Memahami Ikhfa Syafawi Secara Mendalam
Ilmu Tajwid merupakan sebuah disiplin ilmu yang sangat mulia dalam studi Islam. Tujuannya adalah untuk menjaga kemurnian pelafalan ayat-ayat suci Al-Quran, persis seperti yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, yang beliau terima dari Malaikat Jibril 'alaihissalam. Dengan mempelajari Tajwid, seorang Muslim dapat menghindari kesalahan fatal (Lahn Jaliy) dan kesalahan ringan (Lahn Khafiy) dalam membaca Kalamullah, sehingga makna yang terkandung di dalamnya tetap terjaga dan bacaan menjadi lebih indah serta khusyuk.
Di antara sekian banyak kaidah dalam ilmu Tajwid, terdapat satu cabang penting yang membahas tentang hukum-hukum terkait huruf Mim Sukun atau Mim Mati (مْ). Hukum ini terbagi menjadi tiga, dan salah satu yang paling sering dibahas karena kekhasan cara membacanya adalah Ikhfa Syafawi. Memahami Ikhfa Syafawi bukan hanya tentang mengetahui definisinya, tetapi juga menguasai cara pelafalannya yang presisi, membedakannya dari hukum-hukum lain yang mirip, dan mampu mengidentifikasinya dengan cepat di dalam mushaf Al-Quran.
Artikel ini akan mengupas secara tuntas dan mendalam mengenai Ikhfa Syafawi. Mulai dari pengertian secara bahasa dan istilah, huruf yang menyebabkannya, mekanisme pelafalan yang benar, hingga perbandingannya dengan hukum Mim Sukun lainnya seperti Izhar Syafawi dan Idgham Mimi. Selain itu, kita juga akan melihat perbedaannya dengan Ikhfa Haqiqi, yang seringkali menimbulkan kebingungan bagi para pemula. Dilengkapi dengan puluhan contoh dari ayat-ayat Al-Quran, diharapkan artikel ini dapat menjadi panduan komprehensif bagi siapa saja yang ingin menyempurnakan bacaan Al-Qurannya.
Bab 1: Pengertian dan Dasar-Dasar Ikhfa Syafawi
Untuk memahami sebuah konsep secara utuh, kita perlu membedahnya dari akar katanya. Hal ini juga berlaku dalam mempelajari istilah-istilah dalam ilmu Tajwid. Nama "Ikhfa Syafawi" sendiri terdiri dari dua kata yang memiliki makna spesifik.
1.1. Makna Ikhfa Secara Bahasa dan Istilah
Secara etimologi (bahasa), kata Ikhfa' (إِخْفَاء) berasal dari bahasa Arab yang berarti "menyembunyikan" atau "menyamarkan". Dalam konteks kehidupan sehari-hari, kata ini bisa digunakan untuk sesuatu yang tersembunyi dari pandangan.
Adapun secara terminologi (istilah) dalam ilmu Tajwid, Ikhfa adalah melafalkan suatu huruf dengan sifat antara Izhar (jelas) dan Idgham (melebur), disertai dengan adanya ghunnah (dengungan) pada huruf yang pertama. Jadi, suara huruf tersebut tidak sepenuhnya jelas seperti Izhar, tetapi juga tidak sepenuhnya melebur ke huruf berikutnya seperti Idgham. Ia berada di posisi pertengahan, sebuah transisi yang samar dan didengungkan.
1.2. Makna Syafawi Secara Bahasa dan Istilah
Kata Syafawi (شَفَوِيّ) berasal dari kata syafatain (شَفَتَيْن) yang berarti "dua bibir". Penisbatan kata "Syafawi" pada hukum ini merujuk kepada makhraj (tempat keluar) huruf yang terlibat di dalamnya, yaitu huruf Mim (م) dan huruf Ba (ب), yang keduanya merupakan huruf-huruf Syafawiyah (huruf-huruf yang keluar dari pertemuan antara dua bibir).
1.3. Definisi Gabungan Ikhfa Syafawi
Dengan menggabungkan kedua makna tersebut, kita dapat mendefinisikan Ikhfa Syafawi sebagai berikut:
Ikhfa Syafawi adalah hukum bacaan yang terjadi apabila huruf Mim Sukun (مْ) bertemu dengan huruf Ba (ب). Cara membacanya adalah dengan menyamarkan suara Mim Sukun ke dalam huruf Ba, dengan merapatkan kedua bibir secara ringan tanpa tekanan kuat, dan diiringi dengan ghunnah (dengungan) yang ditahan selama kurang lebih 2 harakat (ketukan).
Kunci dari Ikhfa Syafawi terletak pada tiga elemen penting:
- Pertemuan: Mim Sukun (مْ) bertemu Ba (ب).
- Suara: Samar (tidak Izhar, tidak Idgham).
- Ghunnah: Adanya dengungan dari pangkal hidung (khaisyum) selama 2 harakat.
Kesimpulannya, Ikhfa Syafawi adalah hukum yang spesifik hanya untuk satu kondisi: مْ bertemu ب. Tidak ada huruf lain yang terlibat. Disebut "Ikhfa" karena suaranya disamarkan, dan disebut "Syafawi" karena kedua huruf yang terlibat (Mim dan Ba) keluar dari bibir.
Bab 2: Hukum Mim Sukun (مْ) dan Posisinya
Ikhfa Syafawi bukanlah hukum yang berdiri sendiri. Ia merupakan salah satu dari tiga cabang hukum yang berlaku ketika kita menemukan huruf Mim Sukun (مْ) di dalam Al-Quran. Memahami kedua hukum lainnya sangat penting agar kita dapat membedakan kapan harus membaca samar (Ikhfa), kapan harus melebur (Idgham), dan kapan harus membaca jelas (Izhar).
Hukum Mim Sukun (مْ) berlaku ketika Mim Sukun bertemu dengan salah satu dari 28 huruf Hijaiyah. Berdasarkan huruf yang mengikutinya, hukumnya terbagi menjadi tiga, yaitu:
- Ikhfa Syafawi (Dibaca Samar)
- Idgham Mimi / Idgham Mitslain (Dibaca Melebur)
- Izhar Syafawi (Dibaca Jelas)
2.1. Ikhfa Syafawi (إخفاء شفوي)
Seperti yang telah dijelaskan, hukum ini terjadi ketika Mim Sukun (مْ) bertemu dengan huruf Ba (ب). Ini adalah fokus utama kita.
Cara Membaca: Menyamarkan bunyi Mim Sukun dengan ghunnah selama 2 harakat, sambil mempersiapkan bibir untuk mengucapkan huruf Ba. Bibir dirapatkan dengan ringan, tidak ditekan terlalu kuat, agar ada sedikit celah (furjah) menurut sebagian ulama, atau dirapatkan sempurna namun ringan menurut ulama lainnya. Keduanya bertujuan untuk menghasilkan suara dengung yang samar.
Contoh dalam Al-Quran:
تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍPada potongan ayat dari Surah Al-Fil ayat 4 di atas, terdapat Mim Sukun (هِمْ) bertemu dengan huruf Ba (بِحِجَارَةٍ). Maka dibaca "Tarmiihim-mbihijaaroh", dengan dengungan pada saat transisi dari Mim ke Ba.
2.2. Idgham Mimi / Idgham Mitslain (إدغام ميمي / إدغام مثلين)
Hukum ini terjadi ketika Mim Sukun (مْ) bertemu dengan huruf Mim (م) yang berharakat.
Definisi: "Idgham" berarti meleburkan atau memasukkan. "Mimi" berarti sesama Mim. "Mitslain" berarti dua huruf yang sama. Jadi, Idgham Mimi adalah meleburkan suara Mim Sukun ke dalam huruf Mim berikutnya sehingga menjadi satu suara Mim yang bertasydid.
Cara Membaca: Meleburkan Mim Sukun ke Mim berharakat, sehingga terdengar seperti satu huruf Mim yang bertasydid (مّ). Bacaan ini wajib disertai dengan ghunnah yang sempurna selama 2-3 harakat.
Contoh dalam Al-Quran:
وَهُمْ مِنْ خَشْيَةِPada potongan ayat dari Surah Al-Anbiya ayat 28, terdapat Mim Sukun (هُمْ) bertemu dengan huruf Mim (مِنْ). Maka dibaca "Wahum-min khasy-yah" dengan menekan dan mendengungkan suara Mim yang kedua seolah-olah ada tasydid di atasnya.
2.3. Izhar Syafawi (إظهار شفوي)
Hukum ini adalah yang paling sering terjadi. Izhar Syafawi berlaku ketika Mim Sukun (مْ) bertemu dengan semua huruf Hijaiyah selain Mim (م) dan Ba (ب). Ada 26 huruf yang menjadi penyebab hukum ini.
Definisi: "Izhar" berarti jelas atau terang. "Syafawi" karena yang dibaca jelas adalah huruf Mim yang makhrajnya di bibir.
Cara Membaca: Melafalkan suara Mim Sukun (مْ) dengan jelas, sempurna, dan tanpa dengung (ghunnah). Bibir dirapatkan dengan sempurna saat mengucapkan Mim, kemudian langsung dilepaskan untuk mengucapkan huruf berikutnya. Tidak boleh ada jeda atau penahanan suara.
Contoh dalam Al-Quran:
لَكُمْ دِيْنُكُمْPada potongan ayat dari Surah Al-Kafirun ayat 6, terdapat Mim Sukun (لَكُمْ) bertemu huruf Dal (دِيْنُكُمْ). Dal bukan Mim atau Ba, maka Mim Sukun dibaca jelas: "Lakum diinukum", tanpa ada dengungan sama sekali.
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِPada potongan ayat dari Surah Al-Fatihah ayat 7, Mim Sukun (عَلَيْهِمْ) bertemu huruf Ghain (غَيْرِ). Ghain bukan Mim atau Ba, maka dibaca jelas: "'Alaihim ghairil".
Perhatian Khusus: Ketika Mim Sukun (مْ) bertemu dengan huruf Waw (و) dan Fa (ف), perlu kewaspadaan ekstra untuk membacanya secara Izhar (jelas). Karena makhraj Waw dan Fa berdekatan dengan makhraj Mim (sama-sama di area bibir), ada kecenderungan untuk membacanya secara samar (ikhfa). Ini adalah kesalahan. Bacaan harus tetap jelas dan tegas. Contoh: عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّيْنَ (dibaca 'alaihim wala', bukan 'alaihim-mwala').
Tabel Perbandingan Hukum Mim Sukun
| Hukum | Huruf Pertemuan | Jumlah Huruf | Cara Membaca | Contoh Singkat |
|---|---|---|---|---|
| Ikhfa Syafawi | Ba (ب) | 1 | Samar dengan Ghunnah 2 harakat | هُمْ بِالْاٰخِرَةِ |
| Idgham Mimi | Mim (م) | 1 | Melebur dengan Ghunnah 2-3 harakat (seperti tasydid) | لَكُمْ مَا |
| Izhar Syafawi | Selain م dan ب | 26 | Jelas dan terang tanpa Ghunnah | لَمْ يَلِدْ |
Bab 3: Mekanisme Pelafalan Ikhfa Syafawi yang Benar
Mengetahui teori saja tidak cukup. Kunci penguasaan ilmu Tajwid terletak pada praktik (tathbiq) yang benar. Pelafalan Ikhfa Syafawi memiliki beberapa detail teknis yang perlu diperhatikan agar suaranya sempurna sesuai kaidah.
3.1. Posisi Bibir: Kunci Utama
Perdebatan kecil di kalangan ulama qira'at mengenai posisi bibir saat melafalkan Ikhfa Syafawi menghasilkan dua pandangan utama, yang keduanya dianggap benar dan dapat dipraktikkan:
- Merapatkan Bibir dengan Ringan (Tanpa Tekanan): Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Bibir atas dan bawah bertemu dan tertutup rapat, namun tanpa tekanan yang berlebihan. Keringanan ini memungkinkan suara ghunnah mengalir lancar dari rongga hidung. Jika bibir ditekan terlalu kuat, suara yang keluar akan lebih mirip Izhar (jelas) dan ghunnah akan terhambat.
- Meninggalkan Celah Sangat Kecil (Furjah): Sebagian ulama berpendapat bahwa saat melafalkan Ikhfa Syafawi, bibir tidak sepenuhnya tertutup rapat. Ada celah (furjah) yang sangat tipis, sekadar cukup untuk selembar kertas bisa lewat. Tujuannya adalah untuk lebih menonjolkan sifat "samar" dari bacaan tersebut, di mana suara Mim tidak sepenuhnya terwujud karena bibir tidak tertutup sempurna.
Mana yang harus diikuti? Keduanya dapat diterima. Cara terbaik adalah belajar langsung (talaqqi) dari seorang guru yang memiliki sanad bacaan yang valid. Guru tersebut akan mendemonstrasikan dan mengoreksi pelafalan kita sesuai dengan riwayat qira'at yang diikutinya. Namun, bagi pembelajar mandiri, metode pertama (merapatkan bibir dengan ringan) seringkali lebih mudah dipraktikkan dan lebih aman dari risiko kesalahan.
3.2. Peran Ghunnah (Dengungan)
Ghunnah adalah elemen yang tidak terpisahkan dari Ikhfa Syafawi. Tanpa ghunnah, bacaan tersebut akan menjadi Izhar Syafawi yang salah.
- Sumber Suara: Ghunnah adalah suara yang keluar dari pangkal hidung (al-khaisyum). Saat bibir dirapatkan untuk menyamarkan Mim Sukun, aliran udara dari mulut tertahan. Maka, suara dialihkan melalui rongga hidung, menghasilkan dengungan yang khas.
- Durasi (Panjang): Ghunnah pada Ikhfa Syafawi ditahan selama kurang lebih 2 harakat (ketukan). Ukuran harakat bersifat relatif, tergantung pada tempo (martabat) bacaan yang sedang digunakan (apakah tahqiq, tadwir, atau hadr). Yang terpenting adalah konsistensi panjang ghunnah di seluruh bacaan.
- Kualitas Suara: Suara dengungnya harus terdengar lembut dan mengalir, bukan dengungan yang dipaksakan atau sengau berlebihan.
3.3. Langkah-Langkah Praktis Melafalkan Ikhfa Syafawi
Mari kita ambil contoh ayat يَعْتَصِمْ بِاللهِ (Aali 'Imran: 101) untuk mempraktikkannya:
- Ucapkan bagian sebelum Mim Sukun: Lafalkan "ya'tashim..." dengan jelas hingga sampai pada huruf Mim.
- Posisikan Bibir untuk Ikhfa: Saat akan mengucapkan Mim Sukun (مْ), rapatkan kedua bibir dengan sangat ringan. Hindari menekan bibir.
- Alirkan Ghunnah: Begitu bibir tertutup ringan, segera alirkan suara dengung dari rongga hidung. Tahan dengungan ini selama 2 ketukan. Saat proses ini, Anda sudah mempersiapkan organ bicara untuk mengucapkan huruf 'Ba' setelahnya.
- Ucapkan Huruf Ba: Setelah ghunnah 2 harakat selesai, buka bibir Anda untuk mengucapkan huruf Ba (بِ) dengan makhraj dan sifatnya yang sempurna.
- Gabungkan: Jika digabungkan, transisinya akan terdengar seperti "ya'tashim-mbillaah". Ada suara 'm' yang didengungkan sebelum suara 'b' diucapkan.
Bab 4: Perbandingan Ikhfa Syafawi dengan Ikhfa Haqiqi
Salah satu sumber kebingungan terbesar bagi pembelajar Tajwid adalah membedakan antara Ikhfa Syafawi dan Ikhfa Haqiqi. Keduanya sama-sama memiliki nama "Ikhfa" dan melibatkan proses menyamarkan suara dengan ghunnah. Namun, keduanya adalah dua hukum yang sangat berbeda dari segi sebab, huruf, dan mekanisme pelafalan.
4.1. Definisi Ikhfa Haqiqi (إخفاء حقيقي)
Ikhfa Haqiqi adalah hukum bacaan yang terjadi apabila Nun Sukun (نْ) atau Tanwin ( ً ٍ ٌ ) bertemu dengan salah satu dari 15 huruf Hijaiyah berikut:
ت ث ج د ذ ز س ش ص ض ط ظ ف ق ك
Cara Membaca: Menyamarkan bunyi Nun Sukun atau Tanwin, diiringi dengan ghunnah selama 2 harakat. Yang unik dari Ikhfa Haqiqi adalah posisi lidah tidak menyentuh langit-langit atas (makhraj huruf Nun), melainkan sudah bersiap di dekat makhraj huruf Ikhfa yang akan diucapkan. Ghunnah-nya pun bisa menjadi tebal (tafkhim) atau tipis (tarqiq) tergantung pada huruf setelahnya.
4.2. Tabel Perbedaan Mendasar
| Aspek Perbandingan | Ikhfa Syafawi | Ikhfa Haqiqi |
|---|---|---|
| Penyebab | Hanya Mim Sukun (مْ) | Nun Sukun (نْ) atau Tanwin ( ً ٍ ٌ ) |
| Huruf Pertemuan | Hanya satu huruf: Ba (ب) | Ada 15 huruf: ت، ث، ج، د، ذ، ز، س، ش، ص، ض، ط، ظ، ف، ق، ك |
| Organ Bicara Utama | Dua bibir (syafatain) | Ujung lidah (lisan) dan rongga hidung (khaisyum) |
| Mekanisme | Bibir dirapatkan ringan sambil mendengung | Lidah tidak menyentuh makhraj Nun, tetapi bersiap ke makhraj huruf berikutnya sambil mendengung |
| Kualitas Ghunnah | Selalu tipis (tarqiq) | Bisa tebal (tafkhim) atau tipis (tarqiq), mengikuti huruf setelahnya |
| Nama | Dinamakan Syafawi (bibir) karena makhraj hurufnya | Dinamakan Haqiqi (sebenarnya/hakiki) karena kadar kesamaran pada Nun lebih nyata dan terjadi pada lebih banyak huruf |
4.3. Penjelasan Kualitas Ghunnah pada Ikhfa Haqiqi
Ini adalah perbedaan kunci. Ghunnah pada Ikhfa Syafawi selalu sama. Namun, pada Ikhfa Haqiqi, "rasa" dengungannya berubah:
- Ghunnah Tafkhim (Tebal): Terjadi ketika Nun Sukun/Tanwin bertemu huruf isti'la (huruf yang pangkal lidahnya terangkat) di antara 15 huruf Ikhfa. Huruf-huruf tersebut adalah: ص, ض, ط, ظ, ق. Suara dengungannya akan terdengar lebih berat dan memenuhi mulut. Contoh: مَنْصُوْرًا (man-shuu...), مِنْ قَبْلُ (min-qablu...).
- Ghunnah Tarqiq (Tipis): Terjadi ketika Nun Sukun/Tanwin bertemu dengan 10 huruf sisanya (ت, ث, ج, د, ذ, ز, س, ش, ف, ك). Suara dengungannya akan terdengar lebih ringan. Contoh: اَنْتُمْ (an-tum...), مِنْ شَرِّ (min-syarri...).
Dengan memahami perbedaan fundamental ini, seorang qari' (pembaca Al-Quran) tidak akan pernah tertukar antara menyamarkan Mim Sukun dan menyamarkan Nun Sukun.
Bab 5: Kumpulan Contoh Ikhfa Syafawi dalam Al-Quran
Teori dan pemahaman akan semakin kokoh dengan melihat dan mempraktikkan contoh-contoh langsung dari Al-Quran. Berikut adalah daftar contoh Ikhfa Syafawi yang diambil dari berbagai surah, agar kita dapat melatih mata dan lisan untuk mengenalinya.
Contoh 1: Surah Al-Baqarah, Ayat 8
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ اٰمَنَّا بِاللهِ وَبِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِيْنَAnalisis: Pada bagian akhir ayat, terdapat Mim Sukun (هُمْ) yang bertemu dengan huruf Ba (بِمُؤْمِنِيْنَ). Maka dibaca dengan menyamarkan Mim dan mendengungkannya.
Contoh 2: Surah Al-Baqarah, Ayat 143
وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُۗ وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌAnalisis: Pada bagian اِيْمَانَكُمْۗ اِنَّ, terdapat waqaf lazim (م). Jika kita washal (melanjutkan bacaan), maka Mim Sukun (اِيْمَانَكُمْ) akan bertemu dengan Hamzah (اِنَّ), ini adalah contoh Izhar Syafawi. Namun, fokus kita pada contoh Ikhfa Syafawi ada pada penggalan ayat lain yang sering ditemui. Mari kita cari contoh yang lebih eksplisit.
Contoh 3: Surah Ali 'Imran, Ayat 101
وَكَيْفَ تَكْفُرُوْنَ وَاَنْتُمْ تُتْلٰى عَلَيْكُمْ اٰيٰتُ اللّٰهِ وَفِيْكُمْ رَسُوْلُهٗ ۗ وَمَنْ يَّعْتَصِمْ بِاللّٰهِ فَقَدْ هُدِيَ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍAnalisis: Pada bagian يَعْتَصِمْ بِاللّٰهِ, terdapat Mim Sukun (يَعْتَصِمْ) yang bertemu dengan huruf Ba (بِاللّٰهِ). Ini adalah contoh Ikhfa Syafawi yang sangat jelas.
Contoh 4: Surah An-Nisa, Ayat 77
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ قِيْلَ لَهُمْ كُفُّوْٓا اَيْدِيَكُمْ وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۚ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ اِذَا فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللّٰهِ اَوْ اَشَدَّ خَشْيَةً ۚ وَقَالُوْا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَۚ لَوْلَآ اَخَّرْتَنَآ اِلٰٓى اَجَلٍ قَرِيْبٍۗ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيْلٌ ۚوَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لِّمَنِ اتَّقٰى وَلَا تُظْلَمُوْنَ فَتِيْلًاAnalisis: Dalam ayat ini, kita tidak menemukan contoh Ikhfa Syafawi. Namun, ini adalah latihan yang baik untuk memindai ayat dan membedakan hukum. Di sini kita menemukan banyak Izhar Syafawi seperti لَهُمْ كُفُّوْٓا dan اَيْدِيَكُمْ وَاَقِيْمُوا.
Contoh 5: Surah Al-Ma'idah, Ayat 6
...فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ...Analisis: Pada bagian فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ, terdapat pertemuan Mim Sukun (بِوُجُوْهِكُمْ) dengan huruf Wawu (وَاَيْدِيْكُمْ). Ini BUKAN Ikhfa Syafawi, melainkan Izhar Syafawi yang harus dibaca dengan ekstra hati-hati agar tidak samar.
Contoh 6: Surah Al-Fil, Ayat 4
تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍAnalisis: Ini adalah contoh paling populer dan sering digunakan dalam pengajaran Tajwid. Pertemuan antara Mim Sukun (تَرْمِيْهِمْ) dan huruf Ba (بِحِجَارَةٍ) adalah Ikhfa Syafawi.
Contoh 7: Surah Al-Humazah, Ayat 8
اِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُّؤْصَدَةٌۙAnalisis: Ini bukan Ikhfa Syafawi. Mim Sukun (عَلَيْهِمْ) bertemu dengan Mim berharakat (مُّؤْصَدَةٌ). Ini adalah contoh dari Idgham Mimi.
Contoh 8: Surah Al-Mulk, Ayat 12
اِنَّ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ كَبِيْرٌAnalisis: Terdapat dua hukum Mim Sukun di sini. Pertama, رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ, yaitu Mim Sukun (هُمْ) bertemu Ba (بِ), ini adalah Ikhfa Syafawi. Kedua, لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ, yaitu Mim Sukun (هُمْ) bertemu Mim (مَّ), ini adalah Idgham Mimi.
Contoh 9: Surah Yasin, Ayat 52
قَالُوْا يٰوَيْلَنَا مَنْۢ بَعَثَنَا مِنْ مَّرْقَدِنَاۜ ۗهٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَAnalisis: Di sini ada contoh yang menarik. Pada مَنْۢ بَعَثَنَا, ini BUKAN Ikhfa Syafawi. Ini adalah hukum Iqlab, di mana Nun Sukun (نْ) bertemu Ba (ب), suaranya diubah menjadi suara Mim (مْ) lalu didengungkan. Perhatikan tanda mim kecil (م) di atas Nun. Contoh Ikhfa Syafawi yang sebenarnya ada di surah lain.
Contoh 10: Surah Al-Insan, Ayat 15
وَيُطَافُ عَلَيْهِمْ بِاٰنِيَةٍ مِّنْ فِضَّةٍ وَّاَكْوَابٍ كَانَتْ قَوَارِيْرَا۠Analisis: Pada bagian عَلَيْهِمْ بِاٰنِيَةٍ, kita menemukan Mim Sukun (هِمْ) bertemu dengan huruf Ba (بِ). Ini adalah contoh jelas dari Ikhfa Syafawi.
Mempelajari contoh-contoh ini secara berulang-ulang, mendengarkan pelafalannya dari para Qari ternama, dan mencoba mempraktikkannya sendiri adalah jalan terbaik untuk menguasai hukum Ikhfa Syafawi secara sempurna.
Bab 6: Kesalahan-Kesalahan Umum saat Melafalkan Ikhfa Syafawi
Dalam proses belajar, melakukan kesalahan adalah hal yang wajar. Mengenali kesalahan-kesalahan umum dapat membantu kita untuk lebih waspada dan melakukan koreksi diri. Berikut adalah beberapa kesalahan yang sering terjadi saat mempraktikkan Ikhfa Syafawi.
6.1. Menekan Bibir Terlalu Kuat
Ini adalah kesalahan yang paling umum. Ketika bibir ditekan dengan kuat saat mengucapkan Mim Sukun, suara yang dihasilkan menjadi lebih jelas (mirip Izhar) dan ghunnah menjadi sulit untuk keluar secara alami. Ingat, kunci Ikhfa Syafawi adalah keringanan (khiffah). Rapatkan bibir selembut mungkin, cukup untuk menahan aliran udara dari mulut agar ghunnah bisa mengalir dari hidung.
6.2. Ghunnah yang Kurang Sempurna
Kesalahan ini bisa terjadi dalam dua bentuk:
- Tidak Ada Ghunnah: Pembaca hanya menyamarkan suara Mim tanpa mendengungkannya. Ini menghilangkan salah satu rukun utama Ikhfa Syafawi dan mengubahnya menjadi bacaan yang tidak benar. Bacaannya menjadi seperti Izhar yang ragu-ragu.
- Ghunnah Terlalu Pendek: Durasi ghunnah tidak ditahan selama 2 harakat. Pembaca terburu-buru untuk mengucapkan huruf Ba. Hasilnya, kesamaran dan dengungan yang menjadi ciri khas hukum ini tidak terdengar sempurna.
6.3. Memonyongkan Bibir (Isymam)
Beberapa pembaca, mungkin karena terlalu fokus pada bibir, akhirnya memonyongkan bibir mereka ke depan saat melafalkan ghunnah. Gerakan ini tidak diperlukan dan tidak termasuk dalam kaidah pelafalan Ikhfa Syafawi. Posisi bibir cukup tertutup ringan dalam keadaan rileks.
6.4. Memberi Jeda (Saktah) antara Ghunnah dan Huruf Ba
Kesalahan lain adalah adanya jeda atau berhenti sejenak setelah selesai mendengung, sebelum mengucapkan huruf Ba. Seharusnya, transisi antara akhir ghunnah dan awal pengucapan huruf Ba berjalan mulus dan bersambung. Ghunnah adalah jembatan suara menuju huruf Ba.
6.5. Keliru dengan Iqlab
Meskipun penyebabnya berbeda (Iqlab dari Nun Sukun/Tanwin), suara akhir dari Iqlab sangat mirip dengan Ikhfa Syafawi, yaitu suara Mim samar bertemu Ba. Kesalahan terjadi jika pembaca tidak memperhatikan konteks huruf sebelumnya. Jika sebelumnya Nun Sukun, maka hukumnya Iqlab. Jika sebelumnya Mim Sukun, maka hukumnya Ikhfa Syafawi.
Cara Menghindari Kesalahan
- Belajar dengan Guru (Talaqqi): Ini adalah cara paling efektif. Guru dapat mendengarkan bacaan kita secara langsung dan memberikan koreksi yang tepat pada saat itu juga (musyafahah).
- Mendengarkan Murottal: Dengarkan bacaan para Qari' yang mutqin (ahli), seperti Syaikh Muhammad Ayyub, Syaikh Al-Husary, atau Syaikh Abdullah Al-Mathrud. Perhatikan dengan saksama bagaimana mereka melafalkan Ikhfa Syafawi.
- Merekam Suara Sendiri: Cobalah rekam bacaan Anda, lalu bandingkan dengan bacaan para Qari'. Ini akan membantu Anda mendengar kesalahan yang mungkin tidak Anda sadari saat membaca.
- Latihan Konsisten: Seperti keterampilan lainnya, Tajwid membutuhkan latihan yang berulang-ulang. Fokuslah pada satu hukum sampai benar-benar menguasainya sebelum beralih ke hukum berikutnya.
Kesimpulan: Keindahan dan Presisi dalam Bacaan Al-Quran
Ikhfa Syafawi, meskipun hanya melibatkan satu huruf pertemuan (مْ bertemu ب), merupakan cerminan dari betapa detail dan presisinya ilmu Tajwid dalam menjaga otentisitas pelafalan Al-Quran. Ia mengajarkan kita bahwa setiap huruf dan setiap pertemuan antar huruf memiliki haknya masing-masing yang harus dipenuhi.
Melalui pembahasan yang mendalam ini, kita telah belajar bahwa Ikhfa Syafawi adalah tentang menyamarkan suara Mim Sukun saat bertemu Ba dengan ghunnah 2 harakat, yang dilakukan dengan merapatkan bibir secara ringan. Kita juga telah memahami posisinya di antara hukum Mim Sukun lainnya (Izhar Syafawi dan Idgham Mimi) dan perbedaannya yang fundamental dengan Ikhfa Haqiqi.
Menguasai Ikhfa Syafawi dan kaidah-kaidah Tajwid lainnya bukan hanya sekadar tuntutan teknis, tetapi juga merupakan bagian dari adab kita terhadap Kalamullah. Dengan melafalkan Al-Quran secara benar, kita tidak hanya menjaga makna firman-Nya, tetapi juga merasakan keindahan irama dan alunan bahasa wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ. Semoga upaya kita dalam mempelajari dan mempraktikkan ilmu Tajwid ini diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai bentuk ibadah dan kecintaan kita kepada Al-Quran.