Ayam Betutu: Merangkai Warisan Rasa Bali dalam Balutan Bumbu Genep
Pendahuluan: Filosofi di Balik Kehangatan Ayam Betutu
Ayam Betutu bukan sekadar hidangan; ia adalah manifestasi kearifan lokal, perwujutan ritual, dan sebuah mahakarya kuliner yang mengakar kuat di Pulau Dewata, Bali. Nama ‘Betutu’ sendiri konon berasal dari kata ‘tutu’ yang berarti proses pembungkusan dan pemanggangan yang sangat lambat, sebuah metode yang memungkinkan setiap serat daging ayam menyerap kekayaan rasa dari bumbu yang digunakan secara sempurna. Hidangan ini, yang secara tradisional disiapkan untuk upacara adat besar, kini telah menjadi ikon kuliner yang dicari wisatawan dari seluruh penjuru dunia.
Keagungan Ayam Betutu terletak pada kompleksitas rasanya yang unik—perpaduan harmonis antara pedas, gurih, asam segar, dan aroma rempah yang mendalam, semuanya diikat oleh satu elemen penting: Bumbu Genep. Tanpa Bumbu Genep, tidak ada Ayam Betutu yang otentik. Bumbu ini, yang berarti ‘bumbu lengkap’ atau ‘bumbu menyeluruh’, adalah cerminan dari filosofi Tri Hita Karana, keselarasan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan manusia dengan sesamanya, karena ia menggunakan hampir semua unsur rempah yang dianugerahkan oleh alam Bali.
Proses pembungkusan adalah tahap krusial yang menjaga kelembaban dan aroma Bumbu Genep.
Sejarah dan Makna Ritual dalam Piring Betutu
Sejarah Betutu tidak tercatat dalam buku sejarah baku, melainkan hidup dalam tradisi lisan dan praktik kuliner turun-temurun. Meskipun varian seperti Bebek Betutu juga populer, Ayam Betutu (terutama dari daerah Klungkung dan Gilimanuk) seringkali dianggap sebagai bentuk yang paling murni dan klasik. Asal-usulnya dipercaya terkait erat dengan kebutuhan untuk menyajikan hidangan istimewa yang memiliki daya tahan lama dan makna simbolis mendalam dalam konteks persembahan (banten) dan pesta adat.
Betutu dalam Upacara Adat Bali
Di masa lampau, hidangan ini hampir selalu muncul dalam perayaan besar seperti Odalan (peringatan hari lahir pura), upacara Manusa Yadnya (siklus hidup), atau Piodalan. Penggunaan ayam atau bebek utuh melambangkan keutuhan dan kemakmuran. Proses memasak yang sangat lama dan memakan waktu berjam-jam, bahkan semalaman, adalah bentuk meditasi dan persembahan waktu yang dihargai tinggi. Keterlibatan banyak anggota keluarga dalam menyiapkan Bumbu Genep dan proses membungkus adalah wujud gotong royong yang memperkuat ikatan komunitas.
Metode tradisional memasak, yang melibatkan penanaman bungkusan ayam di dalam sekam padi panas atau arang yang dikubur, adalah sebuah teknik kuno yang memaksimalkan proses pengempukan dan pematangan. Suhu yang konsisten dan rendah (slow cooking) ini memastikan protein daging tidak mengeras secara mendadak, menghasilkan tekstur yang lembut sempurna. Panas dari sekam padi bukan hanya alat masak, tetapi juga representasi dari energi alam yang mentransformasi bahan mentah menjadi makanan suci.
Perbedaan Varian Regional
Meskipun inti dari Betutu adalah Bumbu Genep, terdapat sedikit perbedaan yang membagi hidangan ini menjadi dua aliran utama:
- Ayam Betutu Gilimanuk: Dikenal dengan rasa pedasnya yang dominan, cenderung lebih basah, dan disajikan dengan kuah kental yang sangat kaya bumbu. Gilimanuk, sebagai pintu gerbang Bali, telah mempopulerkan Betutu sebagai hidangan komersial yang kuat rasa.
- Ayam Betutu Klungkung: Lebih fokus pada keseimbangan rasa rempah, kurang menekankan kepedasan ekstrem. Versi ini seringkali dimasak lebih kering, menghasilkan ayam dengan permukaan yang lebih kencang dan aroma rempah yang lebih 'bakaran'. Versi Klungkung ini sering dianggap paling mendekati metode tradisional upacara.
Memahami perbedaan ini krusial. Seorang juru masak yang ingin menciptakan Betutu otentik harus memilih jalur rasa mana yang ingin ia tuju, meskipun fondasi Bumbu Genep tetap tak tergoyahkan dalam kedua varian tersebut.
Bumbu Genep: Jantung Rasa yang Menyulut Api Aromatik
Bumbu Genep adalah fondasi filosofis dan kuliner dari seluruh masakan Bali. Nama 'Genep' (lengkap) merujuk pada prinsip bahwa bumbu ini harus mencakup enam unsur rasa dasar: manis, pedas, asam, asin, pahit, dan umami—meskipun dalam konteks Betutu, rasa pahit diwakili oleh dedaunan tertentu yang memberikan aroma khas, dan rasa manis berasal dari gula merah atau madu. Kekuatan Bumbu Genep terletak pada volume dan variasi rempah yang digunakan, menciptakan sebuah spektrum rasa yang tidak bisa ditandingi oleh bumbu tunggal manapun.
Anatomi Bahan-Bahan Bumbu Genep
Untuk mencapai kedalaman rasa yang diperlukan untuk meresap ke dalam daging ayam utuh, Bumbu Genep memerlukan komposisi rempah yang sangat spesifik dan segar. Rasio adalah segalanya; sedikit kelebihan satu bahan bisa merusak harmoni yang telah diupayakan selama berjam-jam.
- Bawang Merah (Bawang Bali): Dasar dari sebagian besar bumbu Indonesia. Memberikan volume dan rasa manis alami ketika ditumis.
- Bawang Putih: Memberikan kedalaman umami yang tajam. Kandungan alicin-nya bereaksi dengan panas untuk membentuk aroma kompleks.
- Cabai Rawit dan Cabai Merah Besar: Komponen pedas yang sangat fleksibel. Rawit memberikan ledakan panas (capsaicin), sementara cabai besar memberikan warna merah yang indah dan sedikit volume.
- Kunyit (Curcuma longa): Memberikan warna kuning keemasan yang khas, bersifat antiseptik, dan memberikan rasa pahit-tanah yang lembut (kurkumin).
- Jahe (Zingiber officinale): Memberikan rasa pedas hangat yang ‘membakar’ lidah, essential untuk menghilangkan bau amis (langu).
- Kencur (Kaempferia galanga): Seringkali terabaikan, namun kencur adalah kunci aroma Balinese. Ia memberikan aroma sedikit citrus dan ‘medis’ yang membedakan Betutu dari masakan Jawa atau Sumatera.
- Lengkuas (Alpinia galanga): Lebih berserat dari jahe, memberikan aroma pinus/kamper yang stabil dan hanya dilepaskan melalui proses penggilingan atau pemanasan lama.
- Sereh (Cymbopogon citratus): Batangnya digeprek untuk melepaskan minyak atsiri yang memberikan aroma lemon segar yang sangat kuat.
- Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix): Digunakan dalam jumlah banyak. Minyak esensial pada daunnya memberikan aroma yang mengikat semua bumbu (kunci kesegaran).
- Terasi (Belacan): Pasta udang fermentasi. Memberikan ledakan umami yang asin dan gurih. Harus dipanggang sebentar sebelum dihaluskan untuk memaksimalkan aroma.
- Gula Merah (Gula Aren): Untuk menyeimbangkan rasa pedas dan asam, memberikan kedalaman warna cokelat karamel pada ayam.
- Asam Jawa atau Air Asam (Tamarindus indica): Komponen asam yang sangat penting untuk memotong lemak ayam dan memberikan keseimbangan yang menyegarkan.
Sains di Balik Proses Pengolahan Bumbu
Pengolahan Bumbu Genep adalah ritual kimia yang harus dilakukan dengan hati-hati. Teknik tradisional Balinese mengharuskan bumbu diulek menggunakan cobek batu, bukan diblender. Mengapa? Proses ulekan secara perlahan memecah serat rempah tanpa menghasilkan panas berlebihan. Ini menjaga integritas minyak atsiri yang mudah menguap (volatiles), seperti yang terkandung dalam kencur dan daun jeruk. Ketika diblender, panas dari putaran pisau dapat 'memasak' rempah sebelum waktunya, menghasilkan bumbu yang aromanya kurang dalam dan cenderung 'datar'.
Langkah selanjutnya adalah menumis bumbu. Penumisan, atau ‘Ngoseng’, harus dilakukan dengan api kecil dan sangat sabar. Rempah mentah memiliki rasa tajam yang tidak enak. Ketika ditumis dalam minyak panas selama 20 hingga 30 menit, reaksi Maillard terjadi pada gula dan protein minor dalam bumbu. Aroma ‘hijau’ dari rempah-rempah mentah menghilang, digantikan oleh aroma ‘matang’ yang lebih manis, pedas, dan dalam, siap untuk meresap ke dalam daging ayam. Ini adalah titik di mana Bumbu Genep bertransformasi menjadi zat perasa yang magis.
Rimpang, bawang, dan cabai adalah triumvirat rasa yang menjadi dasar dari Ayam Betutu.
Memilih dan Mempersiapkan Ayam: Kanvas untuk Rasa
Kualitas akhir Ayam Betutu sangat bergantung pada pemilihan ayam yang tepat. Ayam Betutu klasik secara eksklusif menggunakan Ayam Kampung (ayam jantan atau betina yang lebih tua). Ayam Kampung memiliki jaringan otot yang lebih kuat dan sedikit lemak, yang berarti ia memerlukan waktu memasak yang jauh lebih lama (seringkali 4-8 jam) untuk menjadi empuk, tetapi hasilnya adalah daging yang kaya rasa, beraroma, dan tidak mudah hancur dalam bumbu yang kuat.
Jika menggunakan ayam broiler modern (ayam potong), waktu memasak harus dikurangi drastis (sekitar 2-3 jam). Ayam broiler menghasilkan tekstur yang lebih lembut dan cepat matang, tetapi rasa dagingnya cenderung lebih ringan. Untuk Betutu yang paling otentik, Ayam Kampung adalah pilihan mutlak.
Teknik Pembersihan dan Pemotongan
Ayam harus dibersihkan secara menyeluruh. Buang semua sisa jeroan. Beberapa resep tradisional mengharuskan ayam dibiarkan utuh dengan tulang, namun jeroan dikeluarkan dan perutnya diisi dengan bumbu. Teknik ini adalah yang paling sulit karena memastikan bumbu meresap ke bagian dalam perut sementara bagian luar tidak gosong memerlukan keahlian tinggi.
Sebelum diolesi Bumbu Genep, ayam harus diolesi dengan perasan jeruk nipis dan garam, lalu diamkan selama minimal 30 menit. Proses pengasaman ini membantu memecah protein permukaan dan menghilangkan bau amis, menciptakan permukaan yang lebih reseptif terhadap bumbu.
Proses Pengisian dan Pengikatan
Bumbu Genep yang sudah matang (Ngoseng) dibagi menjadi dua bagian: 70% untuk isian perut, dan 30% untuk melumuri permukaan luar. Isian perut bukan hanya untuk rasa; secara historis, isian rempah berfungsi untuk menghasilkan uap aromatik dari dalam selama proses pengukusan dan pemanggangan. Isian ini harus padat, namun tidak terlalu dipaksakan hingga kulit ayam robek.
Setelah diisi, lubang perut harus dijahit atau diikat kuat-kuat menggunakan tusuk gigi atau tali. Kaki ayam disilangkan dan diikat rapat ke badan. Langkah ini krusial. Pengikatan memastikan ayam mempertahankan bentuknya selama proses memasak yang panjang dan mencegah isian keluar. Ayam yang utuh dan terikat dengan rapi juga memiliki makna simbolis dalam persembahan.
Seni Memasak Betutu: Transendensi Rasa Melalui Panas
Proses memasak Ayam Betutu adalah yang membedakannya dari masakan ayam berbumbu lainnya di Asia Tenggara. Ia tidak digoreng, tidak direbus biasa, melainkan diproses dalam panas yang lambat dan terkontrol, seringkali dalam dua atau bahkan tiga tahapan.
Tahap I: Pengukusan (Kukus)
Sebelum dipanggang, banyak juru masak modern dan tradisional yang memilih untuk mengukus ayam terlebih dahulu. Pengukusan (sekitar 1 hingga 2 jam) memiliki dua manfaat utama:
- Pengempukan Awal: Panas basah dari uap air melembutkan jaringan ikat (kolagen) pada Ayam Kampung yang keras, mempersingkat waktu pemanggangan.
- Fiksasi Bumbu: Uap membantu Bumbu Genep yang menempel di permukaan dan di dalam rongga untuk 'terkunci' ke dalam serat daging sebelum proses pemanggangan yang bisa mengeringkannya.
Ayam yang di kukus terlebih dahulu harus diangin-anginkan sejenak setelah proses ini selesai agar permukaannya sedikit kering, siap menerima panas tinggi tanpa menjadi lembek.
Tahap II: Pembungkusan dengan Daun dan Pelindung
Pembungkusan adalah elemen pertahanan kelembaban Betutu. Secara tradisional, daun yang digunakan adalah daun pinang atau pelepah pisang (kelopak bagian dalam) yang memberikan aroma earthy yang halus. Dalam praktik modern, daun pisang yang bersih sering digunakan. Lapisan pembungkus ini berfungsi ganda:
- Menjaga Kelembaban: Mencegah penguapan cairan bumbu dan lemak ayam, memastikan daging tetap juicy.
- Infusi Aroma: Ketika dipanaskan, daun pisang melepaskan aroma khas yang menambah dimensi rasa tropis pada ayam.
- Perlindungan dari Gosong: Berfungsi sebagai perisai alami saat ayam dikubur dalam api atau dipanggang langsung.
Untuk memastikan tidak ada uap yang lolos, bungkusan daun pisang seringkali dibungkus lagi dengan kertas aluminium foil tebal. Foil meniru efek insulasi yang dahulu disediakan oleh sekam padi atau tanah liat.
Tahap III: Metode Panas Lambat (Slow Cooking)
1. Metode Tradisional (Sekam Padi atau Tanah Liat)
Metode purba ini adalah yang paling otentik dan paling sulit ditiru. Ayam yang dibungkus dimasukkan ke dalam lubang tanah yang sudah dipanaskan dengan api arang. Setelah api meredup, bungkusan ayam dikubur di bawah lapisan abu panas dan sekam padi (sekam memberikan panas yang stabil dan lambat). Proses ini memakan waktu minimal 6 hingga 8 jam. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, hampir lepas dari tulang, dengan aroma asap yang sangat halus dan unik.
2. Pemanggangan Oven Modern (Konveksi)
Untuk dapur modern, oven konveksi adalah pengganti terbaik. Kunci keberhasilan adalah suhu rendah dan waktu panjang. Ayam yang telah dikukus dan dibungkus dipanggang pada suhu sekitar 120°C hingga 140°C. Total waktu pemanggangan bisa mencapai 4 hingga 5 jam, tergantung ukuran ayam.
- Pada jam ke-3, bungkusan foil/daun dibuka. Bumbu dan cairan yang keluar dikumpulkan.
- Sisa cairan bumbu digunakan untuk menyiram ayam (basting) dan ayam dipanggang lagi tanpa penutup selama 30-60 menit pada suhu yang sedikit lebih tinggi (160°C) untuk mengeringkan kulit dan memberikan warna karamel yang indah. Tahap ini adalah tahap finishing rasa.
3. Kombinasi Pressure Cooker dan Oven
Dalam upaya mempercepat proses tanpa mengorbankan keempukan, beberapa koki menggunakan pressure cooker. Ayam direbus dengan bumbu selama 45-60 menit (menggantikan 3 jam pengukusan/perebusan), kemudian diangkat, disiram dengan bumbu kental, dan dimasukkan ke oven panas selama 1 jam untuk mendapatkan tekstur permukaan yang kering dan warna yang menarik. Walaupun cepat, metode ini sering dikritik karena tidak memberikan kedalaman rasa yang sama seperti proses panas lambat yang otentik.
Ekstraksi Rasa Maksimal: Mendalami Karakter Rempah Rimpang
Menciptakan Ayam Betutu yang luar biasa memerlukan pemahaman yang lebih dari sekadar rasio bahan. Kita harus memahami bagaimana setiap rimpang—jahe, kunyit, kencur, dan lengkuas—berkontribusi pada profil rasa yang berlapis-lapis.
Kontribusi Spesifik Rimpang
Kunyit (Curcumin): Curcumin adalah pigmen utama dan antioksidan. Selain warna, kunyit memberikan rasa sedikit pahit yang harus dikontrol dengan baik. Memanggang kunyit sebentar sebelum dihaluskan dapat melembutkan rasa pahitnya dan memperdalam warna. Kunyit juga bertindak sebagai penstabil emulsi dalam Bumbu Genep.
Jahe (Gingerol): Gingerol memberikan rasa pedas yang cepat hilang di lidah. Dalam Betutu, jahe berfungsi sebagai deodorizer alami. Penggunaannya harus seimbang; terlalu banyak jahe dapat mendominasi aroma kencur yang lebih halus.
Kencur (Ethyl p-Methoxycinnamate): Ini adalah rempah penentu identitas Bali. Senyawa aromatiknya memberikan nuansa floral, sedikit mint, dan tanah. Aroma kencur adalah yang pertama kali tercium saat bungkusan Betutu dibuka. Kencur harus selalu segar dan jumlahnya harus cukup banyak—jika tidak, Betutu akan terasa seperti masakan Kari atau Gulai biasa, kehilangan ciri khas Balinya.
Lengkuas (Galangin dan Terpenes): Lengkuas memiliki aroma yang lebih kayu dan pedas daripada jahe. Karena seratnya yang keras, lengkuas harus diiris tipis atau digiling sangat halus. Dalam proses memasak yang lambat, lengkuas melepaskan aroma dasarnya (base note) yang bertahan lama, berfungsi sebagai jangkar bagi semua rempah lainnya.
Proporsi yang ideal seringkali menggunakan kencur paling banyak, diikuti oleh jahe dan lengkuas dalam jumlah yang seimbang, dan kunyit secukupnya untuk warna. Keseimbangan ini memastikan kehangatan (jahe, lengkuas) tidak menutupi keunikan (kencur).
Peran Minyak dan Lemak
Bumbu Genep harus ditumis dengan minyak yang cukup banyak. Minyak (idealnya minyak kelapa tradisional Bali) tidak hanya mencegah bumbu gosong, tetapi juga bertindak sebagai media transfer. Banyak senyawa aroma dalam rempah-rempah adalah larut lemak (fat-soluble). Ketika minyak dipanaskan, ia mengekstrak senyawa ini dan kemudian membawanya masuk ke dalam jaringan lemak dan otot ayam selama proses slow cooking. Ini adalah kunci mengapa Betutu memiliki rasa yang ‘menyerap sampai ke tulang’.
Cairan yang dihasilkan di akhir proses memasak—campuran air bumbu, rempah, dan lemak ayam yang meleleh—adalah 'jus' Betutu yang sangat berharga. Dalam Betutu Gilimanuk, cairan ini dipertahankan sebagai kuah pedas. Dalam Betutu Klungkung, cairan ini direduksi hingga mengental dan melapisi permukaan ayam, memberikan kilau dan intensitas rasa yang pekat.
Harmoni Penyajian: Melengkapi Pengalaman Betutu
Menyajikan Ayam Betutu adalah seni tersendiri. Daging yang telah matang sempurna seharusnya sangat empuk sehingga mudah dipisahkan dari tulang hanya dengan sendok atau garpu. Namun, rasa Betutu tidak sempurna tanpa pendamping tradisionalnya.
Sambal Matah: Keseimbangan Pedas Segar
Ayam Betutu yang kaya dan berat membutuhkan kontras yang tajam. Sambal Matah, sambal mentah khas Bali, berfungsi sebagai pembersih langit-langit mulut. Terbuat dari irisan bawang merah, serai, cabai rawit, daun jeruk, dan terasi mentah yang disiram minyak kelapa panas, Sambal Matah memberikan dimensi kesegaran dan ‘kegaringan’ tekstur yang berlawanan dengan kelembutan ayam yang dimasak lambat.
Plecing Kangkung dan Urutan Sayur Lainnya
Kangkung (water spinach) yang direbus sebentar lalu disiram dengan sambal tomat dan sedikit perasan jeruk nipis (Plecing Kangkung) adalah pendamping wajib. Hijauan segar ini memotong rasa pedas dan berminyak dari ayam. Pilihan lain termasuk lawar, campuran sayuran dan daging cincang yang dibumbui Bumbu Genep, yang menambahkan tekstur renyah dan kompleksitas rasa yang lebih dalam.
Nasi dan Karbohidrat
Betutu harus selalu dinikmati dengan Nasi Putih Hangat. Nasi berfungsi sebagai kanvas netral yang memungkinkan kompleksitas Bumbu Genep untuk bersinar. Tekstur hangat dan lembut nasi melengkapi tekstur ayam yang empuk dan kuah yang kental. Dalam konteks upacara, Betutu dapat disajikan bersama Nasi Kuning yang diolah dengan santan, menambah kekayaan dan kemewahan hidangan.
Porsi dan Etika Makan
Ayam Betutu adalah hidangan komunal. Tradisi mengharuskan ayam dihidangkan utuh di tengah meja, lalu dipotong atau disobek bersama-sama. Ini melambangkan kebersamaan dan pembagian rezeki. Saat menyantapnya, fokuskan pada kombinasi rasa: satu suapan daging ayam yang telah meresap bumbu, sedikit kuah pedas, Sambal Matah yang segar, dan nasi hangat. Ini adalah pengalaman utuh dari tradisi kuliner Bali.
Betutu adalah perjalanan waktu. Dibutuhkan waktu berjam-jam untuk memasak, dan setiap detik dari waktu tersebut memberikan kontribusi tak ternilai pada cita rasa akhir. Kesabaran dalam pengolahan adalah penghormatan terhadap alam dan tradisi, dan hasilnya adalah hidangan yang benar-benar legendaris.
Mengatasi Tantangan Umum dalam Pembuatan Betutu
Menciptakan Ayam Betutu otentik seringkali dihadapkan pada beberapa kesulitan teknis yang harus diatasi oleh koki:
- Ayam Kering atau Keras: Ini adalah masalah paling umum. Jika menggunakan Ayam Kampung, pastikan proses pengukusan awal dilakukan dengan benar (minimal 90 menit). Jika menggunakan oven, suhu harus dijaga di bawah 140°C. Ayam harus selalu dibungkus rapat, memastikan tidak ada uap yang keluar sebelum waktunya. Kekeringan terjadi ketika cairan bumbu menguap terlalu cepat.
- Bumbu Tidak Meresap: Ini terjadi jika bumbu tidak cukup banyak, atau ayam tidak dimarinasi cukup lama. Bumbu Genep harus digosokkan ke seluruh permukaan ayam, termasuk di bawah kulit. Marinasi minimal 4 jam adalah keharusan, semalaman akan menghasilkan hasil yang optimal.
- Rasa Bumbu ‘Mentah’: Ini adalah kesalahan pada Tahap Ngoseng. Jika bumbu tidak ditumis hingga matang dan wangi (tanpa bau menyengat dari bawang mentah), rasa akhir akan tajam dan tidak menyatu. Ngoseng adalah jembatan yang membawa rempah mentah ke fase rasa matang yang siap diserap daging.
- Kulit Robek Saat Mengikat: Kulit ayam broiler sangat tipis dan mudah robek. Untuk mengatasinya, sebelum dijahit, balurkan sedikit tepung tapioka pada area yang rentan robek, ini dapat memberikan sedikit 'ketebalan' sementara untuk menahan tekanan bumbu isian.
Keberhasilan Betutu sejati tidak hanya diukur dari keempukan dagingnya, melainkan juga dari keberanian dan kesempurnaan implementasi Bumbu Genep yang kompleks. Perbandingan antara rasa manis gula, asam jeruk/asam jawa, asin terasi, dan pedas cabai harus menciptakan resonansi, bukan konflik.
Warisan dan Konservasi Resep
Saat ini, banyak tempat makan yang mengklaim menyajikan Ayam Betutu, namun seringkali mereka mengurangi jumlah rempah atau memotong waktu masak secara signifikan demi efisiensi. Penting bagi generasi penerus untuk menjaga integritas resep ini. Ayam Betutu adalah pelajaran tentang kesabaran—bahwa makanan terbaik membutuhkan waktu, dan waktu adalah salah satu bumbu yang tidak bisa dipalsukan.
Warisan Bumbu Genep itu sendiri harus terus dilestarikan. Bumbu ini bukan hanya untuk ayam betutu; ia adalah inti dari sate lilit, urutan, dan banyak hidangan upacara lainnya. Memahami Bumbu Genep berarti memahami geografi rempah-rempah tropis Indonesia dan adaptasi budaya terhadap sumber daya alam yang melimpah. Dari Klungkung hingga Gilimanuk, dari pura-pura suci hingga warung pinggir jalan, Ayam Betutu tetap menjadi duta rasa yang tak tertandingi dari Pulau Dewata.
Proses panjang yang melibatkan pemilihan bahan segar di pasar tradisional, pengulekan yang memerlukan tenaga dan ketelitian, penumisan yang sabar, hingga akhirnya pemanggangan yang lambat di bawah asuhan panas yang konsisten, semuanya adalah bagian integral dari narasi Betutu. Setiap gigitan adalah janji rasa yang telah ditepati oleh waktu dan tradisi. Ia adalah rasa Bali yang paling otentik dan paling mendalam.