Islam adalah agama yang menempatkan kebersihan dan kesucian (thaharah) pada posisi yang sangat mulia. Konsep ini tidak hanya terbatas pada kebersihan lingkungan atau kebersihan fisik yang terlihat, tetapi meresap hingga ke detail paling pribadi dalam kehidupan seorang Muslim. Salah satu aspek penting dari kebersihan diri yang sering dibahas dalam literatur Islam adalah praktik menjaga kebersihan rambut dan bulu pada tubuh, termasuk bulu kemaluan. Praktik ini dikenal dalam Fikih dengan istilah al-Istihdad.
Mencukur bulu kemaluan bukanlah sekadar tradisi budaya atau anjuran medis semata, melainkan sebuah praktik yang berakar kuat pada sunnah para nabi dan menjadi bagian dari apa yang disebut sebagai sunan al-fitrah atau amalan-amalan yang sesuai dengan fitrah (naluri asli) manusia. Memahami landasan syariat, hikmah, serta adab yang melingkupinya akan membuka wawasan kita tentang betapa komprehensifnya ajaran Islam dalam membimbing umatnya menuju kehidupan yang bersih, sehat, dan diridhai Allah SWT.
Landasan Syariat: Dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah
Pembahasan mengenai anjuran mencukur bulu kemaluan tidak ditemukan secara eksplisit dalam ayat Al-Quran. Namun, Al-Quran memberikan landasan umum mengenai pentingnya kebersihan dan meneladani Rasulullah ﷺ. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 222:
...إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ
"...Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."
Ayat ini menjadi dasar spiritual bahwa kebersihan, baik lahir maupun batin, adalah sifat yang dicintai oleh Allah. Dengan demikian, setiap tindakan yang bertujuan untuk menjaga kesucian diri, termasuk al-Istihdad, dapat bernilai ibadah jika diniatkan untuk meraih cinta-Nya. Landasan yang lebih spesifik dan langsung mengenai praktik ini datang dari hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ.
Hadis-hadis Mengenai Sunan al-Fitrah
Dalil utama mengenai anjuran ini adalah hadis-hadis yang menjelaskan tentang sunan al-fitrah. Fitrah di sini bermakna tabiat asli yang suci yang diciptakan Allah pada manusia. Menjaga amalan-amalan fitrah ini berarti menjaga manusia pada kemurnian dan keindahan penciptaannya. Beberapa hadis yang menjadi rujukan utama antara lain:
1. Hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
Hadis ini adalah yang paling populer dan diriwayatkan oleh banyak perawi hadis terkemuka. Rasulullah ﷺ bersabda:
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ: الْخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الْإِبِطِ
"Fitrah itu ada lima: khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis ini, istilah al-istihdad secara spesifik digunakan. Kata ini berasal dari kata hadid yang berarti besi atau benda tajam, merujuk pada penggunaan alat cukur. Ini menunjukkan dengan jelas bahwa mencukur bulu di sekitar area kemaluan adalah bagian dari fitrah yang dianjurkan.
2. Hadis dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha
Dalam riwayat lain yang lebih panjang, disebutkan sepuluh perkara yang termasuk fitrah. Aisyah Radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ: قَصُّ الشَّارِبِ، وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ، وَالسِّوَاكُ، وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ، وَقَصُّ الأَظْفَارِ، وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ، وَنَتْفُ الإِبِطِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ
"Sepuluh perkara termasuk fitrah: memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (memasukkan air ke hidung), memotong kuku, membasuh sendi-sendi jari (barajim), mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan (halqul ‘anah), dan istinja (bersuci dengan air)." Sang perawi berkata, "Aku lupa yang kesepuluh, kecuali berkumur-kumur." (HR. Muslim)
Hadis ini menggunakan frasa halqul ‘anah yang secara harfiah berarti "mencukur al-‘anah". Al-‘Anah merujuk pada rambut kasar yang tumbuh di sekitar organ intim. Hadis ini memperkuat dan memberikan detail lebih lanjut mengenai praktik-praktik kebersihan diri yang dianjurkan dalam Islam.
Hukum Mencukur Bulu Kemaluan Menurut Para Ulama
Berdasarkan dalil-dalil hadis yang sangat kuat (shahih), para ulama dari empat mazhab utama (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa mencukur bulu kemaluan adalah sunnah. Sebagian ulama bahkan menyebutnya sebagai sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat ditekankan).
Pendapat Mayoritas Ulama (Jumhur)
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukumnya adalah sunnah. Artinya, orang yang melakukannya akan mendapatkan pahala karena meneladani Nabi dan menjaga kebersihan fitrah. Namun, jika seseorang meninggalkannya sesekali tanpa ada niat untuk menentang syariat, ia tidak berdosa. Meskipun begitu, meninggalkannya secara terus-menerus hingga melebihi batas waktu yang ditentukan dianggap makruh (dibenci).
Imam An-Nawawi dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa semua amalan fitrah ini hukumnya adalah sunnah menurut mayoritas ulama. Melaksanakannya adalah bagian dari menyempurnakan keislaman seseorang dan menjaga penampilan yang baik serta kebersihan yang paripurna.
Batas Waktu Maksimal
Islam tidak hanya memberikan anjuran, tetapi juga memberikan batasan waktu agar praktik kebersihan ini tidak diabaikan. Hal ini didasarkan pada hadis dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu:
وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ وَنَتْفِ الْإِبِطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
"Telah ditetapkan waktu bagi kami dalam memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, agar kami tidak membiarkannya lebih dari empat puluh malam." (HR. Muslim)
Hadis ini memberikan batas waktu maksimal, yaitu 40 hari. Membiarkan bulu-bulu tersebut tumbuh lebih dari 40 hari hukumnya makruh tanzih (dibenci), bahkan sebagian ulama mengatakannya makruh tahrim (mendekati haram) karena dianggap menyelisihi sunnah secara terang-terangan dan berpotensi menimbulkan kotoran serta penyakit. Batas waktu ini menunjukkan betapa Islam sangat peduli terhadap kedisiplinan dalam menjaga kebersihan diri.
Tata Cara dan Adab (Kaifiyah wal Adab)
Dalam melaksanakan sunnah ini, terdapat beberapa metode yang dianjurkan serta adab yang perlu diperhatikan agar amalan ini tidak hanya bernilai kebersihan fisik, tetapi juga kesempurnaan ibadah.
Metode yang Dianjurkan
Teks-teks hadis menyebutkan beberapa metode yang berbeda untuk area tubuh yang berbeda, yang menunjukkan adanya hikmah di baliknya.
- Mencukur (Al-Halq): Ini adalah metode yang paling utama dan secara eksplisit disebutkan dalam hadis untuk bulu kemaluan (halqul ‘anah). Penggunaan pisau cukur atau alat sejenisnya adalah cara yang paling sesuai dengan anjuran sunnah.
- Menggunting (Al-Qass): Menggunting atau memendekkan bulu kemaluan juga diperbolehkan. Ini bisa menjadi alternatif bagi mereka yang kulitnya sensitif terhadap cukuran atau karena alasan lainnya. Tujuan utamanya, yaitu kebersihan, tetap tercapai.
- Mencabut (An-Natf): Meskipun mencabut adalah sunnah untuk bulu ketiak, para ulama berpendapat bahwa metode ini tidak dianjurkan untuk bulu kemaluan. Alasannya adalah karena kulit di area kemaluan lebih sensitif dan mencabutnya dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat serta potensi iritasi atau infeksi. Namun, jika seseorang mampu menahannya dan tidak menimbulkan mudarat, hal itu tidak dilarang.
- Menggunakan Krim atau Bubuk Perontok (Nuurah): Penggunaan bahan-bahan perontok bulu telah dikenal sejak zaman dahulu. Selama bahan tersebut halal, suci, dan tidak membahayakan kulit (tidak menimbulkan iritasi parah atau efek samping negatif), maka penggunaannya diperbolehkan. Kaidah fikih menyatakan bahwa tujuan (maqashid) dari perintah ini adalah menghilangkan bulu, bukan terikat pada alat tertentu. Maka, metode modern seperti krim depilatori yang aman dapat digunakan.
Adab yang Perlu Diperhatikan
Melaksanakan sunnah ini akan lebih sempurna jika diiringi dengan adab-adab berikut:
- Niat yang Ikhlas: Niatkan tindakan ini semata-mata untuk mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ, menjaga kebersihan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, dan meraih ridha-Nya.
- Menjaga Aurat: Lakukan di tempat yang tertutup dan terjaga dari pandangan orang lain, seperti di kamar mandi. Menjaga aurat adalah kewajiban mutlak dalam Islam.
- Memulai dari Sebelah Kanan: Meskipun tidak ada dalil khusus untuk hal ini, disunnahkan untuk mendahulukan bagian kanan dalam hal-hal yang baik (tayammun) sebagai amalan umum yang dicintai Nabi ﷺ.
- Kebersihan Alat dan Tempat: Pastikan alat yang digunakan bersih dan steril untuk menghindari infeksi. Setelah selesai, bersihkan area tersebut dengan baik dan buang sisa rambut dengan cara yang pantas. Sebagian ulama salaf menganjurkan untuk mengubur potongan kuku dan rambut sebagai bentuk memuliakan bagian dari tubuh manusia, meskipun ini bukan kewajiban.
- Tidak Berlebihan: Lakukan dengan wajar dan tidak berlebihan, misalnya dengan membentuk model atau tato pada area tersebut yang dilarang dalam Islam. Tujuannya adalah kebersihan, bukan untuk pamer atau mengikuti tren yang tidak sesuai syariat.
Hikmah dan Manfaat di Balik Anjuran Mencukur Bulu Kemaluan
Setiap perintah dan anjuran dalam syariat Islam pasti mengandung hikmah dan manfaat yang besar bagi manusia, baik dari sisi spiritual, kesehatan, maupun sosial. Demikian pula dengan anjuran al-istihdad.
1. Hikmah dari Sisi Spiritual dan Ibadah (Diniyyah)
- Meneladani Para Nabi: Praktik ini adalah sunnah para nabi terdahulu, sebagaimana Islam adalah kelanjutan dari ajaran tauhid yang mereka bawa. Dengan melakukannya, seorang Muslim menghubungkan dirinya dengan tradisi para utusan Allah.
- Menjaga Kesempurnaan Thaharah: Bulu kemaluan yang dibiarkan panjang berpotensi menjadi tempat tersangkutnya sisa kotoran (najis) setelah buang air kecil, seperti tetesan urin atau sisa cairan lainnya. Hal ini dapat mengganggu sahnya wudhu dan shalat jika tidak dibersihkan dengan sempurna. Dengan menghilangkannya, proses istinja menjadi lebih mudah dan kebersihan lebih terjamin.
- Menjauhi Sifat Binatang: Membiarkan bulu tumbuh lebat dan tidak terawat adalah menyerupai keadaan binatang. Islam mengangkat derajat manusia dengan mengajarkan kebersihan dan kerapian sebagai pembeda.
- Menjaga Fitrah Kemanusiaan: Membersihkan diri adalah bagian dari fitrah suci manusia yang cenderung kepada keindahan dan kebersihan. Mengabaikannya berarti menyimpang dari fitrah tersebut.
2. Manfaat dari Sisi Kesehatan dan Kebersihan (Shihhiyyah)
- Mencegah Perkembangbiakan Bakteri dan Jamur: Area kemaluan adalah area yang lembab dan hangat, lingkungan yang ideal bagi bakteri, jamur, dan mikroorganisme lainnya untuk berkembang biak. Bulu yang lebat akan meningkatkan kelembaban dan menjadi sarang kuman, yang dapat menyebabkan bau tidak sedap, gatal-gatal, dan infeksi kulit.
- Mengurangi Risiko Infeksi Parasit: Bulu kemaluan yang lebat merupakan tempat yang ideal bagi parasit seperti kutu kemaluan (Phthirus pubis) untuk hidup dan berkembang biak. Mencukurnya secara rutin dapat menghilangkan habitat parasit ini dan mencegah penularannya.
- Meningkatkan Kenyamanan: Area yang bersih dari bulu akan terasa lebih nyaman, sejuk, dan tidak mudah lembab, terutama di iklim tropis. Ini mengurangi potensi iritasi kulit akibat gesekan dan keringat.
- Menjaga Kesehatan Organ Reproduksi: Kebersihan di area genital sangat penting untuk kesehatan organ reproduksi, baik bagi pria maupun wanita. Ini dapat membantu mengurangi risiko infeksi saluran kemih dan masalah kesehatan lainnya.
3. Manfaat dari Sisi Sosial dan Keharmonisan Rumah Tangga
- Menjaga Penampilan untuk Pasangan: Islam menganjurkan suami istri untuk saling berhias dan menjaga penampilan demi pasangannya. Merawat kebersihan area intim adalah bagian dari upaya menyenangkan pasangan dan menjaga keindahan dalam hubungan pernikahan.
- Meningkatkan Kepercayaan Diri: Merasa bersih dan terawat dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang, termasuk dalam hubungan intim dengan pasangan yang sah.
- Menciptakan Kenyamanan Bersama: Kebersihan area intim akan menciptakan kenyamanan bagi kedua belah pihak dalam hubungan suami istri, yang merupakan salah satu pilar keharmonisan rumah tangga.
Jawaban atas Pertanyaan Umum (FAQ)
Terdapat beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait praktik ini, berikut adalah beberapa di antaranya beserta penjelasannya.
Apakah anjuran ini berlaku untuk pria dan wanita?
Ya. Dalil-dalil hadis yang ada bersifat umum dan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa anjuran ini berlaku untuk keduanya. Baik pria maupun wanita dianjurkan untuk menjaga kebersihan area intim mereka sebagai bagian dari sunan al-fitrah.
Di mana batasan area bulu kemaluan (`al-‘anah`) yang dimaksud?
Para ulama Fikih mendefinisikan al-‘anah sebagai rambut kasar yang tumbuh di sekitar organ intim (penis dan testis bagi pria, serta vulva bagi wanita) dan area di atasnya hingga mendekati bagian bawah perut. Sebagian ulama juga memasukkan rambut yang tumbuh di sekitar anus ke dalam cakupan yang dianjurkan untuk dibersihkan demi menjaga kesempurnaan thaharah.
Bagaimana hukumnya jika melewati batas 40 hari karena lupa atau udzur?
Jika seseorang melewatinya karena lupa, tidak sengaja, atau memiliki udzur syar'i (misalnya sakit parah yang menghalanginya), maka ia tidak berdosa. Namun, ia harus segera melakukannya begitu ia ingat atau udzurnya hilang. Jika meninggalkannya dengan sengaja melebihi 40 hari tanpa alasan yang dibenarkan, maka perbuatannya dihukumi makruh (dibenci) dan ia telah meninggalkan sebuah sunnah yang ditekankan.
Bolehkah menggunakan teknologi modern seperti laser hair removal?
Ini adalah masalah kontemporer (nawazil fiqhiyyah). Hukumnya bergantung pada beberapa faktor:
- Sifat Permanen: Jika laser menghilangkan bulu secara permanen, sebagian ulama menganggapnya sebagai tindakan mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah) yang dilarang. Namun, ulama lain berpendapat bahwa ini tidak termasuk mengubah ciptaan yang esensial, melainkan hanya metode kebersihan yang lebih efektif. Tujuannya adalah menghilangkan sesuatu yang memang diperintahkan untuk dihilangkan.
- Penyingkapan Aurat: Proses laser biasanya harus dilakukan oleh seorang profesional di klinik. Ini menimbulkan masalah penyingkapan aurat besar (aurat mughallazhah) kepada orang lain yang bukan mahramnya. Hal ini secara syariat dilarang keras kecuali dalam kondisi darurat medis yang mengancam nyawa. Jika prosedur ini dilakukan sendiri atau oleh pasangan yang sah, maka masalah penyingkapan aurat ini tidak ada.
Kesimpulannya, mayoritas ulama kontemporer cenderung tidak memperbolehkan laser hair removal untuk area kemaluan jika mengharuskan penyingkapan aurat kepada orang asing, karena mudaratnya (membuka aurat) lebih besar daripada maslahatnya. Namun, jika ada teknologi yang memungkinkan dilakukan sendiri di rumah dengan aman, hukumnya kembali pada perdebatan tentang mengubah ciptaan Allah.
Bolehkah suami atau istri membantu pasangannya?
Ya, diperbolehkan. Tidak ada batasan aurat antara suami dan istri. Allah berfirman dalam Surah Al-Mu'minun ayat 5-6 bahwa orang beriman menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka. Oleh karena itu, jika salah satu pasangan membutuhkan bantuan karena kesulitan (misalnya saat hamil tua atau sakit), maka pasangannya boleh membantunya, dan ini bisa menjadi bagian dari wujud kasih sayang dan pelayanan dalam rumah tangga.
Kesimpulan: Sebuah Ajaran Komprehensif
Anjuran mencukur bulu kemaluan dalam Islam (al-istihdad atau halqul ‘anah) adalah cerminan dari betapa ajaran Islam sangat memperhatikan setiap detail kehidupan pemeluknya. Ini bukan sekadar masalah estetika, melainkan sebuah praktik yang sarat dengan nilai-nilai spiritual, kesehatan, dan sosial.
Sebagai bagian dari sunan al-fitrah, praktik ini mengingatkan kita bahwa menjadi seorang Muslim berarti senantiasa menjaga kesucian lahir dan batin, selaras dengan naluri murni yang telah Allah tanamkan dalam diri manusia. Dengan melaksanakannya diiringi niat yang benar dan adab yang sesuai, seorang Muslim tidak hanya mendapatkan manfaat kebersihan dan kesehatan di dunia, tetapi juga meraih pahala di akhirat karena telah menghidupkan salah satu sunnah Rasulullah ﷺ. Ini adalah bukti nyata bahwa Islam adalah jalan hidup yang sempurna, yang menuntun manusia pada kebaikan di dunia dan kebahagiaan abadi.