Korteks Adrenal: Struktur, Fungsi, Hormon, dan Penyakit
Pengantar Korteks Adrenal
Korteks adrenal adalah bagian terluar dari kelenjar adrenal, sepasang kelenjar endokrin kecil berbentuk segitiga yang terletak di atas masing-masing ginjal. Meskipun kecil, kelenjar adrenal, khususnya korteksnya, memainkan peran yang sangat vital dalam menjaga homeostasis tubuh melalui produksi berbagai hormon steroid. Hormon-hormon ini sangat esensial untuk kelangsungan hidup dan mengatur berbagai proses fisiologis penting, termasuk metabolisme, respons stres, keseimbangan elektrolit, tekanan darah, dan fungsi imun.
Struktur korteks adrenal yang kompleks mencerminkan fungsinya yang beragam. Bagian ini tersusun atas tiga zona berbeda, masing-masing bertanggung jawab untuk memproduksi jenis hormon steroid tertentu. Ketiga zona ini adalah zona glomerulosa, zona fasikulata, dan zona retikularis. Masing-masing zona memiliki karakteristik seluler dan enzimatis yang unik, memungkinkan sintesis hormon-hormon spesifik dari prekursor kolesterol.
Mineralokortikoid, seperti aldosteron, yang dihasilkan di zona glomerulosa, berperan krusial dalam mengatur keseimbangan natrium dan kalium serta tekanan darah. Glukokortikoid, yang paling terkenal adalah kortisol dari zona fasikulata, merupakan hormon respons stres utama yang memengaruhi hampir setiap sistem tubuh, termasuk metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, serta memiliki efek anti-inflamasi dan imunosupresif yang kuat. Terakhir, androgen adrenal, seperti dehidroepiandrosteron (DHEA) dan androstenedion, diproduksi di zona retikularis dan berfungsi sebagai prekursor hormon seks.
Karena perannya yang sentral dalam regulasi tubuh, gangguan pada fungsi korteks adrenal dapat memiliki konsekuensi yang serius dan memengaruhi kesehatan secara keseluruhan. Kondisi seperti Sindrom Cushing (kelebihan kortisol), Penyakit Addison (kekurangan kortisol dan aldosteron), dan Hiperplasia Adrenal Kongenital (CAH) menyoroti pentingnya korteks adrenal dan keseimbangan hormon yang tepat. Memahami anatomi, fisiologi, dan patofisiologi korteks adrenal adalah kunci untuk diagnosis dan penatalaksanaan yang efektif dari berbagai gangguan endokrin ini.
Artikel ini akan mengupas tuntas tentang korteks adrenal, dimulai dari struktur anatomi dan histologinya, dilanjutkan dengan detail biosintesis dan fungsi masing-masing kelas hormon, mekanisme regulasinya, hingga berbagai penyakit yang terkait dengan disfungsi korteks adrenal. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dan mendalam mengenai organ vital ini dan kontribusinya terhadap kesehatan manusia.
Anatomi dan Histologi Korteks Adrenal
Kelenjar adrenal, atau kelenjar suprarenal, adalah sepasang kelenjar endokrin kecil yang terletak superior atau di atas ginjal. Masing-masing kelenjar memiliki berat sekitar 4-5 gram pada orang dewasa dan terdiri dari dua bagian utama yang secara fungsional dan embriologis berbeda: korteks adrenal di bagian luar dan medula adrenal di bagian dalam. Fokus pembahasan kita adalah korteks adrenal, yang membentuk sekitar 80% dari massa kelenjar adrenal.
Lokasi dan Struktur Makroskopik
Kelenjar adrenal kanan biasanya berbentuk piramida dan terletak lebih superior dari ginjal kanan, sedangkan kelenjar adrenal kiri berbentuk semilunar atau setengah bulan dan terletak di medial tepi atas ginjal kiri. Meskipun berdekatan dengan ginjal, secara fungsional kelenjar adrenal tidak terhubung langsung dengan ginjal.
Secara makroskopik, korteks adrenal berwarna kuning keemasan karena kandungan lipid yang tinggi pada sel-selnya, yang merupakan prekursor untuk sintesis hormon steroid. Medula adrenal, di sisi lain, berwarna lebih gelap dan terletak di pusat kelenjar.
Struktur Mikroskopik (Zona-zona Korteks Adrenal)
Korteks adrenal dibagi menjadi tiga zona konsentris yang berbeda berdasarkan morfologi seluler, pengaturan, dan fungsi endokrin spesifiknya. Dari luar ke dalam, zona-zona tersebut adalah:
1. Zona Glomerulosa
Ini adalah zona terluar, tepat di bawah kapsul fibrosa kelenjar. Sel-sel di zona glomerulosa tersusun dalam kelompok-kelompok bulat atau melengkung (glomeruli), yang memberikan nama pada zona ini. Sel-selnya relatif kecil, dengan sitoplasma yang kaya akan lipid. Zona ini secara eksklusif bertanggung jawab untuk sintesis mineralokortikoid, terutama aldosteron. Enzim kunci yang diperlukan untuk biosintesis aldosteron, seperti aldosteron sintase (CYP11B2), hanya ditemukan di zona ini.
Aldosteron memainkan peran krusial dalam regulasi keseimbangan elektrolit (natrium dan kalium) serta volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah. Produksi aldosteron di zona glomerulosa terutama diatur oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan kadar kalium plasma, dengan pengaruh minimal dari hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari kelenjar hipofisis.
2. Zona Fasikulata
Ini adalah zona tengah dan terbesar, membentuk sekitar 75-80% dari massa korteks adrenal. Sel-sel di zona fasikulata tersusun dalam berkas-berkas panjang atau fasikel yang berjalan secara radial menuju medula. Sel-selnya lebih besar daripada di zona glomerulosa dan memiliki sitoplasma yang jernih dan berbusa karena banyaknya tetesan lipid (kolesterol ester), yang memberi mereka penampilan 'spongiocyte'.
Zona fasikulata adalah situs utama sintesis glukokortikoid, dengan kortisol sebagai glukokortikoid utama pada manusia. Kortisol adalah hormon respons stres yang memiliki efek luas pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, serta berperan penting dalam respons inflamasi dan imun. Produksi kortisol diatur secara ketat oleh aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA), yang melibatkan hormon pelepasan kortikotropin (CRH) dari hipotalamus dan ACTH dari hipofisis anterior.
3. Zona Retikularis
Ini adalah zona terdalam dari korteks adrenal, berdekatan dengan medula. Sel-sel di zona retikularis tersusun dalam jaring-jaring atau anastomos (retikulum) yang tidak teratur. Sel-selnya lebih kecil daripada di zona fasikulata dan memiliki sitoplasma yang lebih sedikit lipid dan seringkali mengandung pigmen lipofusin.
Zona retikularis terutama bertanggung jawab untuk sintesis androgen adrenal, seperti dehidroepiandrosteron (DHEA) dan prekursornya, DHEA sulfat (DHEA-S), serta androstenedion. Hormon-hormon ini adalah steroid seks yang lemah tetapi penting sebagai prekursor untuk sintesis testosteron dan estrogen di jaringan perifer, terutama pada wanita sebelum menopause. Produksi androgen adrenal juga diatur oleh ACTH.
Vaskularisasi dan Inervasi
Kelenjar adrenal memiliki pasokan darah yang sangat kaya, menerima darah dari tiga sumber utama: arteri suprarenal superior (dari arteri frenikus inferior), arteri suprarenal media (dari aorta abdominalis), dan arteri suprarenal inferior (dari arteri renalis). Pembuluh darah ini membentuk pleksus subkapsular yang kemudian bercabang menjadi kapiler sinusoida yang melintasi korteks dan medula. Drainase vena dilakukan oleh vena suprarenal, dengan vena suprarenal kanan bermuara langsung ke vena kava inferior, dan vena suprarenal kiri bermuara ke vena renalis kiri.
Inervasi kelenjar adrenal sebagian besar adalah saraf simpatis, yang terutama menyuplai medula adrenal. Namun, ada juga beberapa serat saraf otonom yang mencapai korteks, meskipun perannya dalam regulasi langsung produksi hormon korteks masih menjadi area penelitian. Kontrol utama produksi hormon korteks adalah melalui sinyal endokrin (hormon).
Singkatnya, anatomi korteks adrenal yang terbagi menjadi tiga zona berbeda dengan spesialisasi fungsional dan enzimatisnya adalah contoh luar biasa dari organisasi biologis yang efisien, memungkinkan produksi berbagai hormon steroid yang krusial untuk menjaga keseimbangan dan respons tubuh terhadap lingkungan.
Biosintesis Hormon Steroid Adrenal
Semua hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal berasal dari satu prekursor umum: kolesterol. Proses biosintesis ini melibatkan serangkaian reaksi enzimatik yang kompleks, terutama melibatkan enzim sitokrom P450 yang ditemukan di mitokondria dan retikulum endoplasma sel korteks adrenal. Jalur biosintesis sedikit berbeda di setiap zona korteks, memungkinkan produksi hormon spesifik untuk masing-masing zona.
Prekursor: Kolesterol
Kolesterol yang digunakan untuk sintesis steroid adrenal berasal dari dua sumber utama:
- Kolesterol LDL (Low-Density Lipoprotein) plasma: Ini adalah sumber utama. Kolesterol LDL diambil oleh sel korteks adrenal melalui reseptor LDL di permukaan sel dan diinternalisasi melalui endositosis.
- Sintesis de novo: Sel-sel korteks adrenal juga dapat mensintesis kolesterol dari asetat, tetapi ini merupakan kontributor minor dibandingkan dengan kolesterol LDL plasma.
Setelah masuk ke dalam sel, kolesterol disimpan dalam bentuk ester kolesterol dalam tetesan lipid. Ketika ada stimulasi untuk produksi hormon steroid (misalnya, oleh ACTH), ester kolesterol dihidrolisis menjadi kolesterol bebas, yang kemudian diangkut ke mitokondria bagian dalam, tempat langkah pertama dan paling penting dalam biosintesis steroid terjadi.
Langkah Kunci dalam Biosintesis Steroid Adrenal
Langkah penentu kecepatan dalam biosintesis semua hormon steroid adalah konversi kolesterol menjadi pregnenolon. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim kolesterol desmolase (juga dikenal sebagai sitokrom P450scc atau CYP11A1), yang terletak di mitokondria. ACTH utamanya bekerja dengan meningkatkan aktivitas kolesterol desmolase, sehingga meningkatkan aliran prekursor ke jalur steroidogenesis.
Dari pregnenolon, jalur biosintesis bercabang tergantung pada enzim yang tersedia di zona korteks adrenal yang berbeda:
1. Jalur Mineralokortikoid (di Zona Glomerulosa)
Zona glomerulosa memiliki enzim aldosteron sintase (CYP11B2) yang khas, tetapi tidak memiliki 17α-hidroksilase (CYP17A1). Oleh karena itu, jalur biosintesis di zona ini difokuskan pada produksi aldosteron:
- Kolesterol menjadi Pregnenolon (oleh P450scc).
- Pregnenolon menjadi Progesteron (oleh 3β-hidroksisteroid dehidrogenase, 3β-HSD).
- Progesteron menjadi 11-Deoksikortikosteron (DOC) (oleh 21-hidroksilase, CYP21A2).
- DOC menjadi Kortikosteron (oleh 11β-hidroksilase, CYP11B1).
- Kortikosteron menjadi 18-Hidroksikortikosteron (oleh aldosteron sintase, CYP11B2).
- 18-Hidroksikortikosteron menjadi Aldosteron (oleh aldosteron sintase, CYP11B2).
Aldosteron sintase (CYP11B2) adalah enzim tunggal yang mengkatalisis tiga langkah terakhir dalam jalur ini dan aktivitasnya terutama diatur oleh angiotensin II dan kadar kalium plasma.
2. Jalur Glukokortikoid (di Zona Fasikulata)
Zona fasikulata memiliki 17α-hidroksilase (CYP17A1), 21-hidroksilase (CYP21A2), dan 11β-hidroksilase (CYP11B1), tetapi tidak memiliki aldosteron sintase. Ini mengarah pada produksi kortisol:
- Kolesterol menjadi Pregnenolon (oleh P450scc).
- Pregnenolon menjadi 17α-Hidroksipregnenolon (oleh 17α-hidroksilase, CYP17A1).
- 17α-Hidroksipregnenolon menjadi 17α-Hidroksiprogesteron (oleh 3β-HSD).
- 17α-Hidroksiprogesteron menjadi 11-Deoksikortisol (oleh 21-hidroksilase, CYP21A2).
- 11-Deoksikortisol menjadi Kortisol (oleh 11β-hidroksilase, CYP11B1).
Kortisol adalah glukokortikoid utama dan produksinya sangat bergantung pada stimulasi ACTH.
3. Jalur Androgen Adrenal (di Zona Retikularis)
Zona retikularis juga memiliki 17α-hidroksilase (CYP17A1) tetapi aktivitas 3β-HSD dan 21-hidroksilase-nya lebih rendah dibandingkan zona fasikulata. Hal ini menyebabkan akumulasi prekursor 17-hidroksi yang kemudian diubah menjadi androgen adrenal:
- Kolesterol menjadi Pregnenolon (oleh P450scc).
- Pregnenolon menjadi 17α-Hidroksipregnenolon (oleh 17α-hidroksilase, CYP17A1).
- 17α-Hidroksipregnenolon menjadi Dehidroepiandrosteron (DHEA) (oleh 17,20-liase, aktivitas dari CYP17A1).
- DHEA dapat dikonversi menjadi DHEA sulfat (DHEA-S) oleh sulfotransferase.
- 17α-Hidroksiprogesteron (dari 17α-hidroksipregnenolon melalui 3β-HSD) dapat diubah menjadi Androstenedion (oleh 17,20-liase).
DHEA, DHEA-S, dan androstenedion adalah androgen lemah yang dapat diubah menjadi testosteron atau estrogen di jaringan perifer. Produksi mereka juga diatur oleh ACTH.
Enzim-Enzim Kunci dan Pentingnya Klinis
Defisiensi enzim spesifik dalam jalur biosintesis ini dapat menyebabkan berbagai kelainan genetik yang dikenal sebagai Hiperplasia Adrenal Kongenital (CAH). Misalnya:
- Defisiensi 21-hidroksilase (paling umum): Menghambat sintesis kortisol dan aldosteron, menyebabkan penumpukan prekursor yang dialihkan ke jalur androgen, mengakibatkan virilisasi dan krisis garam.
- Defisiensi 11β-hidroksilase: Menghambat sintesis kortisol dan aldosteron di tahap akhir, menyebabkan penumpukan DOC (yang memiliki aktivitas mineralokortikoid lemah), mengakibatkan hipertensi dan virilisasi.
- Defisiensi 17α-hidroksilase: Menghambat sintesis glukokortikoid dan androgen, mengalihkan prekursor ke jalur mineralokortikoid, menyebabkan kelebihan DOC dan aldosteron (hipertensi, hipokalemia) dan kurangnya androgen (ambiguitas genitalia pada laki-laki, amenore pada perempuan).
Memahami jalur biosintesis ini tidak hanya fundamental untuk fisiologi endokrin tetapi juga sangat relevan untuk diagnosis dan manajemen kondisi endokrin yang disebabkan oleh gangguan enzimatik.
Fungsi Hormon Korteks Adrenal
Korteks adrenal adalah pabrik hormon steroid yang esensial untuk menjaga homeostasis tubuh dan beradaptasi terhadap stres. Tiga kelas utama hormon yang diproduksi oleh korteks adrenal—mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen adrenal—memiliki fungsi yang sangat spesifik dan luas.
1. Mineralokortikoid: Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid utama yang disintesis di zona glomerulosa. Fungsi utamanya adalah mengatur keseimbangan elektrolit (natrium dan kalium) serta volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah.
Mekanisme Kerja dan Efek
- Ginjal: Aldosteron bekerja terutama pada sel-sel utama di tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus ginjal. Di sana, ia meningkatkan reabsorpsi natrium (Na+) dan ekskresi kalium (K+) dan ion hidrogen (H+). Reabsorpsi natrium biasanya diikuti oleh reabsorpsi air, yang berkontribusi pada peningkatan volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah.
- Organ lain: Aldosteron juga memengaruhi transportasi elektrolit di kelenjar keringat, kelenjar ludah, dan epitel usus besar, menyebabkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium.
Regulasi Sekresi Aldosteron
Sekresi aldosteron terutama diatur oleh:
- Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS): Ini adalah regulator paling penting. Penurunan tekanan darah atau volume darah, atau penurunan konsentrasi natrium di makula densa ginjal, merangsang pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus ginjal. Renin mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II (oleh ACE). Angiotensin II adalah stimulator kuat sekresi aldosteron.
- Konsentrasi Kalium Plasma: Peningkatan kecil sekalipun dalam konsentrasi kalium plasma secara langsung merangsang zona glomerulosa untuk melepaskan aldosteron, yang kemudian meningkatkan ekskresi kalium oleh ginjal, membantu mengembalikan kadar kalium ke normal.
- ACTH: Hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior memiliki efek permisif dan stimulasi akut yang lemah pada sekresi aldosteron, tetapi bukan merupakan regulator utama dalam jangka panjang.
2. Glukokortikoid: Kortisol
Kortisol adalah glukokortikoid utama pada manusia, disintesis di zona fasikulata. Ini adalah hormon respons stres yang memiliki efek pleiotropik (beragam) pada hampir semua jaringan di tubuh.
Mekanisme Kerja dan Efek
Kortisol bekerja melalui reseptor glukokortikoid (GR) yang berada di sitoplasma sel. Setelah berikatan dengan kortisol, kompleks hormon-reseptor ini berpindah ke nukleus dan berinteraksi dengan DNA untuk mengatur transkripsi gen tertentu, mengubah sintesis protein.
Efek utama kortisol meliputi:
- Metabolisme Karbohidrat:
- Meningkatkan glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari non-karbohidrat) di hati.
- Meningkatkan penyimpanan glikogen di hati.
- Mengurangi penggunaan glukosa oleh sel-sel perifer (efek anti-insulin), meningkatkan kadar glukosa darah.
- Metabolisme Protein:
- Meningkatkan katabolisme protein (pemecahan protein) di otot dan jaringan lain, melepaskan asam amino yang dapat digunakan untuk glukoneogenesis.
- Mengurangi sintesis protein.
- Metabolisme Lemak:
- Meningkatkan lipolisis (pemecahan lemak) di jaringan adiposa perifer.
- Namun, kortisol juga dapat menyebabkan redistribusi lemak, seringkali mengakibatkan obesitas sentral (lemak menumpuk di wajah, leher, dan tubuh bagian atas) pada kondisi kronis.
- Sistem Imun dan Anti-inflamasi:
- Menekan respon imun dan inflamasi dengan mengurangi produksi sitokin pro-inflamasi, menghambat aktivitas limfosit, dan menstabilkan membran lisosom. Ini adalah alasan mengapa kortikosteroid digunakan secara luas sebagai obat anti-inflamasi dan imunosupresif.
- Sistem Kardiovaskular:
- Meningkatkan sensitivitas pembuluh darah terhadap katekolamin (norepinefrin dan epinefrin), berkontribusi pada pemeliharaan tekanan darah.
- Mempertahankan volume plasma dan fungsi jantung.
- Sistem Saraf Pusat: Memengaruhi suasana hati, perilaku, dan fungsi kognitif. Kadar kortisol yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan psikologis.
- Tulang dan Jaringan Ikat: Menghambat pembentukan tulang dan meningkatkan resorpsi tulang, yang dapat menyebabkan osteoporosis pada paparan kronis. Menghambat sintesis kolagen, memengaruhi kekuatan kulit dan jaringan ikat.
- Perkembangan Fetus: Penting untuk pematangan paru-paru fetus dan sistem lainnya.
Regulasi Sekresi Kortisol
Sekresi kortisol diatur oleh aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (HPA):
- Hipotalamus: Mensekresikan Hormon Pelepas Kortikotropin (CRH) sebagai respons terhadap stres (fisik, emosional, metabolik) dan ritme sirkadian.
- Hipofisis Anterior: CRH merangsang hipofisis anterior untuk melepaskan Hormon Adrenokortikotropik (ACTH).
- Korteks Adrenal: ACTH merangsang zona fasikulata dan retikularis untuk mensintesis dan melepaskan kortisol (dan androgen adrenal).
Ada mekanisme umpan balik negatif yang kuat: kortisol tinggi akan menghambat pelepasan CRH dari hipotalamus dan ACTH dari hipofisis anterior, sehingga menurunkan sekresi kortisol kembali ke tingkat normal. Kortisol juga menunjukkan ritme sirkadian yang jelas, dengan kadar tertinggi di pagi hari dan terendah di malam hari.
3. Androgen Adrenal: DHEA dan Androstenedion
Androgen adrenal, terutama dehidroepiandrosteron (DHEA) dan androstenedion, diproduksi di zona retikularis. Hormon-hormon ini adalah androgen yang lemah, artinya mereka memiliki efek virilisasi yang lebih rendah dibandingkan testosteron.
Fungsi
- Prekursor Hormon Seks: DHEA dan androstenedion berfungsi sebagai prekursor penting yang dapat diubah menjadi androgen yang lebih poten (seperti testosteron dan dihidrotestosteron) atau estrogen (seperti estradiol) di jaringan perifer, seperti kulit, lemak, dan folikel rambut.
- Pada Wanita: Pada wanita, androgen adrenal merupakan sumber utama androgen, berperan dalam perkembangan rambut kemaluan dan ketiak pada masa pubertas, serta memengaruhi libido.
- Pada Pria: Pada pria, androgen adrenal memberikan kontribusi kecil terhadap total androgen, karena testis memproduksi testosteron dalam jumlah yang jauh lebih besar.
Regulasi Sekresi
Sekresi androgen adrenal terutama diatur oleh ACTH. Tidak ada aksis umpan balik negatif langsung yang spesifik untuk androgen adrenal yang mengontrol ACTH, meskipun kortisol yang diproduksi bersamaan akan memberikan umpan balik negatif.
Secara keseluruhan, koordinasi yang tepat dalam produksi dan regulasi ketiga kelas hormon ini sangat penting untuk menjaga kesehatan dan kemampuan tubuh untuk merespons berbagai tantangan fisiologis.
Gangguan Fungsi Korteks Adrenal
Disregulasi dalam produksi hormon-hormon korteks adrenal, baik kelebihan maupun kekurangan, dapat menyebabkan spektrum kondisi klinis yang signifikan. Gangguan ini memengaruhi berbagai sistem tubuh dan memerlukan diagnosis serta penatalaksanaan yang cermat.
1. Kelebihan Fungsi (Hiperkortisolisme): Sindrom Cushing
Sindrom Cushing adalah kondisi yang disebabkan oleh paparan jangka panjang terhadap kadar glukokortikoid (kortisol) yang berlebihan. Ini bisa berasal dari sumber endogen (internal tubuh) atau eksogen (dari luar, misalnya penggunaan obat kortikosteroid).
Penyebab
- ACTH-dependent (sekitar 80% kasus endogen):
- Penyakit Cushing: Adenoma hipofisis yang menghasilkan ACTH secara berlebihan (paling umum).
- Sindrom ACTH Ektopik: Tumor non-hipofisis (misalnya, kanker paru-paru sel kecil, tumor karsinoid) yang menghasilkan ACTH.
- ACTH-independent (sekitar 20% kasus endogen):
- Tumor Adrenal: Adenoma adrenal atau karsinoma adrenokortikal yang menghasilkan kortisol secara berlebihan.
- Hiperplasia Adrenal Nodular Bilateral Primer: Kelenjar adrenal yang membesar dan hiperaktif.
- Iatrogenik (paling umum secara keseluruhan): Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dosis tinggi untuk kondisi peradangan atau autoimun.
Gejala Klinis
Gejala Cushing bervariasi tetapi seringkali mencakup:
- Perubahan Penampilan: Obesitas sentral (lemak menumpuk di batang tubuh), "moon face" (wajah bulat), "buffalo hump" (penumpukan lemak di bagian belakang leher), striae keunguan (garis-garis regang di kulit, terutama di perut, paha, dan lengan).
- Kulit: Kulit tipis dan mudah memar, penyembuhan luka lambat, jerawat, hirsutisme (pertumbuhan rambut berlebihan pada wanita).
- Otot dan Tulang: Kelemahan otot proksimal, osteoporosis (penurunan massa tulang) yang menyebabkan nyeri punggung dan peningkatan risiko fraktur.
- Metabolik: Hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes melitus (karena resistensi insulin dan glukoneogenesis yang meningkat), dislipidemia.
- Reproduksi: Gangguan menstruasi (oligomenore/amenore) pada wanita, penurunan libido pada pria dan wanita.
- Psikologis: Perubahan suasana hati (iritabilitas, kecemasan, depresi), gangguan tidur, psikosis.
- Lainnya: Peningkatan risiko infeksi, batu ginjal.
Diagnosis
Diagnosis melibatkan konfirmasi kelebihan kortisol dan kemudian mencari penyebabnya:
- Tes skrining: Kortisol urin bebas 24 jam (paling sering), tes supresi deksametason dosis rendah semalam, kortisol saliva tengah malam.
- Membedakan penyebab: Setelah Cushing terkonfirmasi, kadar ACTH plasma diukur. Kadar ACTH yang tinggi menunjukkan penyebab ACTH-dependent (Penyakit Cushing atau ACTH ektopik), sedangkan kadar ACTH yang rendah menunjukkan penyebab ACTH-independent (tumor adrenal). Tes pencitraan (MRI hipofisis, CT/MRI adrenal, CT scan dada/perut untuk tumor ektopik) membantu melokalisasi sumber.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung pada penyebabnya:
- Penyakit Cushing: Pembedahan transsphenoidal untuk mengangkat adenoma hipofisis.
- Tumor Adrenal: Adrenalektomi (pengangkatan kelenjar adrenal yang terkena).
- ACTH Ektopik: Pengangkatan tumor primer, jika memungkinkan.
- Iatrogenik: Pengurangan bertahap dosis kortikosteroid eksogen.
- Terapi Obat: Jika pembedahan tidak memungkinkan atau gagal, obat-obatan seperti ketokonazol, metyrapon, atau pasireotide dapat digunakan untuk menghambat sintesis kortisol.
2. Kekurangan Fungsi (Adrenocortical Insufficiency)
Insufisiensi adrenal adalah kondisi di mana korteks adrenal tidak menghasilkan cukup hormon steroid. Ini dapat diklasifikasikan sebagai primer, sekunder, atau tersier.
a. Insufisiensi Adrenal Primer (Penyakit Addison)
Penyakit Addison disebabkan oleh kerusakan pada korteks adrenal itu sendiri, mengakibatkan kekurangan produksi kortisol DAN aldosteron.
- Penyebab:
- Autoimun (paling umum di negara maju): Sistem kekebalan menyerang dan menghancurkan korteks adrenal.
- Infeksi: Tuberkulosis (paling umum di seluruh dunia), histoplasmosis, HIV.
- Perdarahan Adrenal: Trauma, antikoagulan, sepsis (Sindrom Waterhouse-Friderichsen).
- Infiltrasi: Kanker metastasis, amiloidosis.
- Obat-obatan: Ketokonazol, etomidat.
- Gejala Klinis:
- Kekurangan Kortisol: Kelelahan kronis, kelemahan, anoreksia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, hipoglikemia, perubahan suasana hati.
- Kekurangan Aldosteron: Hipotensi (tekanan darah rendah, terutama ortostatik), hiponatremia (natrium rendah), hiperkalemia (kalium tinggi), asidosis metabolik, keinginan untuk makan garam.
- Kadar ACTH tinggi: Karena hilangnya umpan balik negatif kortisol, ACTH akan meningkat. ACTH mengandung fragmen melanokortin, sehingga stimulasi berlebihan reseptor melanokortin dapat menyebabkan hiperpigmentasi pada kulit (terutama pada lipatan kulit, bekas luka, gusi, dan area yang terpapar sinar matahari). Ini adalah ciri khas Addison primer.
- Diagnosis:
- Tes stimulasi ACTH (Synacthen test/Cosyntropin test): Pemberian ACTH sintetis diikuti dengan pengukuran kadar kortisol. Pada Addison, kortisol tidak akan meningkat secara adekuat.
- Pengukuran ACTH plasma, aldosteron, dan renin. Kadar ACTH tinggi dengan kortisol dan aldosteron rendah menunjukkan Addison primer. Renin akan tinggi.
- Pencitraan adrenal (CT scan) untuk mencari penyebab (misalnya, atrofi pada autoimun, pembesaran pada TB).
- Penatalaksanaan:
- Terapi pengganti hormon seumur hidup: Glukokortikoid (hidrokortison atau prednison) untuk menggantikan kortisol, dan mineralokortikoid (fludrokortison) untuk menggantikan aldosteron.
- Pasien perlu diedukasi tentang peningkatan dosis glukokortikoid selama periode stres (sakit, operasi).
Krisis Adrenal (Kegawatdaruratan Addisonian)
Ini adalah kondisi yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh kekurangan kortisol yang akut dan parah, sering dipicu oleh stres (infeksi, trauma, operasi) pada pasien dengan insufisiensi adrenal yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati adekuat. Gejala meliputi syok, hipotensi berat, mual, muntah, nyeri perut parah, hipoglikemia, hiponatremia, dan hiperkalemia. Penanganan darurat adalah pemberian hidrokortison intravena dosis tinggi, cairan IV, dan penanganan elektrolit.
b. Insufisiensi Adrenal Sekunder/Tersier
Disebabkan oleh defisiensi ACTH dari hipofisis (sekunder) atau defisiensi CRH dari hipotalamus (tersier), yang pada gilirannya menyebabkan korteks adrenal kurang terstimulasi dan atrofi.
- Penyebab:
- Sekunder: Tumor hipofisis, operasi/radiasi hipofisis, infeksi, perdarahan, atau paling umum, penarikan kortikosteroid eksogen secara tiba-tiba (yang menekan aksis HPA).
- Tersier: Gangguan hipotalamus yang menyebabkan defisiensi CRH.
- Gejala Klinis: Mirip dengan Addison primer tetapi tanpa hiperpigmentasi (karena ACTH rendah). Kekurangan aldosteron biasanya tidak terjadi (zona glomerulosa relatif kurang bergantung pada ACTH).
- Diagnosis: Tes stimulasi ACTH akan menunjukkan respons yang tumpul (tidak ada peningkatan kortisol). ACTH plasma akan rendah.
- Penatalaksanaan: Terapi pengganti glukokortikoid. Mineralokortikoid biasanya tidak diperlukan. Penarikan kortikosteroid eksogen harus dilakukan secara bertahap untuk memungkinkan aksis HPA pulih.
3. Gangguan Aldosteron
a. Hiperaldosteronisme Primer (Sindrom Conn)
Produksi aldosteron berlebihan yang independen dari RAAS.
- Penyebab:
- Adenoma Adrenal Penghasil Aldosteron (APA): Tumor jinak pada satu kelenjar adrenal (sekitar 70%).
- Hiperplasia Adrenal Bilateral Idiopatik (IHA): Pembesaran dan hiperaktivitas kedua kelenjar adrenal (sekitar 30%).
- Gejala Klinis:
- Hipertensi: Seringkali berat dan resisten terhadap pengobatan, karena retensi natrium dan air.
- Hipokalemia: Kadar kalium rendah akibat ekskresi berlebihan, menyebabkan kelemahan otot, kram, parestesia, poliuria, dan aritmia jantung.
- Alkalosis Metabolik: Akibat ekskresi ion hidrogen berlebihan.
- Diagnosis:
- Skrining: Rasio aldosteron plasma terhadap aktivitas renin plasma (ARR). Rasio tinggi menunjukkan hiperaldosteronisme primer.
- Tes konfirmasi: Tes supresi salin, uji beban natrium oral.
- Subtipe: Untuk membedakan APA dari IHA, dilakukan pengambilan sampel vena adrenal (AVS) atau CT scan adrenal.
- Penatalaksanaan:
- APA: Adrenalektomi unilateral (pengangkatan kelenjar adrenal yang terkena).
- IHA: Antagonis reseptor mineralokortikoid (misalnya, spironolakton atau eplerenone) untuk memblokir efek aldosteron.
b. Hiperaldosteronisme Sekunder
Peningkatan aldosteron sebagai respons terhadap aktivasi RAAS yang berlebihan, biasanya karena penurunan perfusi ginjal atau volume darah efektif.
- Penyebab: Stenosis arteri ginjal, gagal jantung kongestif, sirosis hati dengan asites, sindrom nefrotik, dehidrasi berat.
- Gejala: Mirip dengan primer (hipertensi, hipokalemia), tetapi ACTH dan renin tinggi.
- Penatalaksanaan: Obati kondisi penyebab yang mendasari.
c. Hipoaldosteronisme
Kekurangan aldosteron.
- Penyebab: Hiporeninemia hipoaldosteronisme (sering pada penderita diabetes dan penyakit ginjal), defisiensi enzim di jalur biosintesis aldosteron, penyakit Addison.
- Gejala: Hipotensi, hiperkalemia, asidosis metabolik.
- Penatalaksanaan: Penggantian fludrokortison, jika sesuai.
4. Hiperplasia Adrenal Kongenital (CAH)
CAH adalah sekelompok kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif, di mana terjadi defek pada salah satu enzim yang terlibat dalam biosintesis hormon steroid di korteks adrenal. Defisiensi enzim ini menyebabkan gangguan produksi kortisol (dan seringkali aldosteron), dan penumpukan prekursor yang kemudian dialihkan ke jalur androgen, menghasilkan kelebihan androgen.
- Defisiensi 21-Hidroksilase (paling umum, 90-95% kasus):
- Bentuk klasik: Parah. Defisiensi kortisol dan aldosteron. Pada wanita janin, kelebihan androgen menyebabkan virilisasi (genitalia ambigu). Pada kedua jenis kelamin, dapat menyebabkan krisis garam (kehilangan natrium, hiperkalemia, hipotensi) yang mengancam jiwa pada neonatus.
- Bentuk non-klasik: Lebih ringan. Cukup kortisol, tetapi kelebihan androgen menyebabkan hirsutisme, jerawat, gangguan menstruasi pada wanita, dan pubertas prekoks pada anak.
- Defisiensi 11β-Hidroksilase: Kekurangan kortisol dan aldosteron, tetapi penumpukan 11-deoksikortisol dan DOC, yang memiliki aktivitas mineralokortikoid, menyebabkan hipertensi. Juga menyebabkan virilisasi akibat kelebihan androgen.
- Defisiensi 17α-Hidroksilase: Kekurangan glukokortikoid dan androgen. Kelebihan mineralokortikoid (DOC) menyebabkan hipertensi dan hipokalemia. Pria genetik (XY) akan memiliki genitalia ambigu karena kekurangan androgen.
Diagnosis dan Penatalaksanaan
Diagnosis sering dilakukan melalui skrining bayi baru lahir (untuk 21-hidroksilase) atau berdasarkan gejala klinis dan tes hormon (misalnya, 17-hidroksiprogesteron meningkat pada defisiensi 21-hidroksilase). Penatalaksanaan melibatkan terapi pengganti glukokortikoid untuk menekan ACTH dan mengurangi produksi androgen, dan kadang-kadang mineralokortikoid. Pembedahan mungkin diperlukan untuk virilisasi genitalia pada wanita.
5. Tumor Adrenal Lainnya
- Adenoma Adrenal Non-fungsional: Sering ditemukan secara insidental (incidentaloma adrenal) pada pencitraan yang dilakukan untuk alasan lain. Kebanyakan jinak dan tidak menghasilkan hormon berlebihan.
- Karsinoma Adrenokortikal (ACC): Kanker ganas yang langka tetapi agresif. Dapat menghasilkan satu atau lebih hormon steroid dalam jumlah berlebihan (menyebabkan sindrom Cushing, virilisasi, atau feminisasi) atau non-fungsional. Penatalaksanaan melibatkan pembedahan, kemoterapi, dan kadang-kadang terapi adjuvan lainnya.
Gangguan fungsi korteks adrenal memerlukan pemahaman mendalam tentang jalur hormonal dan mekanisme regulasinya untuk dapat mendiagnosis dan mengelolanya secara efektif, mengingat dampaknya yang luas pada kesehatan dan kualitas hidup pasien.
Peran Korteks Adrenal dalam Respons Stres
Korteks adrenal memainkan peran sentral dalam respons tubuh terhadap stres. Ketika tubuh menghadapi situasi stres, baik fisik (misalnya, cedera, infeksi, lapar) maupun psikologis (misalnya, kecemasan, tekanan), serangkaian peristiwa neuroendokrin yang kompleks dipicu untuk membantu tubuh beradaptasi dan mengatasi tantangan tersebut. Hormon glukokortikoid, terutama kortisol, adalah mediator utama dari respons stres jangka panjang.
Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (HPA) dan Stres
Respons stres yang diperantarai oleh korteks adrenal dimulai dengan aktivasi aksis HPA:
- Hipotalamus: Ketika stresor terdeteksi, neuron di nukleus paraventrikular hipotalamus melepaskan Hormon Pelepas Kortikotropin (CRH).
- Hipofisis Anterior: CRH merangsang sel-sel kortikotrop di hipofisis anterior untuk mensintesis dan melepaskan Hormon Adrenokortikotropik (ACTH) ke dalam sirkulasi.
- Korteks Adrenal: ACTH kemudian bergerak melalui darah ke korteks adrenal, di mana ia merangsang zona fasikulata dan retikularis untuk mensintesis dan melepaskan kortisol dan androgen adrenal.
Peningkatan kadar kortisol kemudian memberikan umpan balik negatif pada hipotalamus dan hipofisis, menghambat pelepasan CRH dan ACTH, sehingga membantu mengakhiri respons stres setelah ancaman berlalu.
Efek Kortisol dalam Respons Stres
Peningkatan kortisol selama stres dirancang untuk memobilisasi sumber daya tubuh dan memodulasi fungsi sistem lain agar tubuh dapat mengatasi stresor:
- Penyediaan Energi: Kortisol meningkatkan kadar glukosa darah melalui glukoneogenesis di hati dan mengurangi penggunaan glukosa oleh jaringan perifer. Ini memastikan otak memiliki pasokan energi yang cukup selama stres. Kortisol juga memobilisasi asam amino dari otot dan asam lemak dari jaringan adiposa, menyediakan bahan bakar tambahan untuk glukoneogenesis atau energi langsung.
- Anti-inflamasi dan Imunosupresif: Meskipun respons imun awal seringkali meningkat untuk melawan infeksi atau cedera, kortisol kemudian bertindak untuk memodulasi dan membatasi respons inflamasi. Ini penting untuk mencegah kerusakan jaringan yang berlebihan dari peradangan yang tidak terkontrol. Namun, paparan kortisol kronis atau tinggi dapat menekan kekebalan, membuat individu lebih rentan terhadap infeksi.
- Efek Kardiovaskular: Kortisol meningkatkan sensitivitas pembuluh darah terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) yang dilepaskan dari medula adrenal. Ini membantu menjaga tekanan darah dan perfusi organ selama respons "fight or flight".
- Efek pada Sistem Saraf Pusat: Kortisol memengaruhi fungsi otak, termasuk perhatian, memori, dan suasana hati. Pada tingkat akut, kortisol dapat meningkatkan kewaspadaan dan memori. Namun, paparan kortisol kronis atau berlebihan dapat berkontribusi pada gangguan kognitif, kecemasan, dan depresi.
- Mempersiapkan untuk Perbaikan: Setelah stresor berlalu, kortisol berperan dalam proses pemulihan, membantu tubuh kembali ke homeostasis.
Adaptasi dan Maladaptasi Terhadap Stres
Respons kortisol terhadap stres adalah mekanisme adaptif yang vital. Namun, jika stres berkepanjangan (stres kronis) atau jika respons kortisol terganggu (baik terlalu tinggi atau terlalu rendah), ini dapat menyebabkan maladaptasi dan berbagai masalah kesehatan:
- Stres Kronis: Paparan kortisol yang terus-menerus dapat menyebabkan resistensi insulin, obesitas sentral, hipertensi, osteoporosis, atrofi otot, dan penekanan sistem imun yang berkepanjangan. Ini adalah manifestasi dari "beban alostatik" atau keausan tubuh akibat stres jangka panjang.
- Respons Kortisol Tumpul: Pada beberapa kondisi, respons kortisol terhadap stres mungkin tumpul (tidak adekuat). Ini terlihat pada individu dengan kelelahan kronis atau PTSD, di mana aksis HPA dapat menjadi hipoaktif, yang juga dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatasi stres secara efektif.
Memahami peran korteks adrenal dalam respons stres adalah kunci untuk mengelola kondisi terkait stres dan gangguan endokrin yang berkaitan dengan disfungsi kortisol.
Interaksi Kortisol dengan Sistem Endokrin Lain
Kortisol, sebagai hormon glukokortikoid utama, memiliki efek yang sangat luas dan berinteraksi secara kompleks dengan hampir setiap sistem tubuh, termasuk sistem endokrin lainnya. Interaksi ini seringkali melibatkan mekanisme umpan balik, modulasi reseptor, atau perubahan metabolisme hormon lain. Pemahaman tentang interaksi ini sangat penting untuk memahami gambaran keseluruhan fisiologi dan patofisiologi endokrin.
1. Interaksi dengan Hormon Tiroid
- Penghambatan Konversi: Kortisol dapat menghambat konversi tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3) yang lebih aktif di jaringan perifer. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kadar T3 bebas dan peningkatan T3 terbalik (reverse T3, rT3), yang merupakan bentuk T3 tidak aktif.
- Penghambatan Sekresi TSH: Kortisol juga dapat menghambat pelepasan TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dari hipofisis anterior, yang pada gilirannya dapat menurunkan stimulasi kelenjar tiroid.
- Relevansi Klinis: Pada kondisi stres kronis atau penggunaan kortikosteroid eksogen, fungsi tiroid mungkin tampak terganggu meskipun kelenjar tiroid itu sendiri sehat. Ini sering disebut "sindrom penyakit non-tiroid" atau "sindrom eutiroid sakit".
2. Interaksi dengan Hormon Pertumbuhan (GH) dan IGF-1
- Penghambatan Sekresi GH: Kadar kortisol yang tinggi, baik endogen (misalnya, Sindrom Cushing) maupun eksogen (terapi kortikosteroid), dapat menekan sekresi hormon pertumbuhan (GH) dari hipofisis.
- Resistensi Jaringan: Kortisol juga dapat menyebabkan resistensi jaringan terhadap efek GH dan Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1).
- Dampak pada Pertumbuhan: Pada anak-anak, paparan kortisol kronis yang berlebihan adalah penyebab umum perawakan pendek (stunting) karena penekanan aksis GH-IGF-1 dan efek langsung pada lempeng epifisis.
3. Interaksi dengan Sistem Reproduksi
- Penghambatan Aksis Gonadotropin: Kortisol tingkat tinggi dapat menghambat aksis Hipotalamus-Hipofisis-Gonad (HPG) pada berbagai tingkatan. Ini dapat menurunkan pelepasan GnRH (Gonadotropin-Releasing Hormone) dari hipotalamus dan LH/FSH (Luteinizing Hormone/Follicle-Stimulating Hormone) dari hipofisis.
- Gangguan Fungsi Gonad: Penurunan GnRH dan LH/FSH dapat menyebabkan gangguan fungsi gonad, seperti penurunan produksi hormon seks (testosteron pada pria, estrogen dan progesteron pada wanita), yang bermanifestasi sebagai penurunan libido, disfungsi ereksi pada pria, dan gangguan menstruasi (oligomenore/amenore) serta infertilitas pada wanita.
- Relevansi Klinis: Stres kronis dan kondisi hiperkortisolisme sering dikaitkan dengan gangguan reproduksi.
4. Interaksi dengan Insulin dan Metabolisme Glukosa
Interaksi ini telah dibahas sebagian di bagian fungsi glukokortikoid, tetapi penting untuk ditekankan:
- Peningkatan Glukosa Darah: Kortisol meningkatkan glukoneogenesis dan menurunkan sensitivitas insulin di jaringan perifer (otot, lemak), yang mengarah pada peningkatan kadar glukosa darah.
- Peningkatan Kebutuhan Insulin: Untuk mengatasi peningkatan glukosa ini, pankreas harus memproduksi lebih banyak insulin. Paparan kortisol kronis dapat menyebabkan kelelahan sel beta pankreas dan resistensi insulin yang persisten, yang pada akhirnya dapat menyebabkan diabetes melitus tipe 2 atau memperburuk diabetes yang sudah ada.
5. Interaksi dengan Hormon Antidiuretik (ADH) dan Keseimbangan Air
- Pengaruh pada ADH: Kortisol terlibat dalam regulasi volume cairan dan dapat memengaruhi pelepasan dan aksi hormon antidiuretik (ADH atau vasopresin). Kadar kortisol yang rendah (seperti pada insufisiensi adrenal) dapat menyebabkan peningkatan sekresi ADH yang tidak tepat, yang berkontribusi pada hiponatremia.
- Permisif pada Fungsi Ginjal: Kortisol juga memiliki efek permisif pada kemampuan ginjal untuk mengekskresikan beban air bebas. Tanpa kortisol yang cukup, ginjal tidak dapat mengekskresikan air dengan efisien, yang juga berkontribusi pada hiponatremia dilusional pada insufisiensi adrenal.
6. Interaksi dengan Hormon Paratiroid (PTH) dan Metabolisme Tulang
- Efek Negatif pada Tulang: Kortisol memiliki efek katabolik pada tulang. Ini menghambat aktivitas osteoblas (sel pembentuk tulang) dan sintesis kolagen, sambil meningkatkan aktivitas osteoklas (sel peresorpsi tulang).
- Penyerapan Kalsium: Kortisol juga dapat menurunkan penyerapan kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal, yang pada akhirnya dapat menyebabkan hipokalsemia ringan dan secara sekunder meningkatkan PTH.
- Relevansi Klinis: Osteoporosis adalah komplikasi serius dari hiperkortisolisme kronis (baik endogen maupun eksogen), yang meningkatkan risiko fraktur.
Interaksi kompleks ini menunjukkan bahwa kortisol bukan hanya sekadar hormon respons stres, tetapi merupakan regulator master yang terintegrasi erat dengan berbagai aksis endokrin lainnya. Disregulasi kortisol, oleh karena itu, memiliki efek riak di seluruh sistem endokrin dan fisiologi tubuh secara keseluruhan, menekankan pentingnya mempertahankan keseimbangan glukokortikoid yang tepat.
Pengujian Fungsi Adrenal dan Diagnosis
Diagnosis gangguan korteks adrenal seringkali menantang karena gejala yang bervariasi dan dapat menyerupai kondisi lain. Evaluasi memerlukan pendekatan sistematis yang melibatkan pengukuran kadar hormon dan tes fungsi dinamis, seringkali dilengkapi dengan pencitraan.
1. Pengukuran Kadar Hormon Dasar
Pengukuran kadar hormon dalam darah atau urin dapat memberikan indikasi awal disfungsi adrenal.
- Kortisol Plasma:
- Waktu pengambilan: Kortisol memiliki ritme sirkadian, dengan kadar tertinggi di pagi hari (sekitar pukul 08:00) dan terendah di tengah malam. Pengambilan sampel pada waktu yang tepat sangat penting.
- Interpretasi: Kadar kortisol pagi yang rendah mungkin menunjukkan insufisiensi adrenal, sedangkan kadar tengah malam yang tinggi mungkin menunjukkan Sindrom Cushing.
- Batasan: Stres (termasuk stres akibat pengambilan darah), obat-obatan, dan kondisi medis lain dapat memengaruhi kadar kortisol.
- ACTH Plasma:
- Interpretasi: Kadar ACTH membantu membedakan insufisiensi adrenal primer (ACTH tinggi, kortisol rendah) dari sekunder/tersier (ACTH rendah, kortisol rendah). Pada Sindrom Cushing, ACTH tinggi pada penyakit Cushing atau ACTH ektopik, dan rendah pada tumor adrenal.
- Aldosteron Plasma dan Aktivitas Renin Plasma (PRA):
- Interpretasi: Rasio aldosteron/renin (ARR) adalah tes skrining utama untuk hiperaldosteronisme primer. ARR tinggi menunjukkan produksi aldosteron independen-renin. PRA yang tinggi dengan aldosteron tinggi menunjukkan hiperaldosteronisme sekunder.
- Dehidroepiandrosteron Sulfat (DHEA-S):
- Interpretasi: DHEA-S adalah penanda yang baik untuk fungsi androgen adrenal. Kadar rendah dapat ditemukan pada insufisiensi adrenal primer atau sekunder. Kadar tinggi dapat ditemukan pada hiperplasia adrenal kongenital atau tumor adrenal penghasil androgen.
- Kortisol Urin Bebas 24 Jam:
- Interpretasi: Pengukuran kortisol yang diekskresikan dalam urin selama 24 jam. Ini adalah salah satu tes skrining terbaik untuk Sindrom Cushing karena mencerminkan produksi kortisol rata-rata dan tidak terpengaruh oleh ritme sirkadian atau protein pengikat.
2. Tes Fungsi Dinamis
Tes ini melibatkan pemberian agen farmakologis untuk menstimulasi atau menekan aksis HPA atau produksi hormon, kemudian mengukur respons hormon.
- Tes Stimulasi ACTH (Synacthen Test / Cosyntropin Test):
- Tujuan: Mendiagnosis insufisiensi adrenal.
- Prosedur: Pemberian ACTH sintetis (cosyntropin) intravena atau intramuskular, diikuti dengan pengukuran kortisol plasma pada interval waktu tertentu (misalnya, 30 dan 60 menit).
- Interpretasi: Pada individu normal, kortisol akan meningkat secara signifikan. Pada insufisiensi adrenal primer, kortisol gagal meningkat. Pada insufisiensi adrenal sekunder/tersier, respons mungkin tumpul tetapi tidak sepenuhnya absen, terutama jika insufisiensi baru terjadi.
- Tes Supresi Deksametason:
- Tujuan: Mendiagnosis Sindrom Cushing. Deksametason adalah glukokortikoid sintetis kuat yang seharusnya menekan produksi ACTH dan kortisol pada individu normal melalui umpan balik negatif.
- Tes Supresi Deksametason Dosis Rendah Semalam (ONDST): Deksametason dosis rendah (misalnya, 1 mg) diberikan pada malam hari, dan kortisol plasma diukur keesokan paginya. Pada Sindrom Cushing, kortisol gagal ditekan.
- Tes Supresi Deksametason Dosis Rendah 48 Jam (LDDST): Dosis deksametason yang lebih rendah diberikan selama 48 jam dengan pengukuran kortisol.
- Tes Supresi Deksametason Dosis Tinggi (HDDST): Jika Cushing telah dikonfirmasi dan ACTH tinggi, HDDST dapat membantu membedakan penyakit Cushing (ACTH dari hipofisis, kortisol dapat ditekan sebagian) dari ACTH ektopik (kortisol biasanya tidak dapat ditekan).
- Tes Stimulasi CRH:
- Tujuan: Membedakan antara penyakit Cushing dan sindrom ACTH ektopik, dan antara insufisiensi adrenal sekunder dan tersier.
- Prosedur: Pemberian CRH sintetis, diikuti dengan pengukuran ACTH dan kortisol.
- Interpretasi: Pada penyakit Cushing, ACTH dan kortisol mungkin menunjukkan respons yang berlebihan. Pada ACTH ektopik, respons biasanya minimal. Pada insufisiensi adrenal, respons ACTH dan kortisol yang berbeda dapat membantu melokalisasi masalah.
- Tes Supresi Salin:
- Tujuan: Mengkonfirmasi hiperaldosteronisme primer.
- Prosedur: Infus larutan salin normal, diikuti dengan pengukuran aldosteron plasma.
- Interpretasi: Pada individu normal, aldosteron akan ditekan. Pada hiperaldosteronisme primer, aldosteron tetap tinggi.
3. Pencitraan Adrenal dan Hipofisis
Setelah diagnosis biokimia dibuat, pencitraan digunakan untuk melokalisasi lesi atau tumor.
- CT Scan Adrenal: Pilihan utama untuk pencitraan kelenjar adrenal. Dapat mengidentifikasi adenoma adrenal, hiperplasia, atau karsinoma.
- MRI Adrenal: Berguna untuk karakterisasi massa adrenal, terutama jika ada kekhawatiran tentang keganasan atau untuk membedakan lesi.
- MRI Hipofisis: Jika dicurigai penyakit Cushing, MRI hipofisis dapat mengidentifikasi adenoma hipofisis.
- Pengambilan Sampel Vena Adrenal (AVS): Ini adalah prosedur invasif yang dianggap sebagai standar emas untuk membedakan antara adenoma adrenal unilateral dan hiperplasia adrenal bilateral pada hiperaldosteronisme primer, terutama jika pencitraan tidak konklusif atau jika pasien adalah kandidat untuk pembedahan.
- Pencitraan Nuklir: Scintigrafi dengan iodocholesterol dapat digunakan pada kasus tertentu untuk mengidentifikasi jaringan adrenal yang hiperaktif.
4. Pengujian Genetik
Untuk kondisi seperti Hiperplasia Adrenal Kongenital, pengujian genetik (misalnya, analisis mutasi gen CYP21A2 untuk defisiensi 21-hidroksilase) sangat penting untuk konfirmasi diagnosis, konseling genetik, dan manajemen jangka panjang.
Pendekatan terpadu yang menggabungkan riwayat medis yang cermat, pemeriksaan fisik, tes laboratorium, tes fungsi dinamis, dan pencitraan sangat penting untuk mendiagnosis gangguan korteks adrenal secara akurat dan merumuskan rencana pengobatan yang efektif.
Kesimpulan
Korteks adrenal, bagian terluar dari kelenjar adrenal, adalah organ endokrin yang kecil namun memiliki fungsi yang sangat besar dan vital dalam menjaga homeostasis tubuh. Melalui produksi tiga kelas utama hormon steroid—mineralokortikoid (aldosteron), glukokortikoid (kortisol), dan androgen adrenal (DHEA, androstenedion)—korteks adrenal mengatur berbagai proses fisiologis esensial yang mencakup metabolisme energi, keseimbangan elektrolit dan cairan, tekanan darah, respons imun, serta adaptasi terhadap stres.
Struktur korteks adrenal yang unik, terbagi menjadi zona glomerulosa, fasikulata, dan retikularis, memungkinkan spesialisasi fungsional yang memastikan sintesis hormon-hormon ini dengan presisi. Aldosteron, yang diproduksi di zona glomerulosa, adalah pilar utama dalam regulasi tekanan darah dan keseimbangan elektrolit melalui aksis renin-angiotensin-aldosteron. Kortisol, produk utama zona fasikulata, adalah orkestrator respons stres tubuh, memobilisasi energi, memodulasi peradangan, dan memengaruhi hampir setiap sistem organ di bawah regulasi ketat aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Sementara itu, androgen adrenal dari zona retikularis berfungsi sebagai prekursor penting bagi hormon seks di jaringan perifer.
Mengingat perannya yang sentral, disfungsi korteks adrenal dapat menyebabkan spektrum kondisi patologis yang signifikan. Kelebihan kortisol, seperti pada Sindrom Cushing, menghasilkan berbagai gejala metabolik, kardiovaskular, dan muskuloskeletal yang parah. Sebaliknya, kekurangan kortisol dan/atau aldosteron, seperti pada Penyakit Addison, dapat mengakibatkan krisis adrenal yang mengancam jiwa, ditandai dengan hipotensi, hiponatremia, hiperkalemia, dan kelemahan ekstrem. Gangguan genetik seperti Hiperplasia Adrenal Kongenital menyoroti betapa krusialnya jalur biosintesis enzimatis yang tepat untuk perkembangan dan fungsi endokrin yang normal.
Interaksi kompleks kortisol dengan sistem endokrin lain, termasuk tiroid, pertumbuhan, dan reproduksi, menggarisbawahi posisinya sebagai pengatur master yang memengaruhi kesehatan secara holistik. Setiap ketidakseimbangan pada korteks adrenal, baik yang disebabkan oleh tumor, penyakit autoimun, infeksi, atau defisiensi genetik, memerlukan diagnosis yang akurat melalui serangkaian tes biokimia dan pencitraan khusus, diikuti dengan penatalaksanaan yang tepat, seringkali melibatkan terapi penggantian hormon seumur hidup atau intervensi bedah.
Pemahaman yang mendalam tentang korteks adrenal tidak hanya vital bagi para profesional medis dalam mendiagnosis dan mengobati gangguan endokrin, tetapi juga bagi setiap individu untuk menghargai kompleksitas dan keindahan fisiologi tubuh manusia. Keseimbangan yang rumit dalam produksi dan regulasi hormon adrenal adalah bukti nyata dari kecanggihan sistem endokrin, yang terus-menerus bekerja untuk menjaga harmoni internal tubuh kita dalam menghadapi dinamika kehidupan.