otot, masalah menelan, masalah pernapasan, riwayat ruam kulit, riwayat keluarga penyakit autoimun, penggunaan obat-obatan, dan riwayat infeksi.
-
Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan menyeluruh akan fokus pada:
- Kekuatan Otot: Dokter akan menguji kekuatan otot-otot besar di leher, bahu, lengan, pinggul, dan paha.
- Kulit: Mencari ruam khas dermatomiositis, papula Gottron, ruam heliotrop, tanda selendang, dan perubahan di sekitar kuku.
- Sendi: Memeriksa adanya pembengkakan atau nyeri sendi.
- Paru-paru dan Jantung: Mendengarkan suara napas dan jantung untuk mencari tanda-tanda keterlibatan organ.
Ilustrasi seorang profesional medis melakukan pemeriksaan dan diagnosa terhadap pasien.
2. Tes Darah
Tes darah merupakan komponen kunci dalam diagnosis miositis.
-
Enzim Otot:
- Kreatin Kinase (CK): Enzim ini dilepaskan ke dalam darah ketika otot rusak. Tingkat CK yang sangat tinggi adalah penanda kuat kerusakan otot dan miositis inflamasi (terutama pada PM, DM, IMNM). Pada IBM, CK mungkin hanya sedikit meningkat atau normal.
- Aldolase, Laktat Dehidrogenase (LDH), Aspartat Transaminase (AST), Alanin Transaminase (ALT): Enzim-enzim ini juga dapat meningkat pada kerusakan otot, meskipun tidak spesifik untuk otot dan dapat meningkat pada penyakit hati.
-
Autoantibodi: Pengujian untuk autoantibodi spesifik adalah penting untuk mengklasifikasikan jenis miositis dan memprediksi prognosis serta keterlibatan organ. Beberapa autoantibodi yang dicari meliputi:
- Anti-Jo-1: Paling umum di antara antisintetase antibodi, sering dikaitkan dengan sindrom antisintetase (miositis, penyakit paru interstitial, fenomena Raynaud, "machinist's hand").
- Anti-Mi-2: Umum pada DM klasik, sering dikaitkan dengan ruam yang khas dan respons yang baik terhadap pengobatan.
- Anti-SRP: Terkait dengan IMNM yang parah dan onset akut.
- Anti-HMGCR: Terkait dengan IMNM yang sering dipicu oleh statin.
- Anti-MDA5: Terkait dengan DM tanpa kelemahan otot (dermatomiositis amyopatik) tetapi dengan risiko tinggi penyakit paru interstitial yang cepat progresif.
- Antibodi Antinuklear (ANA): Meskipun tidak spesifik untuk miositis, ANA positif dapat menunjukkan adanya penyakit autoimun.
- Penanda Inflamasi: Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) dapat meningkat pada peradangan aktif, tetapi tidak selalu.
- Tes Infeksi: Jika miositis infeksi dicurigai, tes darah untuk virus, bakteri, atau parasit dapat dilakukan.
3. Elektromiografi (EMG) dan Studi Konduksi Saraf (NCS)
EMG melibatkan penempatan jarum tipis ke dalam otot untuk merekam aktivitas listriknya. Pada miositis, EMG dapat menunjukkan:
- Peningkatan aktivitas spontan (fibrilasi, gelombang positif tajam) pada otot yang beristirahat, menunjukkan iritasi atau kerusakan serat otot.
- Potensi unit motorik yang polifasik, berdurasi pendek, dan bervoltase rendah saat kontraksi otot, menunjukkan kerusakan serat otot.
- NCS biasanya normal, membedakan miositis dari neuropati (penyakit saraf).
4. Biopsi Otot
Ini sering dianggap sebagai "standar emas" untuk diagnosis miositis inflamasi. Sampel kecil jaringan otot diambil (biasanya dari paha atau lengan atas) dan diperiksa di bawah mikroskop. Biopsi dapat menunjukkan:
- Infiltrasi Sel Inflamasi: Kehadiran sel-sel imun (limfosit, makrofag) di sekitar atau di dalam serat otot.
- Nekrosis atau Regenerasi Serat Otot: Tanda-tanda kerusakan dan perbaikan otot.
-
Pola Khas:
- DM: Infiltrasi perivaskular dan perifasikular (di sekitar pembuluh darah dan di tepi fasikel otot), atrofi perifasikular.
- PM: Infiltrasi endomisial (di antara serat otot) sel T sitotoksik.
- IBM: Vakuola berpinggir, agregat protein intra-otot, dan infiltrasi endomisial limfosit.
- IMNM: Nekrosis myofiber yang dominan dengan peradangan minimal.
5. Pencitraan
- MRI Otot: Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat mendeteksi peradangan dan edema (pembengkakan) dalam otot bahkan sebelum kelemahan menjadi jelas. Ini juga dapat membantu mengidentifikasi otot yang paling terpengaruh untuk biopsi.
- X-ray: Dapat menunjukkan adanya calcinosis pada pasien DM, terutama anak-anak.
- CT Scan/Rontgen Dada: Dilakukan untuk skrining penyakit paru interstitial atau kanker yang mendasarinya.
6. Uji Fungsi Paru (PFT) dan Pemeriksaan Jantung
Jika dicurigai keterlibatan paru-paru (misalnya, batuk, sesak napas), PFT akan menilai kapasitas paru-paru. EKG dan ekokardiogram dapat dilakukan untuk skrining masalah jantung.
Setelah semua data terkumpul, dokter akan membuat diagnosis berdasarkan kriteria klinis, hasil laboratorium, dan temuan biopsi.
Pengobatan Miositis
Tujuan utama pengobatan miositis adalah mengurangi peradangan, meningkatkan kekuatan otot, mengelola gejala, mencegah kerusakan otot permanen, dan mengatasi komplikasi. Pendekatan pengobatan bervariasi tergantung pada jenis miositis, tingkat keparahan, dan respons individu pasien.
1. Terapi Obat
a. Kortikosteroid
- Prednisone/Prednisolon: Ini adalah lini pertama pengobatan untuk sebagian besar kasus miositis autoimun (DM, PM, IMNM). Diberikan dalam dosis tinggi pada awalnya untuk mengendalikan peradangan akut. Dosis kemudian secara bertahap diturunkan (tapering) setelah beberapa minggu atau bulan, sesuai respons pasien.
- Efek Samping: Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan efek samping yang signifikan seperti penambahan berat badan, osteoporosis, diabetes, hipertensi, katarak, glaukoma, moon face, dan peningkatan risiko infeksi. Oleh karena itu, dosis harus diturunkan ke tingkat serendah mungkin yang efektif.
b. Obat Imunosupresan Lain (Steroid-Sparing Agents)
Obat-obatan ini sering digunakan bersama kortikosteroid untuk mengurangi dosis steroid yang dibutuhkan (efek steroid-sparing) atau jika pasien tidak merespons kortikosteroid saja.
- Metotreksat (Methotrexate/MTX): Sebuah antimetabolit yang menekan sistem kekebalan tubuh. Digunakan untuk miositis sedang hingga berat. Membutuhkan pemantauan fungsi hati dan darah secara teratur.
- Azathioprine (AZA): Obat imunosupresan lain yang efektif, sering digunakan sebagai alternatif MTX atau jika MTX tidak ditoleransi. Juga membutuhkan pemantauan darah dan fungsi hati.
- Mycophenolate Mofetil (MMF): Obat imunosupresan yang semakin banyak digunakan, terutama jika ada keterlibatan paru-paru. Umumnya ditoleransi dengan baik.
- Siklosporin (Cyclosporine) dan Takrolimus (Tacrolimus): Agen kalsineurin inhibitor yang kuat, sering digunakan pada kasus yang lebih parah atau refrakter. Membutuhkan pemantauan ketat terhadap fungsi ginjal dan tekanan darah.
- Siklofosfamid (Cyclophosphamide): Agen kemoterapi yang sangat kuat, biasanya hanya digunakan untuk kasus miositis yang mengancam jiwa atau refrakter, terutama dengan penyakit paru interstitial yang parah.
c. Imunoglobulin Intravena (IVIg)
IVIg adalah produk darah yang mengandung antibodi yang dikumpulkan dari ribuan donor sehat. Cara kerjanya pada penyakit autoimun belum sepenuhnya dipahami, tetapi diyakini "menyetel ulang" sistem kekebalan tubuh. IVIg sering digunakan untuk miositis yang parah, yang tidak responsif terhadap kortikosteroid dan imunosupresan, atau pada pasien dengan disfagia berat. Efeknya cenderung sementara, sehingga membutuhkan infus berulang.
d. Obat Biologis
- Rituximab: Antibodi monoklonal yang menargetkan sel B (jenis sel darah putih yang memproduksi antibodi). Rituximab telah menunjukkan keberhasilan pada beberapa pasien dengan miositis autoimun yang refrakter, terutama pada kasus anti-MDA5 dan anti-SRP positif.
- Obat biologis lain sedang dalam penelitian.
e. Pengobatan Spesifik untuk Miositis Infeksi
Jika miositis disebabkan oleh infeksi, pengobatan akan diarahkan pada mikroorganisme penyebab:
- Antibiotik: Untuk miositis bakteri.
- Antivirus: Untuk miositis virus (meskipun banyak yang sembuh sendiri).
- Antiparasit: Untuk miositis parasit.
f. Pengobatan untuk IBM
IBM seringkali tidak responsif terhadap obat imunosupresif yang efektif untuk DM dan PM. Pengobatan berfokus pada terapi suportif.
Ilustrasi gerakan peregangan atau latihan, melambangkan pentingnya fisioterapi dalam pengobatan miositis.
2. Terapi Non-Obat dan Rehabilitasi
Ini adalah komponen penting dari pengelolaan miositis, melengkapi terapi obat.
- Fisioterapi dan Latihan: Latihan yang teratur dan disesuaikan sangat penting untuk mempertahankan kekuatan otot, mencegah atrofi, dan meningkatkan jangkauan gerak. Fisioterapis dapat merancang program latihan yang aman dan efektif, dimulai dengan latihan ringan saat peradangan aktif dan meningkatkan intensitas saat kondisi membaik. Latihan aerobik dan latihan penguatan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup.
- Terapi Okupasi: Terapis okupasi dapat membantu pasien belajar cara melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) dengan lebih mudah, menyediakan alat bantu adaptif, atau menyarankan modifikasi lingkungan rumah untuk meningkatkan kemandirian.
- Terapi Wicara dan Menelan: Bagi pasien dengan disfagia, terapis wicara dapat mengajari teknik menelan yang aman, menyarankan perubahan konsistensi makanan, dan melakukan latihan untuk memperkuat otot-otot menelan.
- Perubahan Pola Makan: Nutrisi yang baik penting untuk mendukung pemulihan otot. Untuk pasien dengan disfagia, diet makanan lunak atau cair mungkin diperlukan. Diet kaya protein dan kalori yang cukup dapat membantu menjaga massa otot.
- Perlindungan Kulit (untuk Dermatomiositis): Pasien DM harus sangat berhati-hati dengan paparan sinar matahari, menggunakan tabir surya dengan SPF tinggi, topi lebar, dan pakaian pelindung untuk mencegah eksaserbasi ruam kulit.
- Manajemen Nyeri: Analgesik (pereda nyeri) seperti parasetamol atau NSAID dapat digunakan untuk nyeri otot. Pada kasus nyeri neuropatik, obat seperti gabapentin atau pregabalin mungkin diperlukan.
3. Manajemen Komplikasi dan Pemantauan
- Skrining Kanker: Bagi pasien dewasa dengan DM atau PM, skrining kanker yang sesuai usia sangat penting, terutama pada beberapa tahun pertama setelah diagnosis.
- Pemantauan Organ: Pemantauan fungsi paru, jantung, dan ginjal secara teratur diperlukan untuk mendeteksi dan mengelola komplikasi dini.
- Pencegahan Osteoporosis: Pasien yang menggunakan kortikosteroid jangka panjang harus menerima suplemen kalsium dan vitamin D, dan mungkin obat lain untuk mencegah osteoporosis.
- Vaksinasi: Pastikan vaksinasi diperbarui, terutama untuk flu dan pneumonia, karena pasien imunosupresi lebih rentan terhadap infeksi.
Hidup dengan Miositis
Miositis adalah kondisi kronis yang membutuhkan manajemen jangka panjang dan adaptasi gaya hidup. Meskipun pengobatan dapat mengendalikan peradangan dan meningkatkan kekuatan otot, banyak pasien menghadapi tantangan berkelanjutan.
1. Pentingnya Dukungan Psikososial
Menghadapi penyakit kronis seperti miositis dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi. Dukungan dari keluarga, teman, dan kelompok dukungan pasien sangat penting. Terapi kognitif perilaku atau konseling dapat membantu pasien mengatasi dampak emosional dan psikologis dari penyakit.
2. Manajemen Kelelahan
Kelelahan adalah gejala yang umum dan seringkali paling sulit diobati pada miositis. Mengelola kelelahan meliputi:
- Prioritas dan Pacing: Belajar memprioritaskan aktivitas dan mengatur kecepatan diri, menghindari aktivitas berlebihan yang dapat memicu kelelahan.
- Istirahat yang Cukup: Memastikan tidur yang berkualitas dan istirahat teratur sepanjang hari.
- Latihan Fisik yang Teratur: Meskipun terdengar berlawanan, latihan fisik yang sesuai dapat membantu mengurangi kelelahan dan meningkatkan energi.
- Diet Sehat: Mempertahankan diet seimbang dan terhidrasi dengan baik.
3. Diet dan Nutrisi
Diet seimbang kaya akan buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan protein tanpa lemak sangat penting. Bagi pasien dengan disfagia, penyesuaian diet (makanan lunak, cair) mungkin diperlukan untuk mencegah tersedak dan memastikan asupan nutrisi yang cukup. Suplemen kalsium dan vitamin D mungkin direkomendasikan untuk pasien yang menggunakan kortikosteroid.
4. Kepatuhan Pengobatan
Kepatuhan yang ketat terhadap rejimen pengobatan yang diresepkan oleh dokter sangat penting. Menghentikan obat secara tiba-tiba, terutama kortikosteroid, dapat menyebabkan kekambuhan penyakit atau efek samping yang serius. Komunikasi terbuka dengan tim medis sangat penting untuk mengatasi kekhawatiran tentang efek samping atau kesulitan dalam mengikuti pengobatan.
5. Peran Keluarga dan Kelompok Dukungan
Anggota keluarga dapat memainkan peran kunci dalam mendukung pasien dengan miositis, membantu dalam aktivitas sehari-hari, memberikan dukungan emosional, dan memastikan kepatuhan terhadap rencana perawatan. Bergabung dengan kelompok dukungan pasien dapat memberikan rasa kebersamaan, berbagi pengalaman, dan mendapatkan tips praktis dari individu lain yang menghadapi tantangan serupa.
6. Prognosis dan Kualitas Hidup
Prognosis miositis bervariasi luas tergantung pada jenisnya, respons terhadap pengobatan, dan ada tidaknya komplikasi. Banyak pasien dengan DM, PM, atau IMNM dapat mencapai remisi atau kondisi penyakit yang terkontrol dengan pengobatan. Namun, IBM memiliki prognosis yang lebih menantang karena kurangnya respons terhadap terapi standar. Kualitas hidup dapat ditingkatkan secara signifikan dengan diagnosis dini, pengobatan yang agresif, rehabilitasi yang tepat, dan dukungan holistik.
Pencegahan dan Penelitian Terkini
Mengingat sifat autoimun dari banyak jenis miositis, pencegahan primer (mencegah terjadinya penyakit) sangat sulit atau tidak mungkin saat ini. Namun, ada strategi untuk pencegahan komplikasi dan kekambuhan, serta banyak penelitian yang sedang berlangsung.
1. Pencegahan Komplikasi dan Kekambuhan
- Manajemen Infeksi: Menjaga kesehatan umum, mendapatkan vaksinasi yang direkomendasikan, dan segera mencari pengobatan untuk infeksi dapat membantu mencegah beberapa bentuk miositis atau kekambuhan.
- Kepatuhan Pengobatan: Seperti yang ditekankan, mengikuti rencana pengobatan dengan cermat adalah pencegahan terbaik terhadap kekambuhan dan perkembangan penyakit.
- Gaya Hidup Sehat: Diet seimbang, olahraga teratur yang disesuaikan, dan menghindari kebiasaan buruk (misalnya, merokok) dapat mendukung sistem kekebalan tubuh secara keseluruhan dan meningkatkan respons terhadap pengobatan.
- Perlindungan dari Matahari: Sangat penting bagi pasien dermatomiositis untuk melindungi kulit dari sinar UV yang dapat memicu atau memperburuk ruam.
2. Penelitian Terkini
Bidang penelitian miositis sangat aktif, dengan fokus pada pemahaman patofisiologi, identifikasi biomarker baru, dan pengembangan terapi yang lebih efektif dan target spesifik.
- Biomarker Baru: Penemuan autoantibodi baru dan penanda biologis lainnya membantu dalam diagnosis dini, klasifikasi subtipe penyakit, dan prediksi respons pengobatan atau risiko komplikasi. Ini memungkinkan pengobatan yang lebih personal.
- Target Terapi Baru: Penelitian sedang mengeksplorasi jalur inflamasi spesifik dan sel imun yang terlibat dalam miositis untuk mengembangkan obat yang menargetkan mekanisme ini secara lebih presisi. Contohnya termasuk penghambat jalur JAK/STAT, antibodi yang menargetkan sitokin spesifik, dan terapi sel T regulator.
- Terapi Gen dan Sel: Meskipun masih dalam tahap awal, ada penelitian yang mengeksplorasi potensi terapi gen atau sel untuk memperbaiki kerusakan otot atau memodulasi respons imun pada miositis.
- Pemahaman IBM: Mengingat tantangan dalam mengobati IBM, banyak upaya penelitian difokuskan pada pemahaman mekanisme unik yang mendasari penyakit ini, termasuk agregasi protein abnormal dan resistensi terhadap imunosupresi, untuk menemukan terapi yang efektif.
- Pencitraan Lanjutan: Teknik pencitraan seperti MRI resolusi tinggi dan PET scan sedang diselidiki untuk memberikan gambaran yang lebih detail tentang peradangan dan kerusakan otot, membantu dalam diagnosis, pemantauan, dan evaluasi respons pengobatan.
- Registry Pasien dan Studi Kohort: Pengumpulan data dari sejumlah besar pasien miositis membantu peneliti memahami perjalanan penyakit dalam populasi yang lebih luas, mengidentifikasi faktor risiko, dan mengevaluasi efektivitas intervensi dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Miositis adalah kelompok penyakit kompleks yang ditandai dengan peradangan otot, menyebabkan kelemahan, nyeri, dan berbagai gejala sistemik. Dengan berbagai jenis seperti dermatomiositis, polimiositis, miositis inklusi tubuh, dan miositis nekrotisasi imun-mediated, serta penyebab yang beragam mulai dari autoimun hingga infeksi dan efek samping obat, pemahaman yang akurat adalah kunci.
Diagnosis yang tepat memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan anamnesis, pemeriksaan fisik, tes darah (termasuk enzim otot dan autoantibodi), EMG, dan seringkali biopsi otot. Setelah diagnosis ditegakkan, pengobatan berfokus pada pengendalian peradangan melalui kortikosteroid dan obat imunosupresan lainnya, serta terapi suportif seperti fisioterapi, terapi okupasi, dan manajemen komplikasi.
Hidup dengan miositis menuntut ketahanan, kepatuhan terhadap pengobatan, dan dukungan yang kuat dari lingkungan sekitar. Meskipun miositis adalah kondisi kronis, kemajuan dalam penelitian terus memberikan harapan untuk diagnosis yang lebih cepat, pengobatan yang lebih efektif, dan kualitas hidup yang lebih baik bagi para penderitanya. Dengan manajemen yang tepat dan perawatan komprehensif, banyak individu dengan miositis dapat mengelola kondisi mereka dan menjalani kehidupan yang produktif.
Simbol palang medis, mewakili harapan dalam perawatan dan penelitian miositis.