Panduan Doa Yasin Lengkap
Surah Yasin sering disebut sebagai jantung Al-Qur'an (Qalbul Qur'an). Kedudukannya yang istimewa menjadikannya salah satu surah yang paling sering dibaca oleh umat Islam di seluruh dunia. Membaca Surah Yasin diyakini membawa banyak keberkahan, ketenangan jiwa, dan ampunan dari Allah SWT. Setelah selesai membacanya, umat Islam dianjurkan untuk menyempurnakannya dengan memanjatkan doa khusus, yang dikenal sebagai doa Yasin. Doa ini merupakan rangkuman permohonan, pujian, dan harapan kepada Allah SWT, memohon agar keberkahan dari bacaan Surah Yasin dilimpahkan kepada pembacanya.
Artikel ini akan menyajikan panduan lengkap mengenai doa Yasin, mulai dari bacaan doanya sendiri dalam format Arab, Latin, dan terjemahan, hingga pembahasan mendalam mengenai setiap ayat dalam Surah Yasin. Dengan memahami makna yang terkandung di dalamnya, diharapkan amalan kita menjadi lebih khusyuk dan penuh penghayatan.
Doa Setelah Membaca Surah Yasin
Berikut adalah bacaan doa yang lazim dibaca setelah selesai melantunkan ayat-ayat suci Surah Yasin. Doa ini berisi permohonan ampunan, keselamatan, serta kecukupan di dunia dan akhirat.
اَللّٰهُمَّ اِنَّا نَسْتَحْفِظُكَ وَنَسْتَوْدِعُكَ اَدْيَانَنَا وَاَنْفُسَنَا وَاَهْلَنَا وَاَوْلَادَنَا وَاَمْوَالَنَا وَكُلَّ شَيْءٍ اَعْطَيْتَنَا. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ فِى كَنَفِكَ وَاَمَانِكَ وَجِوَارِكَ وَعِيَاذِكَ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَرِيْدٍ وَجَبَّارٍ عَنِيْدٍ وَذِى عَيْنٍ وَذِى بَغْيٍ وَمِنْ شَرِّ كُلِّ ذِى شَرٍّ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اَللّٰهُمَّ جَمِّلْنَا بِالْعَافِيَةِ وَالسَّلَامَةِ وَحَقِّقْنَا بِالتَّقْوَى وَالْاِسْتِقَامَةِ وَاَعِذْنَا مِنْ مُوْجِبَاتِ النَّدَامَةِ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِاَوْلَادِنَا وَمَشَايِخِنَا وَلِاِخْوَانِنَا فِى الدِّيْنِ وَلِاَصْحَابِنَا وَاَحْبَابِنَا وَلِمَنْ اَحَبَّنَا فީكَ وَلِمَنْ اَحْسَنَ اِلَيْنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلِّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. وَارْزُقْنَا كَمَالَ الْمُتَابَعَةِ لَهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا فِى عَافِيَةٍ وَسَلَامَةٍ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Allahumma inna nastahfidzhuka wa nastaudi'uka adyanana wa anfusana wa ahlana wa auladana wa amwalana wa kulla syai'in a'thaitana. Allahummaj'alna wa iyyahum fi kanafika wa amanika wa jiwarika wa 'iyadzika min kulli syaithanim marid wa jabbarin 'anid wa dzi 'ainin wa dzi baghyin wa min syarri kulli dzi syarrin innaka 'ala kulli syai'in qadir. Allahumma jammilna bil 'afiyati was salamah, wa haqqiqna bit taqwa wal istiqamah, wa a'idzna min mujibatin nadamah, innaka sami'ud du'a'. Allahummaghfirlana wa liwalidina wa liauladina wa masyayikhina wa liikhwanina fiddin wa liashhabina wa ahbabina wa liman ahabbana fika wa liman ahsana ilaina wal mukminina wal mukminat wal muslimina wal muslimat, ya rabbal 'alamin. Wa shalli 'ala 'abdika wa rasulika sayyidina wa maulana muhammadin wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallim. Warzuqna kamalal mutaba'ati lahu dzahiran wa bathinan fi 'afiyatin wa salamatin birahmatika ya arhamar rahimin.
Artinya: "Ya Allah, kami memohon penjagaan-Mu dan menitipkan kepada-Mu agama kami, diri kami, keluarga kami, anak-anak kami, harta benda kami, dan segala sesuatu yang telah Engkau berikan kepada kami. Ya Allah, jadikanlah kami dan mereka dalam pemeliharaan-Mu, keamanan-Mu, perlindungan-Mu, dan penjagaan-Mu dari setiap setan yang durhaka, penguasa yang sewenang-wenang, orang yang memiliki pandangan jahat, dan dari kejahatan setiap pelaku kejahatan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, hiasilah kami dengan kesehatan dan keselamatan, dan wujudkanlah kami dengan takwa dan istiqamah. Lindungilah kami dari hal-hal yang menyebabkan penyesalan, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa. Ya Allah, ampunilah kami, kedua orang tua kami, anak-anak kami, guru-guru kami, saudara-saudara kami seagama, sahabat-sahabat kami, orang-orang yang kami cintai karena-Mu, orang-orang yang berbuat baik kepada kami, serta kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, wahai Tuhan semesta alam. Limpahkanlah rahmat dan keselamatan kepada hamba-Mu dan utusan-Mu, junjungan kami Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya. Dan anugerahilah kami kesempurnaan dalam mengikutinya, baik secara lahir maupun batin, dalam keadaan sehat dan selamat, dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang."
Keutamaan dan Manfaat Membaca Surah Yasin
Sebelum mendalami setiap ayat, penting untuk memahami mengapa Surah Yasin memegang posisi yang begitu mulia. Beberapa keutamaan yang sering dikaitkan dengan Surah Yasin antara lain:
Diampuni Dosa-dosa
Membaca Surah Yasin dengan niat tulus karena Allah diyakini dapat menjadi wasilah diampuninya dosa-dosa yang telah lalu. Ini memberikan harapan dan motivasi bagi setiap muslim untuk senantiasa kembali kepada Allah, memohon ampunan-Nya, dan memulai lembaran baru yang lebih bersih.
Mendapat Ketenangan Hati
Lantunan ayat-ayat Surah Yasin memiliki kekuatan untuk menenangkan hati yang gundah dan pikiran yang kalut. Ayat-ayatnya yang berbicara tentang kebesaran Allah, penciptaan alam semesta, dan kepastian hari akhir dapat mengalihkan fokus kita dari persoalan duniawi yang fana kepada keagungan Sang Pencipta yang abadi.
Mempermudah Segala Urusan
Banyak yang meyakini bahwa dengan membaca Surah Yasin, Allah akan memberikan kemudahan dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup. Baik itu urusan pekerjaan, keluarga, maupun masalah pribadi lainnya. Dengan bertawakal dan memohon melalui wasilah bacaan Yasin, seorang hamba menyerahkan segala urusannya kepada Allah, Dzat Yang Maha Mengatur.
Meringankan Sakaratul Maut
Surah Yasin sering dibacakan untuk orang yang sedang menghadapi sakaratul maut. Diyakini bahwa bacaan ini dapat membantu meringankan proses perpisahan ruh dari jasad, memberikan ketenangan bagi yang akan pergi, dan mengingatkannya pada kebesaran Allah di saat-saat terakhirnya.
Bacaan Lengkap Surah Yasin Beserta Tafsir Singkat Setiap Ayat
Untuk mencapai pemahaman dan kekhusyukan yang mendalam, berikut adalah bacaan Surah Yasin ayat per ayat, lengkap dengan tulisan Arab, Latin, terjemahan, serta penjelasan singkat mengenai makna yang terkandung di dalamnya.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
يسۤ ﴿١﴾
Yā Sīn.
1. Yasin.
Penjelasan Ayat 1
Ayat pertama ini terdiri dari dua huruf hijaiyah, yaitu 'Ya' dan 'Sin'. Ini termasuk dalam kategori 'huruf muqatta'at' atau huruf-huruf terpotong yang terdapat di awal beberapa surah dalam Al-Qur'an. Makna sesungguhnya dari huruf-huruf ini hanya Allah yang mengetahui. Para ulama tafsir berpendapat bahwa keberadaan huruf-huruf ini menjadi bukti kemukjizatan Al-Qur'an, menantang bangsa Arab yang pada saat itu sangat mahir dalam sastra untuk membuat karya serupa dari huruf-huruf yang mereka kenal. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an bukanlah buatan manusia, melainkan wahyu dari Allah SWT.
وَالْقُرْاٰنِ الْحَكِيْمِۙ ﴿٢﴾
Wal-qur'ānil-ḥakīm(i).
2. Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah,
Penjelasan Ayat 2
Allah SWT bersumpah dengan Al-Qur'an. Kata "Al-Hakim" memiliki makna yang sangat dalam, yaitu penuh dengan hikmah, kebijakan, dan kebenaran yang kokoh. Sumpah ini menegaskan kemuliaan dan keagungan Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk yang tidak ada keraguan di dalamnya. Setiap ayat, hukum, dan kisah di dalamnya mengandung pelajaran berharga bagi manusia yang mau berpikir.
اِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۙ ﴿٣﴾
Innaka laminal-mursalīn(a).
3. sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul,
Penjelasan Ayat 3
Setelah bersumpah dengan Al-Qur'an, Allah memberikan penegasan tentang status kerasulan Nabi Muhammad SAW. Ayat ini adalah jawaban atas keraguan dan penolakan kaum kafir Quraisy terhadap kenabian beliau. Allah sendiri yang menjadi saksi dan menegaskan bahwa Muhammad SAW benar-benar seorang utusan yang dipilih untuk menyampaikan risalah-Nya.
عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۙ ﴿٤﴾
'Alā ṣirāṭim mustaqīm(in).
4. (yang berada) di atas jalan yang lurus,
Penjelasan Ayat 4
Penegasan ini berlanjut dengan menyatakan bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah "jalan yang lurus" (shiratal mustaqim). Ini adalah jalan tauhid, jalan kebenaran yang akan membawa manusia menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jalan ini lurus, jelas, dan tidak berbelok-belok, kontras dengan jalan kesesatan yang penuh dengan keraguan dan kegelapan.
تَنْزِيْلَ الْعَزِيْزِ الرَّحِيْمِۙ ﴿٥﴾
Tanzīlal-'azīzir-raḥīm(i).
5. (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Penyayang,
Penjelasan Ayat 5
Ayat ini menjelaskan sumber dari Al-Qur'an dan risalah kenabian, yaitu dari Allah SWT. Allah disifati dengan dua nama-Nya yang agung: "Al-'Aziz" (Yang Mahaperkasa) dan "Ar-Rahim" (Yang Maha Penyayang). Sifat "Al-'Aziz" menunjukkan bahwa Allah memiliki kekuatan mutlak untuk melindungi wahyu-Nya dan memenangkan utusan-Nya. Sementara sifat "Ar-Rahim" menunjukkan bahwa diutusnya rasul dan diturunkannya Al-Qur'an adalah bentuk kasih sayang Allah yang tak terhingga kepada hamba-hamba-Nya.
لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَّآ اُنْذِرَ اٰبَاۤؤُهُمْ فَهُمْ غٰفِلُوْنَ ﴿٦﴾
Litunżira qaumam mā unżira ābā'uhum fahum gāfilūn(a).
6. agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang nenek moyang mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai.
Penjelasan Ayat 6
Tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk memberikan peringatan (inzar). Peringatan ini ditujukan secara khusus kepada bangsa Arab pada masa itu, yang telah lama tidak menerima kehadiran seorang rasul sejak masa Nabi Ismail AS. Akibat kekosongan bimbingan wahyu ini, mereka hidup dalam kelalaian (ghaflah), menyembah berhala, dan terjerumus dalam praktik jahiliyah. Peringatan ini bertujuan untuk menyadarkan mereka dari kelalaian tersebut.
لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلٰٓى اَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ ﴿٧﴾
Laqad ḥaqqal-qaulu 'alā akṡarihim fahum lā yu'minūn(a).
7. Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman.
Penjelasan Ayat 7
Ayat ini menggambarkan ketetapan Allah atas sebagian besar dari kaum tersebut. Karena kesombongan dan penolakan mereka yang terus-menerus terhadap kebenaran, ketetapan azab telah dipastikan bagi mereka. Hati mereka telah tertutup dari hidayah sehingga mereka tidak akan pernah beriman, tidak peduli seberapa jelas bukti yang disampaikan kepada mereka. Ini adalah konsekuensi dari pilihan mereka sendiri untuk mengingkari kebenaran.
اِنَّا جَعَلْنَا فِيْٓ اَعْنَاقِهِمْ اَغْلٰلًا فَهِيَ اِلَى الْاَذْقَانِ فَهُمْ مُّقْمَحُوْنَ ﴿٨﴾
Innā ja'alnā fī a'nāqihim aglālan fa hiya ilal-ażqāni fahum muqmaḥūn(a).
8. Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu (tangan mereka yang terbelenggu) diangkat ke dagu, karena itu mereka tertengadah.
Penjelasan Ayat 8
Allah menggunakan perumpamaan yang sangat kuat untuk menggambarkan kondisi orang-orang kafir yang hatinya tertutup. Leher mereka seolah-olah dibelenggu hingga kepala mereka terpaksa mendongak ke atas. Ini adalah gambaran orang yang sombong dan tidak mau menundukkan kepala untuk melihat kebenaran yang ada di hadapannya. Mereka terkunci dalam kesombongan mereka, tidak mampu berpaling atau melihat jalan petunjuk.
وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ ﴿٩﴾
Wa ja'alnā mim baini aidīhim saddaw wa min khalfihim saddan fa agsyaināhum fahum lā yubṣirūn(a).
9. Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.
Penjelasan Ayat 9
Perumpamaan berlanjut. Tidak hanya terbelenggu, mereka juga dikelilingi oleh dinding tebal di depan dan di belakang. Ini melambangkan bahwa mereka benar-benar terisolasi dari petunjuk. Jalan ke depan (masa depan) dan jalan ke belakang (pelajaran dari masa lalu) tertutup bagi mereka. Penglihatan mereka pun ditutup, sehingga mereka buta secara spiritual, tidak mampu melihat tanda-tanda kebesaran Allah yang terhampar di alam semesta.
وَسَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ ﴿١٠﴾
Wa sawā'un 'alaihim a'anżartahum am lam tunżirhum lā yu'minūn(a).
10. Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.
Penjelasan Ayat 10
Sebagai akibat dari hati yang terkunci dan pandangan yang tertutup, segala bentuk peringatan menjadi sia-sia bagi mereka. Baik Nabi Muhammad SAW menyampaikan dakwahnya atau tidak, keputusan mereka untuk tetap dalam kekafiran sudah final. Ayat ini memberikan hiburan kepada Nabi bahwa penolakan mereka bukanlah karena kegagalan dakwahnya, melainkan karena pilihan mereka sendiri yang telah mengunci hati mereka dari hidayah.
اِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِۚ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَّاَجْرٍ كَرِيْمٍ ﴿١١﴾
Innamā tunżiru manittaba'aż-żikra wa khasyiyar-raḥmāna bil-gaib(i), fa basysyirhu bimagfiratiw wa ajrin karīm(in).
11. Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.
Penjelasan Ayat 11
Setelah menjelaskan tentang orang yang tidak akan menerima peringatan, ayat ini beralih kepada mereka yang bisa mengambil manfaat dari dakwah. Peringatan hanya akan berguna bagi orang yang mau mengikuti "Adz-Dzikr" (Al-Qur'an) dan memiliki "khasyah" (rasa takut yang didasari oleh pengagungan) kepada Allah, meskipun mereka tidak dapat melihat-Nya secara fisik. Iman kepada yang gaib inilah kunci utama. Bagi mereka, Allah menjanjikan kabar gembira berupa ampunan (maghfirah) dan pahala yang mulia (ajrun karim), yaitu surga.
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ ࣖ ﴿١٢﴾
Innā naḥnu nuḥyil-mautā wa naktubu mā qaddamū wa āṡārahum, wa kulla syai'in aḥṣaināhu fī imāmim mubīn(in).
12. Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang jelas (Lauh Mahfuzh).
Penjelasan Ayat 12
Ayat ini menegaskan kekuasaan Allah untuk membangkitkan orang mati, sebuah konsep sentral yang sering diingkari oleh kaum kafir. Lebih dari itu, Allah juga mencatat segala amal perbuatan manusia ("ma qaddamu") serta jejak atau pengaruh dari perbuatan tersebut yang terus berlanjut setelah mereka tiada ("atsarahum"). Ini mencakup amal jariyah (kebaikan yang terus mengalir) atau dosa jariyah (keburukan yang terus berdampak). Semuanya tercatat dengan rinci dalam "Imamim Mubin" (Kitab Induk yang Jelas), yaitu Lauh Mahfuzh, sebagai bukti di hari perhitungan kelak.
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلًا اَصْحٰبَ الْقَرْيَةِۘ اِذْ جَاۤءَهَا الْمُرْسَلُوْنَۚ ﴿١٣﴾
Waḍrib lahum maṡalan aṣḥābal-qaryah(ti), iż jā'ahal-mursalūn(a).
13. Dan buatlah suatu perumpamaan bagi mereka, yaitu penduduk suatu negeri, ketika utusan-utusan datang kepada mereka;
Penjelasan Ayat 13
Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan sebuah perumpamaan (kisah) kepada kaumnya. Kisah ini adalah tentang penduduk sebuah negeri (para ahli tafsir menyebutnya Anthakiyah) yang didatangi oleh para utusan Allah. Tujuannya adalah agar kaum Quraisy dapat mengambil pelajaran dari nasib umat-umat terdahulu yang menolak ajaran para rasul.
اِذْ اَرْسَلْنَآ اِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوْهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوْٓا اِنَّآ اِلَيْكُمْ مُّرْسَلُوْنَ ﴿١٤﴾
Iż arsalnā ilaihimuṡnaini fa każżabūhumā fa 'azzaznā biṡāliṡin faqālū innā ilaikum mursalūn(a).
14. (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga (utusan itu) berkata, “Sungguh, kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.”
Penjelasan Ayat 14
Kisah dimulai dengan diutusnya dua orang rasul. Namun, penduduk negeri itu langsung mendustakan mereka. Sebagai bentuk rahmat dan penegasan, Allah tidak langsung menimpakan azab, melainkan menguatkan dakwah tersebut dengan mengutus rasul yang ketiga. Ketiga utusan ini bersama-sama menyampaikan pesan yang sama: "Sungguh, kami adalah utusan Allah untuk kalian."
قَالُوْا مَآ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَاۙ وَمَآ اَنْزَلَ الرَّحْمٰنُ مِنْ شَيْءٍۙ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا تَكْذِبُوْنَ ﴿١٥﴾
Qālū mā antum illā basyarum miṡlunā, wa mā anzalar-raḥmānu min syai'(in), in antum illā takżibūn(a).
15. Mereka (penduduk negeri) menjawab, “Kamu ini tidak lain hanyalah manusia seperti kami, dan (Allah) Yang Maha Pengasih tidak menurunkan sesuatu apa pun; kamu ini hanyalah pendusta.”
Penjelasan Ayat 15
Ini adalah argumen klasik kaum penentang para nabi. Mereka menolak kerasulan para utusan dengan dua alasan. Pertama, mereka hanyalah manusia biasa seperti penduduk lainnya, sehingga dianggap tidak memiliki keistimewaan. Kedua, mereka mengingkari konsep wahyu itu sendiri, dengan menyatakan bahwa Allah tidak pernah menurunkan apa pun. Mereka pun menuduh para utusan itu sebagai pendusta.
قَالُوْا رَبُّنَا يَعْلَمُ اِنَّآ اِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُوْنَ ﴿١٦﴾
Qālū rabbunā ya'lamu innā ilaikum lamursalūn(a).
16. Mereka (para utusan) berkata, “Tuhan kami mengetahui bahwa kami benar-benar utusan-utusan(-Nya) kepadamu.
Penjelasan Ayat 16
Menghadapi tuduhan dusta, para utusan tidak membalas dengan amarah. Mereka menyerahkan kesaksian kepada Allah. Dengan tenang mereka berkata, "Tuhan kami lebih mengetahui." Ini menunjukkan keyakinan mereka yang teguh dan kepasrahan mereka kepada Allah, yang menjadi saksi atas kebenaran misi mereka.
وَمَا عَلَيْنَآ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ ﴿١٧﴾
Wa mā 'alainā illal-balāgul-mubīn(u).
17. Dan kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.”
Penjelasan Ayat 17
Para utusan menegaskan esensi tugas mereka. Kewajiban mereka hanyalah "al-balaghul mubin" atau menyampaikan risalah dengan cara yang jelas, terang, dan tidak meninggalkan keraguan. Mereka tidak memiliki kuasa untuk memaksa orang beriman atau memberi hidayah. Tugas memberi hidayah adalah hak prerogatif Allah. Ini adalah prinsip dakwah yang fundamental.
قَالُوْٓا اِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْۚ لَىِٕنْ لَّمْ تَنْتَهُوْا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ ﴿١٨﴾
Qālū innā taṭayyarnā bikum, la'il lam tantahū lanarjumannakum wa layamassannakum minnā 'ażābun alīm(un).
18. Mereka (penduduk negeri) berkata, “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami rajam kamu dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami.”
Penjelasan Ayat 18
Ketika argumen mereka terpatahkan, penduduk negeri beralih ke takhayul dan ancaman. Mereka menganggap kehadiran para utusan sebagai penyebab kesialan (tathayyur). Ini adalah cara berpikir yang tidak logis. Mereka kemudian mengancam secara fisik, yaitu akan merajam (melempari dengan batu hingga mati) dan menyiksa para utusan jika mereka tidak menghentikan dakwahnya.
قَالُوْا طَاۤىِٕرُكُمْ مَّعَكُمْۗ اَىِٕنْ ذُكِّرْتُمْۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ ﴿١٩﴾
Qālū ṭā'irukum ma'akum, a'in żukkirtum, bal antum qaumum musrifūn(a).
19. Mereka (para utusan) berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”
Penjelasan Ayat 19
Para utusan kembali menjawab dengan bijak. Mereka meluruskan pemahaman yang salah tentang kesialan. Mereka menyatakan bahwa nasib buruk penduduk negeri itu bersumber dari perbuatan syirik dan kekafiran mereka sendiri, bukan karena kehadiran para rasul. Justru para rasul datang untuk memberi peringatan demi kebaikan mereka. Para utusan kemudian menyimpulkan bahwa penduduk negeri itu adalah "qaumun musrifun," kaum yang melampaui batas dalam kedurhakaan dan kebodohan.
وَجَاۤءَ مِنْ اَقْصَا الْمَدِيْنَةِ رَجُلٌ يَّسْعٰى قَالَ يٰقَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِيْنَۙ ﴿٢٠﴾
Wa jā'a min aqṣal-madīnati rajuluy yas'ā qāla yā qaumittabi'ul-mursalīn(a).
20. Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas dia berkata, “Wahai kaumku! Ikutilah para utusan itu!
Penjelasan Ayat 20
Di tengah kebuntuan dan ancaman, muncullah secercah harapan. Seorang laki-laki (ahli tafsir menyebutnya Habib An-Najjar) datang dari bagian kota yang paling jauh dengan tergesa-gesa. Kehadirannya yang "bergegas" menunjukkan urgensi dan kepeduliannya yang mendalam. Ia tidak takut dan langsung menyeru kaumnya untuk mengikuti para utusan, menunjukkan bahwa ia telah menerima dakwah dan beriman.
اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْـَٔلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ۔ ﴿٢١﴾
Ittabi'ū mal lā yas'alukum ajraw wa hum muhtadūn(a).
21. Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Penjelasan Ayat 21
Laki-laki beriman ini memberikan dua alasan logis mengapa kaumnya harus mengikuti para utusan. Pertama, mereka berdakwah tanpa pamrih, tidak meminta imbalan (upah) sedikit pun. Ini menunjukkan ketulusan misi mereka. Kedua, mereka adalah orang-orang yang berada di atas petunjuk yang benar. Argumen ini sangat rasional dan kuat, bertujuan untuk membuka pikiran kaumnya.
وَمَا لِيَ لَآ اَعْبُدُ الَّذِيْ فَطَرَنِيْ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ﴿٢٢﴾
Wa mā liya lā a'budul-lażī faṭaranī wa ilaihi turja'ūn(a).
22. Dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.
Penjelasan Ayat 22
Setelah mengajak kaumnya, ia kemudian berbicara tentang dirinya sendiri, memberikan contoh nyata. Ia mempertanyakan secara retoris, "Mengapa aku tidak menyembah Dzat yang telah menciptakanku?" Ini adalah argumen fitrah. Sangat tidak logis untuk menyembah ciptaan dan meninggalkan Sang Pencipta. Ia juga mengingatkan bahwa semua akan kembali kepada-Nya, sebuah penekanan pada hari kebangkitan dan pertanggungjawaban.
ءَاَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةً اِنْ يُّرِدْنِ الرَّحْمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يُنْقِذُوْنِۚ ﴿٢٣﴾
A'attakhiżu min dūnihī ālihatan iy yuridnir-raḥmānu biḍurril lā tugni 'annī syafā'atuhum syai'aw wa lā yunqiżūn(i).
23. Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, niscaya pertolongan mereka tidak berguna sama sekali bagi diriku dan mereka (juga) tidak dapat menyelamatkanku.
Penjelasan Ayat 23
Ia melanjutkan argumennya dengan menunjukkan kelemahan tuhan-tuhan selain Allah (berhala). Ia bertanya, "Apakah pantas aku mengambil tuhan-tuhan lain?" Ia menegaskan bahwa jika Allah menghendaki keburukan menimpanya, semua berhala itu tidak akan mampu memberikan syafaat (pertolongan) atau menyelamatkannya sedikit pun. Ini adalah kritik telak terhadap kesyirikan yang menunjukkan ketidakberdayaan sesembahan selain Allah.
اِنِّيْٓ اِذًا لَّفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ ﴿٢٤﴾
Innī iżal lafī ḍalālim mubīn(in).
24. Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata.
Penjelasan Ayat 24
Ini adalah kesimpulan logis dari argumen sebelumnya. Jika ia tetap menyembah berhala yang tidak berdaya dan meninggalkan Allah Yang Maha Kuasa, maka ia sadar bahwa tindakannya itu adalah sebuah "kesesatan yang nyata" (dhalalin mubin). Ia mengakui kebodohan syirik secara terbuka di hadapan kaumnya.
اِنِّيْٓ اٰمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُوْنِۗ ﴿٢٥﴾
Innī āmanntu birabbikum fasma'ūn(i).
25. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)-ku.”
Penjelasan Ayat 25
Setelah menyampaikan argumen yang kokoh, ia menutupnya dengan deklarasi iman yang tegas dan berani di hadapan kaumnya yang kafir dan para penguasa yang zalim. "Aku telah beriman kepada Tuhanmu," serunya, "maka dengarkanlah aku!" Ini adalah puncak keberanian iman, siap menanggung segala risiko demi mempertahankan keyakinan.
قِيْلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَۗ قَالَ يٰلَيْتَ قَوْمِيْ يَعْلَمُوْنَۙ ﴿٢٦﴾
Qīladkhulil-jannah(ta), qāla yā laita qaumī ya'lamūn(a).
26. Dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Dia (laki-laki itu) berkata, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui,
Penjelasan Ayat 26
Riwayat menyebutkan bahwa setelah deklarasi iman tersebut, kaumnya marah dan membunuhnya. Ayat ini menceritakan apa yang terjadi seketika setelah kematiannya sebagai seorang syahid. Ia langsung disambut dengan perintah, "Masuklah ke surga." Namun, bahkan setelah merasakan nikmat surga, hal pertama yang terlintas di benaknya adalah kaumnya. Ia berandai-andai, "Seandainya kaumku tahu betapa indahnya balasan ini." Ini menunjukkan betapa tulus dan besar keinginannya agar kaumnya mendapatkan hidayah.
بِمَا غَفَرَ لِيْ رَبِّيْ وَجَعَلَنِيْ مِنَ الْمُكْرَمِيْنَ ﴿٢٧﴾
Bimā gafara lī rabbī wa ja'alanī minal-mukramīn(a).
27. apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampunan kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.”
Penjelasan Ayat 27
Ia melanjutkan angan-angannya, berharap kaumnya mengetahui dua hal yang ia dapatkan: ampunan (maghfirah) dari Allah atas segala dosanya, dan kemuliaan (mukramin) dengan ditempatkan di surga. Keinginannya ini bukanlah untuk pamer, melainkan agar kaumnya termotivasi untuk mengikuti jalan yang sama, yaitu jalan iman.
وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى قَوْمِهٖ مِنْۢ بَعْدِهٖ مِنْ جُنْدٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَمَا كُنَّا مُنْزِلِيْنَ ﴿٢٨﴾
Wa mā anzalnā 'alā qaumihī mim ba'dihī min jundim minas-samā'i wa mā kunnā munzilīn(a).
28. Dan setelah dia (meninggal), Kami tidak menurunkan suatu pasukan pun dari langit kepada kaumnya, dan Kami tidak perlu menurunkannya.
Penjelasan Ayat 28
Allah SWT menjelaskan betapa hinanya kaum tersebut di hadapan-Nya. Untuk membinasakan mereka, Allah tidak perlu menurunkan pasukan malaikat dari langit. Mereka terlalu remeh untuk dihancurkan dengan kekuatan besar seperti itu. Ini menunjukkan betapa mudahnya bagi Allah untuk memusnahkan suatu kaum yang durhaka.
اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ خٰمِدُوْنَ ﴿٢٩﴾
In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa'iżā hum khāmidūn(a).
29. (Hukuman mereka) itu tidak lain hanyalah satu teriakan saja; maka seketika itu mereka mati.
Penjelasan Ayat 29
Azab yang menimpa mereka sangatlah singkat dan dahsyat. Cukup dengan "satu teriakan" atau suara yang mengguntur (diyakini dari Malaikat Jibril), seketika mereka semua "khamidun," yaitu mati padam seperti api yang padam, tak bersuara dan tak bergerak. Kehidupan di negeri itu lenyap dalam sekejap.
يٰحَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِۚ مَا يَأْتِيْهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ ﴿٣٠﴾
Yā ḥasratan 'alal-'ibād(i), mā ya'tīhim mir rasūlin illā kānū bihī yastahzi'ūn(a).
30. Alangkah besar penyesalan terhadap hamba-hamba itu, setiap datang seorang rasul kepada mereka, mereka selalu memperolok-olokkannya.
Penjelasan Ayat 30
Ayat ini adalah ungkapan penyesalan yang mendalam. Penyesalan ini ditujukan kepada hamba-hamba yang menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapat hidayah. Telah menjadi kebiasaan buruk mereka bahwa setiap kali seorang rasul datang membawa kebenaran, respons mereka selalu sama: memperolok dan menghina. Penyesalan terbesar akan mereka rasakan di akhirat kelak ketika melihat akibat dari perbuatan mereka.
اَلَمْ يَرَوْا كَمْ اَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّنَ الْقُرُوْنِ اَنَّهُمْ اِلَيْهِمْ لَا يَرْجِعُوْنَ ﴿٣١﴾
Alam yarau kam ahlaknā qablahum minal-qurūni annahum ilaihim lā yarji'ūn(a).
31. Tidakkah mereka mengetahui berapa banyak umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, (mereka) tidak kembali kepada mereka (di dunia).
Penjelasan Ayat 31
Allah mengajak kaum kafir Mekah (dan kita semua) untuk merenungkan sejarah. Tidakkah mereka melihat jejak-jejak umat terdahulu yang telah dibinasakan karena kedurhakaan mereka? Umat-umat seperti kaum 'Ad, Tsamud, dan lainnya telah lenyap. Satu hal yang pasti, mereka yang telah binasa itu tidak akan pernah kembali lagi ke dunia ini. Ini seharusnya menjadi pelajaran berharga agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
وَاِنْ كُلٌّ لَّمَّا جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ ࣖ ﴿٣٢﴾
Wa in kullul lammā jamī'ul ladainā muḥḍarūn(a).
32. Dan setiap (umat), semuanya akan dihadapkan kepada Kami.
Penjelasan Ayat 32
Meskipun mereka tidak kembali ke dunia, akhir dari segalanya bukanlah kebinasaan. Ayat ini menegaskan bahwa setiap individu dari setiap generasi, tanpa terkecuali, pada akhirnya akan dikumpulkan dan dihadapkan di hadapan Allah SWT pada hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang bisa lari dari pengadilan-Nya.
وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الْاَرْضُ الْمَيْتَةُ ۖاَحْيَيْنٰهَا وَاَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُوْنَ ﴿٣٣﴾
Wa āyatul lahumul-arḍul-maitah(tu), aḥyaināhā wa akhrajnā minhā ḥabban faminhu ya'kulūn(a).
33. Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan.
Penjelasan Ayat 33
Setelah membahas kebangkitan di akhirat, Allah kini menyajikan bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Bukti pertama adalah bumi yang mati (gersang dan tandus). Dengan kuasa-Nya, Allah menurunkan hujan dan menghidupkan kembali tanah tersebut, menumbuhkan berbagai tanaman penghasil biji-bijian (seperti gandum, padi) yang menjadi sumber makanan pokok manusia. Proses menghidupkan tanah yang mati ini adalah analogi yang sempurna untuk proses membangkitkan manusia yang telah mati.
وَجَعَلْنَا فِيْهَا جَنّٰتٍ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّاَعْنَابٍ وَّفَجَّرْنَا فِيْهَا مِنَ الْعُيُوْنِ ۙ ﴿٣٤﴾
Wa ja'alnā fīhā jannātim min nakhīliw wa a'nābiw wa fajjarnā fīhā minal-'uyūn(i).
34. Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
Penjelasan Ayat 34
Selain biji-bijian, Allah juga menciptakan kebun-kebun (jannat) yang berisi pohon kurma dan anggur, buah-buahan yang sangat dikenal dan berharga bagi masyarakat Arab. Untuk menopang kehidupan kebun-kebun tersebut, Allah memancarkan mata air dari dalam bumi. Ini semua adalah anugerah dan tanda kekuasaan-Nya yang nyata.
لِيَأْكُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖۙ وَمَا عَمِلَتْهُ اَيْدِيْهِمْ ۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ ﴿٣٥﴾
Liya'kulū min ṡamarihī, wa mā 'amilathu aidīhim, afalā yasykurūn(a).
35. agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?
Penjelasan Ayat 35
Tujuan dari semua penciptaan itu adalah agar manusia dapat menikmati hasilnya, memakan buah-buahannya, dan mengolahnya menjadi berbagai produk makanan lain. Semua nikmat ini seharusnya mendorong manusia untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat. Ayat ini ditutup dengan pertanyaan retoris yang menggugah, "Maka mengapa mereka tidak bersyukur?"
سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ ﴿٣٦﴾
Subḥānal-lażī khalaqal-azwāja kullahā mimmā tumbitul-arḍu wa min anfusihim wa mimmā lā ya'lamūn(a).
36. Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
Penjelasan Ayat 36
Ayat ini menyatakan kesucian Allah dari segala kekurangan dan menyoroti prinsip universal penciptaan: segala sesuatu diciptakan berpasang-pasangan (azwaj). Ini berlaku untuk tumbuhan (jantan dan betina), manusia (laki-laki dan perempuan), dan bahkan hal-hal yang belum diketahui oleh manusia pada saat itu (seperti partikel sub-atomik, muatan positif dan negatif). Ini adalah bukti ilmiah yang menakjubkan tentang kebenaran Al-Qur'an dan keagungan Sang Pencipta.
وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الَّيْلُ ۖنَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَاِذَا هُمْ مُّظْلِمُوْنَ ۙ ﴿٣٧﴾
Wa āyatul lahumul-lailu, naslakhu minhum-nahāra fa'iżā hum muẓlimūn(a).
37. Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari (malam) itu, maka seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan,
Penjelasan Ayat 37
Bukti kekuasaan Allah selanjutnya adalah fenomena pergantian siang dan malam. Allah menggunakan kata "naslakhu" yang berarti "Kami menguliti" atau "menanggalkan." Siang seolah-olah adalah kulit yang menyelimuti malam. Ketika kulit siang itu dilepaskan, maka muncullah kegelapan malam. Ini adalah gambaran yang sangat puitis dan akurat tentang bagaimana cahaya matahari berangsur-angsur hilang saat senja, menampakkan kegelapan malam yang asli.
وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ ﴿٣٨﴾
Wasy-syamsu tajrī limustaqarril lahā, żālika taqdīrul-'azīzil-'alīm(i).
38. dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.
Penjelasan Ayat 38
Ayat ini menyoroti matahari. Ia "berjalan" atau "beredar" pada garis edarnya ("limustaqarrin laha"). Pergerakan matahari yang terlihat dari bumi (gerak semu harian) dan pergerakannya di dalam galaksi Bima Sakti adalah bukti keteraturan yang luar biasa. Semua ini bukanlah kebetulan, melainkan "taqdir" (ketetapan) yang diatur dengan sempurna oleh Allah, "Al-'Aziz" (Yang Mahaperkasa) dalam kekuasaan-Nya dan "Al-'Alim" (Yang Maha Mengetahui) dalam ilmu-Nya.
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ ﴿٣٩﴾
Wal-qamara qaddarnāhu manāzila ḥattā 'āda kal-'urjūnil-qadīm(i).
39. Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.
Penjelasan Ayat 39
Setelah matahari, kini giliran bulan. Allah telah menetapkan "manazil" (fase-fase atau stasiun-stasiun) bagi bulan. Ia muncul sebagai bulan sabit tipis (hilal), kemudian membesar menjadi setengah, lalu purnama, kemudian mengecil lagi hingga kembali ke bentuk sabit yang sangat tipis dan melengkung, diumpamakan seperti "'urjunil qadim" (tandan kurma tua yang kering dan melengkung). Siklus yang presisi ini digunakan manusia sebagai dasar penanggalan.
لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۗوَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ ﴿٤٠﴾
Lasy-syamsu yambagī lahā an tudrikal-qamara wa lal-lailu sābiqun-nahār(i), wa kullun fī falakiy yasbaḥūn(a).
40. Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.
Penjelasan Ayat 40
Ayat ini menyimpulkan keharmonisan kosmik yang luar biasa. Matahari dan bulan memiliki orbitnya masing-masing yang tidak saling bertabrakan atau menyusul. Malam tidak akan datang sebelum waktunya, dan siang pun demikian. Semuanya, termasuk benda-benda langit lainnya, "yasbahun" (berenang atau mengapung) dalam "falak" (garis edar atau orbitnya). Ini adalah gambaran agung tentang keteraturan alam semesta yang diatur oleh hukum Allah yang sempurna.
وَاٰيَةٌ لَّهُمْ اَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِى الْفُلْكِ الْمَشْحُوْنِ ۙ ﴿٤١﴾
Wa āyatul lahum annā ḥamalnā żurriyyatahum fil-fulkil-masyḥūn(i).
41. Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan,
Penjelasan Ayat 41
Setelah tanda-tanda di langit, Allah beralih ke tanda di lautan. Ayat ini bisa diartikan dalam dua makna. Pertama, secara historis, merujuk pada diselamatkannya nenek moyang manusia (kaum Nabi Nuh) di dalam bahtera yang penuh muatan. Kedua, secara umum, merujuk pada nikmat kapal sebagai sarana transportasi yang memungkinkan manusia mengangkut penumpang dan barang melintasi lautan luas.
وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِّنْ مِّثْلِهٖ مَا يَرْكَبُوْنَ ﴿٤٢﴾
Wa khalaqnā lahum mim miṡlihī mā yarkabūn(a).
42. dan Kami ciptakan untuk mereka (angkutan lain) seperti itu yang mereka kendarai.
Penjelasan Ayat 42
Allah tidak hanya memberikan inspirasi untuk membuat kapal. Dia juga menciptakan sarana transportasi lain yang serupa fungsinya dengan kapal, yaitu untuk mengangkut. Ini bisa merujuk pada hewan-hewan tunggangan seperti unta (yang disebut "kapal padang pasir"), kuda, dan lainnya. Dalam konteks modern, ayat ini juga bisa mencakup kendaraan-kendaraan buatan manusia seperti mobil, kereta, dan pesawat, karena semua itu terwujud berkat ilmu dan sumber daya yang Allah anugerahkan.
وَاِنْ نَّشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيْخَ لَهُمْ وَلَا هُمْ يُنْقَذُوْنَۙ ﴿٤٣﴾
Wa in nasya' nugriqhum falā ṣarīkha lahum wa lā hum yunqażūn(a).
43. Dan jika Kami menghendaki, niscaya Kami tenggelamkan mereka; maka tidak ada penolong bagi mereka dan tidak (pula) mereka diselamatkan,
Penjelasan Ayat 43
Di tengah lautan, manusia sangatlah rapuh. Ayat ini mengingatkan bahwa jika Allah berkehendak, Dia bisa dengan mudah menenggelamkan kapal dan seluruh isinya. Pada saat itu, tidak akan ada yang bisa mendengar teriakan minta tolong ("shariikha") mereka, dan tidak akan ada yang mampu menyelamatkan mereka dari amukan lautan.
اِلَّا رَحْمَةً مِّنَّا وَمَتَاعًا اِلٰى حِيْنٍ ﴿٤٤﴾
Illā raḥmatam minnā wa matā'an ilā ḥīn(in).
44. tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai waktu tertentu.
Penjelasan Ayat 44
Keselamatan mereka di lautan bukanlah karena kehebatan kapal atau kepandaian nahkoda, melainkan murni karena rahmat (kasih sayang) Allah SWT. Allah membiarkan mereka menikmati kesenangan dunia ("mata'an") hingga batas waktu ("ilaa hiin") yang telah ditentukan, yaitu ajal mereka. Ini adalah pengingat bahwa setiap detik kehidupan adalah anugerah.
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّقُوْا مَا بَيْنَ اَيْدِيْكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ﴿٤٥﴾
Wa iżā qīla lahumuttaqū mā baina aidīkum wa mā khalfakum la'allakum turḥamūn(a).
45. Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu (di dunia) dan azab yang akan datang (di akhirat) agar kamu mendapat rahmat.”
Penjelasan Ayat 45
Ayat ini kembali menggambarkan sikap kaum kafir. Ketika mereka dinasihati untuk bertakwa, yaitu menjaga diri dari azab dunia (bencana, malapetaka) dan azab akhirat (neraka), dengan harapan mereka akan mendapat rahmat Allah, mereka justru berpaling.
وَمَا تَأْتِيْهِمْ مِّنْ اٰيَةٍ مِّنْ اٰيٰتِ رَبِّهِمْ اِلَّا كَانُوْا عَنْهَا مُعْرِضِيْنَ ﴿٤٦﴾
Wa mā ta'tīhim min āyatim min āyāti rabbihim illā kānū 'anhā mu'riḍīn(a).
46. Dan setiap kali suatu tanda dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhan datang kepada mereka, mereka selalu berpaling darinya.
Penjelasan Ayat 46
Sikap berpaling ini sudah menjadi kebiasaan mereka. Tidak peduli berapa banyak pun ayat atau tanda kebesaran Allah yang datang, baik berupa ayat Al-Qur'an maupun fenomena alam, mereka selalu menolaknya. Hati mereka telah tertutup dari kebenaran.
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ ۙقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنُطْعِمُ مَنْ لَّوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ اَطْعَمَهٗٓ ۖاِنْ اَنْتُمْ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ ﴿٤٧﴾
Wa iżā qīla lahum anfiqū mimmā razaqakumullāh(u), qālal-lażīna kafarū lil-lażīna āmanū anuṭ'imu mal lau yasyā'ullāhu aṭ'amah(ū), in antum illā fī ḍalālim mubīn(in).
47. Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Infakkanlah sebagian dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu,” orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman, “Apakah kami akan memberi makan kepada orang yang jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan memberinya makan? Kamu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Penjelasan Ayat 47
Ketika diperintahkan untuk berinfak kepada fakir miskin, kaum kafir memberikan jawaban yang penuh kesombongan dan logika yang sesat. Mereka berdalih, "Kalau Allah mau, tentu Dia sendiri yang akan memberi mereka makan. Kenapa kami harus repot-repot?" Mereka tidak paham bahwa Allah menguji orang kaya melalui hartanya dan orang miskin melalui kesabarannya. Perintah infak adalah ujian keimanan dan kepedulian sosial. Mereka justru menuduh orang beriman berada dalam kesesatan.
وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هٰذَا الْوَعْدُ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ ﴿٤٨﴾
Wa yaqūlūna matā hāżal-wa'du in kuntum ṣādiqīn(a).
48. Dan mereka berkata, “Kapankah (datangnya) janji ini (hari kiamat) jika kamu orang-orang yang benar?”
Penjelasan Ayat 48
Ini adalah bentuk lain dari ejekan dan penolakan mereka. Mereka menantang Nabi Muhammad dan kaum muslimin mengenai kapan hari kiamat akan terjadi. Pertanyaan ini bukan untuk mencari tahu, melainkan untuk meremehkan dan menunjukkan ketidakpercayaan mereka terhadap adanya hari kebangkitan.
مَا يَنْظُرُوْنَ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُوْنَ ﴿٤٩﴾
Mā yanẓurūna illā ṣaiḥataw wāḥidatan ta'khużuhum wa hum yakhiṣṣimūn(a).
49. Mereka hanya menunggu satu teriakan, yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar.
Penjelasan Ayat 49
Allah menjawab tantangan mereka. Kiamat akan datang secara tiba-tiba. Yang mereka tunggu hanyalah "satu teriakan" (tiupan sangkakala pertama) yang akan menyambar mereka saat mereka sedang sibuk dalam urusan duniawi, bertengkar, dan berdebat. Kedatangannya begitu mendadak sehingga tidak ada waktu untuk bersiap-siap.
فَلَا يَسْتَطِيْعُوْنَ تَوْصِيَةً وَّلَآ اِلٰٓى اَهْلِهِمْ يَرْجِعُوْنَ ࣖ ﴿٥٠﴾
Falā yastaṭī'ūna tauṣiyataw wa lā ilā ahlihim yarji'ūn(a).
50. Sehingga mereka tidak mampu membuat suatu wasiat pun dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya.
Penjelasan Ayat 50
Saking cepatnya kejadian itu, mereka yang berada di pasar atau di perjalanan tidak akan sempat lagi berwasiat tentang harta mereka atau kembali pulang untuk bertemu keluarga. Semuanya berakhir dalam sekejap mata.
وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَاِذَا هُمْ مِّنَ الْاَجْدَاثِ اِلٰى رَبِّهِمْ يَنْسِلُوْنَ ﴿٥١﴾
Wa nufikha fiṣ-ṣūri fa'iżā hum minal-ajdāṡi ilā rabbihim yansilūn(a).
51. Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup) menuju kepada Tuhannya.
Penjelasan Ayat 51
Ini adalah tiupan sangkakala yang kedua, yaitu tiupan kebangkitan. Seketika itu juga, semua manusia dari generasi pertama hingga terakhir akan bangkit dari kubur ("ajdats") mereka dan bergegas ("yansilun") menuju Tuhan mereka untuk diadili.
قَالُوْا يٰوَيْلَنَا مَنْۢ بَعَثَنَا مِنْ مَّرْقَدِنَا ۜهٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ ﴿٥٢﴾
Qālū yā wailanā mam ba'aṡanā mim marqadinā, hāżā mā wa'adar-raḥmānu wa ṣadaqal-mursalūn(a).
52. Mereka berkata, “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul(-Nya).
Penjelasan Ayat 52
Orang-orang kafir bangkit dalam keadaan terkejut dan penuh penyesalan. Mereka berteriak, "Celaka! Siapa yang membangunkan kami dari tidur kami?" Kubur yang dulu mereka anggap sebagai akhir segalanya, kini terasa hanya seperti tempat tidur singkat. Lalu mereka (atau para malaikat) menjawab sendiri, "Inilah janji Allah yang dulu kalian dustakan, dan benarlah apa yang dikatakan oleh para rasul." Ini adalah pengakuan yang terlambat.
اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ ﴿٥٣﴾
In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa'iżā hum jamī'ul ladainā muḥḍarūn(a).
53. Teriakan itu hanyalah sekali saja, maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada Kami.
Penjelasan Ayat 53
Proses pengumpulan seluruh manusia di Padang Mahsyar juga terjadi dengan sangat cepat, hanya dengan satu perintah atau "satu teriakan". Tidak ada yang bisa terlambat atau bersembunyi. Semua akan hadir di hadapan Allah untuk diadili.
فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا وَّلَا تُجْزَوْنَ اِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ﴿٥٤﴾
Fal-yauma lā tuẓlamu nafsun syai'aw wa lā tujzauna illā mā kuntum ta'malūn(a).
54. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan apa yang telah kamu kerjakan.
Penjelasan Ayat 54
Allah menegaskan prinsip keadilan mutlak di hari pengadilan. Pada hari itu, tidak ada satu jiwa pun yang akan dizalimi, baik dengan mengurangi pahalanya maupun menambah dosanya. Balasan yang diterima akan benar-benar setimpal dengan apa yang telah dikerjakan semasa hidup di dunia. Ini adalah hari keadilan yang sempurna.
اِنَّ اَصْحٰبَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِيْ شُغُلٍ فٰكِهُوْنَ ﴿٥٥﴾
Inna aṣḥābal-jannatil-yauma fī syugulin fākihūn(a).
55. Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).
Penjelasan Ayat 55
Setelah menyebutkan prinsip pengadilan, Al-Qur'an beralih menggambarkan balasan bagi orang-orang beriman. Penghuni surga pada hari itu berada dalam "syughulin," yaitu kesibukan yang menyenangkan. Mereka "fakihun," yaitu bergembira dan menikmati segala kenikmatan yang ada. Kesibukan mereka adalah kesibukan menikmati anugerah, bukan kesibukan yang melelahkan seperti di dunia.
هُمْ وَاَزْوَاجُهُمْ فِيْ ظِلٰلٍ عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ مُتَّكِـُٔوْنَ ﴿٥٦﴾
Hum wa azwājuhum fī ẓilālin 'alal-arā'iki muttaki'ūn(a).
56. Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan.
Penjelasan Ayat 56
Kenikmatan surga juga bersifat komunal dan romantis. Mereka tidak sendirian, melainkan bersama pasangan-pasangan mereka yang suci. Mereka berada di tempat yang teduh ("zhilal"), terlindung dari terik, sambil bersantai dan bersandar ("muttaki'un") di atas dipan-dipan ("ara'ik") yang indah. Ini adalah gambaran ketenangan dan kebahagiaan yang sempurna.
لَهُمْ فِيْهَا فَاكِهَةٌ وَّلَهُمْ مَّا يَدَّعُوْنَ ﴿٥٧﴾
Lahum fīhā fākihatuw wa lahum mā yadda'ūn(a).
57. Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa saja yang mereka minta.
Penjelasan Ayat 57
Di surga, mereka akan mendapatkan segala jenis buah-buahan ("fakihah") yang lezat. Lebih dari itu, mereka akan mendapatkan apa pun yang mereka inginkan atau minta ("ma yadda'un"). Segala keinginan hati mereka akan terpenuhi seketika itu juga. Ini adalah puncak kenikmatan materi.
سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ ﴿٥٨﴾
Salāmun qaulam mir rabbir raḥīm(in).
58. (Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.
Penjelasan Ayat 58
Ini adalah puncak dari segala kenikmatan. Di atas semua nikmat fisik, mereka mendapatkan nikmat spiritual tertinggi, yaitu ucapan "Salam" (damai sejahtera) yang disampaikan langsung dari Tuhan mereka, "Rabbir Rahim" (Tuhan Yang Maha Penyayang). Mendengar salam langsung dari Allah adalah sebuah kehormatan dan kebahagiaan yang tidak ada tandingannya.
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ اَيُّهَا الْمُجْرِمُوْنَ ﴿٥٩﴾
Wamtāzul-yauma ayyuhal-mujrimūn(a).
59. Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berdosa!
Penjelasan Ayat 59
Setelah menggambarkan kenikmatan surga, suasana beralih secara drastis. Kini, perhatian ditujukan kepada para pendosa ("mujrimun"). Mereka diperintahkan untuk memisahkan diri dari barisan orang-orang beriman. Ini adalah awal dari penderitaan mereka, di mana mereka diisolasi dan dipermalukan sebelum menerima azab.
اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ اَنْ لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطٰنَ ۖاِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ﴿٦٠﴾
Alam a'had ilaikum yā banī ādama al lā ta'budusy-syaiṭān(a), innahū lakum 'aduwwum mubīn(un).
60. Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,
Penjelasan Ayat 60
Allah akan mencela mereka dengan sebuah pertanyaan. "Bukankah Aku dulu di dunia telah mengambil janji dan perjanjian dengan kalian, wahai anak Adam, melalui lisan para rasul-Ku, agar kalian jangan menyembah (mengikuti) setan?" Allah mengingatkan mereka bahwa setan adalah musuh yang nyata, yang tujuannya hanya untuk menyesatkan manusia.
وَاَنِ اعْبُدُوْنِيْ ۗهٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيْمٌ ﴿٦١﴾
Wa ani'budūnī, hāżā ṣirāṭum mustaqīm(un).
61. dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.”
Penjelasan Ayat 61
Perjanjian itu tidak hanya berisi larangan, tetapi juga perintah. "Sembahlah Aku," firman Allah. Menyembah Allah adalah satu-satunya jalan keselamatan, "inilah jalan yang lurus" (shirathal mustaqim). Peringatan ini telah disampaikan berulang kali di dunia, namun mereka abaikan.
وَلَقَدْ اَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيْرًا ۗاَفَلَمْ تَكُوْنُوْا تَعْقِلُوْنَ ﴿٦٢﴾
Wa laqad aḍalla minkum jibillan kaṡīrā(n), afalam takūnū ta'qilūn(a).
62. Dan sungguh, ia (setan) telah menyesatkan sebagian besar di antara kamu. Maka apakah kamu tidak mengerti?
Penjelasan Ayat 62
Allah menunjukkan bukti nyata permusuhan setan. Setan telah berhasil menyesatkan "jibillan katsira" (umat atau generasi yang sangat banyak) sebelum mereka. Sejarah telah penuh dengan contoh kaum yang binasa karena mengikuti langkah setan. Allah pun bertanya, "Apakah kalian tidak menggunakan akal kalian untuk belajar dari sejarah dan melihat tipu daya setan?"
هٰذِهٖ جَهَنَّمُ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ ﴿٦٣﴾
Hāżihī jahannamul-latī kuntum tū'adūn(a).
63. Inilah (neraka) Jahanam yang dahulu telah diperingatkan kepadamu.
Penjelasan Ayat 63
Setelah celaan itu, mereka dihadapkan pada realitas yang mengerikan. "Inilah Jahanam," kata Allah. Inilah neraka yang dulu para rasul selalu peringatkan kepada kalian, neraka yang dulu kalian anggap dongeng dan kalian dustakan.
اِصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ ﴿٦٤﴾
Iṣlauhal-yauma bimā kuntum takfurūn(a).
64. Masuklah ke dalamnya pada hari ini karena dahulu kamu mengingkarinya.
Penjelasan Ayat 64
Perintah pun turun: "Masuklah dan rasakanlah panasnya hari ini!" Azab ini adalah balasan yang setimpal atas kekafiran dan pengingkaran mereka selama di dunia.
اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ﴿٦٥﴾
Al-yauma nakhtimu 'alā afwāhihim wa tukallimunā aidīhim wa tasyhadu arjuluhum bimā kānū yaksibūn(a).
65. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan menjadi saksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
Penjelasan Ayat 65
Di pengadilan Allah, tidak ada ruang untuk berbohong atau mengelak. Mulut mereka akan dikunci. Lalu, dengan izin Allah, anggota tubuh mereka sendiri yang akan menjadi saksi. Tangan akan berbicara tentang apa yang pernah ia perbuat, dan kaki akan bersaksi ke mana ia pernah melangkah. Semua perbuatan akan terungkap dari saksi yang paling jujur, yaitu anggota tubuh pelaku itu sendiri.
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَطَمَسْنَا عَلٰٓى اَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰى يُبْصِرُوْنَ ﴿٦٦﴾
Wa lau nasyā'u laṭamasnā 'alā a'yunihim fastabaquṣ-ṣirāṭa fa annā yubṣirūn(a).
66. Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; sehingga mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka bagaimana mungkin mereka dapat melihat?
Penjelasan Ayat 66
Allah menegaskan bahwa Dia sebenarnya bisa saja mengazab mereka langsung di dunia. Jika Dia mau, Dia bisa membutakan mata mereka. Dalam keadaan buta, bagaimana mungkin mereka bisa menemukan jalan yang benar atau bahkan jalan untuk kehidupan sehari-hari? Ini menunjukkan betapa berkuasanya Allah dan betapa sabar-Nya Dia menangguhkan azab.
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَمَسَخْنٰهُمْ عَلٰى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوْا مُضِيًّا وَّلَا يَرْجِعُوْنَ ࣖ ﴿٦٧﴾
Wa lau nasyā'u lamasakhnāhum 'alā makānatihim famastaṭā'ū muḍiyyaw wa lā yarji'ūn(a).
67. Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada; sehingga mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.
Penjelasan Ayat 67
Bukan hanya dibutakan, jika Allah mau, Dia juga bisa mengubah wujud mereka menjadi bentuk yang hina (misalnya batu atau kera) di tempat di mana mereka sedang berbuat maksiat. Dalam keadaan seperti itu, mereka tidak akan bisa maju ataupun mundur. Sekali lagi, ini adalah penegasan kekuasaan mutlak Allah.
وَمَنْ نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِى الْخَلْقِۗ اَفَلَا يَعْقِلُوْنَ ﴿٦٨﴾
Wa man nu'ammirhu nunakkishu fil-khalq(i), afalā ya'qilūn(a).
68. Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti?
Penjelasan Ayat 68
Allah memberikan bukti lain tentang kekuasaan dan kelemahan manusia melalui proses penuaan. Siapa pun yang diberi umur panjang, fisiknya akan dikembalikan seperti semula: dari kuat menjadi lemah, dari pintar menjadi pikun, seperti kondisi bayi. Proses ini seharusnya menjadi pelajaran bahwa kekuatan manusia itu sementara dan semuanya akan kembali kepada kelemahan. "Apakah mereka tidak menggunakan akalnya?"
وَمَا عَلَّمْنٰهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْۢبَغِيْ لَهٗ ۗاِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٌ وَّقُرْاٰنٌ مُّبِيْنٌ ۙ ﴿٦٩﴾
Wa mā 'allamnāhusy-syi'ra wa mā yambagī lah(ū), in huwa illā żikruw wa qur'ānum mubīn(un).
69. Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain adalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan,
Penjelasan Ayat 69
Allah membantah tuduhan kaum kafir yang menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai seorang penyair. Allah menegaskan bahwa Dia tidak pernah mengajarkan syair kepada Nabi, dan status seorang nabi tidak pantas disamakan dengan penyair. Al-Qur'an bukanlah syair yang berdasarkan imajinasi dan emosi, melainkan "Dzikrun" (peringatan dan pelajaran) dan "Qur'anun Mubin" (bacaan yang jelas dan menerangkan kebenaran).
لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ ﴿٧٠﴾
Liyunżira man kāna ḥayyaw wa yaḥiqqal-qaulu 'alal-kāfirīn(a).
70. agar dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan agar pasti ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.
Penjelasan Ayat 70
Tujuan diturunkannya Al-Qur'an adalah untuk memberi peringatan kepada orang yang "hidup," yaitu hidup hatinya dan akalnya sehingga bisa menerima kebenaran. Adapun bagi orang-orang kafir yang hatinya telah mati, Al-Qur'an akan menjadi hujjah (bukti) yang menetapkan hukuman azab atas mereka karena penolakan mereka.
اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِّمَّا عَمِلَتْ اَيْدِيْنَآ اَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مٰلِكُوْنَ ﴿٧١﴾
Awalam yarau annā khalaqnā lahum mimmā 'amilat aidīnā an'āman fahum lahā mālikūn(a).
71. Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan untuk mereka hewan ternak dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya?
Penjelasan Ayat 71
Allah kembali mengajak manusia untuk merenungkan nikmat-Nya yang konkret. Tidakkah mereka perhatikan hewan-hewan ternak (unta, sapi, kambing) yang Allah ciptakan? Allah menciptakan hewan-hewan ini, yang secara fisik jauh lebih kuat dari manusia, namun manusia diberi kemampuan untuk menguasai dan memilikinya.
وَذَلَّلْنٰهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ ﴿٧٢﴾
Wa żallalnāhā lahum fa minhā rakūbuhum wa minhā ya'kulūn(a).
72. Dan Kami menundukkannya untuk mereka; lalu sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagian (yang lain) mereka makan.
Penjelasan Ayat 72
Allah "menundukkan" ("dzallalnaaha") hewan-hewan tersebut sehingga patuh pada manusia. Dari hewan-hewan itu, manusia mendapatkan dua manfaat utama: sebagai kendaraan atau tunggangan ("rakubuhum") dan sebagai sumber makanan ("ya'kulun").
وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ ﴿٧٣﴾
Wa lahum fīhā manāfi'u wa masyārib(u), afalā yasykurūn(a).
73. Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?
Penjelasan Ayat 73
Manfaat dari hewan ternak tidak hanya itu. Ada banyak manfaat lain ("manafi'"), seperti kulitnya untuk pakaian dan tenda, bulunya untuk wol, tenaganya untuk membajak sawah. Ada pula "masyarib" (minuman), yaitu susunya yang bergizi. Setelah memaparkan semua nikmat ini, Allah kembali bertanya, "Maka mengapa mereka tidak bersyukur?"
وَاتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنْصَرُوْنَ ۗ ﴿٧٤﴾
Wattakhażū min dūnillāhi ālihatal la'allahum yunṣarūn(a).
74. Dan mereka mengambil sesembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
Penjelasan Ayat 74
Sangat ironis. Bukannya bersyukur kepada Allah yang telah memberikan semua nikmat itu, mereka justru berpaling dan mengambil tuhan-tuhan selain Dia. Mereka menyembah berhala dengan harapan sesembahan itu bisa menolong mereka.
لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ نَصْرَهُمْۙ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُّحْضَرُوْنَ ﴿٧٥﴾
Lā yastaṭī'ūna naṣrahum, wa hum lahum jundum muḥḍarūn(a).
75. (Sesembahan) itu tidak dapat menolong mereka; padahal mereka itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga (sesembahan) itu.
Penjelasan Ayat 75
Allah mengungkap kebodohan mereka. Berhala-berhala itu sama sekali tidak punya kemampuan untuk menolong para penyembahnya. Justru sebaliknya, para penyembah itulah yang menjadi "tentara" yang menjaga dan melindungi berhala-berhala tersebut dari kerusakan. Ini adalah logika yang terbalik.
فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ ۘاِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ ﴿٧٦﴾
Falā yaḥzunka qauluhum, innā na'lamu mā yusirrūna wa mā yu'linūn(a).
76. Maka janganlah ucapan mereka menyedihkanmu (Muhammad). Sungguh, Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.
Penjelasan Ayat 76
Allah menghibur Nabi Muhammad SAW. Olok-olok, tuduhan, dan penolakan kaumnya pasti menyakitkan hati beliau. Maka Allah berfirman, "Janganlah engkau bersedih." Allah Maha Mengetahui segalanya, baik yang mereka sembunyikan dalam hati maupun yang mereka ucapkan secara terang-terangan. Semuanya akan mendapat balasan.
اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ ﴿٧٧﴾
Awalam yaral-insānu annā khalaqnāhu min nuṭfatin fa'iżā huwa khaṣīmum mubīn(un).
77. Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, lalu tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata?
Penjelasan Ayat 77
Untuk terakhir kalinya, Allah mengajak manusia merenungkan asal-usulnya yang hina. Manusia diciptakan dari "nuthfah," setetes air mani yang tidak berarti. Namun, setelah ia tumbuh menjadi kuat dan pandai, ia justru menjadi "khasimun mubin," pembantah yang ulung, yang dengan sombong menentang Tuhannya yang telah menciptakannya.
وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ ﴿٧٨﴾
Wa ḍaraba lanā maṡalaw wa nasiya khalqah(ū), qāla may yuḥyil-'iẓāma wa hiya ramīm(un).
78. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan dia lupa akan kejadiannya; ia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?”
Penjelasan Ayat 78
Diriwayatkan seorang kafir datang kepada Nabi membawa tulang-belulang yang sudah lapuk, meremukkannya, lalu bertanya dengan sinis, "Siapa yang bisa menghidupkan ini lagi?" Ia membuat perumpamaan untuk melemahkan kuasa Allah, namun ia lupa pada penciptaannya sendiri. Ia lupa bahwa ia diciptakan dari sesuatu yang lebih tidak berarti daripada tulang.
قُلْ يُحْيِيْهَا الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ اَوَّلَ مَرَّةٍ ۗوَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيْمٌ ۙ ﴿٧٩﴾
Qul yuḥyīhal-lażī ansya'ahā awwala marrah(tin), wa huwa bikulli khalqin 'alīm(un).
79. Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.”
Penjelasan Ayat 79
Allah memerintahkan Nabi untuk memberikan jawaban yang telak dan logis. "Katakanlah, Dzat yang akan menghidupkannya adalah Dzat yang sama yang telah menciptakannya pada kali pertama." Secara logika, menciptakan dari ketiadaan jauh lebih sulit daripada mengembalikan sesuatu yang pernah ada. Allah, yang mampu melakukan yang pertama, tentu lebih mampu melakukan yang kedua. Dan Dia Maha Mengetahui detail setiap ciptaan-Nya, tidak ada yang hilang dari pengetahuan-Nya.
ۨالَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًا فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ ﴿٨٠﴾
Allażī ja'ala lakum minasy-syajaril-akhḍari nāran fa'iżā antum minhu tūqidūn(a).
80. yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”
Penjelasan Ayat 80
Allah memberikan contoh lain dari kekuasaan-Nya untuk menyatukan dua hal yang kontradiktif. Dia mengeluarkan api yang panas dan kering dari pohon yang hijau dan basah (mengandung air). Jika Allah mampu mengeluarkan sesuatu dari kebalikannya, maka Dia tentu mampu mengeluarkan kehidupan dari kematian.
اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْ ۗبَلٰى وَهُوَ الْخَلّٰقُ الْعَلِيْمُ ﴿٨١﴾
Awa laisal-lażī khalaqas-samāwāti wal-arḍa biqādirin 'alā ay yakhluqa miṡlahum, balā wa huwal-khallāqul-'alīm(u).
81. Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu (jasad mereka yang sudah hancur)? Benar, dan Dialah Maha Pencipta, Maha Mengetahui.
Penjelasan Ayat 81
Ini adalah argumen pamungkas. Allah bertanya, "Bukankah Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi yang begitu besar dan kompleks, mampu untuk menciptakan kembali manusia yang kecil ini?" Tentu saja jawabannya adalah "Benar!" ("Bala"). Dia adalah "Al-Khallaq" (Sang Maha Pencipta yang terus-menerus menciptakan) dan "Al-'Alim" (Yang Maha Mengetahui).
اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔا اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ ﴿٨٢﴾
Innamā amruhū iżā arāda syai'an ay yaqūla lahū kun fa yakūn(u).
82. Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.
Penjelasan Ayat 82
Ayat ini menjelaskan betapa mudahnya bagi Allah untuk melakukan semua itu. Dia tidak memerlukan proses, waktu, atau usaha. Perintah-Nya bersifat mutlak. Jika Dia menghendaki sesuatu, Dia cukup berfirman "Kun" (Jadilah!), maka "fayakun" (terjadilah ia seketika itu juga). Kekuasaan-Nya tidak terbatas.
فَسُبْحٰنَ الَّذِيْ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ࣖ ﴿٨٣﴾
Fa subḥānal-lażī biyadihī malakūtu kulli syai'iw wa ilaihi turja'ūn(a).
83. Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Penjelasan Ayat 83
Surah ini ditutup dengan tasbih, menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan yang dituduhkan oleh orang-orang kafir. Di tangan-Nya lah "Malakut," yaitu kerajaan dan kekuasaan absolut atas segala sesuatu. Tidak ada yang luput dari genggaman-Nya. Dan sebagai penutup, sebuah pengingat akhir yang pasti: "dan hanya kepada-Nyalah kalian semua akan dikembalikan." Ini adalah kesimpulan yang mengikat seluruh tema dalam surah ini: kebenaran risalah, bukti kekuasaan Allah, kepastian hari kebangkitan, dan pertanggungjawaban akhir.