Aksi mencopet, atau pickpocketing, adalah bentuk kejahatan pencurian yang dilakukan dengan sangat terampil, mengandalkan kecepatan, pengalihan perhatian, dan kontak fisik minimal untuk mengambil barang berharga dari korban tanpa disadari. Kejahatan ini bersifat universal, terjadi di setiap kota besar di dunia, dan telah berevolusi seiring perkembangan teknologi dan gaya hidup masyarakat. Meskipun terkesan remeh dibanding perampokan bersenjata, dampak psikologis dan kerugian finansial yang ditimbulkan oleh pencopetan seringkali signifikan, merusak rasa aman di ruang publik.
Artikel ini akan menelusuri secara komprehensif anatomi kejahatan mencopet, mulai dari akar sejarahnya, psikologi yang mendorong para pelaku, taktik operasional yang mereka gunakan, hingga kerangka hukum yang berupaya menanggulanginya. Pemahaman mendalam tentang modus operandi ini adalah langkah pertama dan terpenting dalam upaya pencegahan dan perlindungan diri.
Ilustrasi tangan yang sangat terampil saat mencopet barang berharga.
Pencopet adalah spesialis dalam memanfaatkan kekacauan, kepadatan, dan kelengahan. Mereka beroperasi di lingkungan yang menawarkan tiga kondisi utama: anonimitas, kepadatan tinggi, dan target yang terdistraksi. Memahami lokasi ini krusial untuk meningkatkan kewaspadaan.
Seiring meningkatnya penggunaan kartu pembayaran nirsentuh (contactless), aksi mencopet telah berevolusi. Selain mencuri dompet fisik, kini muncul istilah pencopetan digital (skimming). Pelaku menggunakan perangkat pemindai kecil yang disembunyikan dalam tas atau pakaian untuk mencuri informasi kartu kredit/debit melalui teknologi RFID (Radio-Frequency Identification) saat mereka berjalan dekat korban. Kejahatan ini tidak meninggalkan kontak fisik, membuatnya semakin sulit dideteksi.
Mencopet bukanlah kejahatan yang dilakukan secara impulsif; sebaliknya, ia membutuhkan tingkat keterampilan, latihan, dan disiplin yang tinggi. Pencopet profesional seringkali adalah bagian dari struktur terorganisir yang beroperasi dengan pembagian peran yang jelas.
Pencopet profesional didorong oleh kombinasi kebutuhan finansial dan sensasi keahlian. Mereka tidak mencari konfrontasi. Keberhasilan mereka bergantung pada ketenangan, kemampuan membaca bahasa tubuh, dan kecepatan bertindak. Mereka harus memiliki kemampuan observasi yang superior untuk mengidentifikasi korban yang ideal—yaitu, individu yang paling rentan dan terdistraksi.
Ciri-ciri psikologis yang sering terlihat pada pencopet terampil meliputi:
Aksi mencopet yang sukses, terutama di area padat, jarang dilakukan oleh satu orang. Mereka biasanya bekerja dalam tim kecil, yang sering disebut sindikat atau kelompok. Setiap anggota memiliki tugas spesifik:
Sistem tim ini memastikan bahwa risiko ditangkap dan barang bukti ditemukan sangat minim. Kecepatan transfer barang curian—dari Operator ke Receiver—adalah kunci utama keberhasilan sindikat ini.
Teknik yang digunakan pencopet sangat beragam, namun semuanya berpusat pada prinsip dasar pengalihan perhatian (distraction) dan sentuhan ringan (light touch). Seni mencopet adalah seni ilusi.
Pengalihan menciptakan "jendela kesempatan" di mana korban secara naluriah mengalihkan fokus dari barang berharga mereka ke gangguan yang mendadak. Jendela ini seringkali hanya berlangsung 2 hingga 5 detik.
Anggota tim sengaja menumpahkan cairan—seperti kopi, minuman soda, atau es krim—ke pakaian korban. Saat korban panik dan sibuk membersihkan, anggota tim lain datang berpura-pura membantu membersihkan noda, dan di saat itulah pencurian terjadi. Fokus korban sepenuhnya teralihkan pada noda, bukan pada saku atau tas mereka.
Ini umum terjadi di keramaian. Seorang pelaku sengaja menabrak korban (The Bump), seringkali diikuti permintaan maaf yang berlebihan. Sementara korban berinteraksi dan mencoba menyeimbangkan diri, pelaku lain (atau pelaku yang sama, jika sangat terampil) mengambil barang tersebut. Sentuhan fisik yang tidak disengaja menormalkan kontak badan yang menjadi kunci keberhasilan aksi.
Pelaku, seringkali berpura-pura menjadi turis yang kebingungan, membuka peta besar di depan korban. Peta tersebut berfungsi ganda: menutupi pandangan tangan yang bergerak dan memaksa korban mendekat untuk membantu, sehingga menciptakan jarak fisik yang memadai untuk melakukan aksi di bawah penutup peta.
Dalam beberapa sindikat, anak-anak dilatih untuk melakukan aksi ini. Seorang anak akan mendekati korban, mungkin menangis atau meminta sesuatu, sementara tangan mungilnya secara cekatan mengambil barang. Jika ditangkap, respons publik dan hukum terhadap anak kecil cenderung lebih lunak.
Setelah pengalihan berhasil, Operator harus memiliki keterampilan fisik luar biasa untuk mengambil barang tanpa dirasakan. Ini melibatkan:
Meskipun pencopetan sering dikaitkan dengan kerugian uang tunai, dampaknya jauh lebih luas dan mendalam, menyentuh aspek psikologis, finansial, dan sosial.
Kerugian uang tunai hanyalah puncak gunung es. Kerugian yang lebih besar berasal dari dokumen dan kartu yang dicuri:
Biaya tersembunyi juga mencakup biaya administrasi untuk mengganti semua dokumen yang hilang, denda keterlambatan pembayaran yang mungkin timbul, dan biaya pengacara jika terjadi penyalahgunaan identitas.
Korban pencopetan sering melaporkan perasaan dipermalukan, bodoh, dan marah pada diri sendiri karena tidak waspada. Berbeda dengan perampokan yang melibatkan ancaman kekerasan, pencopetan adalah pelanggaran yang sangat pribadi karena terjadi di bawah hidung korban tanpa mereka sadari. Perasaan ini dapat menyebabkan:
Keramaian padat adalah lingkungan paling kondusif bagi aksi pencopetan karena minimnya kewaspadaan individual.
Di Indonesia, tindakan mencopet dikategorikan sebagai pencurian, dan penegakannya menghadapi tantangan unik karena sifat kejahatan yang tersembunyi dan minimnya saksi langsung.
Mencopet umumnya masuk dalam kategori pencurian ringan, tergantung pada nilai kerugian dan unsur pemberatan. Di bawah KUHP, tindakan ini diatur dalam pasal-pasal mengenai pencurian. Seringkali, pencopetan sulit dibuktikan sebagai 'pencurian dengan pemberatan' kecuali jika ada perencanaan yang sangat terstruktur atau jika pelaku menggunakan kekerasan, yang jarang terjadi pada pencopetan murni.
Tantangan terbesar dalam penegakan hukum adalah pembuktian. Karena aksi mencopet dilakukan secara diam-diam dan barang curian seringkali langsung dialihkan ke Penerima, polisi seringkali tidak memiliki barang bukti yang cukup untuk menjerat Operator. Jika hanya ditemukan tangan kosong, sulit untuk membuktikan niat pencurian, dan pelaku mungkin hanya didakwa dengan tuduhan yang lebih ringan, seperti pengrusakan ketertiban umum atau percobaan pencurian.
Pencopet seringkali adalah residivis. Hukuman penjara yang relatif singkat (untuk pencurian ringan) seringkali tidak cukup untuk merehabilitasi mereka, mengingat keterampilan mencopet memberikan jalur pendapatan yang cepat dan tidak memerlukan modal besar.
Dalam beberapa kasus, di tempat-tempat umum seperti pasar atau terminal, penangkapan pencopet dilakukan oleh massa (main hakim sendiri) sebelum pihak berwenang tiba. Meskipun tindakan main hakim sendiri dilarang, hal ini mencerminkan frustrasi masyarakat terhadap kejahatan yang merajalela dan kurangnya kepercayaan terhadap proses hukum yang dianggap lambat atau tidak efektif dalam memberikan efek jera.
Satu-satunya cara paling efektif untuk memerangi pencopetan adalah melalui pencegahan, meningkatkan kewaspadaan individu, dan mengubah cara kita membawa barang berharga di ruang publik.
Kewaspadaan situasional adalah kemampuan untuk tetap sadar akan apa yang terjadi di sekitar Anda tanpa terlihat paranoid. Ini adalah pertahanan terkuat melawan pencopet.
Cara Anda membawa barang menentukan tingkat risiko Anda:
Jika Anda menjadi target taktik pengalihan (misalnya, seseorang menumpahkan sesuatu pada Anda):
Fenomena mencopet tidak statis; ia terus beradaptasi dengan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi, melahirkan varian-varian baru yang menuntut kewaspadaan yang berbeda.
Seperti disinggung sebelumnya, pencopetan tidak lagi harus melibatkan kontak fisik untuk mencuri nilai. Kejahatan ini mengincar data yang sama berharganya dengan uang tunai.
Detail Operasi Skimming: Pelaku menggunakan pemindai yang dapat dibeli secara daring. Mereka hanya perlu berjalan sangat dekat dengan korban yang membawa kartu di saku luar atau tas tipis. Pemindai menangkap sinyal nirkabel kartu, mencuri nomor kartu, tanggal kadaluwarsa, dan data penting lainnya. Pencurian ini tidak disadari sama sekali oleh korban sampai tagihan bank datang. Metode pencegahan utama adalah penggunaan dompet pelindung bahan khusus (anti-RFID).
Mencopet di area ATM melibatkan unsur pengamatan dan kecepatan yang berbeda. Modusnya sering kali melibatkan tim dua orang atau lebih:
Pencopetan jenis ini berfokus pada kerentanan korban yang sedang dalam keadaan sangat terfokus dan rentan di ruang semi-publik (bilik ATM).
Mencopet seringkali dianggap sebagai bentuk kejahatan "jalanan", namun pada tingkat profesional, ia dapat dianggap sebagai bentuk seni ilusi atau keterampilan motorik yang sangat terasah. Pelaku menghabiskan waktu berjam-jam untuk melatih kontrol otot tangan dan menghilangkan kebiasaan gemetar (tremor) yang dapat mengkhianati mereka.
Para pencopet ulung berlatih untuk mematikan atau menipu reseptor sentuhan pada kulit korban. Latihan yang sering dilaporkan dalam investigasi kejahatan mencakup:
Keterampilan operasional utama pencopet adalah kemampuan membaca bahasa tubuh (kinestetik) target. Mereka mencari tanda-tanda yang mengindikasikan target adalah 'lunak' atau 'siap' untuk dicopet:
1. Posisi Menyimpan Barang: Seseorang yang berulang kali menyentuh saku untuk memastikan dompet masih ada adalah target yang sangat baik. Mereka menunjukkan di mana letak barang berharga dan mengindikasikan tingkat kegelisahan yang tinggi.
2. Postur Tubuh Tertutup: Orang yang membawa tas punggung besar atau koper seringkali memiliki perhatian yang terbagi. Postur yang terlalu fokus pada satu hal, seperti melihat peta atau layar ponsel, menunjukkan jendela kelengahan.
3. Respons terhadap Dorongan: Bagaimana reaksi seseorang ketika disentuh sedikit? Jika mereka cepat menarik diri atau sangat meminta maaf, itu menunjukkan kepasifan dan keinginan untuk menghindari konfrontasi, yang dimanfaatkan oleh pencopet.
Pencegahan pencopetan bukan hanya tanggung jawab individu; infrastruktur kota dan teknologi juga memainkan peran besar dalam membuat lingkungan publik kurang ramah bagi kejahatan ini.
Perusahaan transportasi dapat mengurangi peluang mencopet dengan:
Perangkat lunak dan perangkat keras telah dikembangkan untuk membantu pencegahan. Ponsel pintar modern sering dilengkapi dengan fitur "Find My Device" atau penguncian biometrik yang sangat sulit ditembus, yang secara efektif mengurangi nilai jual kembali ponsel curian di pasar gelap.
Selain itu, munculnya tas dan pakaian yang dirancang anti-copet, dengan ritsleting tersembunyi, bahan tahan potong (cut-resistant), dan saku internal yang terenkripsi, menawarkan perlindungan lapisan kedua bagi individu yang bepergian di area berisiko tinggi.
Sindikat pencopet sering kali bersifat transnasional, berpindah dari satu pusat turis ke pusat turis lainnya sesuai musim. Polisi di kota-kota besar Eropa, Asia, dan Amerika telah meningkatkan pertukaran data mengenai modus operandi terbaru dan profil pelaku yang dicari, sehingga memungkinkan penangkapan yang lebih terkoordinasi dan efektif. Pelatihan polisi dalam mengidentifikasi 'gerakan mencurigakan' di keramaian juga menjadi fokus penting.
Aksi mencopet adalah kejahatan yang abadi, selalu ada selama masih ada keramaian dan kelengahan. Ia berevolusi dari pencurian dompet kuno hingga pencopetan data digital, menuntut kita untuk terus memperbarui strategi pertahanan diri.
Memahami bahwa pencopet adalah profesional yang sangat terampil, yang mengandalkan psikologi massa dan kelemahan perhatian manusia, adalah kunci untuk melindungi diri. Keamanan bukanlah sekadar perangkat keras atau uang yang tersembunyi, melainkan kondisi pikiran: kewaspadaan situasional yang konstan, penanganan barang berharga yang disiplin, dan pengakuan cepat terhadap taktik pengalihan. Dengan bekal pengetahuan ini, kita dapat secara signifikan mengurangi risiko menjadi korban dari kejahatan sentuhan ringan yang merusak rasa aman di ruang publik.