Perjalanan Epik ke Barat: Menggali Dunia Komik Kera Sakti
Jauh di relung imajinasi kolektif dunia, ada sebuah kisah yang melintasi batas-batas budaya dan generasi. Sebuah epopeya agung yang memadukan mitologi, spiritualitas, petualangan, dan humor. Inilah "Perjalanan ke Barat" atau Journey to the West, sebuah karya sastra klasik Tiongkok yang kebesarannya terus bergema hingga hari ini, terutama dalam format visual yang dinamis seperti komik. Kisah ini berpusat pada seorang biksu bernama Tang Sanzang dan tiga murid gaibnya yang ditugaskan untuk melakukan perjalanan berbahaya ke India demi mengambil kitab suci Buddha.
Meskipun sang biksu adalah tokoh sentral, bintang sesungguhnya dari narasi ini tidak lain adalah murid pertamanya: Sun Wukong, Sang Kera Sakti. Lahir dari batu mitologis, diberkahi kekuatan luar biasa, dan memiliki sifat pemberontak yang tak tertandingi, Wukong adalah motor penggerak cerita. Perjalanannya dari raja kera yang arogan, menjadi pengacau di Surga, hingga menjadi pelindung yang setia adalah jantung dari epik ini. Popularitasnya yang fenomenal telah menjadikannya ikon budaya, dan medium komik menjadi kanvas sempurna untuk melukiskan kehebatan dan kelicikannya.
Asal-Usul Para Peziarah: Empat Pilar Perjalanan Suci
Sebelum memulai perjalanan mereka yang penuh cobaan, setiap anggota kelompok peziarah memiliki latar belakang yang kaya dan kompleks. Kisah asal-usul mereka bukan hanya sekadar pengenalan, tetapi juga fondasi yang menjelaskan motivasi, kelemahan, dan kekuatan mereka. Memahami masa lalu mereka adalah kunci untuk mengapresiasi dinamika kelompok yang unik ini.
Sun Wukong: Kelahiran, Pemberontakan, dan Penebusan
Kisah Sun Wukong dimulai di Gunung Bunga dan Buah (Huaguo Shan), di mana sebuah batu mitologis yang telah menyerap energi langit dan bumi selama berabad-abad akhirnya pecah dan melahirkan seekor kera batu. Kera ini dengan cepat menunjukkan kecerdasan dan keberanian yang luar biasa. Setelah menemukan sebuah gua tersembunyi di balik air terjun, ia dinobatkan sebagai Raja Kera Rupawan (Měi Hóuwáng) oleh kaumnya.
Namun, kebahagiaan sebagai raja tidak memuaskannya. Dihantui oleh ketakutan akan kematian, Wukong meninggalkan kerajaannya untuk mencari keabadian. Perjalanannya membawanya ke seorang guru Tao bernama Patriark Subodhi. Di bawah bimbingannya, Wukong menjadi murid yang brilian. Ia mempelajari 72 Transformasi Bumi, yang memungkinkannya berubah menjadi apa pun, dan Awan jungkir-balik (Jīndǒuyún), yang bisa membawanya ribuan mil dalam satu lompatan. Gurunya memberinya nama religius, Sun Wukong, yang berarti "Kera yang Tersadarkan akan Kekosongan".
Dengan kekuatan barunya, kesombongan Wukong melambung tinggi. Ia kembali ke kerajaannya dan memulai serangkaian tindakan yang mengguncang tatanan kosmik. Ia pergi ke istana Raja Naga Laut Timur dan "meminjam" secara paksa Ruyi Jingu Bang, sebuah pilar besi ajaib seberat ribuan kilogram yang bisa berubah ukuran sesuai kehendaknya. Tongkat inilah yang menjadi senjata ikoniknya. Tidak puas, ia turun ke Dunia Bawah, mengintimidasi para hakim akhirat, dan menghapus namanya serta nama kera-kera lainnya dari Buku Kehidupan dan Kematian, menjadikan mereka abadi.
Tindakannya ini akhirnya menarik perhatian Kaisar Giok, penguasa Surga. Untuk menenangkannya, Surga menawarinya jabatan rendahan sebagai Penjaga Kuda Surgawi. Merasa terhina, Wukong memberontak dan kembali ke bumi, mendeklarasikan dirinya sebagai "Pertapa Agung Sejajar Langit" (Qítiān Dàshèng). Surga mengirim pasukan untuk menangkapnya, tetapi Wukong dengan mudah mengalahkan jenderal-jenderal langit, termasuk Pangeran Nezha.
Surga kembali mencoba taktik peredaan, secara resmi memberinya gelar "Pertapa Agung Sejajar Langit" dan menugaskannya menjaga Taman Persik Keabadian. Ini terbukti menjadi kesalahan besar. Wukong memakan semua persik abadi yang paling berharga, lalu menerobos masuk ke pesta surgawi yang tidak mengundangnya, meminum anggur keabadian, dan mencuri pil keabadian dari tungku Laozi. Dengan kekuatan yang berlipat ganda, ia menjadi hampir tak terkalahkan.
Pemberontakannya mencapai puncak saat ia mengalahkan seratus ribu prajurit surgawi. Dalam keputusasaan, Kaisar Giok memohon bantuan kepada Sang Buddha. Buddha menantang Wukong: jika ia bisa melompat keluar dari telapak tangan Buddha, ia akan menjadi penguasa Surga. Wukong, dengan sombongnya, melompat hingga ke ujung alam semesta, di mana ia melihat lima pilar raksasa. Ia menulis namanya di salah satu pilar dan buang air kecil di dasarnya sebagai bukti. Namun, saat kembali, Buddha menunjukkan bahwa kelima pilar itu sebenarnya adalah jari-jari tangan-Nya, dan tulisan Wukong ada di jari tengah-Nya. Terkejut, Wukong mencoba melarikan diri, tetapi Buddha membalikkan telapak tangannya dan mengubahnya menjadi Gunung Lima Elemen, memenjarakan Wukong di bawahnya selama 500 tahun, menunggunya untuk belajar kerendahan hati dan penebusan dosa.
Tang Sanzang: Biksu Suci dengan Misi Mulia
Tokoh sentral perjalanan ini adalah Biksu Tang Sanzang, yang bernama asli Chen Yi. Dalam kehidupan sebelumnya, ia adalah murid kedua Buddha, yang dikenal sebagai Jangkrik Emas (Jīn Chánzǐ). Karena tidak memperhatikan ajaran Buddha dalam sebuah ceramah, ia diasingkan ke dunia fana untuk menjalani sepuluh kehidupan sebagai seorang biksu yang taat sebagai penebusan.
Dalam inkarnasinya yang kesepuluh, ia lahir dalam keadaan tragis. Ayahnya, seorang sarjana terkemuka, dibunuh oleh perampok dalam perjalanan menuju jabatan barunya, dan ibunya dipaksa menjadi istri sang pembunuh. Untuk menyelamatkan putranya, sang ibu menghanyutkannya di sungai dengan sebuah pesan. Bayi itu ditemukan oleh kepala biara sebuah kuil Buddha dan dibesarkan menjadi seorang biksu yang saleh dan terpelajar. Setelah dewasa, ia berhasil membalaskan dendam orang tuanya dan menjadi biksu yang sangat dihormati oleh Kaisar Taizong dari Dinasti Tang.
Karena kesalehan dan kemurnian hatinya, Bodhisattva Guan Yin memilihnya untuk tugas suci: melakukan perjalanan ke Kuil Leiyin di India (Barat) untuk mengambil kitab suci Mahayana. Kitab-kitab ini dipercaya dapat mencerahkan rakyat Tiongkok dan membebaskan jiwa-jiwa yang menderita. Dengan restu kaisar, ia memulai perjalanannya yang penuh bahaya, tidak menyadari bahwa nasibnya akan terjalin dengan makhluk-makhluk gaib yang akan menjadi murid-muridnya.
Zhu Bajie: Hukuman Surgawi dan Nafsu Duniawi
Murid kedua, Zhu Bajie, adalah karakter yang memberikan banyak humor dalam cerita. Dulunya, ia adalah sosok yang agung bernama Marsekal Tianpeng, komandan angkatan laut surgawi. Dalam sebuah pesta, setelah mabuk, ia berbuat tidak senonoh terhadap Dewi Bulan, Chang'e. Sebagai hukuman atas pelanggaran berat ini, ia dicambuk ribuan kali dan dibuang ke dunia fana.
Sialnya, saat reinkarnasi, ia salah masuk ke dalam rahim seekor babi betina. Akibatnya, ia lahir dengan wujud setengah manusia setengah babi yang mengerikan. Ia tinggal di Gunung Gua Awan, memangsa para pelancong yang tidak waspada. Karakternya didominasi oleh nafsu duniawi: kerakusan, kemalasan, dan birahi. Ia membawa penggaruk sembilan gigi sebagai senjatanya. Guan Yin menemuinya dan menawarkannya kesempatan untuk penebusan dosa dengan bergabung dalam perjalanan suci. Meskipun setuju, sifat-sifat buruknya terus menjadi sumber masalah dan konflik lucu di sepanjang perjalanan.
Sha Wujing: Kesetiaan dari Dasar Sungai
Murid ketiga, Sha Wujing, adalah yang paling pendiam dan setia. Di Surga, ia adalah Jenderal Pengangkat Tirai yang dihormati, yang bertugas di dekat kereta Kaisar Giok. Dalam sebuah perjamuan surgawi, ia secara tidak sengaja terpeleset dan memecahkan sebuah cawan kristal yang berharga. Kaisar Giok murka dan menghukumnya dengan berat. Ia dicambuk ratusan kali dan diasingkan ke dunia fana, di mana ia menjadi iblis pasir yang mengerikan di Sungai Pasir Mengalir (Liúshā Hé).
Setiap beberapa hari, pedang-pedang surgawi akan turun dari langit untuk menusuknya sebagai hukuman tambahan. Untuk bertahan hidup, ia memangsa para pengembara yang mencoba menyeberangi sungai. Ia memakai kalung yang terbuat dari sembilan tengkorak korbannya. Seperti murid lainnya, ia ditemui oleh Guan Yin dan diberi janji pengampunan jika ia melindungi Tang Sanzang. Setelah bergabung, ia menjadi penyeimbang dalam kelompok, sering kali menengahi pertengkaran antara Wukong dan Bajie. Ia membawa sekop biksu sebagai senjatanya dan bertanggung jawab atas barang bawaan.
Perjalanan Dimulai: Menyatukan Kelompok yang Mustahil
Dengan restu Kaisar Tang, Tang Sanzang memulai perjalanannya seorang diri. Namun, Guan Yin telah mengatur segalanya. Rintangan pertama yang dihadapi Tang Sanzang adalah Gunung Dua Batas, yang sebenarnya merupakan nama lain dari Gunung Lima Elemen. Di sanalah ia mendengar suara minta tolong. Suara itu berasal dari Sun Wukong, yang telah terkurung selama lima abad.
Tang Sanzang, mengikuti petunjuk Guan Yin, merobek segel mantra yang ada di puncak gunung. Seketika, gunung itu terbelah dan Sun Wukong bebas. Dengan rasa terima kasih yang mendalam, Wukong bersumpah untuk menjadi murid dan pelindung Tang Sanzang. Namun, sifat liar Wukong segera muncul kembali. Setelah berselisih dengan gurunya yang dianggapnya terlalu lamban dan cerewet, Wukong pergi. Guan Yin, yang telah mengantisipasi hal ini, memberikan sebuah hadiah kepada Tang Sanzang: sebuah jubah brokat dan sebuah ikat kepala emas yang indah. Ketika Wukong kembali, Tang Sanzang dengan tipu muslihat berhasil membuatnya memakai ikat kepala itu. Ikat kepala tersebut adalah alat ajaib. Setiap kali Wukong membangkang atau bertindak terlalu kejam, Tang Sanzang akan melafalkan mantra pengikat kepala, menyebabkan ikat kepala itu menyempit dan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Inilah satu-satunya cara untuk mengendalikan Kera Sakti yang tak terkendali.
Perjalanan mereka berlanjut. Mereka kemudian tiba di kediaman Zhu Bajie, yang saat itu sedang mencoba memaksa seorang gadis desa untuk menikahinya. Sun Wukong, dengan kecerdikannya, menyamar menjadi sang gadis dan memberi pelajaran kepada si siluman babi. Setelah pertarungan sengit, Bajie menyadari bahwa mereka adalah peziarah suci yang dinanti-nantikannya. Ia pun bergabung dengan kelompok, meskipun sering kali mengeluh dan mencoba mencari jalan pintas.
Rintangan berikutnya adalah Sungai Pasir Mengalir yang ganas dan tidak bisa diseberangi. Di sanalah mereka berhadapan dengan Sha Wujing. Pertarungan pun terjadi antara Wukong, Bajie, dan Wujing. Barulah setelah Wujing menyadari identitas Tang Sanzang, ia menghentikan serangannya dan bersujud, memohon untuk menjadi murid. Sembilan tengkorak di lehernya, yang ternyata adalah sisa-sisa dari sembilan inkarnasi Tang Sanzang sebelumnya yang gagal menyeberangi sungai, secara ajaib bergabung dengan labu botol untuk membentuk sebuah rakit yang membawa mereka menyeberangi sungai. Dengan ini, kelompok peziarah telah lengkap: seorang biksu suci, seekor kera yang cerdik namun temperamental, seekor babi yang rakus dan malas, dan seorang rahib pasir yang setia dan pendiam. Bersama kuda naga putih (yang sebenarnya adalah pangeran naga yang dihukum), mereka siap menghadapi 81 cobaan yang membentang di antara mereka dan tujuan akhir mereka.
Ujian Ikonik di Sepanjang Jalan
Perjalanan ke Barat diisi dengan serangkaian 81 cobaan, yang sebagian besar melibatkan pertempuran melawan berbagai macam iblis, siluman, dan roh jahat. Para iblis ini sering kali ingin menangkap dan memakan daging Tang Sanzang, karena legenda mengatakan bahwa dagingnya dapat memberikan keabadian. Setiap cobaan menguji kekuatan, kecerdasan, dan kekompakan kelompok dengan cara yang berbeda.
Siluman Tulang Putih: Ujian Persepsi dan Kepercayaan
Salah satu kisah paling terkenal adalah pertemuan mereka dengan Siluman Tulang Putih (Báigǔ Jīng). Siluman ini sangat lihai dalam penyamaran. Untuk mengelabui Tang Sanzang, ia tiga kali mengubah wujudnya. Pertama, ia menjadi seorang gadis desa muda yang cantik. Sun Wukong, dengan "Mata Emasnya yang Berapi-api" (Huǒyǎn Jīnjīng), dapat melihat menembus ilusi dan mengetahui wujud aslinya. Tanpa ragu, Wukong membunuh wujud gadis itu dengan tongkatnya. Tang Sanzang, yang hanya melihat seorang gadis tak berdosa dibunuh, sangat marah dan menghukum Wukong dengan mantra pengikat kepala.
Siluman itu melarikan diri dan kembali menyamar sebagai ibu dari gadis tersebut, seorang wanita tua yang sedang mencari putrinya. Sekali lagi, Wukong melihat wujud aslinya dan membunuhnya. Kemarahan Tang Sanzang semakin menjadi-jadi. Zhu Bajie, yang iri pada Wukong, semakin menghasut sang guru. Terakhir, siluman itu menyamar menjadi seorang pria tua, ayah dari gadis dan suami dari wanita tua itu. Wukong, tahu bahwa ia harus menghancurkan siluman itu untuk selamanya, membunuhnya untuk ketiga kalinya. Bagi Tang Sanzang, ini adalah puncak kekejaman. Ia merasa Wukong tidak bisa lagi dikendalikan. Dengan berat hati, ia menulis surat pengusiran dan mengusir Sun Wukong dari kelompok. Wukong, dengan hati yang hancur, kembali ke Gunung Bunga dan Buah. Tentu saja, tanpa pelindung terkuatnya, Tang Sanzang segera ditangkap oleh Siluman Tulang Putih. Baru setelah itu, Bajie dan Wujing menyadari bahwa Wukong benar, dan mereka harus memohon agar ia kembali untuk menyelamatkan guru mereka. Episode ini secara mendalam menguji ikatan kepercayaan antara guru dan murid.
Raja Iblis Banteng: Menghadapi Masa Lalu
Pertarungan melawan Raja Iblis Banteng (Niú Mówáng) adalah salah satu pertempuran paling epik dan personal bagi Sun Wukong. Raja Iblis Banteng adalah saudara angkat Wukong dari masa-masa pemberontakannya sebelum dipenjara. Namun, persaudaraan mereka telah lama retak.
Kelompok peziarah tiba di Pegunungan Api (Huǒyàn Shān), sebuah daerah yang diselimuti api abadi yang mustahil dilewati. Satu-satunya cara memadamkan api adalah dengan menggunakan Kipas Daun Pisang Ajaib milik Putri Kipas Besi (Tiě Shàn Gōngzhǔ), istri dari Raja Iblis Banteng. Wukong mencoba meminjam kipas itu, tetapi sang putri masih menyimpan dendam karena Wukong telah mengalahkan putra mereka, Hong Hai'er (Anak Merah), beberapa waktu sebelumnya. Ia menolak dan menyerang Wukong.
Wukong kemudian menggunakan tipu muslihatnya, berubah menjadi seekor lalat dan masuk ke dalam perut sang putri, memaksanya untuk menyerahkan kipas. Namun, kipas yang diberikan adalah kipas palsu. Pertarungan pun meluas, melibatkan Raja Iblis Banteng sendiri. Pertarungan antara Wukong dan Raja Banteng sangat dahsyat, karena kekuatan mereka setara. Keduanya mampu melakukan 72 transformasi, dan pertarungan mereka melibatkan adu perubahan wujud yang spektakuler. Akhirnya, Wukong harus meminta bantuan dari seluruh kekuatan Surga, termasuk Nezha dan para dewa lainnya, untuk menaklukkan Raja Iblis Banteng dan mendapatkan kipas yang asli. Episode ini menunjukkan bahwa bahkan pahlawan sekuat Wukong pun terkadang membutuhkan bantuan dan tidak bisa menyelesaikan semua masalah sendirian.
Negeri Wanita Xiliang: Godaan Duniawi
Tidak semua cobaan melibatkan pertarungan fisik. Saat tiba di Negeri Wanita Xiliang, sebuah kerajaan yang seluruh penduduknya adalah wanita, mereka menghadapi godaan yang berbeda. Ratu negeri itu jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Tang Sanzang yang tampan dan saleh. Ia melamarnya, menawarkannya untuk menjadi raja dan menikmati kemewahan istana, sementara murid-muridnya bisa melanjutkan perjalanan.
Tang Sanzang, yang hatinya teguh pada misinya, berada dalam dilema. Menolak secara langsung akan menyinggung sang ratu dan membahayakan kelompok, tetapi menerima berarti mengkhianati sumpahnya. Sun Wukong merancang sebuah rencana. Mereka akan berpura-pura setuju dengan pernikahan itu. Setelah stempel kerajaan untuk surat jalan mereka didapatkan, mereka akan mencari cara untuk melarikan diri. Rencana ini diuji ketika Tang Sanzang dan Zhu Bajie secara tidak sengaja meminum air dari Sungai Ibu dan Anak, yang menyebabkan mereka hamil. Wukong harus melakukan perjalanan lain untuk mendapatkan air dari sebuah mata air yang dapat membatalkan kehamilan. Episode ini menyoroti tekad Tang Sanzang dalam menghadapi godaan terbesar—kekuasaan, kekayaan, dan cinta—dan menunjukkan pentingnya kecerdikan Wukong dalam situasi non-tempur.
Makna Filosofis dan Alegori yang Mendalam
Di balik petualangan yang seru dan pertarungan yang fantastis, "Perjalanan ke Barat" adalah sebuah alegori yang kaya akan ajaran Buddha, Tao, dan Konfusianisme. Setiap karakter dan setiap cobaan memiliki makna simbolis yang mendalam, merepresentasikan perjalanan spiritual manusia menuju pencerahan.
Kisah ini adalah cerminan dari perjalanan pikiran itu sendiri. Untuk mencapai pencerahan, seseorang harus menaklukkan iblis-iblis internal yang bersemayam di dalam diri.
Alegori Pikiran: Para peziarah sering ditafsirkan sebagai representasi dari berbagai aspek jiwa manusia.
- Tang Sanzang: Melambangkan inti kesadaran atau diri sejati (self). Ia murni dan bertekad, tetapi juga naif, rapuh, dan mudah tertipu oleh penampilan luar, membutuhkan perlindungan dari aspek-aspek pikiran lainnya.
- Sun Wukong: Melambangkan "pikiran kera" (monkey mind)—pikiran yang cemerlang, kuat, dan penuh energi, tetapi juga gelisah, tidak disiplin, dan mudah dikuasai oleh ego. Ikat kepala emas melambangkan disiplin dan ajaran agama (dharma) yang diperlukan untuk mengendalikan pikiran liar ini. Namanya, "Tersadar akan Kekosongan," menunjukkan potensi pencerahan yang dimilikinya.
- Zhu Bajie: Melambangkan hasrat dan nafsu jasmani. Kerakusan, kemalasan, dan birahinya adalah representasi dari keinginan duniawi yang harus diatasi dalam perjalanan spiritual.
- Sha Wujing: Melambangkan ketulusan, kesabaran, dan sifat yang membumi. Ia adalah penyeimbang, sering kali menjadi suara hati nurani yang tenang di tengah kekacauan.
- Kuda Naga Putih: Melambangkan kemauan atau niat (willpower), yang harus patuh dan kuat untuk membawa diri sejati melewati perjalanan hidup.
Perjalanan ke Barat itu sendiri adalah metafora untuk jalan menuju pencerahan. Para iblis yang mereka hadapi bukanlah sekadar monster eksternal, tetapi juga manifestasi dari rintangan internal: kemarahan, keserakahan, kebodohan, keraguan, dan keterikatan. Mengalahkan setiap iblis adalah langkah maju dalam memurnikan pikiran dan jiwa. Puncak perjalanan, yaitu pencapaian kitab suci, melambangkan pencapaian kebijaksanaan dan pencerahan sejati.
Transformasi ke Dunia Komik: Kanvas Visual untuk Legenda
Dengan karakter yang begitu hidup, dunia yang fantastis, dan aksi yang tak henti-hentinya, "Perjalanan ke Barat" seolah-olah ditakdirkan untuk diadaptasi ke dalam media visual. Komik, dengan kemampuannya untuk menggabungkan narasi tekstual dengan ekspresi artistik yang dinamis, telah menjadi salah satu medium paling sukses dalam menceritakan kembali kisah epik ini kepada audiens modern.
Adaptasi komik memungkinkan para seniman untuk menafsirkan kembali dunia dan karakter dengan gaya unik mereka. Desain Sun Wukong bisa bervariasi, dari kera yang tampak realistis hingga pahlawan super bergaya manga yang gagah. Zhu Bajie bisa digambarkan sebagai monster babi yang mengerikan atau karakter kartun yang lucu dan menggemaskan. Dunia Surga, Dunia Bawah, istana para naga, dan sarang para iblis dapat divisualisasikan dengan detail yang menakjubkan, membawa imajinasi pembaca ke tingkat yang baru.
Salah satu kekuatan terbesar komik dalam menceritakan kisah ini adalah kemampuannya untuk menggambarkan aksi. Pertarungan Sun Wukong yang menggunakan tongkat saktinya, kemampuannya untuk berubah wujud, dan pertarungan magis yang spektakuler dapat digambarkan secara sinematik melalui panel-panel yang diatur dengan cerdas. Efek visual seperti kecepatan, kekuatan, dan ledakan energi dapat diekspresikan dengan cara yang tidak mungkin dilakukan dalam teks murni.
Banyak sekali versi komik "Journey to the West" yang telah diterbitkan di seluruh Asia dan dunia. Beberapa setia pada narasi aslinya, sementara yang lain mengambil kebebasan kreatif yang signifikan, bahkan menginspirasi karya-karya baru yang sangat populer, seperti seri manga dan anime "Dragon Ball" yang jelas-jelas mengambil inspirasi besar dari karakter Sun Wukong.
Melalui komik, kisah yang berusia berabad-abad ini menemukan kehidupan baru. Ia berhasil menjangkau generasi muda yang mungkin tidak akan membaca novel klasiknya yang tebal. Bahasa visual komik yang universal memastikan bahwa petualangan Sun Wukong dan kawan-kawannya akan terus memikat, menginspirasi, dan menghibur pembaca di seluruh dunia untuk tahun-tahun yang akan datang.
Warisan Abadi Sang Kera Sakti
Kisah "Perjalanan ke Barat" lebih dari sekadar cerita petualangan. Ini adalah kisah tentang penebusan, tentang perjuangan melawan kelemahan diri, dan tentang kekuatan kerja sama dalam menghadapi rintangan yang tampaknya mustahil. Karakter-karakternya, terutama Sun Wukong, telah menjadi arketipe yang beresonansi secara universal.
Dari pemberontak yang egois hingga menjadi pahlawan yang tercerahkan, perjalanan Sun Wukong adalah cerminan dari potensi pertumbuhan dalam diri kita semua. Ia mengajarkan bahwa kecerdasan dan kekuatan tidak ada artinya tanpa kebijaksanaan dan pengendalian diri. Popularitasnya yang tak lekang oleh waktu dalam berbagai bentuk media, dari opera hingga film, dan terutama dalam dunia komik yang penuh warna, adalah bukti dari daya tarik abadi kisah ini. Selama masih ada hasrat untuk petualangan dan pencarian makna, kisah perjalanan epik ke barat ini akan terus diceritakan, digambar, dan dibaca oleh generasi-generasi mendatang.