Ayam pullet, khususnya yang berada pada usia 13 minggu, merupakan aset investasi yang sangat strategis dalam bisnis peternakan ayam petelur. Periode ini adalah fase transisi krusial di mana unggas telah melewati masa rawan pertumbuhan awal (brooding) dan sedang dipersiapkan secara intensif untuk memasuki masa produksi telur (point of lay) yang biasanya dimulai sekitar minggu ke-18 hingga ke-20. Pemahaman mendalam mengenai harga ayam pullet umur 13 minggu tidak hanya sebatas angka nominal, namun mencakup penilaian terhadap kualitas genetik, riwayat kesehatan, dan manajemen pakan yang telah diterapkan.
Usia 13 minggu menandai berakhirnya periode Grower I dan awal dari Grower II, atau sering disebut sebagai fase Pre-Laying (Pra-Bertelur). Pada tahap ini, fokus manajemen bergeser dari sekadar pertumbuhan bobot menjadi pengembangan struktur organ reproduksi dan peningkatan cadangan nutrisi yang diperlukan untuk produksi telur. Pullet pada usia ini harus sudah mencapai standar bobot badan ideal (Body Weight Standard - BWS) yang ditetapkan oleh produsen genetik (strain), serta memiliki keseragaman (Uniformity) yang tinggi. Keseragaman adalah kunci; pullet yang seragam memiliki potensi bertelur secara bersamaan, memaksimalkan efisiensi kandang.
Investasi pada pullet usia 13 minggu adalah investasi pada potensi produktivitas. Harga yang dibayarkan mencerminkan akumulasi biaya pakan, obat-obatan, vaksinasi, tenaga kerja, dan manajemen risiko selama 91 hari pertama kehidupan ayam tersebut. Oleh karena itu, harga pullet 13 minggu jauh lebih tinggi dan lebih sensitif terhadap fluktuasi biaya operasional dibandingkan harga DOC (Day Old Chick).
Harga jual pullet di pasaran tidak tunggal. Terdapat lima pilar utama yang menentukan besaran harga yang ditawarkan oleh peternak atau pembibit (hatchery) kepada peternak pembeli:
Pakan menyumbang 60% hingga 70% dari total biaya operasional dalam membesarkan pullet. Selama 13 minggu, ayam telah mengonsumsi tiga jenis pakan (Pre-Starter, Starter, Grower). Fluktuasi harga bahan baku pakan (terutama jagung, bungkil kedelai, dan mineral) secara langsung memicu perubahan harga pullet. Semakin tinggi biaya pakan terakumulasi, semakin tinggi pula harga jual pullet.
Pada usia 13 minggu, kebutuhan protein mulai diturunkan dari 18-20% (Starter) menjadi 15-17% (Grower), namun kebutuhan energi dan mineral (terutama kalsium untuk persiapan tulang dan organ reproduksi) mulai ditingkatkan secara bertahap. Efisiensi konversi pakan (FCR) yang baik selama masa grower adalah indikator manajemen yang sukses, yang pada akhirnya membenarkan harga jual yang premium.
Strain atau galur ayam petelur yang dipilih sangat mempengaruhi harga. Strain unggul seperti Lohmann Brown, Hy-Line, atau Isa Brown yang dikenal memiliki performa puncak produksi yang panjang dan daya tahan penyakit yang baik, umumnya dihargai lebih tinggi. Pembeli akan membayar lebih untuk jaminan potensi produksi (misalnya, 300+ butir per ekor per periode produksi).
Riwayat kesehatan adalah nilai jual utama. Pullet 13 minggu seharusnya sudah menyelesaikan sebagian besar program vaksinasi wajib, termasuk: ND (Newcastle Disease), Gumboro (IBD), ILT (Infectious Laryngotracheitis), dan kadang-kadang EDS (Egg Drop Syndrome) atau Koksidiosis. Sertifikasi vaksinasi yang lengkap dan manajemen sanitasi yang ketat menjadi penambah nilai yang signifikan. Pullet dari peternakan yang memiliki catatan bebas penyakit (terutama AI atau Pullorum) akan dibanderol lebih mahal.
Bobot badan ideal pullet 13 minggu sangat penting. Bobot yang terlalu rendah (Underweight) menunjukkan masalah nutrisi atau kesehatan, sementara bobot yang terlalu tinggi (Overweight) dapat menyebabkan masalah reproduksi seperti lemak berlebih di ovarium. Keseragaman (di atas 80%) menunjukkan bahwa mayoritas ayam di dalam kandang akan mencapai kematangan seksual pada waktu yang sama. Peternak yang berhasil mencapai target BWS dan Uniformity tinggi dapat menetapkan harga yang lebih premium, sering kali ada penalti harga untuk keseragaman di bawah 70%.
Biaya transportasi dan lokasi peternakan juga memengaruhi harga akhir. Pullet yang dijual di pulau-pulau dengan biaya logistik pakan yang tinggi (misalnya, di luar Jawa) cenderung memiliki harga pokok yang lebih tinggi. Sebaliknya, pembeli di daerah terpencil juga harus memperhitungkan biaya pengiriman pullet dari peternakan sumber.
Jika harga mencerminkan biaya dan kualitas, maka manajemen pada usia 13 minggu adalah kunci untuk mempertahankan kualitas tersebut hingga ayam mulai berproduksi. Manajemen pada fase Pre-Laying sangat fokus pada tiga aspek: pencahayaan, nutrisi kalsium, dan penimbangan.
Pada usia 13 minggu, ayam masih berada dalam fase pembatasan cahaya (Restricted Lighting). Tujuannya adalah menunda kematangan seksual hingga ayam mencapai bobot badan yang optimal dan organ reproduksinya siap sepenuhnya. Jika ayam terlalu cepat matang (karena cahaya yang berlebihan), mereka akan menghasilkan telur kecil di awal produksi, yang menurunkan nilai ekonomis.
Penimbangan pada usia 13 minggu harus dilakukan mingguan. Peternak harus menimbang sampel 5% hingga 10% dari total populasi. Data ini digunakan untuk menentukan apakah perlu dilakukan penyesuaian pakan (flushing atau pembatasan) atau pengelompokan (grading).
Jika keseragaman rendah (misalnya 70%), ayam yang lebih kecil harus dipisahkan ke dalam kandang khusus (kandang sortir atau culling) dan diberi pakan yang lebih kaya nutrisi untuk "mengejar" bobot teman-temannya. Tujuan utama adalah memastikan minimal 90% dari populasi berada dalam rentang ±10% dari BWS target pada minggu ke-16.
Kualitas udara (ventilasi) harus optimal, terutama di kandang tertutup (closed house). Kelembaban yang terlalu tinggi (di atas 70%) dan konsentrasi amonia (NH3) di atas 20 ppm dapat merusak saluran pernapasan ayam, membuatnya rentan terhadap penyakit pernapasan seperti CRD atau Snot. Kualitas udara yang baik pada usia 13 minggu sangat menentukan penyerapan vaksinasi dan kesehatan jangka panjang.
Pada usia 13 minggu, formulasi pakan harus disesuaikan untuk transisi. Pakan Grower yang digunakan harus mendukung pertumbuhan tulang dan organ, bukan lagi pertumbuhan daging yang cepat. Ini adalah masa penumpukan kalsium dan fosfor untuk persiapan produksi telur.
Pullet membutuhkan kalsium (Ca) dan fosfor (P) yang cukup untuk membangun kerangka tulang yang kuat. Rangka tulang yang kuat berfungsi sebagai ‘bank’ kalsium saat ayam mulai bertelur. Jika kalsium yang disimpan kurang, ayam akan mengambil kalsium dari tulangnya sendiri, yang menyebabkan masalah cage layer fatigue atau kerabang telur yang tipis di masa depan.
Protein kasar dalam pakan Grower II harus berada di kisaran 15-17%. Lebih penting lagi adalah keseimbangan asam amino esensial, terutama Methionine dan Lysine. Asam amino ini diperlukan untuk pertumbuhan bulu yang optimal (mencegah kanibalisme) dan pembentukan massa otot tanpa lemak yang berlebihan.
Kadar energi pakan (ME - Metabolizable Energy) harus dikontrol untuk mencegah penumpukan lemak berlebih. Lemak di rongga perut dapat menghambat fungsi ovarium. Energi yang terlalu tinggi harus dihindari, kecuali jika populasi pullet secara keseluruhan mengalami underweight dan membutuhkan ‘pengejaran’ bobot.
Pada usia 13 minggu, sebagian besar vaksinasi primer telah selesai. Namun, ini adalah periode penting untuk melakukan vaksinasi ulangan (booster) atau vaksinasi yang bertujuan memberikan perlindungan jangka panjang terhadap penyakit yang endemik di wilayah tersebut.
Vaksinasi yang paling sering diulang pada fase ini adalah ND (Newcastle Disease) dan kadang-kadang Cacar Ayam (Fowl Pox), terutama jika ayam dipelihara di kandang terbuka atau semi-tertutup. Vaksinasi ND yang dilakukan pada fase ini biasanya menggunakan vaksin aktif (strain La Sota atau Clone 30) atau vaksin inaktif (oil based) untuk memberikan perlindungan kekebalan yang kuat menjelang stres produksi.
Stress akibat perubahan pakan dari Grower I ke Grower II, atau stres lingkungan, dapat memicu penyakit koksidiosis (berak darah) atau enteritis nekrotik. Meskipun koksidiosis biasanya menyerang usia muda, pengawasan ketat tetap diperlukan. Pemberian koksidiostat dalam pakan masih umum dilakukan hingga pullet berusia 16 minggu, atau pemberian obat anti-koksidia jika ditemukan gejala klinis.
Parasit internal, terutama cacing pita dan cacing gelang, dapat merusak usus dan menghambat penyerapan nutrisi, yang berdampak langsung pada keterlambatan pencapaian bobot ideal dan keseragaman. Program de-worming (pemberian obat cacing) biasanya dijadwalkan secara rutin antara minggu ke-12 hingga ke-15. Langkah ini sangat krusial untuk memastikan semua energi pakan digunakan untuk pertumbuhan dan persiapan produksi, bukan untuk memberi makan parasit.
Untuk memahami harga ayam pullet umur 13 minggu, penting untuk membedah Harga Pokok Penjualan (HPP) dari perspektif peternak pembibitan. HPP ini menjadi dasar penentuan harga jual kepada peternak produksi.
Harga jual pullet selalu memasukkan margin keuntungan dan premi risiko. Harga yang lebih tinggi seringkali mencerminkan jaminan kualitas, seperti:
Bagi peternak yang ingin berinvestasi pada pullet 13 minggu, pemeriksaan pra-pembelian adalah langkah yang tidak boleh dilewatkan. Membeli pullet dengan harga murah namun kualitas buruk akan mengakibatkan kerugian produksi di masa depan.
Minta catatan lengkap (recording) mengenai program vaksinasi yang telah diberikan, tanggal pelaksanaannya, jenis vaksin, dan rute pemberian (tetes mata, suntik, air minum). Pastikan vaksinasi IBD, ND, dan AI telah dilakukan secara tuntas sesuai protokol yang berlaku.
Lakukan pemeriksaan acak terhadap sampel ayam. Pullet yang sehat harus memiliki ciri-ciri berikut:
Jika memungkinkan, kunjungi peternakan sumber. Lingkungan yang bersih, ventilasi yang baik, dan manajemen litter (sekam) yang kering adalah indikasi manajemen yang baik, yang berkorelasi langsung dengan harga pullet.
Lakukan penimbangan sampel di lokasi penjual. Jika bobot rata-rata jauh di bawah standar BWS (misalnya defisit 50-100 gram), Anda memiliki dasar untuk negosiasi harga, karena pullet tersebut membutuhkan biaya pakan ekstra untuk 'mengejar' ketertinggalan bobot sebelum distimulasi cahaya.
Meskipun pullet dibeli pada usia 13 minggu, manajemen setelah pembelian sangat menentukan keberhasilan produksi telur. Stres transportasi dan perubahan lingkungan adalah ancaman nyata yang harus dimitigasi.
Segera setelah pullet tiba di kandang baru, berikan air minum yang dicampur elektrolit dan vitamin anti-stres (terutama Vitamin C dan B Kompleks). Pakan yang diberikan pada 24 jam pertama harus mudah dicerna. Pastikan suhu kandang stabil dan tenang.
Pada usia 13 minggu, pullet masih mengonsumsi pakan Grower II. Transisi pakan dari Grower II ke Pre-Laying atau Layer I harus dilakukan bertahap (sekitar 7 hari) dan baru dimulai menjelang minggu ke-17 atau ke-18, ketika pullet telah mencapai bobot badan target dan menunjukkan tanda-tanda kematangan seksual awal (misalnya jengger mulai membesar dan memerah intens).
Pemberian pakan Layer terlalu cepat (sebelum BWS tercapai) akan membuang-buang kalsium mahal yang tidak bisa digunakan oleh ayam muda. Pemberian pakan Layer terlalu lambat akan menyebabkan ayam mengambil kalsium dari tulangnya, menghasilkan telur berkulit tipis di awal puncak produksi.
Monitor perkembangan fisik yang menunjukkan kesiapan bertelur: pelebaran jarak tulang pubis, peningkatan kelembaban kloaka, dan perkembangan ukuran jengger. Data ini, dikombinasikan dengan BWS yang tercapai, adalah penanda kapan harus memulai stimulasi cahaya dan transisi pakan Layer.
Harga pullet yang berasal dari sistem kandang tertutup (Closed House) cenderung lebih tinggi dibandingkan dari kandang terbuka (Open House). Hal ini wajar karena manajemen di closed house menawarkan kontrol lingkungan yang superior, yang menghasilkan kualitas pullet yang lebih terjamin dan keseragaman yang lebih tinggi.
Memiliki HPP lebih tinggi karena biaya instalasi, listrik (kipas), dan sistem pendingin/pemanas. Namun, pulletnya memiliki risiko penyakit yang lebih rendah (terutama penyakit yang ditularkan melalui udara) dan keseragaman bobot di atas 85%. Harga jualnya berada di kategori premium.
HPP lebih rendah karena biaya operasional listrik minimal. Namun, risiko stres panas, fluktuasi suhu, dan penularan penyakit dari lingkungan luar lebih tinggi. Keseragaman cenderung bervariasi. Harga jualnya lebih kompetitif, namun peternak pembeli harus siap dengan manajemen adaptasi yang lebih intensif.
Harga ayam pullet umur 13 minggu bergerak mengikuti tren makro ekonomi dan sektor peternakan secara umum. Tiga faktor tren yang harus diperhatikan adalah:
Karena pakan adalah komponen biaya terbesar, harga komoditas global yang menjadi bahan baku pakan akan langsung memengaruhi harga pullet dalam rentang waktu 2-4 bulan ke depan. Kenaikan harga jagung 10% dapat menghasilkan kenaikan harga pullet hingga 5-7%.
Jika harga telur di pasar sedang tinggi, permintaan terhadap pullet sebagai calon produsen akan meningkat, sehingga mendorong harga pullet naik. Sebaliknya, saat oversupply telur terjadi, permintaan pullet cenderung turun.
Musim hujan dan cuaca ekstrem dapat meningkatkan risiko penyakit dan mortalitas di peternakan pembibitan. Risiko ini diterjemahkan menjadi premi harga yang lebih tinggi untuk pullet yang selamat dan sehat.
Mari kita asumsikan sebuah studi kasus sederhana untuk menggambarkan bagaimana harga pullet 13 minggu terbentuk di Indonesia, dengan asumsi inflasi biaya pakan yang terjadi di tengah tahun.
Peternak A berhasil mencapai bobot standar (BWS) 1.050 gram pada minggu ke-13 dengan tingkat mortalitas kumulatif 4%. Data pengeluaran HPP per ekor adalah sebagai berikut:
Total HPP: Rp 8.000 + Rp 30.000 + Rp 2.500 + Rp 3.000 + Rp 1.700 = Rp 45.200 per ekor.
Jika Peternak A menginginkan margin keuntungan bersih 10%, maka harga jual minimum adalah Rp 45.200 + 10% = Rp 49.720. Harga ini kemudian bisa dinegosiasikan dengan pembeli, biasanya dibulatkan menjadi Rp 50.000 atau Rp 51.000, tergantung permintaan pasar dan biaya logistik pengiriman.
Manajemen di sekitar usia 13 minggu sangat fokus pada persiapan fisik internal. Ovarium dan oviduk pullet harus berkembang secara optimal. Keterlambatan pertumbuhan organ reproduksi, meskipun bobot badan tercapai, dapat menyebabkan keterlambatan produksi atau produksi telur yang tidak maksimal.
Pullet membutuhkan cadangan lemak tubuh yang cukup (sekitar 3-4% dari total berat badan) untuk memicu pelepasan hormon yang mengatur kematangan seksual (Estrogen dan Progesteron). Lemak ini harus berbentuk lemak depot yang sehat, bukan lemak visceral yang berlebihan. Manajemen energi pakan pada usia ini harus tepat sasaran; terlalu kurus menunda produksi, terlalu gemuk menyebabkan masalah prolaps dan lemak di organ reproduksi.
Oviduk adalah saluran tempat telur dibentuk. Pada pullet 13 minggu, oviduk mulai tumbuh pesat. Kebutuhan air minum yang bersih dan lancar sangat penting karena oviduk bergantung pada hidrasi yang baik. Stress panas yang menyebabkan dehidrasi pada usia ini dapat menghambat perkembangan organ vital ini, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas kerabang telur di masa puncak.
Kepadatan kandang yang ideal pada usia 13 minggu adalah sekitar 6-7 ekor per meter persegi di sistem litter atau sesuai standar sistem baterai. Kepadatan yang berlebihan (di atas 8 ekor/m²) menyebabkan kompetisi pakan, stres, penurunan uniformitas, dan peningkatan risiko kanibalisme. Jika pullet berasal dari kandang dengan kepadatan yang terkontrol, nilai jualnya akan lebih tinggi karena menjamin kualitas fisik yang lebih baik.
Harga ayam pullet umur 13 minggu adalah cerminan dari akumulasi biaya, risiko manajemen, dan kualitas biologis yang ditawarkan. Dalam konteks investasi, pullet pada usia ini berada di titik kritis, di mana kesalahan manajemen kecil sudah teratasi, namun potensi kerugian besar akibat manajemen pra-produksi yang buruk masih bisa dihindari oleh pembeli.
Bagi calon pembeli, fokus tidak boleh hanya pada harga termurah, tetapi pada nilai yang didapatkan, yaitu: jaminan riwayat kesehatan yang lengkap, pencapaian bobot badan standar yang tinggi, dan keseragaman kelompok di atas 80%. Pullet yang sehat dan terawat baik pada usia 13 minggu akan memberikan hasil produksi telur yang optimal, menjustifikasi harga yang mungkin sedikit lebih tinggi di awal investasi.
Manajemen yang berorientasi pada detail, mulai dari kontrol pencahayaan hingga formulasi nutrisi kalsium, adalah faktor pembeda antara pullet yang menghasilkan puncak produksi 85% dengan yang mencapai 95%. Oleh karena itu, peternak yang berhasil membesarkan pullet berkualitas akan selalu mematok harga yang mencerminkan investasi waktu, ilmu, dan sumber daya yang telah mereka curahkan selama tiga bulan pertama kehidupan unggas tersebut.
Memasuki periode Grower II, setiap keputusan yang diambil peternak akan memengaruhi profitabilitas jangka panjang. Memilih pullet 13 minggu yang tepat adalah langkah pertama menuju keberhasilan peternakan telur komersial.
-- Akhir Artikel --