Dalam khazanah kitab-kitab suci samawi, sering kali kita mendengar berbagai nama yang merujuk pada wahyu ilahi yang diturunkan kepada para nabi. Salah satu pertanyaan yang kerap muncul adalah, kitab yang mempunyai nama lain Kitab Mazmur adalah Kitab Zabur. Kedua nama ini, Zabur dan Mazmur, merujuk pada kitab yang sama, sebuah kompilasi agung berisi nyanyian pujian, doa, ratapan, dan ungkapan hikmat yang diturunkan kepada Nabi Daud (Raja Daud). Kitab ini memegang posisi penting dalam tiga agama besar, yaitu Islam, Kristen, dan Yudaisme, meskipun dengan penekanan dan interpretasi yang berbeda. Artikel ini akan mengupas secara mendalam mengenai Kitab Zabur atau Mazmur, dari asal-usul penamaannya, posisinya dalam berbagai tradisi keagamaan, hingga analisis konten, gaya sastra, dan relevansinya yang abadi bagi umat manusia.
Memahami mengapa satu kitab memiliki dua nama yang dominan memerlukan penelusuran jejak linguistik dan historis. Nama "Zabur" dan "Mazmur" berasal dari akar bahasa yang berbeda namun menunjuk pada esensi yang sama: tulisan suci yang bernada puitis dan musikal.
Nama Zabur (زبور) berasal dari bahasa Arab, yang berakar dari kata kerja "zabara" (زبر), yang berarti "menulis" atau "mengukir". Dalam konteks ini, Zabur dapat diartikan sebagai "kitab yang tertulis". Penggunaan nama ini sangat dominan dalam tradisi Islam, sebagaimana disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an. Ini menekankan statusnya sebagai wahyu tertulis yang diturunkan oleh Allah SWT.
Di sisi lain, nama Mazmur berasal dari bahasa Ibrani, yaitu "Mizmor" (מִזְמוֹר). Kata ini berasal dari akar kata "zamar", yang berarti "menyanyi dengan iringan alat musik petik". Jadi, sebuah mizmor secara harfiah adalah sebuah lagu atau puisi yang dimaksudkan untuk dinyanyikan dengan iringan musik, seperti harpa atau lira, alat musik yang sangat identik dengan Raja Daud. Dalam Alkitab Ibrani (Tanakh), kitab ini disebut "Sefer Tehillim" (סֵפֶר תְּהִלִּים), yang berarti "Kitab Pujian-pujian".
Dari bahasa Ibrani, nama ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dalam Septuaginta (terjemahan Alkitab Ibrani ke bahasa Yunani) sebagai "Psalmoi" (Ψαλμοί). Kata ini juga berhubungan dengan musik, merujuk pada "petikan senar harpa". Dari kata Yunani inilah kita mendapatkan istilah "Psalms" dalam bahasa Inggris dan "Mazmur" dalam bahasa Indonesia, yang merupakan adaptasi dari terminologi Barat. Dengan demikian, baik Zabur maupun Mazmur, meskipun dari akar kata yang berbeda, sama-sama menyoroti dua aspek penting kitab ini: sebagai wahyu yang tertulis dan sebagai nyanyian yang dilantunkan.
Dalam ajaran Islam, Kitab Zabur adalah salah satu dari empat kitab suci utama yang wajib diimani keberadaannya, selain Taurat (diturunkan kepada Nabi Musa), Injil (diturunkan kepada Nabi Isa), dan Al-Qur'an (diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW). Keimanan kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu rukun iman. Al-Qur'an menyebutkan Zabur secara langsung dalam beberapa ayat, yang menegaskan statusnya sebagai wahyu ilahi.
"Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang di langit dan di bumi. Dan sungguh, Kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian nabi-nabi atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud." (QS. Al-Isra': 55)
Ayat lain yang juga menyebutkan Zabur adalah:
"Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud." (QS. An-Nisa': 163)
Menurut pandangan Islam, Zabur yang asli diturunkan kepada Nabi Daud AS sebagai petunjuk dan pedoman bagi kaum Bani Israil pada masanya. Isinya tidak mengandung hukum syariat baru, karena Nabi Daud mengikuti syariat yang dibawa oleh Nabi Musa AS. Sebaliknya, Zabur berisi kumpulan doa, zikir, nasihat, hikmah, dan pujian-pujian kepada Allah SWT. Isinya bertujuan untuk melembutkan hati, menguatkan tauhid, dan mendorong manusia untuk senantiasa mengingat dan memuji keagungan Sang Pencipta.
Umat Islam meyakini bahwa kitab-kitab suci sebelum Al-Qur'an, termasuk Zabur, telah mengalami perubahan (tahrif) dari teks aslinya seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, Kitab Mazmur yang ada saat ini dalam Alkitab tidak dianggap sebagai versi asli dari Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud. Meskipun demikian, umat Islam tetap menghormatinya sebagai bagian dari sejarah wahyu dan mengakui bahwa mungkin masih ada sisa-sisa kebenaran dari wahyu asli di dalamnya. Al-Qur'an datang sebagai wahyu terakhir yang menyempurnakan dan memelihara ajaran-ajaran tauhid yang murni dari semua kitab sebelumnya.
Dalam tradisi Yudaisme dan Kristen, Kitab Mazmur (atau Tehillim) menempati posisi sentral dalam ibadah, liturgi, dan kehidupan spiritual pribadi. Kitab ini merupakan bagian dari Perjanjian Lama dalam Alkitab Kristen dan bagian dari Ketuvim (Tulisan-tulisan) dalam Tanakh Yahudi.
Kitab Mazmur terdiri dari 150 pasal atau nyanyian. Tradisi secara kuat mengatribusikan sebagian besar kepengarangannya kepada Raja Daud, yang dikenal sebagai seorang musisi dan penyair yang ulung. Namun, superskripsi (catatan di awal beberapa mazmur) juga menyebutkan nama-nama lain sebagai penulis, seperti Asaf, anak-anak Korah, Salomo, dan bahkan Musa. Ini menunjukkan bahwa Kitab Mazmur adalah sebuah antologi yang dikumpulkan selama beberapa abad.
Secara struktural, para ahli membagi Kitab Mazmur menjadi lima "buku" atau bagian, yang diyakini sengaja disusun untuk mencerminkan lima kitab Taurat (Pentateukh). Setiap buku diakhiri dengan sebuah doksologi atau kalimat pujian.
Dalam Yudaisme, Mazmur (Tehillim) adalah jantung dari buku doa (Siddur). Mazmur dibacakan setiap hari, pada hari Sabat, dan pada hari-hari raya. Mazmur menjadi sarana bagi umat untuk mengungkapkan seluruh spektrum emosi manusia di hadapan Tuhan, mulai dari sukacita tertinggi hingga keputusasaan terdalam.
Dalam Kekristenan, Kitab Mazmur juga sangat vital. Yesus dan para rasul dalam Perjanjian Baru sering mengutip Mazmur. Gereja-gereja dari berbagai denominasi menggunakan Mazmur dalam liturgi, nyanyian jemaat, dan bahan renungan. Banyak himne dan lagu pujian modern yang merupakan adaptasi atau terinspirasi langsung dari lirik-lirik dalam Kitab Mazmur. Bagi umat Kristiani, Mazmur tidak hanya dilihat sebagai doa-doa kuno, tetapi juga sebagai nubuat yang menunjuk kepada Yesus Kristus, terutama Mazmur yang berbicara tentang penderitaan, pembenaran, dan kemuliaan seorang raja mesianik.
Kekayaan Kitab Mazmur terletak pada keragaman tema dan genre sastranya. Ini bukan kitab yang monolitik, melainkan sebuah mozaik yang merefleksikan pengalaman manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Para ahli Alkitab mengklasifikasikan mazmur ke dalam beberapa jenis utama.
Ini adalah mazmur yang mengajak umat untuk memuji Allah atas sifat-sifat-Nya dan karya-karya-Nya. Strukturnya biasanya dimulai dengan ajakan untuk memuji, diikuti dengan alasan mengapa Allah layak dipuji (misalnya, karena ciptaan-Nya, kuasa-Nya, atau kesetiaan-Nya), dan diakhiri dengan ajakan pujian sekali lagi.
Ini adalah genre yang paling umum dalam Kitab Mazmur. Ratapan adalah doa yang jujur dan terus terang dari individu atau komunitas yang sedang menghadapi penderitaan, seperti sakit penyakit, penganiayaan oleh musuh, atau perasaan ditinggalkan oleh Tuhan. Uniknya, ratapan ini bukanlah keluhan tanpa harapan. Strukturnya sering kali bergerak dari keluhan menuju ekspresi kepercayaan dan diakhiri dengan sumpah untuk memuji Tuhan ketika pertolongan datang.
Mazmur ini adalah respons terhadap pertolongan Tuhan yang telah dialami. Pemazmur menceritakan kembali krisis yang dihadapinya, bagaimana ia berseru kepada Tuhan, dan bagaimana Tuhan menjawab doanya. Tujuannya adalah untuk bersaksi di hadapan komunitas tentang kebaikan dan kesetiaan Tuhan.
Mazmur-mazmur ini berfokus pada sosok raja Israel. Mereka dinyanyikan pada acara-acara seperti penobatan, pernikahan kerajaan, atau sebelum pertempuran. Mazmur ini memandang raja sebagai wakil Allah di bumi, yang diberi tugas untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Dalam interpretasi Kristen, mazmur-mazmur ini sering dipahami sebagai nubuat tentang Yesus sebagai Raja Mesias.
Mazmur jenis ini memiliki gaya yang mirip dengan Kitab Amsal atau Pengkhotbah. Isinya berupa refleksi tentang kehidupan, keadilan, masalah penderitaan orang benar, dan perbandingan antara jalan orang benar dan jalan orang fasik.
Di luar pesan teologisnya, Kitab Mazmur adalah sebuah mahakarya sastra. Puisi Ibrani tidak bergantung pada rima atau irama yang ketat seperti puisi Barat, melainkan pada sebuah teknik yang disebut paralelisme. Ini adalah struktur di mana baris kedua dari sebuah bait berhubungan dengan baris pertama dalam beberapa cara.
Mazmur kaya dengan citraan (imagery) yang hidup, diambil dari alam dan pengalaman manusia. Tuhan digambarkan dengan berbagai metafora yang kuat:
Citraan-citraan ini membuat konsep-konsep teologis yang abstrak menjadi konkret, emosional, dan mudah dipahami, memungkinkan pembaca untuk terhubung secara pribadi dengan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.
Mengapa sebuah kumpulan puisi dan doa kuno ini terus bergema kuat ribuan tahun setelah ditulis? Jawabannya terletak pada universalitas pengalaman manusia yang diungkapkannya. Kitab Zabur atau Mazmur adalah cerminan jujur dari jiwa manusia dalam perjalanannya mencari Tuhan. Ia tidak menyembunyikan keraguan, kemarahan, atau keputusasaan. Sebaliknya, ia memberikan kata-kata untuk emosi-emosi tersebut dan menempatkannya dalam konteks dialog dengan Tuhan.
Di saat kita merasa gembira dan bersyukur, ada mazmur pujian untuk dinyanyikan. Di saat kita hancur hati dan dilanda duka, ada mazmur ratapan untuk didoakan. Di saat kita merasa bersalah, ada mazmur pertobatan untuk diucapkan. Di saat kita membutuhkan bimbingan, ada mazmur kebijaksanaan untuk direnungkan.
Dalam dunia modern yang sering kali terasa bising dan kacau, Kitab Mazmur menawarkan sebuah ruang untuk keheningan, refleksi, dan kejujuran spiritual. Ia mengajarkan kita bahwa doa bukanlah sekadar daftar permintaan, melainkan sebuah hubungan yang dinamis, terkadang penuh perjuangan, tetapi selalu didasarkan pada keyakinan akan kehadiran Tuhan yang mendengar.
Pada akhirnya, jawaban atas pertanyaan "kitab yang mempunyai nama lain Kitab Mazmur adalah" membawa kita pada sebuah perjalanan yang jauh lebih dalam. Ia memperkenalkan kita pada Kitab Zabur, sebuah warisan spiritual yang tak ternilai. Baik sebagai Zabur dalam tradisi Islam yang dihormati sebagai wahyu kepada Nabi Daud, maupun sebagai Mazmur dalam tradisi Yudaisme dan Kristen yang menjadi jantung ibadah, kitab ini tetap menjadi sumber inspirasi, penghiburan, dan kekuatan bagi jutaan orang di seluruh dunia. Ia adalah bukti abadi bahwa bahasa pujian, doa, dan keluh kesah jiwa manusia kepada Sang Pencipta melampaui batas-batas waktu, budaya, dan bahkan agama.