Pendahuluan: Esensi Aktivitas Mengkategorikan
Aktivitas mengkategorikan adalah fondasi dari pemikiran rasional, organisasi pengetahuan, dan pengambilan keputusan yang efisien. Sejak peradaban paling awal, manusia telah berupaya mengelompokkan objek, konsep, dan pengalaman untuk memberikan tatanan pada kekacauan informasi. Proses ini bukan sekadar tindakan administratif; ia adalah mekanisme kognitif fundamental yang memungkinkan kita memproses dunia dengan lebih cepat dan bermakna.
Mengkategorikan adalah proses mengidentifikasi, membedakan, dan mengelompokkan entitas—apakah itu benda fisik, ide abstrak, atau titik data digital—berdasarkan atribut, karakteristik, atau fungsi bersama. Tanpa kemampuan ini, setiap entitas akan dipandang sebagai unit unik, membuat penyimpanan, penarikan kembali, dan komunikasi pengetahuan menjadi mustahil. Dari sistem taksonomi biologis yang menelusuri garis keturunan kehidupan hingga algoritma pembelajaran mesin yang mengklasifikasikan spam, prinsip mengkategorikan tetap menjadi poros utama.
Tujuan Utama Mengkategorikan
Tindakan mengkategorikan melayani beberapa tujuan penting di berbagai domain:
- Efisiensi Kognitif: Mengurangi beban kerja mental. Alih-alih mengingat setiap apel individual, kita cukup mengingat kategori "apel."
- Prediksi: Kategori memungkinkan kita memproyeksikan sifat-sifat yang diketahui dari anggota kategori ke anggota baru yang belum dikenal. Jika sebuah objek dikategorikan sebagai "beracun," kita memprediksi bahaya tanpa perlu mengalaminya secara langsung.
- Organisasi dan Penarikan Informasi: Memudahkan penyimpanan dan penemuan kembali. Perpustakaan, basis data, dan menu situs web semuanya bergantung pada struktur kategorisasi yang rapi.
- Komunikasi: Kategori menyediakan bahasa yang disepakati bersama. Ketika kita berbicara tentang "mamalia," kita merujuk pada seperangkat properti universal yang dipahami oleh orang lain.
Prinsip Dasar dan Akar Filosofis Kategorisasi
Pemikiran tentang cara terbaik mengkategorikan sudah ada sejak era filsuf Yunani. Filsafat memberikan landasan struktural tentang bagaimana kita memahami batas-batas kategori dan keanggotaannya.
Aristoteles dan Kategorisasi Klasik
Fondasi sistem kategorisasi Barat diletakkan oleh Aristoteles. Model klasik ini, atau terkadang disebut view of necessary and sufficient conditions, berpendapat bahwa sebuah kategori harus didefinisikan secara tegas:
- Kondisi yang Diperlukan (Necessary Condition): Sebuah atribut yang harus dimiliki oleh setiap anggota kategori.
- Kondisi yang Cukup (Sufficient Condition): Serangkaian atribut yang, jika dimiliki, menjamin objek tersebut menjadi anggota kategori.
Dalam pandangan Aristotelian, batas kategori bersifat tajam, dan keanggotaan bersifat biner (ya atau tidak). Objek A adalah burung jika dan hanya jika ia memenuhi semua kriteria yang diperlukan dan cukup untuk menjadi burung. Pendekatan ini sangat efektif dalam matematika dan logika formal, namun sering kali gagal menangani kompleksitas dunia nyata, di mana banyak objek memiliki batas yang ambigu atau tumpang tindih.
Pergeseran ke Teori Prototipe dan Kemiripan Keluarga
Pada abad ke-20, psikolog kognitif seperti Eleanor Rosch menemukan bahwa manusia tidak selalu mengkategorikan menggunakan batasan yang ketat. Sebaliknya, kategorisasi seringkali didasarkan pada 'kemiripan keluarga' (family resemblance) dan prototipe.
Teori Prototipe
Menurut Teori Prototipe, sebuah kategori diwakili oleh anggota yang paling tipikal (prototipe). Objek baru dikategorikan berdasarkan seberapa miripnya ia dengan prototipe tersebut. Keanggotaan kategori adalah soal derajat; beberapa anggota lebih "baik" atau lebih sentral daripada yang lain. Misalnya, 'robin' mungkin dianggap sebagai prototipe yang lebih kuat untuk kategori 'burung' daripada 'penguin' atau 'unta'.
Tingkat Dasar (Basic Level)
Rosch juga mengidentifikasi 'Tingkat Dasar' (Basic Level) kategorisasi, yang merupakan tingkat yang paling informatif dan efisien secara kognitif. Kita cenderung pertama kali mengkategorikan sesuatu pada tingkat ini, misalnya "kursi" daripada "perabotan" (superordinat) atau "kursi goyang" (subordinat). Tingkat dasar menawarkan keseimbangan terbaik antara kesamaan di dalam kategori (kohesi) dan perbedaan antar kategori (distinksi).
Metode dan Struktur Kategorisasi Modern
Proses mengkategorikan dapat diimplementasikan melalui berbagai struktur formal, tergantung pada sifat data dan tujuan yang ingin dicapai. Metode ini terbagi secara luas menjadi struktur hierarkis (pohon) dan struktur asosiatif (jaringan atau faset).
Gambar 1: Ilustrasi Proses Klasifikasi dan Pengelompokan Data.
Klasifikasi Hierarkis (Taksonomi)
Struktur hierarkis adalah metode mengkategorikan yang paling umum, di mana kategori diatur dalam hubungan induk-anak, bergerak dari umum ke spesifik. Contoh klasik adalah Taksonomi Linnaeus dan sistem klasifikasi perpustakaan.
- Sifat: Ketat, tunggal, dan terstruktur seperti pohon. Setiap item hanya dapat berada di satu tempat dalam struktur pada satu waktu.
- Kelebihan: Sangat baik untuk navigasi yang terstruktur dan memetakan hubungan ketercakupan (misalnya, 'Kucing' berada di bawah 'Mamalia' yang berada di bawah 'Hewan').
- Kekurangan: Kaku. Sulit mengakomodasi objek yang memiliki atribut ganda atau yang batasannya tumpang tindih.
Kategorisasi Berfaset (Faceted Classification)
Kategorisasi berfaset, atau analitik-sintetik, memungkinkan item mengkategorikan diri mereka sendiri berdasarkan beberapa dimensi independen (faset). Metode ini sangat populer dalam e-commerce dan arsitektur informasi modern.
Faset adalah serangkaian karakteristik orthogonal yang tidak bergantung satu sama lain. Misalnya, sebuah produk (baju) dapat dikategorikan berdasarkan:
- Faset 1: Warna (Merah, Biru, Hijau)
- Faset 2: Ukuran (S, M, L)
- Faset 3: Bahan (Katun, Sutra, Poliester)
Dengan faset, pengguna dapat menggabungkan karakteristik ini untuk menemukan item yang memenuhi kriteria spesifik (misalnya, "Baju Merah Ukuran M Bahan Sutra"). Keuntungan utama adalah fleksibilitas dan kemampuan untuk mewakili kompleksitas dunia nyata di mana item memiliki banyak sifat relevan.
Clustering vs. Classification
Dalam konteks ilmu data dan pembelajaran mesin, penting untuk membedakan dua cara utama mengkategorikan data:
Klasifikasi (Classification - Supervised Learning)
Klasifikasi adalah proses di mana entitas baru ditugaskan ke salah satu kategori yang sudah ditentukan sebelumnya (label). Ini adalah proses yang diawasi (supervised), artinya sistem dilatih menggunakan dataset di mana setiap item sudah memiliki label yang benar. Tujuannya adalah memprediksi label untuk data baru. Contohnya adalah klasifikasi email sebagai 'spam' atau 'bukan spam'.
Pengelompokan (Clustering - Unsupervised Learning)
Pengelompokan adalah proses tidak terawasi (unsupervised) di mana sistem secara otomatis menemukan struktur dan kelompok alami dalam data, tanpa adanya label yang ditentukan sebelumnya. Sistem mengelompokkan item berdasarkan kemiripan intrinsik. Tujuannya adalah menemukan kategori yang sebelumnya tidak diketahui. Contohnya adalah mengelompokkan pelanggan berdasarkan perilaku pembelian mereka.
Meskipun keduanya bertujuan untuk mengkategorikan, klasifikasi menerapkan struktur yang sudah ada, sedangkan pengelompokan menciptakan struktur baru dari data mentah.
Kategorisasi dalam Berbagai Disiplin Ilmu
Aktivitas mengkategorikan merupakan pilar penting di hampir setiap bidang akademik dan profesional. Kedalamannya menentukan seberapa baik disiplin ilmu tersebut dapat memetakan, menganalisis, dan memprediksi fenomena di dalam wilayahnya.
1. Ilmu Perpustakaan dan Arsitektur Informasi
Ilmu perpustakaan adalah domain klasik yang didedikasikan sepenuhnya untuk tantangan mengkategorikan dan mengorganisir informasi dalam skala besar. Sistem klasifikasi di sini harus tahan lama, mudah diakses, dan universal.
Sistem Klasifikasi Desimal Dewey (DDC)
DDC adalah sistem klasifikasi hierarkis yang membagi pengetahuan manusia menjadi sepuluh kelas utama, menggunakan notasi numerik. Proses mengkategorikan sebuah buku melibatkan penetapan angka yang semakin spesifik, memastikan bahwa buku-buku dengan topik serupa ditempatkan berdekatan secara fisik.
Arsitektur Informasi (AI) dan UX
Dalam desain digital, mengkategorikan adalah inti dari Arsitektur Informasi (AI). AI berfokus pada cara terbaik menyusun label, hirarki, dan navigasi situs web agar pengguna dapat menemukan informasi dengan mudah. Penggunaan metodologi seperti penyortiran kartu (card sorting) membantu para arsitek informasi menemukan model mental pengguna untuk mengkategorikan konten, yang seringkali menghasilkan struktur berfaset yang lebih intuitif daripada hirarki kaku.
Tantangan Pelabelan
Tantangan utama dalam konteks digital adalah menemukan label kategori yang jelas dan tidak ambigu. Label harus mewakili konten secara akurat sekaligus sesuai dengan ekspektasi bahasa audiens. Proses ini memerlukan riset pengguna ekstensif dan pengujian berulang untuk memastikan bahwa struktur kategorisasi selaras dengan cara pengguna berpikir dan mencari.
2. Biologi dan Taksonomi
Taksonomi adalah ilmu biologis tentang mengkategorikan dan menamai organisme. Sistem Linnaeus (Kingdom, Phylum, Class, Order, Family, Genus, Species) adalah contoh sempurna dari klasifikasi hierarkis yang ketat, yang bertujuan merefleksikan hubungan evolusioner (filogeni).
Prinsip mengkategorikan di sini adalah homologi—kesamaan yang diturunkan dari nenek moyang bersama. Meskipun genetika modern telah merevolusi taksonomi dengan menyediakan data molekuler untuk mengukur kemiripan secara objektif, struktur kategori dasar (hirarki) tetap menjadi kerangka kerja esensial untuk memahami keanekaragaman hayati.
3. Kecerdasan Buatan dan Pembelajaran Mesin
Aplikasi paling intensif dari mengkategorikan dalam teknologi modern adalah di bidang Pembelajaran Mesin (Machine Learning/ML). ML pada dasarnya adalah seni mengajarkan komputer untuk mengklasifikasikan atau mengelompokkan data secara otomatis.
Model Klasifikasi
Beberapa model ML yang secara eksplisit dirancang untuk mengkategorikan meliputi:
- Support Vector Machines (SVM): Mencari batas pemisah (hyperplane) terbaik antara kategori dalam ruang berdimensi tinggi.
- Decision Trees dan Random Forests: Menggunakan serangkaian keputusan biner (jika/maka) untuk menugaskan entitas ke kategori akhir.
- Jaringan Saraf Tiruan (Neural Networks): Terutama model Deep Learning, yang mampu mempelajari representasi fitur yang sangat kompleks untuk melakukan klasifikasi, seperti mengenali objek dalam gambar (kategori: 'kucing', 'anjing', 'mobil').
Klasifikasi Teks (NLP)
Dalam Pemrosesan Bahasa Alami (NLP), mengkategorikan teks sangat vital. Ini digunakan untuk:
- Mengklasifikasikan sentimen (Positif, Negatif, Netral).
- Pengenalan Entitas Bernama (Nama, Lokasi, Organisasi).
- Pemfilteran konten (Berita, Olahraga, Hiburan).
- Penentuan topik dokumen.
Keberhasilan sistem kategorisasi ML sangat bergantung pada kualitas dan keseimbangan data pelatihan. Jika data pelatihan bias, sistem akan mempelajari dan mereplikasi bias tersebut dalam proses mengkategorikan entitas baru.
4. Psikologi dan Kognisi
Bagaimana otak manusia mengkategorikan dunia merupakan fokus utama psikologi kognitif. Kita tidak hanya mengklasifikasikan benda, tetapi juga orang, situasi, dan emosi.
Kategorisasi Sosial
Dalam psikologi sosial, proses mengkategorikan orang ke dalam kelompok 'in-group' dan 'out-group' adalah penyebab utama stereotip dan bias. Meskipun proses kategorisasi ini penting untuk menyederhanakan interaksi sosial, ia membawa risiko mengabaikan variasi individual demi generalisasi kategori.
Kategorisasi Emosi
Beberapa teori berpendapat bahwa emosi dapat dikelompokkan ke dalam kategori diskrit (misalnya, takut, marah, senang). Sementara yang lain berpendapat bahwa emosi berada dalam kontinum dimensi (misalnya, valensi dan gairah). Cara kita mengkategorikan emosi memengaruhi cara kita mengelolanya dan berkomunikasi tentang perasaan kita.
Tantangan dalam Mengkategorikan: Ambigu dan Fuzzy Sets
Meskipun sistem kategorisasi berupaya mencapai ketegasan, realitas sering kali berada di wilayah abu-abu. Tantangan terbesar adalah menangani batas-batas kategori yang tidak jelas dan sifat data yang multi-dimensi.
Masalah Batas yang Kabur (Fuzzy Boundaries)
Dalam dunia nyata, banyak konsep yang tidak memiliki batas Aristotelian yang jelas. Misalnya, kapan tumpukan pasir menjadi 'bukit'? Kapan warna 'biru' menjadi 'biru kehijauan'? Jika kita bersikeras menggunakan sistem biner (ya/tidak), kita kehilangan nuansa.
Teori Fuzzy Sets
Diperkenalkan oleh Lotfi Zadeh, Teori Fuzzy Sets (Himpunan Kabur) menyediakan kerangka matematis untuk mengkategorikan entitas di mana keanggotaan bersifat parsial. Daripada mengatakan item A adalah anggota kategori B (1) atau bukan anggota (0), Fuzzy Sets memungkinkan derajat keanggotaan antara 0 dan 1. Sebuah mangga yang agak matang mungkin memiliki derajat keanggotaan 0.7 terhadap kategori 'matang' dan 0.3 terhadap kategori 'mentah'. Pendekatan ini sangat berguna dalam sistem kontrol, seperti AC atau transmisi otomatis, di mana keputusan didasarkan pada ambiguitas data sensorik.
Kompleksitas Data Multilabel
Saat ini, item sering kali memerlukan penugasan ke beberapa kategori secara bersamaan (multilabel classification). Sebuah berita mungkin termasuk dalam kategori 'Politik', 'Ekonomi', dan 'Asia' sekaligus. Sistem kategorisasi tradisional (yang bersifat hierarkis tunggal) kesulitan menangani ini tanpa redundansi yang signifikan. Solusi yang efektif sering kali memerlukan penggunaan taksonomi hibrida atau sepenuhnya menggunakan pendekatan berfaset.
Isu Bias dan Keadilan dalam Kategorisasi Otomatis
Ketika sistem ML yang dilatih untuk mengkategorikan digunakan dalam konteks sosial (misalnya, kategorisasi risiko kriminal atau kelayakan pinjaman), bias yang tersembunyi dalam data pelatihan dapat menyebabkan hasil yang tidak adil atau diskriminatif. Jika data historis menunjukkan bias terhadap kelompok tertentu, sistem kategorisasi akan mengabadikan dan memperkuat diskriminasi tersebut, meskipun algoritma itu sendiri bersifat netral secara matematis. Mengelola keadilan kategori memerlukan pengawasan terus-menerus terhadap fitur yang digunakan untuk mengkategorikan.
Perubahan dan Adaptabilitas
Dunia pengetahuan tidak statis. Kategori yang efektif hari ini mungkin menjadi usang besok. Proses mengkategorikan harus cukup dinamis untuk mengakomodasi penemuan baru, perubahan budaya, dan evolusi bahasa. Misalnya, munculnya teknologi baru memerlukan penambahan kategori baru (misalnya, di bawah 'Komputer' kini harus ada 'Komputasi Kuantum'). Sistem yang terlalu kaku akan gagal dan menyulitkan penggunanya.
Strategi Praktis Membangun Sistem Kategorisasi yang Efektif
Membangun sistem yang baik untuk mengkategorikan entitas, baik itu produk di e-commerce atau dokumen perusahaan, memerlukan metodologi terstruktur. Ini adalah proses yang iteratif, bukan linier.
Langkah 1: Tentukan Tujuan dan Lingkup Kategorisasi
Sebelum memulai, harus jelas apa yang ingin dicapai. Apakah tujuannya untuk memfasilitasi penemuan (seperti di situs belanja) atau untuk analisis internal (seperti pengelompokan biaya)?
- Audiens: Siapa yang akan menggunakan sistem ini? Model mental pengguna akhir sangat menentukan struktur kategorisasi.
- Objek: Apa yang dikategorikan (benda fisik, abstrak, data)? Sifat objek menentukan metode yang dipilih (hierarkis vs. faset).
- Skala: Seberapa besar dan beragam koleksinya? Skala yang sangat besar mungkin memerlukan otomatisasi ML.
Langkah 2: Pemilihan Metodologi
Pilih pendekatan yang paling sesuai berdasarkan sifat data:
Pendekatan Deduktif (Top-Down)
Menciptakan kategori berdasarkan pengetahuan domain dan prinsip yang telah ditetapkan, kemudian memetakan item ke dalamnya. Metode ini cepat untuk domain yang sudah mapan (misalnya, perpustakaan).
Pendekatan Induktif (Bottom-Up)
Mengumpulkan data mentah terlebih dahulu, kemudian menganalisis kemiripan dan perbedaan untuk menghasilkan kategori yang muncul secara alami. Dalam konteks digital, ini sering dilakukan menggunakan teknik Clustering ML atau Card Sorting (penyortiran kartu) dengan pengguna.
Langkah 3: Pembuatan Hirarki dan Faset
Jika menggunakan struktur hierarkis, pastikan memenuhi kriteria Mutual Exclusive and Collectively Exhaustive (MECE):
- Mutual Exclusive: Setiap item harus hanya termasuk dalam satu kategori pada tingkat yang sama (menghindari tumpang tindih).
- Collectively Exhaustive: Semua item yang mungkin harus dapat dicakup oleh set kategori yang ada.
Jika menggunakan faset, pastikan fasetnya independen (orthogonality). Misalnya, 'Warna' tidak boleh menjadi faset sekaligus sub-kategori dari 'Model Pakaian'.
Langkah 4: Standardisasi Terminologi (Tagging dan Pelabelan)
Konsistensi adalah kunci. Semua orang yang terlibat dalam proses mengkategorikan harus menggunakan terminologi yang sama (misalnya, apakah kita menggunakan 'Telepon Seluler' atau 'Ponsel'?). Pengembangan tesaurus atau kamus taksonomi (controlled vocabulary) sangat diperlukan untuk memastikan konsistensi dalam penugasan kategori.
Langkah 5: Pengujian dan Validasi Berkelanjutan
Sistem kategorisasi harus diuji terhadap pengguna nyata (misalnya, melalui A/B testing, klik uji, atau tes penemuan). Tanyakan: apakah pengguna menemukan apa yang mereka cari? Apakah mereka menempatkan item baru di tempat yang sama dengan yang diharapkan oleh sistem? Revisi struktur harus dilakukan berdasarkan umpan balik empiris ini.
Metrik Evaluasi Kategorisasi (ML Context)
Dalam konteks otomatis, kualitas kategorisasi diukur menggunakan metrik seperti:
- Akurasi (Accuracy): Persentase data yang dikategorikan dengan benar.
- Presisi (Precision): Dari semua item yang dikategorikan sistem sebagai X, berapa banyak yang benar-benar X.
- Recall: Dari semua item yang seharusnya X, berapa banyak yang berhasil dikategorikan oleh sistem.
Keseimbangan antara presisi dan recall sangat penting. Sebagai contoh, dalam mengkategorikan spam, kita ingin presisi tinggi (tidak salah mengategorikan email penting sebagai spam), meskipun harus mengorbankan sedikit recall (beberapa spam mungkin lolos).
Mengkategorikan di Era Data Besar (Big Data)
Volume, kecepatan, dan variasi (3V) data besar telah menghadirkan tantangan baru dalam mengkategorikan. Manual tagging dan klasifikasi deduktif tidak lagi memadai. Otomatisasi menjadi suatu keharusan.
Teknik Pembelajaran Mesin Skala Besar
Untuk menangani volume data terabyte, proses mengkategorikan didominasi oleh ML yang terdistribusi dan skalabel:
- Deep Clustering: Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan untuk secara otomatis mempelajari fitur representatif dari data (teks, gambar) sebelum melakukan pengelompokan.
- Online Classification: Sistem yang dapat mengkategorikan data secara real-time saat data itu masuk (streaming data), memastikan kategorisasi tetap relevan dan terbaru.
- Transfer Learning: Menggunakan model kategorisasi yang sudah dilatih pada satu domain besar (misalnya, jutaan gambar umum) dan menyesuaikannya untuk tugas kategorisasi yang lebih spesifik (misalnya, jenis kerusakan mesin), menghemat waktu pelatihan yang signifikan.
Kategorisasi Visual dan Audio
Tugas mengkategorikan tidak terbatas pada teks atau data tabular. Deep Learning telah memungkinkan sistem untuk mengklasifikasikan data non-terstruktur dengan akurasi tinggi:
- Pengenalan Gambar: Mengkategorikan gambar ke dalam kelas-kelas objek (misalnya, mengklasifikasikan gambar satelit berdasarkan jenis penggunaan lahan: hutan, kota, pertanian).
- Analisis Video: Mengkategorikan aktivitas dalam video (misalnya, 'berlari', 'berbicara', 'mengemudi').
- Klasifikasi Suara: Mengkategorikan suara berdasarkan sumbernya (misalnya, suara mesin, ucapan manusia, alarm).
Kesuksesan dalam mengkategorikan data non-terstruktur ini bergantung pada kemampuan model ML untuk mengekstrak dan memproses fitur fundamental (seperti tepi dan tekstur dalam gambar, atau frekuensi dalam audio) yang secara implisit mendefinisikan batas-batas kategori.
Peran Ontologi dan Taksonomi Digital
Dalam lingkungan Big Data yang kompleks, dibutuhkan sistem kategorisasi yang lebih dari sekadar hierarki. Di sinilah peran Ontologi muncul.
Ontologi
Sementara taksonomi hanya berfokus pada hubungan hierarkis (is-a-type-of), ontologi mendefinisikan semua jenis hubungan antara entitas, properti, dan batasan. Ontologi memungkinkan kita mengkategorikan data tidak hanya sebagai "A adalah sub-tipe dari B," tetapi juga "A menggunakan B," "A memproduksi C," atau "A adalah bagian dari D." Struktur kategorisasi yang kaya ini sangat penting untuk integrasi dan interoperabilitas data di seluruh sistem yang berbeda.
Pengembangan ontologi yang mapan memastikan bahwa dua sistem data yang berbeda dapat mengkategorikan dan memahami konsep yang sama dengan cara yang konsisten, memfasilitasi pertukaran dan analisis data lintas sektor.
Kesimpulan: Masa Depan Kategorisasi yang Dinamis
Aktivitas mengkategorikan, dari upaya filosofis Aristoteles hingga implementasi algoritma Deep Learning, tetap menjadi salah satu kegiatan intelektual dan praktis terpenting. Ia adalah jembatan antara kekacauan informasi dan tatanan pengetahuan yang dapat digunakan.
Masa depan kategorisasi semakin mengarah pada sistem hibrida: struktur hierarkis yang menyediakan fondasi stabilitas, diperkaya dengan faset untuk fleksibilitas, dan didorong oleh pembelajaran mesin untuk skalabilitas dan otomatisasi. Tantangan utama yang tersisa bukanlah bagaimana mengkategorikan, melainkan bagaimana mengkategorikan secara adil, adaptif, dan berkelanjutan, sambil menghormati ambiguitas yang melekat pada realitas. Dengan terus menyempurnakan prinsip dan alat kita, kita dapat memastikan bahwa sistem kategorisasi kita berfungsi sebagai peta yang efektif, bukan sebagai penjara yang kaku, bagi pengetahuan manusia.
Penguasaan seni mengkategorikan adalah penguasaan cara kita memandang, memproses, dan pada akhirnya, mengubah dunia.