Banjarmasin, sebuah kota yang terletak di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia, telah lama dikenal dengan julukan Kota Seribu Sungai
. Julukan ini bukanlah sekadar kiasan, melainkan sebuah gambaran nyata tentang identitas geografis, budaya, dan sosial kota ini yang sangat erat kaitannya dengan keberadaan sungai. Ribuan sungai, kanal, atau handil
dan anjir
dalam bahasa lokal, membentuk jaringan urat nadi yang mengalir di seluruh penjuru kota, menciptakan lanskap yang unik dan membedakannya dari kota-kota lain di Indonesia. Kehidupan masyarakat Banjarmasin, dari aktivitas ekonomi, transportasi, hingga tradisi dan ritual, semuanya berputar mengelilingi perairan ini.
Gambar: Ilustrasi tipikal kehidupan di 'Kota Seribu Sungai', menonjolkan perahu dan rumah-rumah di tepi air.
Banjarmasin, yang merupakan ibu kota Kalimantan Selatan, adalah sebuah kota yang unik karena topografinya yang didominasi oleh perairan. Dengan luas wilayah sekitar 72 kilometer persegi, sebagian besar permukaannya dialiri oleh sungai-sungai besar dan kecil, menjadikannya salah satu kota paling basah
di Indonesia. Sungai Barito dan Sungai Martapura adalah dua arteri utama yang membelah kota ini, menghubungkannya dengan wilayah pedalaman dan laut Jawa. Keberadaan sungai-sungai ini telah membentuk karakteristik kota, mulai dari arsitektur bangunan yang adaptif terhadap pasang surut air, sistem transportasi yang mengandalkan jalur air, hingga tradisi budaya yang tak lepas dari sungai sebagai sumber kehidupan dan inspirasi.
Julukan Kota Seribu Sungai
juga mencerminkan kekayaan biodiversitas dan ekosistem lahan basah yang melimpah di sekitarnya. Hutan mangrove, rawa gambut, dan berbagai jenis flora serta fauna air tawar menjadi bagian integral dari lingkungan alam Banjarmasin. Namun, lebih dari sekadar kekayaan alam, julukan ini adalah pengingat akan sejarah panjang kota yang tak terpisahkan dari peran sungai sebagai jalur peradaban, perdagangan, dan pertahanan. Sejak zaman kerajaan hingga era modern, sungai selalu menjadi pusat aktivitas dan kehidupan masyarakat Banjar.
Artikel ini akan membawa kita dalam perjalanan mendalam untuk memahami esensi Kota Seribu Sungai
. Kita akan menjelajahi aspek geografis yang membentuknya, menelusuri jejak sejarah yang mengalir bersama arusnya, menyelami kekayaan budaya dan tradisi yang tumbuh di tepiannya, mengamati denyut perekonomian yang berputar di atas air, mencicipi kelezatan kuliner khasnya, serta menyingkap berbagai destinasi wisata yang memukau. Tidak lupa, kita juga akan membahas tantangan yang dihadapi kota ini di tengah modernisasi dan upaya pelestarian yang tengah digalakkan, demi menjaga agar julukan Kota Seribu Sungai
tetap lestari hingga generasi mendatang.
Geografi dan Hidrografi: Jaringan Arteri Air yang Membentuk Kota
Untuk memahami mengapa Banjarmasin dijuluki Kota Seribu Sungai
, kita harus terlebih dahulu menyelami aspek geografis dan hidrografinya. Kota ini secara geografis terletak di delta Sungai Barito, salah satu sungai terpanjang di Indonesia, yang bermuara ke Laut Jawa. Posisi strategis ini menjadikan Banjarmasin sebagai gerbang utama menuju wilayah pedalaman Kalimantan dan juga sebagai simpul penting dalam jaringan pelayaran dan perdagangan antar pulau.
Anatomi Jaringan Sungai
Banjarmasin merupakan dataran rendah aluvial yang dialiri oleh banyak sungai, baik yang berukuran besar maupun kecil. Dua sungai utama yang melintasi kota ini adalah:
- Sungai Barito: Ini adalah sungai terbesar dan terpanjang di Kalimantan Selatan, yang menjadi batas alami sebagian wilayah Banjarmasin. Sungai Barito adalah jalur transportasi vital bagi kapal-kapal besar dan perahu motor yang membawa berbagai komoditas dari dan menuju pedalaman Kalimantan. Hulu sungai ini berada di pegunungan Meratus, dan alirannya membawa sedimen yang membentuk delta subur tempat kota ini berdiri.
- Sungai Martapura: Sungai ini merupakan anak Sungai Barito yang membelah kota Banjarmasin menjadi beberapa bagian. Sungai Martapura memiliki peran sentral dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kota. Di tepian sungai inilah banyak pasar tradisional, pemukiman padat penduduk, dan aktivitas sosial-ekonomi berlangsung.
Selain kedua sungai utama tersebut, Banjarmasin juga dipenuhi oleh ribuan anak sungai yang lebih kecil, kanal-kanal buatan manusia (yang dikenal sebagai anjir
dan handil
), serta rawa-rawa pasang surut. Anjir
adalah kanal yang digali untuk menghubungkan dua sungai atau sungai dengan laut, seringkali untuk tujuan irigasi atau transportasi. Sementara handil
adalah saluran irigasi yang lebih kecil, biasanya digali oleh masyarakat untuk mengairi lahan pertanian mereka atau sebagai akses menuju pemukiman. Jaringan sungai dan kanal inilah yang memberikan karakteristik unik pada Banjarmasin, di mana setiap sudut kota seolah terhubung oleh aliran air.
Ekosistem Lahan Basah dan Adaptasi Masyarakat
Topografi dataran rendah dan keberadaan banyak sungai menjadikan Banjarmasin sebagai wilayah lahan basah yang kaya. Ekosistem ini mencakup rawa gambut, hutan riparian (hutan di tepi sungai), dan vegetasi air tawar. Keberadaan lahan basah ini memiliki peran ekologis penting, seperti sebagai daerah resapan air, habitat bagi berbagai jenis satwa, dan sumber daya alam bagi masyarakat.
Masyarakat Banjarmasin telah beradaptasi secara luar biasa terhadap kondisi geografis ini. Rumah-rumah tradisional banyak dibangun di atas tiang pancang atau panggung untuk menghindari genangan air saat pasang. Beberapa bahkan dibangun sebagai rumah lanting, yaitu rumah-rumah yang terapung di atas air, memungkinkan mobilitas dan fleksibilitas yang lebih tinggi. Transportasi air menggunakan perahu, kelotok (perahu bermesin), atau jukung (perahu dayung) adalah pemandangan sehari-hari yang tak terpisahkan dari kehidupan kota. Bahkan, pasar pun beroperasi di atas air, menciptakan fenomena Pasar Terapung yang legendaris.
Siklus pasang surut air laut sangat memengaruhi kehidupan di Banjarmasin. Sungai-sungai di kota ini mengalami pasang surut harian, yang memengaruhi kedalaman air, jadwal transportasi, dan bahkan aktivitas pertanian di lahan rawa pasang surut. Fenomena ini telah membentuk pola hidup masyarakat yang terbiasa hidup selaras dengan irama alam.
Sejarah yang Mengalir: Jejak Peradaban di Tepi Sungai
Sejarah Banjarmasin adalah sejarah yang tak terpisahkan dari sungai-sungainya. Sejak awal mula permukiman hingga menjadi kota modern, sungai selalu menjadi pusat peradaban, jalur perdagangan, dan benteng pertahanan. Sungai-sungai ini telah menyaksikan pasang surutnya kerajaan, perjuangan melawan penjajah, dan pertumbuhan masyarakat yang berbudaya.
Asal-usul dan Kerajaan Banjar
Cikal bakal Banjarmasin dapat ditelusuri kembali ke abad ke-16, ketika Pangeran Samudera mendirikan Kesultanan Banjar. Sebelum itu, wilayah ini dikenal sebagai bandar perdagangan ramai yang disebut Muara Bahan. Pangeran Samudera, yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah setelah memeluk Islam, mendirikan pusat pemerintahannya di tepi Sungai Kuin dan Sungai Martapura. Pemilihan lokasi ini sangat strategis karena memberikan akses mudah ke pedalaman untuk mendapatkan hasil bumi dan akses ke laut untuk perdagangan internasional.
Sungai-sungai memainkan peran krusial dalam keberlangsungan Kesultanan Banjar. Mereka berfungsi sebagai:
- Jalur Transportasi Utama: Untuk mengangkut hasil hutan seperti lada, rotan, damar, dan emas dari pedalaman ke bandar perdagangan.
- Benteng Pertahanan Alami: Jaringan sungai yang rumit mempersulit musuh untuk menyerang pusat kerajaan.
- Sumber Kehidupan: Menyediakan air minum, ikan, dan jalur irigasi untuk pertanian.
Kesultanan Banjar mencapai puncak kejayaannya sebagai kekuatan maritim dan perdagangan yang disegani di Nusantara. Lada adalah komoditas utama yang diperdagangkan dengan pedagang-pedagang dari Jawa, Sumatera, hingga Eropa dan Tiongkok. Bandar perdagangan di tepi sungai Martapura menjadi pusat pertemuan berbagai suku bangsa dan budaya.
Era Kolonial Belanda dan Perubahan Tata Kota
Pada abad ke-17, datanglah bangsa Eropa, termasuk Belanda, yang ingin menguasai perdagangan rempah-rempah. Belanda secara bertahap berhasil menancapkan pengaruhnya di Banjarmasin. Selama periode kolonial, Belanda melakukan perubahan signifikan terhadap tata kota dan sistem sungai. Mereka membangun kanal-kanal baru (anjir) untuk tujuan militer, irigasi, dan transportasi yang lebih efisien bagi kepentingan kolonial. Kanal-kanal ini seringkali berfungsi untuk menghubungkan sungai-sungai utama dengan area pertanian baru atau pos-pos pertahanan.
Meskipun demikian, peran sungai sebagai pusat kehidupan masyarakat tidak luntur. Belanda bahkan memanfaatkan sistem sungai yang ada untuk mengembangkan jaringan logistik mereka. Pelabuhan-pelabuhan kecil tumbuh di sepanjang sungai, dan aktivitas pasar terapung tetap menjadi denyut nadi ekonomi lokal.
Perjuangan Kemerdekaan dan Era Modern
Pada masa perjuangan kemerdekaan, sungai-sungai Banjarmasin juga menjadi saksi bisu perlawanan rakyat. Gerilya pejuang seringkali memanfaatkan labirin sungai dan rawa untuk menyerang pos-pos penjajah. Setelah kemerdekaan, Banjarmasin terus berkembang sebagai ibu kota provinsi. Meskipun pembangunan jalan darat dan jembatan semakin gencar, peran sungai tetap tidak tergantikan, terutama untuk transportasi barang dan akses ke daerah-daerah yang sulit dijangkau melalui darat.
Seiring berjalannya waktu, Banjarmasin menghadapi tantangan baru, seperti urbanisasi, pencemaran sungai, dan perubahan iklim. Namun, semangat Kota Seribu Sungai
tetap hidup dalam jiwa masyarakatnya, yang terus berupaya menjaga dan melestarikan warisan alam dan budaya yang telah membentuk identitas mereka selama berabad-abad.
Kehidupan Sosial dan Budaya di Tepi Sungai
Julukan Kota Seribu Sungai
tidak hanya sekadar deskripsi geografis, melainkan juga mencerminkan gaya hidup, struktur sosial, dan kekayaan budaya yang berkembang di tengah masyarakat Banjar. Sungai adalah cermin kehidupan mereka, membentuk kebiasaan, nilai-nilai, dan identitas yang unik.
Masyarakat Banjar dan Adaptasi Terhadap Lingkungan Air
Masyarakat Banjarmasin sebagian besar adalah suku Banjar, sebuah kelompok etnis Melayu yang memiliki sejarah panjang dan kaya dalam berinteraksi dengan lingkungan air. Karakteristik masyarakat Banjar sangat dipengaruhi oleh kedekatan mereka dengan sungai:
- Rumah Panggung dan Lanting: Arsitektur rumah tradisional Banjar dirancang khusus untuk kondisi lingkungan air. Rumah Bubungan Tinggi, misalnya, dibangun di atas tiang-tiang tinggi untuk menghindari pasang surut air. Sementara itu, rumah lanting adalah rumah yang benar-benar terapung di atas rakit, bergerak mengikuti arus sungai, yang mencerminkan adaptasi ekstrem terhadap kehidupan di atas air.
- Transportasi Air: Perahu, kelotok, dan jukung bukan hanya alat transportasi, melainkan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Anak-anak terbiasa menggunakan perahu untuk pergi ke sekolah, ibu-ibu berbelanja ke pasar menggunakan kelotok, dan nelayan menggantungkan hidup mereka pada perahu untuk mencari nafkah.
- Mata Pencarian: Banyak mata pencarian masyarakat Banjar secara langsung bergantung pada sungai. Nelayan, pedagang pasar terapung, pengrajin perahu, dan petani lahan rawa adalah contoh pekerjaan yang mencerminkan hubungan erat antara manusia dan sungai.
Nilai-nilai sosial seperti gotong royong dan kebersamaan juga sangat menonjol, terutama dalam kegiatan yang berkaitan dengan sungai, seperti membersihkan sungai bersama atau membangun jembatan kecil antar pemukiman.
Bahasa, Adat, dan Kepercayaan
Bahasa Banjar adalah bahasa yang digunakan secara luas di Banjarmasin dan wilayah sekitarnya. Bahasa ini memiliki kekayaan kosakata yang berkaitan dengan lingkungan air, mencerminkan bagaimana sungai telah mengukir cara pandang masyarakat terhadap dunia. Dialek-dialek dalam bahasa Banjar juga ada, yang menunjukkan keberagaman dalam kesatuan. Sebagai mayoritas Muslim, masyarakat Banjar juga sangat religius. Nilai-nilai Islam terintegrasi kuat dalam adat istiadat dan kehidupan sehari-hari, membentuk etika dan moral masyarakat.
Siklus Kehidupan dan Peran Sungai
Dari lahir hingga meninggal, sungai seringkali menjadi bagian dari siklus kehidupan masyarakat Banjar. Upacara mandi-mandi untuk bayi, ritual pernikahan di tepi sungai, hingga pemakaman yang kadang melibatkan transportasi jenazah menggunakan perahu, menunjukkan betapa fundamentalnya peran sungai dalam setiap tahapan kehidupan. Sungai bukan hanya saluran air, tetapi juga ruang spiritual dan kultural.
Gambar: Sebuah perahu kelotok melintas di antara rumah-rumah panggung tradisional Banjar, di tengah aliran sungai yang tenang.
Seni, Tradisi, dan Adat Istiadat: Ekspresi Budaya di Balik Tirai Air
Kekayaan seni, tradisi, dan adat istiadat Banjarmasin adalah refleksi mendalam dari interaksi masyarakatnya dengan lingkungan air. Berbagai bentuk ekspresi budaya ini lahir dan berkembang di tengah sungai-sungai, menjadi warisan tak benda yang patut dilestarikan.
Seni Pertunjukan Tradisional
Seni pertunjukan Banjar memiliki ciri khas yang kuat, seringkali dengan sentuhan Islam dan kehidupan sungai:
- Madihin: Ini adalah seni bertutur atau berbalas pantun yang diiringi tabuhan rebana. Madihin seringkali berisi nasihat, kritik sosial, humor, atau cerita tentang kehidupan sehari-hari, termasuk cerita tentang sungai dan lingkungan sekitarnya. Penampil madihin, yang disebut
pamadihinan
, biasanya tampil seorang diri atau berpasangan. - Mamanda: Sejenis teater rakyat tradisional yang mirip dengan komedi stambul atau bangsawan. Mamanda menampilkan cerita-cerita raja-raja Banjar, legenda, atau kisah kehidupan masyarakat dengan dialog spontan, humor, dan musik tradisional. Pementasan Mamanda seringkali diadakan di ruang terbuka atau balai desa, seringkali di dekat sungai.
- Wayang Kulit Banjar: Meskipun wayang kulit lebih dikenal di Jawa, Kalimantan Selatan juga memiliki versi wayang kulitnya sendiri dengan ciri khas lokal. Cerita-ceritanya seringkali mengambil episode dari Ramayana atau Mahabarata, namun dengan adaptasi lokal dan tokoh-tokoh yang disesuaikan dengan budaya Banjar.
- Musik Panting: Musik ini menggunakan alat musik petik utama yang disebut panting, mirip seperti gitar kecil dengan empat hingga enam senar. Musik panting sering dimainkan untuk mengiringi tari-tarian atau sebagai hiburan rakyat, dengan melodi yang ceria dan ritmis, menggambarkan suasana pedesaan dan sungai.
- Tari Baksa Kembang: Salah satu tarian klasik Banjar yang indah, biasanya ditarikan oleh penari wanita tunggal atau kelompok kecil. Tarian ini melambangkan penyambutan tamu agung, dengan gerakan yang anggun dan lembut, diiringi musik gamelan Banjar. Bunga-bunga segar sering menjadi properti utama, menggambarkan keindahan alam.
Ritual dan Upacara Adat
Beberapa ritual dan upacara adat di Banjarmasin memiliki keterkaitan erat dengan sungai, menunjukkan penghormatan dan ketergantungan masyarakat terhadapnya:
- Aruh Banyu: Sebuah upacara tradisional yang dilakukan untuk memohon berkah dan keselamatan dari sungai. Upacara ini biasanya melibatkan sesaji yang dilarung ke sungai sebagai bentuk syukur atas melimpahnya air dan hasil ikan.
- Balian: Praktik pengobatan tradisional atau ritual spiritual yang dipimpin oleh seorang balian (dukun atau tabib). Meskipun tidak selalu terkait langsung dengan sungai, beberapa ritual balian mungkin melibatkan air sungai sebagai media penyembuhan atau pembersihan.
- Haul Datu-datu: Perayaan tahunan untuk memperingati wafatnya ulama atau tokoh agama yang dihormati. Acara ini seringkali menarik ribuan jamaah dari berbagai daerah, yang datang menggunakan transportasi sungai (kelotok) untuk mencapai lokasi makam para datu yang seringkali berada di tepi sungai.
Peran Ulama dan Pondok Pesantren
Islam memiliki akar yang dalam di Banjarmasin, dibawa oleh para ulama dan pedagang pada masa lampau. Banyak pondok pesantren dan madrasah tersebar di seluruh kota, memainkan peran penting dalam pendidikan agama dan pelestarian nilai-nilai Islam. Para ulama seringkali menjadi panutan dan penjaga moral masyarakat, dan ceramah agama seringkali disampaikan di langgar atau masjid yang terletak di tepi sungai, mudah diakses oleh jamaah menggunakan perahu.
Dengan demikian, seni, tradisi, dan adat istiadat di Banjarmasin tidak hanya sekadar warisan masa lalu, tetapi juga denyut nadi yang terus hidup, membentuk karakter masyarakat dan menjaga kelestarian budaya Kota Seribu Sungai
yang otentik.
Perekonomian yang Berdenyut di Atas Air
Sungai bukan hanya jalur kehidupan budaya, tetapi juga arteri vital bagi perekonomian Banjarmasin. Sejak zaman kerajaan hingga era modern, sungai telah menjadi pusat perdagangan, transportasi, dan sumber mata pencarian utama bagi sebagian besar masyarakat.
Pasar Terapung: Ikon Ekonomi Banjarmasin
Tidak ada yang lebih menggambarkan denyut ekonomi di atas air selain Pasar Terapung. Fenomena unik ini telah menjadi ikon Banjarmasin dan salah satu daya tarik utama kota. Ada dua pasar terapung utama yang terkenal:
- Pasar Terapung Muara Kuin: Terletak di muara Sungai Kuin, pasar ini adalah salah satu pasar terapung tertua dan paling tradisional di Banjarmasin. Pedagang, yang sebagian besar adalah wanita paruh baya (
acik-acik
), menjajakan dagangan mereka dari atas jukung (perahu kecil) sejak subuh. Mereka menjual berbagai hasil bumi seperti sayuran, buah-buahan, ikan segar, hingga kue-kue tradisional. Pembeli juga datang dengan jukung, menciptakan pemandangan transaksi yang dinamis dan otentik di atas air. - Pasar Terapung Lok Baintan: Berlokasi di Kabupaten Banjar, tidak jauh dari Banjarmasin, pasar ini juga merupakan pasar terapung tradisional yang ramai, terutama pada pagi hari. Meskipun sedikit lebih jauh dari pusat kota, pengalaman yang ditawarkan sama autentiknya. Pasar ini seringkali menjadi tujuan utama bagi wisatawan yang ingin merasakan langsung suasana pasar terapung yang legendaris.
Pasar terapung bukan hanya tempat transaksi jual beli, tetapi juga pusat interaksi sosial, pertukaran informasi, dan pelestarian tradisi. Kehidupan di pasar ini dimulai jauh sebelum matahari terbit, saat para pedagang sudah mulai berlayar dari rumah mereka di sepanjang sungai menuju lokasi pasar.
Perdagangan Sungai dan Pelabuhan Trisakti
Di luar pasar terapung, sungai-sungai Banjarmasin secara umum berfungsi sebagai jalur perdagangan utama. Berbagai komoditas dari pedalaman, seperti hasil pertanian, perkebunan (kelapa sawit, karet), dan kehutanan, diangkut menggunakan tongkang atau perahu-perahu besar melalui Sungai Barito dan Martapura menuju pelabuhan atau ke kota-kota lain. Demikian pula, barang-barang manufaktur dan kebutuhan pokok dari Jawa dan daerah lain masuk ke Kalimantan Selatan melalui jalur air.
Pelabuhan Trisakti adalah pelabuhan laut utama di Banjarmasin, yang merupakan gerbang ekonomi vital bagi Kalimantan Selatan. Meskipun terletak di tepi Sungai Barito, pelabuhan ini menghubungkan Banjarmasin dengan jaringan pelayaran nasional dan internasional, memfasilitasi ekspor komoditas dan impor barang-barang kebutuhan.
Sektor Lain yang Bergantung pada Sungai
- Pertanian Lahan Rawa: Sungai-sungai di Banjarmasin menciptakan ekosistem lahan rawa yang subur, memungkinkan pertanian padi rawa, palawija, dan berbagai jenis buah-buahan lokal seperti rambutan, kasturi, dan cempedak. Sistem irigasi tradisional (
handil
dananjir
) sangat penting untuk mengatur air di lahan pertanian ini. - Perikanan Air Tawar: Sungai-sungai dan rawa-rawa adalah sumber perikanan air tawar yang melimpah. Ikan patin, gabus, haruan, papuyu, dan belut adalah beberapa jenis ikan yang menjadi komoditas penting bagi masyarakat lokal, baik untuk konsumsi maupun dijual di pasar.
- Industri Kecil dan Menengah (IKM): Banyak IKM di Banjarmasin yang menghasilkan kerajinan tangan, makanan olahan, dan produk-produk lain yang terkait dengan sumber daya alam setempat. Contohnya adalah kerajinan purun (anyaman dari tumbuhan air), amplang (kerupuk ikan), atau olahan ikan. Beberapa IKM ini juga mendistribusikan produknya melalui jalur air.
Dengan demikian, perekonomian Banjarmasin adalah sebuah simfoni yang harmonis antara daratan dan perairan, di mana sungai memegang peran sebagai konduktor utama yang mengatur ritme dan melodi kehidupan ekonomi kota.
Kuliner Khas Seribu Sungai: Kelezatan yang Menggugah Selera
Pengalaman mengunjungi Kota Seribu Sungai
tidak akan lengkap tanpa mencicipi aneka ragam kuliner khasnya yang unik dan lezat. Masakan Banjar didominasi oleh kekayaan rempah, ikan air tawar, dan adaptasi terhadap lingkungan sungai, menciptakan cita rasa yang tak terlupakan.
Soto Banjar: Ikon Kuliner
Soto Banjar adalah hidangan paling ikonik dari Banjarmasin. Berbeda dengan soto dari daerah lain, Soto Banjar memiliki kuah bening yang kaya rempah dengan aroma harum kapulaga, cengkeh, dan kayu manis, namun tanpa santan. Isiannya biasanya berupa suwiran daging ayam, perkedel kentang, telur rebus, bihun, irisan daun seledri, dan bawang goreng. Yang paling khas adalah penyajiannya yang sering ditemani dengan ketupat atau lontong dan perasan jeruk limau yang menyegarkan. Beberapa variasi juga menggunakan daging sapi atau jeroan. Soto Banjar nikmat disantap kapan saja, terutama di pagi hari.
Hidangan Berbasis Ikan Air Tawar
Mengingat kelimpahan ikan air tawar dari sungai-sungai di Banjarmasin, tidak heran jika banyak hidangan khasnya menggunakan bahan dasar ini:
- Ikan Patin Bakar: Ikan patin yang segar dibumbui rempah kuning, kemudian dibakar hingga matang dan disajikan dengan sambal terasi khas Banjar yang pedas dan segar. Daging patin yang lembut dan gurih sangat cocok dengan aroma bakaran.
- Haruan Masak Habang: Haruan (ikan gabus) adalah ikan air tawar yang sangat populer di Banjarmasin.
Masak habang
adalah bumbu merah khas Banjar yang terbuat dari cabai merah kering, bawang merah, bawang putih, jahe, dan gula merah, menciptakan cita rasa manis pedas yang legit. Ikan haruan yang digoreng terlebih dahulu kemudian dimasak dengan bumbu habang ini menjadi lauk yang sangat lezat. - Pepes Patin/Haruan: Ikan patin atau haruan yang dibumbui rempah-rempah lengkap kemudian dibungkus daun pisang dan dikukus atau dibakar. Aroma daun pisang dan bumbu yang meresap sempurna membuat hidangan ini sangat menggoda selera.
Hidangan Nasi dan Lontong
- Nasi Itik Gambut: Hidangan nasi yang disajikan dengan potongan daging itik yang dimasak bumbu merah khas Banjar (masak habang) atau bumbu kuning. Itik Gambut terkenal karena tekstur dagingnya yang lebih lembut dan rasa yang lebih gurih.
- Lontong Orari: Ini adalah lontong sayur khas Banjarmasin, yang memiliki nama unik karena konon dahulu sering dijual di sekitar stasiun radio amatir (ORARI). Kuahnya kental dengan santan, berisi sayur nangka muda, labu siam, dan disajikan dengan lauk tambahan seperti telur rebus, ayam bumbu merah, atau sate.
- Ketupat Kandangan: Meskipun berasal dari daerah Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Ketupat Kandangan sangat populer di Banjarmasin. Lontongnya disajikan dengan kuah santan kental yang berisi ikan haruan panggang yang telah dipisahkan dari tulangnya. Rasanya gurih, sedikit pedas, dan memiliki aroma asap ikan yang khas.
Kue-kue Tradisional (Wadai)
Banjarmasin juga kaya akan wadai
(kue tradisional) yang manis dan lezat. Beberapa yang populer antara lain:
- Amparan Tatak Pisang: Kue lapis yang terbuat dari pisang, santan, tepung beras, dan gula, dengan tekstur lembut dan rasa manis gurih.
- Bingka: Kue tradisional yang terbuat dari tepung terigu, santan, telur, dan gula. Bingka memiliki tekstur padat, lembut, dan seringkali memiliki aroma pandan atau ubi.
- Apam Barabai: Sejenis kue apem kukus yang empuk dan manis, sering dihidangkan sebagai camilan.
Minuman Khas
Untuk menyegarkan dahaga, ada beberapa minuman khas yang patut dicoba, seperti Es Campur Banjar yang berisi aneka buah-buahan dan agar-agar dengan sirup manis dan santan, atau Teh Tarik Banjar yang memiliki cara penyajian unik.
Menjelajahi kuliner Banjarmasin adalah perjalanan rasa yang tak kalah menarik dengan menyusuri sungainya. Setiap hidangan bercerita tentang kekayaan alam dan kreativitas masyarakatnya dalam meracik bumbu.
Destinasi Wisata yang Memukau: Pesona Seribu Sungai
Banjarmasin, dengan julukan Kota Seribu Sungai
, menawarkan beragam destinasi wisata yang unik, sebagian besar terkait erat dengan keberadaan sungai dan budaya lokal. Dari pasar tradisional terapung hingga situs-situs bersejarah, setiap tempat menawarkan pengalaman yang tak terlupakan.
1. Pasar Terapung Muara Kuin dan Lok Baintan
Ini adalah daya tarik utama Banjarmasin dan pengalaman yang wajib dicoba. Pasar terapung adalah tempat para pedagang menjajakan dagangan mereka dari atas perahu jukung tradisional sejak dini hari. Suasana riuh, warna-warni produk pertanian, dan aroma khas pasar tradisional bercampur dengan hembusan angin sungai, menciptakan pemandangan yang tak ada duanya. Untuk mengalaminya secara maksimal, datanglah sebelum matahari terbit, sekitar pukul 05.00-06.00 WITA. Anda bisa menyewa kelotok (perahu bermotor) untuk menyusuri sungai dan merasakan langsung sensasi berbelanja di atas air. Di sini, Anda bisa menemukan buah-buahan segar, sayuran, ikan, hingga kue-kue tradisional yang dijajakan langsung dari perahu ke perahu.
2. Susur Sungai Martapura
Melakukan susur sungai di Martapura adalah cara terbaik untuk merasakan denyut kehidupan kota. Anda bisa menyewa kelotok dari dermaga siring atau hotel di tepi sungai. Perjalanan ini akan membawa Anda melewati:
- Taman Siring Sungai Martapura: Sebuah area pedestrian yang indah di tepi sungai, dilengkapi dengan menara pandang, tempat duduk, dan area hijau yang cocok untuk bersantai di sore hari. Dari sini, Anda bisa melihat aktivitas warga di sungai.
- Rumah Lanting: Beberapa rumah tradisional yang benar-benar terapung di atas air masih bisa ditemukan di sepanjang sungai, menjadi bukti adaptasi unik masyarakat Banjar.
- Pulau Kembang: Sebuah pulau kecil di tengah Sungai Barito yang dihuni oleh koloni kera ekor panjang. Anda bisa berhenti dan memberi makan kera-kera liar ini dari perahu.
- Melihat Jembatan Barito: Salah satu jembatan gantung terpanjang di Indonesia yang melintasi Sungai Barito, menjadi pemandangan menakjubkan saat susur sungai.
Susur sungai juga bisa dilakukan pada malam hari, memberikan pemandangan lampu-lampu kota yang memantul di permukaan air, menciptakan suasana romantis dan tenang.
3. Masjid Raya Sabilal Muhtadin
Merupakan masjid terbesar dan termegah di Kalimantan Selatan. Masjid ini memiliki arsitektur yang modern namun tetap mempertahankan sentuhan Islam yang kuat. Lokasinya yang strategis di tepi Sungai Martapura menjadikannya landmark penting di Banjarmasin. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan keagamaan dan komunitas, seringkali dikunjungi oleh wisatawan untuk mengagumi keindahannya.
4. Makam Sultan Suriansyah
Makam Sultan Suriansyah adalah situs bersejarah yang sangat penting, karena beliau adalah raja pertama Kesultanan Banjar yang memeluk agama Islam. Lokasinya di kawasan Kuin Utara, dekat dengan Sungai Kuin, menjadikannya bukti awal peradaban Islam di Banjarmasin. Pengunjung datang untuk berziarah dan mempelajari sejarah kerajaan Banjar.
5. Museum Wasaka
Museum Wasaka (Waja Sampai Kaputing) adalah museum perjuangan rakyat Kalimantan Selatan. Berlokasi di tepi sungai, museum ini menyimpan koleksi benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan perjuangan melawan penjajahan, mulai dari senjata tradisional hingga dokumen-dokumen penting. Bangunan museumnya sendiri adalah rumah Banjar tradisional yang telah direvitalisasi, menambah nilai historisnya.
6. Menara Pandang Banjarmasin
Berlokasi di Taman Siring Sungai Martapura, menara setinggi sekitar 21 meter ini menawarkan pemandangan 360 derajat kota Banjarmasin dari ketinggian. Dari puncaknya, Anda bisa melihat hamparan sungai Martapura, jembatan, dan aktivitas kota yang sibuk, terutama saat matahari terbit atau terbenam.
7. Kampung Sasirangan
Banjarmasin terkenal dengan kain Sasirangan, kain tradisional khas Banjar yang dibuat dengan teknik jumputan atau ikat celup. Di Kampung Sasirangan, Anda bisa melihat langsung proses pembuatan kain ini oleh para pengrajin, mulai dari mendesain motif, mengikat, hingga mewarnai. Anda juga bisa berbelanja kain Sasirangan dengan berbagai motif dan warna yang indah sebagai oleh-oleh.
8. Wisata Kuliner Malam di Tepian Sungai
Malam hari di Banjarmasin bisa diisi dengan wisata kuliner di tepi-tepi sungai. Banyak warung makan dan kafe yang menawarkan hidangan khas Banjar seperti soto Banjar, nasi kuning, ketupat Kandangan, hingga aneka jajanan pasar. Suasana santai dengan pemandangan sungai di malam hari akan menambah kenikmatan bersantap Anda.
Destinasi-destinasi ini menegaskan bahwa Banjarmasin benar-benar adalah Kota Seribu Sungai
yang menawarkan pengalaman wisata yang kaya, mulai dari petualangan di atas air, penjelajahan budaya, hingga kenikmatan kuliner.
Gambar: Kehidupan di Pasar Terapung Banjarmasin, di mana pedagang dan pembeli berinteraksi menggunakan perahu tradisional.
Tantangan dan Masa Depan: Melestarikan Warisan Sungai
Meskipun Banjarmasin bangga dengan julukan Kota Seribu Sungai
dan segala kekayaan yang dibawanya, kota ini juga dihadapkan pada berbagai tantangan yang mengancam kelestarian warisan sungai dan keberlanjutan hidup masyarakatnya. Urbanisasi, masalah lingkungan, dan perubahan iklim adalah beberapa isu krusial yang perlu diatasi untuk memastikan masa depan yang cerah bagi Banjarmasin.
Isu Lingkungan: Pencemaran dan Sampah
Salah satu tantangan terbesar adalah masalah pencemaran sungai. Sungai-sungai di Banjarmasin seringkali menjadi tempat pembuangan limbah rumah tangga dan industri, serta sampah plastik. Akibatnya, kualitas air menurun drastis, mengancam ekosistem sungai dan kesehatan masyarakat yang masih bergantung pada air sungai untuk berbagai keperluan. Sampah yang menumpuk juga dapat menghambat aliran sungai, memperparah masalah banjir, dan merusak estetika kota.
Pencemaran juga berdampak pada sektor perikanan. Ikan-ikan air tawar yang dulunya melimpah kini semakin sulit ditemukan di beberapa bagian sungai, memengaruhi mata pencarian nelayan dan ketersediaan pangan lokal.
Ancaman Banjir dan Abrasi
Sebagai kota dataran rendah yang didominasi perairan dan dipengaruhi pasang surut, Banjarmasin sangat rentan terhadap banjir. Curah hujan tinggi yang disertai air pasang dapat menyebabkan genangan yang melumpuhkan aktivitas kota. Pembangunan yang tidak terencana dengan baik di daerah resapan air, penyempitan sungai akibat permukiman liar, dan sedimentasi di dasar sungai turut memperparah risiko banjir.
Selain itu, abrasi di tepi-tepi sungai juga menjadi masalah, terutama di area yang berhadapan langsung dengan arus deras atau gelombang dari perahu bermotor. Abrasi dapat merusak konstruksi bangunan di tepi sungai dan menyebabkan hilangnya lahan.
Urbanisasi dan Perubahan Sosial
Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang pesat membawa tekanan pada tata ruang kota. Banyak permukiman baru dibangun, terkadang tanpa mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan sungai. Ruang-ruang hijau dan resapan air berkurang, sementara kebutuhan akan infrastruktur meningkat.
Perubahan gaya hidup juga terjadi. Generasi muda mungkin kurang akrab dengan kehidupan sungai dibandingkan generasi sebelumnya, yang berpotensi mengikis tradisi dan kearifan lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan air. Transportasi darat semakin mendominasi, sementara transportasi air yang merupakan ciri khas Banjarmasin, meski tetap ada, mulai terpinggirkan di beberapa area.
Upaya Konservasi dan Revitalisasi
Pemerintah daerah dan berbagai komunitas di Banjarmasin menyadari urgensi tantangan ini dan telah berupaya melakukan berbagai langkah konservasi dan revitalisasi:
- Program Normalisasi Sungai: Pengerukan sedimentasi, pelebaran sungai, dan penataan bantaran untuk mengembalikan fungsi hidrologis sungai.
- Kampanye Kebersihan Sungai: Edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai, larangan membuang sampah, dan penyediaan fasilitas pengelolaan sampah.
- Pembangunan Infrastruktur Ramah Lingkungan: Pembangunan fasilitas pengolahan limbah, drainase yang terencana, dan pengembangan jalur hijau di tepi sungai.
- Promosi Pariwisata Berkelanjutan: Mengembangkan pariwisata yang berbasis sungai (susur sungai, pasar terapung) dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan memberdayakan masyarakat lokal.
- Revitalisasi Budaya: Mendukung komunitas seni dan budaya untuk terus melestarikan tradisi-tradisi yang berkaitan dengan sungai, seperti pembuatan perahu tradisional atau seni pertunjukan.
- Edukasi Masyarakat: Mengajarkan generasi muda tentang pentingnya sungai, sejarah, dan budayanya melalui kurikulum sekolah atau kegiatan komunitas.
Masa depan Kota Seribu Sungai
sangat bergantung pada bagaimana semua pihak – pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta – dapat bekerja sama untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan modern dan pelestarian lingkungan serta warisan budaya. Hanya dengan komitmen kolektif, julukan Kota Seribu Sungai
dapat terus menjadi kebanggaan, bukan hanya sekadar nama, melainkan realitas kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan.
Kesimpulan: Harmoni Manusia dan Air di Kota Seribu Sungai
Perjalanan kita menyusuri lorong-lorong air di Banjarmasin telah mengungkapkan bahwa Kota Seribu Sungai
adalah sebuah entitas yang jauh melampaui sekadar julukan geografis. Ini adalah sebuah mahakarya alam dan budaya, tempat di mana kehidupan, sejarah, tradisi, dan ekonomi berjalin kelindan di atas dan di sekitar aliran air. Sungai-sungai di Banjarmasin bukan hanya sekadar jalur transportasi atau sumber daya alam; ia adalah jiwa kota, cermin identitas masyarakat Banjar, dan panggung bagi seluruh narasi kehidupan mereka.
Dari lanskap hidrografis yang unik dengan ribuan anak sungai, kanal buatan, dan rawa pasang surut, hingga jejak sejarah Kesultanan Banjar yang berpusat pada kekuatan maritim dan perdagangan sungai, setiap aspek Banjarmasin tidak dapat dipisahkan dari keberadaan air. Kehidupan sosial dan budaya yang adaptif, tercermin dalam arsitektur rumah panggung dan lanting, transportasi kelotok, serta mata pencarian yang bergantung pada sungai, menunjukkan harmoni mendalam antara manusia dan lingkungannya.
Kekayaan seni pertunjukan seperti Madihin dan Mamanda, musik Panting yang ceria, hingga ritual adat yang menghormati sungai, semuanya adalah ekspresi spiritual dan estetika yang lahir dari kedekatan dengan air. Ekonomi kota yang berdenyut aktif di atas air, dengan ikon Pasar Terapung yang legendaris, perdagangan sungai yang vital, dan pertanian lahan rawa yang subur, menjadi bukti bahwa sungai adalah nadi perekonomian yang tak tergantikan.
Dan tentu saja, daya tarik wisata Banjarmasin yang memukau, mulai dari susur sungai yang menenangkan, kunjungan ke pulau kera, hingga mencicipi kelezatan kuliner khas seperti Soto Banjar dan Ketupat Kandangan, semuanya menawarkan pengalaman otentik yang hanya bisa ditemukan di Kota Seribu Sungai
ini.
Namun, seperti halnya setiap peradaban, Banjarmasin juga dihadapkan pada tantangan modern, mulai dari isu lingkungan seperti pencemaran dan sampah, hingga ancaman banjir dan dampak urbanisasi. Tantangan-tantangan ini menuntut kesadaran kolektif dan upaya bersama untuk melestarikan warisan berharga ini. Revitalisasi sungai, edukasi masyarakat, dan pengembangan pariwisata berkelanjutan adalah langkah-langkah krusial untuk memastikan bahwa keindahan dan kekayaan Kota Seribu Sungai
dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang.
Pada akhirnya, Banjarmasin adalah sebuah pengingat akan keindahan hidup yang selaras dengan alam. Ia mengajarkan kita tentang adaptasi, ketahanan, dan pentingnya menjaga keseimbangan ekologis dan budaya. Julukan Kota Seribu Sungai
bukan hanya sebuah identitas, melainkan sebuah janji untuk terus memelihara aliran kehidupan yang telah membentuknya menjadi kota yang luar biasa, unik, dan tak terlupakan.