Mengupas Samudra Makna Dzikir Subhanallah Wabihamdihi

Kaligrafi Arab Subhanallah Wabihamdihi سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ Subhanallah Wabihamdihi Kaligrafi Arab 'Subhanallah Wabihamdihi' dengan latar belakang cahaya biru yang lembut, melambangkan kesucian dan ketenangan.

Di tengah hiruk pikuk kehidupan yang seringkali menyita perhatian dan menguras energi, jiwa manusia merindukan ketenangan. Sebuah oase spiritual di mana ia dapat beristirahat, mengisi kembali kekuatannya, dan menyambungkan kembali dirinya dengan Sang Pencipta. Islam, sebagai agama yang paripurna, menyediakan berbagai sarana untuk mencapai ketenangan ini, dan salah satu yang paling mudah, ringan, namun memiliki dampak luar biasa adalah dzikir. Dari sekian banyak kalimat dzikir, ada satu untaian kata yang begitu istimewa: "Subhanallah Wabihamdihi".

Kalimat ini mungkin terdengar sederhana. Lidah begitu mudah mengucapkannya, tidak memerlukan usaha fisik yang berat. Namun, di balik kemudahannya, tersembunyi samudra makna yang dalam, keutamaan yang agung, dan rahasia spiritual yang mampu mengubah kehidupan seorang hamba. Ini bukan sekadar komat-kamit tanpa arti, melainkan sebuah proklamasi agung dari seorang makhluk kepada Khaliqnya, sebuah pengakuan yang menggetarkan Arsy, dan sebuah amalan yang sangat dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Artikel ini akan mengajak Anda untuk menyelami lebih dalam keajaiban dzikir Subhanallah Wabihamdihi. Kita akan membedah makna setiap katanya, menjelajahi dalil-dalil dari Al-Qur'an dan hadis-hadis shahih mengenai keutamaannya, serta memahami bagaimana dzikir ini dapat menjadi jangkar spiritual dalam kehidupan kita sehari-hari. Mari kita buka hati dan pikiran untuk menyerap cahaya dari kalimat thoyyibah yang mulia ini.

Membedah Makna Mendalam di Balik Setiap Kata

Untuk benar-benar merasakan kekuatan sebuah dzikir, kita harus memahami apa yang kita ucapkan. "Subhanallah Wabihamdihi" terdiri dari dua penggalan utama yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Mari kita urai satu per satu.

1. Subhanallah (سُبْحَانَ اللهِ): Maha Suci Allah

Kata "Subhanallah" berasal dari akar kata "sabaha" (سَبَحَ) yang secara harfiah berarti berenang, bergerak cepat, atau menjauh. Secara istilah, tasbih (mengucapkan Subhanallah) berarti menyucikan Allah dari segala bentuk kekurangan, kelemahan, cacat, dan dari segala sesuatu yang tidak layak bagi keagungan-Nya. Ini adalah sebuah deklarasi Tanzih, yaitu pemurnian dan pensucian Dzat, Sifat, dan Perbuatan Allah dari penyerupaan dengan makhluk-Nya.

Ketika kita mengucapkan "Subhanallah", kita sedang menyatakan:

Mengucapkan "Subhanallah" adalah seperti menarik garis pemisah yang tegas antara Al-Khaliq (Sang Pencipta) yang Maha Sempurna dan makhluk yang penuh dengan keterbatasan. Ini adalah pengakuan akan transendensi Allah, bahwa Dia berada jauh di atas segala imajinasi dan konsepsi manusia.

2. Wa Bihamdihi (وَبِحَمْدِهِ): dan dengan Memuji-Nya

Bagian kedua ini terdiri dari tiga komponen: 'wa' (dan), 'bi' (dengan), dan 'hamdihi' (pujian-Nya).

'Wa' (و) adalah kata sambung yang mengikat antara pensucian (tasbih) dan pujian (hamd). Ini menunjukkan bahwa kedua tindakan ini tidak terpisahkan. Pensucian kita kepada Allah tidak akan sempurna tanpa diiringi pujian, dan pujian kita kepada-Nya menjadi lebih bermakna ketika didasari oleh keyakinan akan kesucian-Nya.

'Bi' (ب) memiliki beberapa kemungkinan makna, namun yang paling relevan di sini adalah 'dengan' atau 'sambil'. Artinya, kita menyucikan Allah sambil memuji-Nya, atau pensucian ini kita lakukan dengan sarana pujian kepada-Nya.

'Hamdihi' (حَمْدِهِ) berasal dari kata 'hamd' (pujian). 'Hamd' berbeda dengan 'syukr' (syukur). Syukur biasanya diucapkan sebagai respons atas nikmat yang kita terima. Sedangkan 'hamd' adalah pujian yang kita berikan kepada Allah karena Dzat-Nya yang memang layak dipuji, terlepas dari apakah kita menerima nikmat tertentu atau tidak. Kita memuji-Nya karena nama-nama-Nya yang indah (Al-Asma'ul Husna) dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi (As-Sifatul 'Ulya). Kita memuji-Nya karena Dia adalah Ar-Rahman (Maha Pengasih), Al-'Alim (Maha Mengetahui), Al-Hakim (Maha Bijaksana), bahkan sebelum kita merasakan buah dari sifat-sifat tersebut.

Sintesis Makna: Sebuah Pengakuan yang Sempurna

Ketika kita menggabungkan kedua bagian ini, "Subhanallah Wabihamdihi", kita tidak hanya mengatakan "Maha Suci Allah dan aku memuji-Nya." Maknanya jauh lebih dalam. Kita seolah berkata:

"Ya Allah, aku menyucikan-Mu dari segala kekurangan, dan pensucianku ini aku iringi dengan pujian atas segala kesempurnaan-Mu. Aku bersaksi bahwa Engkau suci dari segala aib, dan pada saat yang sama aku mengakui bahwa Engkau memiliki segala sifat terpuji. Pujianku kepada-Mu adalah bukti dari keyakinanku akan kesucian-Mu."

Ini adalah sebuah paket lengkap pengagungan. Menafikan yang negatif (segala kekurangan) dan menetapkan yang positif (segala kesempurnaan). Inilah mengapa kalimat ini begitu dicintai oleh Allah, karena ia merangkum esensi dari pengabdian seorang hamba dalam bentuk yang paling ringkas dan padat.

Keutamaan Agung Dzikir Subhanallah Wabihamdihi dalam Hadis

Keindahan makna dzikir ini semakin bersinar ketika kita menelusuri hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan tentang fadhilah atau keutamaannya. Hadis-hadis ini bukan sekadar motivasi, melainkan janji pasti dari lisan manusia paling jujur bagi siapa saja yang mau mengamalkannya dengan tulus.

1. Penggugur Dosa Seumpama Buih di Lautan

Salah satu hadis yang paling masyhur dan memberikan harapan besar bagi setiap pendosa adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ "Barangsiapa mengucapkan 'Subhanallah Wabihamdihi' seratus kali dalam sehari, maka akan dihapuskan dosa-dosanya, sekalipun sebanyak buih di lautan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengandung beberapa pelajaran penting:

2. Kalimat yang Paling Dicintai Allah

Bayangkan jika ada sebuah perbuatan yang kita tahu pasti dicintai oleh sosok yang paling kita hormati. Tentu kita akan bersemangat melakukannya. Lantas, bagaimana jika perbuatan itu dicintai oleh Allah, Penguasa alam semesta? Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, "Ucapan apakah yang paling utama?" Beliau menjawab:

مَا اصْطَفَى اللَّهُ لِمَلَائِكَتِهِ أَوْ لِعِبَادِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ "Apa yang telah Allah pilihkan untuk para malaikat-Nya atau untuk hamba-hamba-Nya, yaitu: 'Subhanallah Wabihamdihi'." (HR. Muslim)

Hadis ini memberikan kita sebuah perspektif yang luar biasa. Kalimat ini bukan sembarang kalimat. Ia adalah kalimat pilihan. Allah sendiri yang memilihnya untuk diucapkan oleh para malaikat, makhluk suci yang tak pernah bermaksiat, dan juga untuk diucapkan oleh hamba-hamba pilihan-Nya di muka bumi. Ketika kita mengucapkannya, kita sedang meneladani dzikirnya para malaikat dan menyuarakan kalimat yang paling dicintai oleh Ar-Rahman.

3. Memberatkan Timbangan Amal di Akhirat

Dalam perlombaan mengumpulkan bekal untuk akhirat, kita tentu ingin memiliki amalan yang bobotnya berat di hadapan Allah. Dzikir ini, bersama pasangannya "Subhanallahil 'Azhim", memiliki keistimewaan tersebut. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ "Ada dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan (Mizan), dan dicintai oleh Ar-Rahman: 'Subhanallahi wa bihamdihi, Subhanallahil 'Azhim'." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini, yang sering disebut sebagai penutup kitab Shahih Bukhari, merangkum tiga keutamaan sekaligus:

4. Sebuah Pohon Kurma di Surga untuk Setiap Ucapan

Bagi mereka yang merindukan surga, dzikir ini adalah investasi properti yang paling menguntungkan. Setiap kali lisan kita basah dengannya, sebuah aset abadi sedang dibangun untuk kita di surga. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ "Barangsiapa mengucapkan 'Subhanallahil 'Azhim wa bihamdihi', maka ditanamkan untuknya sebatang pohon kurma di surga." (HR. Tirmidzi, dinilai hasan shahih)

Meskipun redaksinya sedikit berbeda ('Subhanallahil 'Azhim wa bihamdihi'), banyak ulama memasukkan hadis ini dalam pembahasan keutamaan dzikir yang serupa. Bayangkan, dengan beberapa detik ucapan, kita sedang menanam pohon di surga. Jika kita mengucapkannya seratus kali, seratus pohon kurma surga telah kita siapkan. Ini adalah motivasi yang sangat visual dan kuat untuk terus berdzikir di setiap kesempatan.

5. Dzikir Seluruh Makhluk

Keagungan dzikir ini juga terletak pada fakta bahwa dengan mengucapkannya, kita sedang berpartisipasi dalam sebuah orkestra kosmik. Seluruh alam semesta, dari atom terkecil hingga galaksi terbesar, senantiasa bertasbih kepada Allah. Al-Qur'an menyatakan:

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ "Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka." (QS. Al-Isra': 44)

Ketika seorang hamba mengucapkan "Subhanallah Wabihamdihi", ia sedang menyelaraskan dirinya dengan dzikir seluruh makhluk. Ia bergabung dengan para malaikat, gunung-gunung, lautan, pepohonan, dan segala ciptaan lainnya dalam mengagungkan Sang Pencipta. Ini memberikan dimensi spiritual yang sangat mendalam, di mana kita merasa menjadi bagian dari sebuah harmoni agung yang memuji Allah Ta'ala.

Mengintegrasikan Dzikir Subhanallah Wabihamdihi dalam Kehidupan

Mengetahui makna dan keutamaan dzikir ini adalah langkah pertama. Langkah selanjutnya, yang tidak kalah penting, adalah bagaimana kita menjadikannya bagian tak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan kita. Dzikir bukanlah ritual yang hanya dilakukan di atas sajadah, melainkan sebuah kondisi hati yang senantiasa terhubung dengan Allah.

Waktu-Waktu Terbaik untuk Berdzikir

Meskipun dzikir ini bisa diucapkan kapan saja dan di mana saja, ada beberapa waktu yang sangat dianjurkan untuk memperbanyaknya:

Menghadirkan Hati: Kunci Dzikir yang Berkualitas

Kuantitas dalam berdzikir itu penting, seperti yang diisyaratkan dalam hadis 100 kali sehari. Namun, kualitas jauh lebih penting. Seratus kali ucapan dengan hati yang lalai tidak akan sama nilainya dengan sepuluh kali ucapan yang disertai perenungan dan kehadiran hati (khusyu').

Bagaimana cara menghadirkan hati saat berdzikir?

  1. Pahami Maknanya: Teruslah mengingat makna yang telah kita bahas. Ketika lisan mengucapkan "Subhanallah", biarkan hati merasakan kesucian Allah dari segala kekurangan. Ketika lisan mengucapkan "Wabihamdihi", biarkan jiwa merasakan getaran pujian atas segala kesempurnaan-Nya.
  2. Lafalkan dengan Perlahan (Tartil): Jangan terburu-buru mengejar target jumlah. Ucapkan setiap huruf dan kata dengan jelas dan tenang. Rasakan setiap getaran kalimat yang keluar dari lisan Anda.
  3. Cari Tempat dan Waktu yang Tenang: Terutama bagi pemula, cobalah untuk menyisihkan waktu khusus di tempat yang minim gangguan. Mungkin setelah shalat subuh atau sebelum tidur. Ini membantu melatih fokus dan kekhusyuan.
  4. Visualisasikan Keagungan Allah: Bayangkan betapa luasnya ciptaan Allah, betapa rumitnya alam semesta, dan betapa kecilnya diri kita di hadapan-Nya. Visualisasi ini akan membantu hati untuk lebih mudah tunduk dan mengagungkan-Nya.
  5. Rasakan Kebutuhan Anda kepada-Nya: Sadari bahwa setiap detik kehidupan kita, setiap tarikan napas, adalah anugerah dari-Nya. Berdzikir adalah cara kita berterima kasih dan mengakui ketergantungan total kita kepada Allah.

Dzikir yang berkualitas bukan hanya menggerakkan lisan, tetapi juga menggetarkan hati, menjernihkan pikiran, dan pada akhirnya, mengubah perilaku. Ia menjadi sumber kekuatan, ketenangan, dan cahaya yang memandu setiap langkah kehidupan seorang hamba.

Rahasia di Balik Konsistensi (Istiqamah)

Salah satu tantangan terbesar dalam beramal adalah menjaga konsistensi atau istiqamah. Seringkali kita bersemangat di awal, namun perlahan semangat itu memudar ditelan kesibukan. Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa amalan yang paling dicintai Allah adalah yang paling rutin (kontinu) meskipun sedikit. Bagaimana cara kita menjaga agar dzikir "Subhanallah Wabihamdihi" menjadi napas harian kita?

1. Mulailah dari yang Kecil

Jika target 100 kali terasa berat, jangan paksakan di awal. Mulailah dengan 10 kali setiap selesai shalat. Atau 33 kali di pagi dan petang. Ketika kebiasaan kecil ini sudah terbentuk dan terasa ringan, barulah tingkatkan jumlahnya secara bertahap. Membangun kebiasaan ibadah ibarat membangun otot, perlu latihan bertahap dan konsisten.

2. Kaitkan dengan Kebiasaan yang Sudah Ada

Metode ini dikenal sebagai "habit stacking". Kaitkan kebiasaan baru (berdzikir) dengan kebiasaan lama yang sudah mapan. Misalnya, buat komitmen: "Setelah saya selesai shalat Subuh dan membaca dzikir ba'da shalat, saya akan langsung membaca Subhanallah Wabihamdihi 100 kali." Atau, "Setiap saya masuk ke dalam mobil untuk berangkat kerja, saya akan mulai berdzikir." Dengan cara ini, kebiasaan lama menjadi pemicu untuk kebiasaan baru.

3. Gunakan Alat Bantu

Di zaman modern, kita bisa memanfaatkan teknologi. Gunakan aplikasi tasbih digital di ponsel, atau pasang pengingat (reminder) di waktu-waktu tertentu. Tasbih manual juga sangat efektif untuk menjaga hitungan dan fokus. Jangan remehkan alat bantu, karena ia bisa menjadi sarana untuk menjaga amalan mulia.

4. Pahami Kembali Keutamaannya Secara Berkala

Motivasi perlu diisi ulang. Ketika rasa malas mulai datang, baca kembali hadis-hadis tentang keutamaan dzikir ini. Ingat kembali tentang dosa yang diampuni, timbangan yang diberatkan, dan pohon kurma yang ditanam di surga. Mengingat kembali ganjaran yang agung adalah bahan bakar terbaik untuk menjaga api semangat tetap menyala.

5. Cari Lingkungan yang Mendukung

Lingkungan memiliki pengaruh besar. Berteman dengan orang-orang yang juga gemar berdzikir dan mengingat Allah akan membuat kita termotivasi. Ikut dalam majelis ilmu atau kajian rutin juga bisa membantu menjaga semangat beribadah.

Penutup: Kalimat Ringan Pembuka Pintu Kebaikan

Subhanallah Wabihamdihi. Dua kata yang begitu ringan, namun sarat dengan makna pengagungan yang paling murni. Ia adalah pernyataan tauhid, pengakuan atas kesempurnaan Allah, dan penafian atas segala kekurangan. Ia adalah dzikir para malaikat, kalimat yang paling dicintai Ar-Rahman, pemberat timbangan amal, penggugur dosa laksana buih di lautan, dan investasi pohon kurma di surga.

Di dunia yang penuh dengan kebisingan dan distraksi, kalimat ini adalah jangkar yang menambatkan hati kita pada dermaga ketenangan ilahi. Ia adalah oase di tengah padang pasir kelalaian. Ia adalah cahaya yang menerangi kegelapan jiwa.

Jangan pernah meremehkan kekuatan dzikir ini. Jadikan ia sahabat lisan kita, getaran hati kita, dan penyejuk jiwa kita. Mulailah hari ini, bahkan saat ini juga. Ucapkan dengan perlahan, resapi maknanya, dan biarkan kalimat agung ini mengalir dalam aliran darah Anda, membersihkan jiwa, dan mendekatkan Anda selangkah lebih dekat kepada Rabb semesta alam. Karena pada akhirnya, di tengah segala pencapaian duniawi yang fana, yang akan benar-benar memberatkan timbangan kita adalah amalan-amalan ringan seperti ini, yang dilakukan dengan hati yang tulus dan istiqamah.

🏠 Kembali ke Homepage