Methemoglobinemia: Krisis Oksigen Tersembunyi

Pendahuluan: Definisi dan Relevansi Klinis

Metemoglobinemia adalah kondisi kelainan darah yang ditandai dengan peningkatan kadar metemoglobin (MetHb) di dalam eritrosit (sel darah merah). Metemoglobin adalah bentuk hemoglobin teroksidasi di mana besi dalam gugus heme berada dalam keadaan ferri (Fe³⁺) daripada keadaan ferro (Fe²⁺) yang normal. Perubahan valensi besi ini secara fundamental mengubah kemampuan molekul hemoglobin untuk mengikat, membawa, dan melepaskan oksigen secara efektif. Akibatnya, peningkatan MetHb yang signifikan menyebabkan hipoksia jaringan, meskipun tekanan parsial oksigen (PaO₂) dalam darah mungkin tampak normal.

Secara fisiologis, sejumlah kecil MetHb (biasanya kurang dari 1% dari total hemoglobin) diproduksi secara berkelanjutan melalui oksidasi spontan. Tubuh memiliki mekanisme enzimatik yang sangat efisien untuk mereduksi kembali MetHb menjadi hemoglobin (Hb) fungsional, utamanya melalui jalur NADH-sitokrom b5 reduktase. Namun, ketika produksi MetHb melampaui kapasitas reduksi tubuh, atau ketika jalur reduksi bawaan terganggu, Metemoglobinemia patologis pun terjadi. Kondisi ini merupakan kedaruratan medis karena dapat menyebabkan kerusakan organ yang cepat dan fatal jika tidak ditangani segera.

Penting untuk membedakan Metemoglobinemia dari penyebab sianosis lainnya. Sianosis yang disebabkan oleh Metemoglobinemia sering disebut sebagai 'sianosis cokelat' karena MetHb memberikan warna cokelat kebiruan pada darah. Diagnosis yang cepat sangat penting karena penanganan Metemoglobinemia (seringkali dengan methylen blue) sangat berbeda dari penanganan sianosis yang disebabkan oleh masalah pernapasan atau jantung.

Dasar Biokimia dan Fisiologi Hemoglobin

Untuk memahami Metemoglobinemia, perlu ditinjau kembali struktur normal hemoglobin. Hemoglobin adalah protein kuaterner yang terdiri dari empat subunit globin, masing-masing mengandung satu gugus heme. Inti dari gugus heme adalah atom besi. Dalam hemoglobin normal (deoksi-Hb dan oksi-Hb), besi ini berada dalam keadaan ferro (Fe²⁺), memungkinkannya berikatan secara reversibel dengan oksigen.

Peran Oksidasi Besi

Oksidasi adalah proses kimia di mana atom besi kehilangan satu elektron, mengubah valensinya dari ferro (Fe²⁺) menjadi ferri (Fe³⁺). Ketika besi dioksidasi menjadi Fe³⁺, ia menjadi metemoglobin. Dalam bentuk ferri ini, molekul air atau gugus hidroksil terikat kuat pada atom besi, menempati situs pengikatan oksigen. Akibatnya, MetHb tidak mampu mengikat oksigen dan tidak dapat berkontribusi pada transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan perifer.

Mekanisme Reduksi Fisiologis

Tubuh secara alami memproduksi MetHb, tetapi sekitar 95% dari reduksi MetHb kembali ke Hb fungsional dicapai melalui jalur enzimatik utama. Enzim kunci dalam proses ini adalah NADH-sitokrom b5 reduktase, yang juga dikenal sebagai diaforase I. Enzim ini menggunakan NADH (bentuk tereduksi dari nikotinamida adenin dinukleotida) sebagai kofaktor untuk memindahkan elektron, sehingga mereduksi besi Fe³⁺ kembali menjadi Fe²⁺.

Perbandingan Hemoglobin Normal dan Metemoglobin Hemoglobin (Hb) Fe²⁺ O₂ (Terikat Reversibel) Fungsi: Transportasi Oksigen Metemoglobin (MetHb) Fe³⁺ H₂O/OH (Terikat Kuat) Fungsi: Gagal Mengikat Oksigen
Diagram perbandingan Hemoglobin normal (Fe²⁺) yang mengikat oksigen dan Metemoglobin (Fe³⁺) yang tidak fungsional.

Etiologi: Penyebab Metemoglobinemia

Penyebab Metemoglobinemia dapat dibagi menjadi dua kategori utama: didapat (akuisita) dan bawaan (kongenital). Metemoglobinemia didapat jauh lebih umum dan seringkali disebabkan oleh paparan zat kimia atau obat-obatan tertentu yang bersifat oksidator kuat.

1. Metemoglobinemia Didapat (Acquired Methemoglobinemia)

Ini adalah bentuk yang paling sering ditemui dan biasanya timbul dari paparan eksogen terhadap zat-zat yang meningkatkan laju oksidasi hemoglobin melebihi kapasitas reduksi tubuh. Banyak zat kimia dan obat bertindak sebagai agen pengoksidasi langsung atau menghasilkan radikal bebas yang menyebabkan oksidasi besi Fe²⁺ menjadi Fe³⁺.

A. Agen Farmakologis (Obat-obatan)

B. Agen Lingkungan dan Toksikologi

Kerentanan Bayi: Bayi di bawah usia enam bulan sangat rentan terhadap Metemoglobinemia yang disebabkan nitrat/nitrit karena tiga alasan utama:

  1. Mereka memiliki pH lambung yang lebih tinggi, mendukung pertumbuhan bakteri yang mereduksi nitrat menjadi nitrit.
  2. Mereka memiliki kadar NADH-sitokrom b5 reduktase yang lebih rendah (kapasitas reduksi tubuh yang belum matang).
  3. Mereka memiliki jenis hemoglobin yang lebih mudah teroksidasi (Hemoglobin Fetal atau HbF).

2. Metemoglobinemia Bawaan (Congenital Methemoglobinemia)

Bentuk ini relatif jarang tetapi bersifat kronis. Penyebabnya adalah defek genetik yang memengaruhi kapasitas reduksi atau struktur hemoglobin itu sendiri.

A. Defisiensi Enzim (Diaforase I Deficiency)

Disebabkan oleh mutasi pada gen yang mengkode NADH-sitokrom b5 reduktase (DIA1). Defisiensi ini dibagi menjadi dua tipe berdasarkan distribusinya:

B. Kelainan Hemoglobin Struktural (HbM)

Disebabkan oleh mutasi genetik pada rantai globin yang menstabilkan besi dalam bentuk Fe³⁺, membuatnya resisten terhadap mekanisme reduksi alami. Mutasi ini dikenal sebagai hemoglobin M (HbM). Kelainan ini seringkali mengakibatkan sianosis kronis dan MetHb yang stabil, namun biasanya tidak menyebabkan gejala hipoksia yang parah karena kemampuan pengangkutan oksigen pada subunit hemoglobin yang normal masih berfungsi.

Patofisiologi dan Mekanisme Hipoksia

Metemoglobinemia tidak hanya mengurangi ketersediaan hemoglobin fungsional; ia juga memiliki efek merugikan ganda yang memperburuk pengiriman oksigen ke jaringan.

Efek Ganda MetHb

1. Penurunan Kapasitas Angkut Oksigen: Setiap molekul MetHb adalah molekul yang tidak berfungsi untuk transportasi oksigen. Jika kadar MetHb mencapai 30%, sepertiga dari seluruh kapasitas angkut oksigen telah hilang, mirip dengan anemia berat.

2. Efek Allosterik pada Hemoglobin Normal: Bagian dari molekul hemoglobin (yang terdiri dari empat rantai globin) yang telah teroksidasi menjadi MetHb memengaruhi rantai hemoglobin yang tersisa (yang masih dalam bentuk Fe²⁺). Oksidasi Fe²⁺ menjadi Fe³⁺ di satu subunit menggeser kurva disosiasi oksihemoglobin subunit lainnya ke kiri. Pergeseran ke kiri ini berarti hemoglobin normal yang tersisa akan memegang oksigen lebih erat, enggan melepaskannya di jaringan perifer.

Dengan demikian, Metemoglobinemia menyebabkan hipoksia jaringan melalui dua mekanisme utama: kapasitas angkut oksigen total berkurang, dan pelepasan oksigen yang tersisa ke jaringan menjadi terhambat.

Perbedaan dengan Hipoksemia Klasik

Dalam hipoksemia klasik (misalnya, gagal napas), PaO₂ (tekanan parsial oksigen arteri) akan rendah. Tubuh merespons dengan meningkatkan curah jantung dan laju napas. Namun, pada Metemoglobinemia, PaO₂ (yang mengukur oksigen terlarut) seringkali normal karena masalahnya adalah pada molekul pembawa (hemoglobin), bukan pada pemenuhan oksigen di paru-paru. Inilah mengapa pasien dengan Metemoglobinemia yang parah mungkin mengalami hipoksia jaringan yang fatal meskipun gas darah arteri (AGD) mereka menunjukkan nilai PaO₂ yang memuaskan.

Manifestasi Klinis dan Gejala

Tingkat keparahan gejala Metemoglobinemia berhubungan langsung dengan persentase total hemoglobin yang telah diubah menjadi MetHb.

Klasifikasi Klinis Berdasarkan Persentase MetHb

1. MetHb 1% – 10% (Asimtomatik atau Ringan)

Kadar ini sering terjadi secara normal atau pada Metemoglobinemia bawaan yang ringan. Biasanya tidak ada gejala yang terlihat. Sianosis mungkin tidak terdeteksi secara klinis kecuali pada individu dengan kulit sangat pucat atau pada bayi. Jika disebabkan oleh obat-obatan, kondisi ini mungkin tidak terdiagnosis.

2. MetHb 10% – 20% (Sianosis Nyata)

Pada tingkat ini, tanda klinis utama adalah sianosis. Pasien menunjukkan warna kulit, kuku, dan membran mukosa kebiruan atau keunguan, sering digambarkan sebagai abu-abu atau cokelat kebiruan. Sianosis menjadi nyata di atas 15% MetHb. Namun, pada tahap ini, sebagian besar pasien masih asimtomatik atau hanya mengeluhkan sakit kepala ringan.

3. MetHb 20% – 50% (Gejala Kardiorespirasi)

Gejala mulai signifikan karena oksigenasi jaringan terganggu. Pasien mengeluh:

Pada kadar di atas 40%, pasien berisiko mengalami aritmia jantung dan dispnea yang parah.

4. MetHb 50% – 70% (Disfungsi Sistem Saraf Pusat)

Ini merupakan kondisi yang sangat serius. Hipoksia jaringan yang parah memengaruhi fungsi otak secara dramatis:

5. MetHb > 70% (Fatal)

Kadar ini hampir selalu berakibat fatal. Menyebabkan depresi sistem saraf pusat yang mendalam, bradikardia, hipotensi, koma, dan akhirnya kematian karena kegagalan multiorgan akibat hipoksia seluler yang ekstrim.

Sianosis Akibat Metemoglobinemia Warna Cokelat Kebiruan (Cianosis Cokelat)
Ilustrasi visual sianosis khas pada pasien Metemoglobinemia, yang sering digambarkan sebagai warna cokelat kebiruan (grayish-blue).

Diagnosis Metemoglobinemia

Diagnosis yang cepat dan akurat adalah kunci, terutama mengingat gejalanya yang dapat meniru kondisi lain seperti keracunan sianida atau syok. Anamnesis mengenai paparan zat pengoksidasi sangat penting.

1. Kecurigaan Klinis

Kecurigaan muncul ketika seorang pasien mengalami sianosis tiba-tiba (setelah paparan obat atau zat kimia) dan sianosis tersebut tidak membaik meskipun telah diberikan oksigen tambahan 100%.

2. Pemeriksaan Darah Sederhana

Salah satu tanda yang paling mencolok dan mudah dilakukan adalah pemeriksaan visual. Darah yang mengandung MetHb tinggi akan berwarna cokelat tua atau cokelat kehitaman (seperti saus cokelat). Jika darah tersebut tidak berubah menjadi merah cerah setelah terpapar oksigen, ini sangat sugestif Metemoglobinemia.

3. Keterbatasan Oksimetri Denyut (Pulse Oximetry)

Oksimetri denyut tradisional mengukur rasio hemoglobin teroksigenasi (HbO₂) terhadap hemoglobin tereduksi (Hb). Oksimeter standar hanya menggunakan dua panjang gelombang cahaya. Masalahnya, MetHb menyerap cahaya pada panjang gelombang yang sama dengan HbO₂ dan Hb tereduksi. Hal ini menyebabkan:

Fenomena ini dikenal sebagai kesalahan SpO₂ plateau pada 85% dan merupakan petunjuk klinis yang kuat.

4. Ko-Oksimetri (Co-Oximetry): Standar Emas

Ko-oksimetri adalah standar emas untuk diagnosis Metemoglobinemia. Alat ini menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya (biasanya empat atau lebih) untuk membedakan antara empat bentuk hemoglobin yang berbeda:

  1. Oksihemoglobin (HbO₂)
  2. Deoksihemoglobin (Hb)
  3. Karboksihemoglobin (COHb)
  4. Metemoglobin (MetHb)

Ko-oksimetri memberikan pengukuran langsung dan akurat dari persentase MetHb dalam total hemoglobin, yang sangat penting untuk memandu keputusan pengobatan.

5. Analisis Gas Darah Arteri (AGD)

AGD akan menunjukkan PaO₂ yang normal atau tinggi, namun saturasi oksigen arteri (SaO₂) yang dihitung oleh AGD (berdasarkan PaO₂) akan berbeda secara signifikan dari SpO₂ yang diukur oleh ko-oksimetri. Disparitas yang besar antara PaO₂ normal dan sianosis yang jelas harus selalu memunculkan kecurigaan Metemoglobinemia atau keracunan CO.

Penanganan dan Manajemen Terapeutik

Tujuan utama penanganan adalah mengembalikan MetHb menjadi hemoglobin fungsional (Fe²⁺) secepat mungkin untuk mencegah hipoksia jaringan yang irreversibel. Penanganan dibagi menjadi penanganan pendukung dan terapi spesifik.

1. Terapi Pendukung (Supportive Care)

2. Terapi Spesifik: Methylene Blue (Metilen Biru)

Methylene Blue (MB) adalah antidot pilihan untuk Metemoglobinemia yang disebabkan oleh paparan zat kimia. MB adalah zat penurun yang bertindak sebagai kofaktor eksogen yang sangat efektif dalam jalur reduksi NADPH-MetHb reduktase (jalur minor).

Mekanisme Kerja MB

MB diubah di dalam sel darah merah menjadi leukometilen biru (bentuk tereduksi) oleh enzim NADPH-MetHb reduktase. Leukometilen biru kemudian secara langsung mentransfer elektron ke atom besi Fe³⁺ pada MetHb, mereduksinya kembali menjadi Fe²⁺. Proses ini secara dramatis meningkatkan kapasitas tubuh untuk mereduksi MetHb, bekerja jauh lebih cepat daripada jalur reduksi alami.

Indikasi Pemberian MB:

Dosis dan Pemberian: MB diberikan secara intravena perlahan (selama 5 menit) pada dosis 1–2 mg/kg berat badan. Respon biasanya dramatis, dengan perbaikan sianosis yang terlihat dalam 30–60 menit. Dosis dapat diulang jika MetHb tidak turun atau gejala tidak membaik, tetapi total dosis harus dipantau karena MB sendiri dapat menjadi pro-oksidator pada dosis tinggi.

Mekanisme Aksi Methylen Blue Di Dalam Eritrosit MetHb (Fe³⁺) MB NADPH Reduktase LeukoMB Hb (Fe²⁺) MB Daur Ulang
Skema mekanisme kerja Methylene Blue. MB direduksi menjadi LeukoMB, yang kemudian berfungsi sebagai donor elektron untuk mereduksi MetHb kembali menjadi Hemoglobin normal.

3. Pengecualian dan Alternatif Pengobatan

A. Kontraindikasi Methylene Blue: Defisiensi G6PD

Methylene Blue dikontraindikasikan secara absolut pada pasien dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Defisiensi G6PD adalah kelainan enzim yang umum, terutama pada populasi tertentu, yang menyebabkan ketidakmampuan untuk menghasilkan NADPH yang cukup. Jika MB diberikan pada pasien G6PD, MB tidak dapat direduksi secara efisien; sebaliknya, MB akan bertindak sebagai agen pengoksidasi, menginduksi pembentukan radikal bebas. Hal ini menyebabkan dua masalah serius:

  1. Metemoglobinemia tidak teratasi.
  2. Hemolisis akut yang parah (penghancuran sel darah merah).

Jika Metemoglobinemia terjadi pada pasien G6PD, terapi spesifik harus dihindari atau diberikan secara hati-hati, dan pilihan beralih ke terapi alternatif.

B. Terapi Alternatif

Metemoglobinemia pada Populasi Khusus

1. Neonatus dan Bayi

Seperti yang telah dibahas, bayi sangat rentan terhadap Metemoglobinemia, terutama akibat konsumsi air sumur yang terkontaminasi nitrat (Blue Baby Syndrome). Selain ketidakmatangan enzim, bayi memiliki proporsi Hemoglobin Fetal (HbF) yang lebih tinggi. HbF lebih mudah teroksidasi daripada Hemoglobin A (HbA) orang dewasa. Pengelolaan pada bayi memerlukan penghindaran segera terhadap sumber nitrat dan pemantauan ketat kadar MetHb, karena gejala hipoksia dapat berkembang sangat cepat.

2. Pasien dengan Defisiensi G6PD

Pengelolaan pada pasien G6PD memerlukan protokol yang sangat ketat. Jika Metemoglobinemia ringan, pemberian oksigen dan terapi suportif mungkin cukup. Jika parah, dokter harus memilih antara asam askorbat (terapi lambat) atau transfusi tukar emergensi. Pemberian MB pada pasien G6PD dapat menjadi bencana yang memperparah kondisi klinis.

3. Keracunan Sianida

Dalam beberapa kasus, Metemoglobinemia diinduksi secara sengaja sebagai bagian dari penanganan keracunan sianida. Natrium nitrit diberikan untuk menginduksi pembentukan MetHb. MetHb memiliki afinitas tinggi terhadap sianida, membentuk sianometemoglobin yang relatif tidak beracun. Meskipun metode ini sudah jarang digunakan karena risiko Metemoglobinemia yang ditimbulkannya, pemahaman mengenai interaksi ini sangat penting dalam toksikologi klinis.

Mekanisme Lanjut Oksidasi dan Penahanan Reduksi

Untuk kasus Metemoglobinemia yang persisten atau refrakter, pemahaman mendalam tentang bagaimana zat-zat tertentu menahan reduksi enzimatik menjadi sangat penting.

Dapson dan Siklus Oksidasi

Dapson adalah salah satu penyebab Metemoglobinemia yang paling menantang. Metabolisme dapson menghasilkan metabolit hidroksilamin dapson. Metabolit ini tidak hanya mengoksidasi hemoglobin tetapi juga diyakini menghabiskan sumber daya pereduksi intraseluler (seperti NADPH dan glutation) secara berkelanjutan. Bahkan setelah MB diberikan, dapson (yang memiliki waktu paruh panjang) terus menghasilkan metabolit oksidatif, menyebabkan MetHb kembali naik. Hal ini seringkali memerlukan dosis MB berulang atau infus MB berkelanjutan, dan dalam beberapa kasus, transfusi tukar.

Kerusakan Langsung pada Enzim

Beberapa racun industri tidak hanya bertindak sebagai oksidator, tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan ireversibel pada enzim NADH-sitokrom b5 reduktase itu sendiri. Contohnya termasuk paparan kronis terhadap senyawa tertentu yang dapat memengaruhi protein eritrosit. Dalam kasus ini, bahkan jika agen penyebab dihilangkan, defisiensi enzimatik yang didapat dapat menyebabkan Metemoglobinemia yang bertahan lama, meniru Metemoglobinemia bawaan.

Interaksi Struktur Heme

Beberapa zat kimia, seperti nitrobenzena, bereaksi langsung dengan besi Fe²⁺ dalam cara yang sangat efisien, menyebabkan oksidasi cepat. Struktur kimia racun ini memfasilitasi transfer elektron yang sangat cepat, jauh melebihi laju reduksi spontan. Selain itu, produk samping dari oksidasi ini terkadang dapat menempel pada residu globulin, menyebabkan perubahan konformasi protein yang menstabilkan status Fe³⁺ dan menghambat akses oleh enzim reduksi alami.

Pencegahan dan Edukasi Kesehatan Masyarakat

Karena sebagian besar kasus Metemoglobinemia adalah didapat (akibat paparan), pencegahan memainkan peran sentral dalam kesehatan masyarakat dan praktik klinis.

1. Pengawasan Air Minum

Edukasi masyarakat mengenai bahaya air sumur yang tercemar nitrat bagi bayi adalah prioritas. Institusi kesehatan harus mempromosikan pengujian rutin air sumur, terutama di daerah pertanian yang menggunakan pupuk nitrat. Air sumur yang menunjukkan kadar nitrat di atas batas aman (biasanya 10 mg/L) tidak boleh digunakan untuk menyiapkan formula bayi.

2. Penggunaan Obat-obatan yang Bijaksana

Tenaga medis harus sangat waspada terhadap penggunaan anestesi topikal (seperti benzokain) dan obat-obatan berisiko tinggi (dapson, nitroprusida). Dosis harus dihitung dengan hati-hati, terutama pada pasien yang memiliki faktor risiko (misalnya, lansia, pasien G6PD, atau pasien dengan penyakit penyerta yang membatasi kapasitas oksigenasi).

3. Skrining G6PD

Pada daerah dengan prevalensi defisiensi G6PD yang tinggi, skrining harus dipertimbangkan sebelum memulai terapi dengan obat-obatan yang diketahui menyebabkan Metemoglobinemia (seperti dapson). Informasi ini krusial untuk menentukan apakah Methylene Blue dapat digunakan sebagai antidot jika MetHb terjadi.

4. Kesadaran Profesional Kesehatan

Pendidikan berkelanjutan bagi dokter gawat darurat, ahli toksikologi, dan perawat sangat penting. Kemampuan untuk mengenali sianosis refrakter oksigen dan penggunaan ko-oksimetri yang cepat dapat menyelamatkan nyawa. Pengetahuan tentang dosis dan kontraindikasi Methylene Blue adalah mutlak diperlukan.

Risiko dan Komplikasi Jangka Panjang

Meskipun Metemoglobinemia akut umumnya dapat disembuhkan total jika diobati tepat waktu, terutama pada bentuk didapat, terdapat risiko komplikasi, terutama pada kasus yang parah, terlambat didiagnosis, atau kasus bawaan.

1. Kerusakan Neurologis

Hipoksia cerebral (otak) yang berkepanjangan atau parah akibat MetHb tingkat tinggi (> 50%) dapat menyebabkan cedera otak hipoksik-iskemik yang permanen. Hal ini dapat bermanifestasi sebagai kejang kronis, defisit kognitif, atau gangguan motorik.

2. Metemoglobinemia Bawaan Tipe II

Bentuk bawaan yang paling parah (Tipe II, defisiensi DIA1 global) secara inheren dikaitkan dengan kerusakan neurologis progresif karena enzim tersebut juga penting dalam metabolisme sel-sel otak. Pasien ini sering memerlukan penanganan paliatif dan memiliki harapan hidup yang sangat terbatas.

3. Risiko Komplikasi Terapi

Komplikasi juga dapat timbul dari terapi itu sendiri. Pemberian Methylene Blue yang terlalu cepat atau dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan disorientasi, nyeri dada, atau bahkan hemolisis pada pasien yang tidak terdiagnosis defisiensi G6PD. Komplikasi transfusi tukar termasuk risiko infeksi, reaksi transfusi, dan ketidakseimbangan elektrolit.

4. Kronisitas dan Dampak Kualitas Hidup

Pada Metemoglobinemia bawaan Tipe I, meskipun pasien seringkali asimtomatik secara neurologis, sianosis kronis dapat menyebabkan dampak psikologis dan sosial. Meskipun secara medis mereka mungkin tidak memerlukan intervensi rutin, beberapa pasien memilih terapi kosmetik (seperti Asam Askorbat) untuk mengurangi sianosis yang tampak.

Dalam rekapitulasi, Metemoglobinemia adalah kondisi yang unik karena merupakan hipoksia tanpa hipoksemia, menjadikannya tantangan diagnostik. Pemahaman yang mendalam tentang biokimia, pengenalan cepat terhadap sianosis refrakter oksigen, dan kesadaran akan kontraindikasi Methylene Blue, terutama defisiensi G6PD, adalah pilar utama dalam pengelolaan kondisi kritis ini. Dengan intervensi yang tepat waktu, prognosis untuk Metemoglobinemia didapat umumnya sangat baik.

🏠 Kembali ke Homepage