Memahami Doa Witir dan Artinya Secara Mendalam

Ilustrasi tangan berdoa di malam hari

Ilustrasi tangan berdoa di bawah bulan sabit, melambangkan doa shalat witir di malam hari.

Shalat Witir adalah ibadah sunnah yang memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Ia dijuluki sebagai penutup shalat malam, sebuah mahkota yang menyempurnakan ibadah seorang hamba di keheningan malam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya, baik saat beliau sedang di rumah maupun dalam perjalanan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya shalat witir. Setelah menyelesaikan rakaat-rakaat ganjilnya, dianjurkan untuk memanjatkan doa witir yang sarat akan makna ketundukan, permohonan, dan pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Artikel ini akan mengupas tuntas bacaan doa witir, lengkap dengan tulisan Arab, transliterasi Latin, dan terjemahan artinya, serta menyelami makna mendalam di setiap kalimatnya.

Mengenal Shalat Witir: Sang Penutup Malam

Secara bahasa, "witir" berarti ganjil. Dinamakan demikian karena jumlah rakaatnya selalu ganjil, mulai dari satu, tiga, lima, hingga sebelas rakaat. Shalat ini dilaksanakan setelah shalat Isya hingga sebelum terbit fajar (masuk waktu Subuh). Waktu terbaik untuk melaksanakannya adalah di sepertiga malam terakhir, saat suasana paling hening dan pintu-pintu langit diyakini terbuka lebar untuk menerima doa hamba-Nya.

Keutamaan shalat witir begitu besar. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Witir (Maha Ganjil) dan Dia mencintai yang ganjil. Maka kerjakanlah shalat witir, wahai ahli Al-Qur'an." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi). Hadits ini bukan sekadar anjuran, melainkan sebuah undangan cinta dari Sang Pencipta kepada makhluk-Nya untuk mendekatkan diri melalui amalan yang Dia cintai.

Fungsi utama shalat witir adalah sebagai penutup rangkaian ibadah shalat sunnah di malam hari, seperti shalat tahajud, shalat hajat, dan lainnya. Ia menjadi segel yang mengunci amal-amal malam kita, berharap agar diterima di sisi Allah Ta'ala. Dengan melaksanakan witir, seorang muslim menunjukkan komitmennya untuk mengakhiri hari dengan beribadah, bukan dengan kelalaian.

Bacaan Doa Witir Lengkap dan Artinya

Setelah selesai melaksanakan shalat witir dan mengucapkan salam, seorang muslim dianjurkan untuk berzikir sejenak dan kemudian membaca doa witir. Doa ini merupakan inti dari munajat seorang hamba, berisi pengakuan total atas kelemahan diri dan keagungan Allah. Berikut adalah bacaan doa witir yang umum diamalkan, beserta pemahamannya.

Teks Arab, Latin, dan Terjemahan Doa Witir

Doa ini panjang dan komprehensif, mencakup berbagai aspek permohonan kepada Allah SWT.

اَللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْكَ، وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ، نَشْكُرُكَ وَلَا نَكْفُرُكَ، وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ. اَللّٰهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ، إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحِقٌ. اَللّٰهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَاءَكَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنَهُمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِكَ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِيْ عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلٰهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ.

Allâhumma innâ nasta‘înuka wa nastaghfiruk, wa nu’minu bika wa natawakkalu ‘alaik, wa nutsnî ‘alaikal khaira kullah, nasykuruka wa lâ nakfuruk, wa nakhla‘u wa natruku may yafjuruk. Allâhumma iyyâka na‘budu, wa laka nushallî wa nasjud, wa ilaika nas‘â wa nahfid, narjû rahmataka wa nakhsyâ ‘adzâbak, inna ‘adzâbakal jidda bil kuffâri mulhiq. Allâhumma ‘adzdzibil kafarata wal musyrikîn, a‘dâ’akalladzîna yashuddûna ‘an sabîlik, wa yukadzzibûna rusulaka wa yuqâtilûna auliyâ’ak. Allâhummaghfir lil mu’minîna wal mu’minât, wal muslimîna wal muslimât, wa ashlih dzâta bainihim, wa allif baina qulûbihim, waj‘al fî qulûbihimul îmâna wal hikmah, wa tsabbithum ‘alâ millati rasûlik, wa auzi‘hum an yûfû bi‘ahdikalladzî ‘âhadtahum ‘alaih, wanshurhum ‘alâ ‘aduwwika wa ‘aduwwihim, ilâhal haqqi waj‘alna minhum.

Artinya: “Ya Allah, kami memohon pertolongan-Mu dan memohon ampunan-Mu. Kami beriman kepada-Mu dan bertawakal kepada-Mu. Kami memuji-Mu dengan segenap kebaikan. Kami bersyukur kepada-Mu dan tidak kufur kepada-Mu. Kami meninggalkan dan menanggalkan orang-orang yang durhaka kepada-Mu. Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah, untuk-Mu kami shalat dan bersujud. Kepada-Mu kami bergegas dan berkhidmat. Kami mengharapkan rahmat-Mu dan takut akan siksa-Mu. Sungguh, azab-Mu yang berat akan menimpa orang-orang kafir. Ya Allah, timpakanlah azab kepada orang-orang kafir dan musyrik, musuh-musuh-Mu yang menghalangi jalan-Mu, yang mendustakan rasul-rasul-Mu, dan yang memerangi para wali-Mu. Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat. Perbaikilah hubungan di antara mereka, satukanlah hati mereka, tanamkanlah di hati mereka keimanan dan hikmah, kokohkanlah mereka di atas agama Rasul-Mu, berilah mereka petunjuk untuk memenuhi janji-Mu yang telah Engkau ambil atas mereka, dan tolonglah mereka dalam menghadapi musuh-Mu dan musuh mereka. Wahai Tuhan Yang Hak, jadikanlah kami termasuk dari mereka.”

Analisis Mendalam Setiap Kalimat Doa Witir

Untuk benar-benar meresapi doa ini, mari kita bedah setiap kalimatnya dan memahami makna filosofis serta teologis di baliknya.

Bagian Pertama: Pengakuan Diri dan Pengagungan Ilahi

اَللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ (Allâhumma innâ nasta‘înuka wa nastaghfiruk)
"Ya Allah, kami memohon pertolongan-Mu dan memohon ampunan-Mu."
Kalimat pembuka ini adalah fondasi dari seluruh doa. Dimulai dengan "nasta'inuka" (kami memohon pertolongan-Mu), ini adalah deklarasi fundamental seorang hamba akan kelemahannya. Kita mengakui bahwa tanpa pertolongan (isti'anah) dari Allah, kita tidak memiliki daya dan kekuatan untuk melakukan apapun, baik urusan duniawi maupun ukhrawi. Ini adalah bentuk penyerahan diri yang total. Setelah mengakui butuhnya pertolongan, kita langsung menyambungnya dengan "nastaghfiruka" (kami memohon ampunan-Mu). Ini adalah pengakuan atas kekurangan dan dosa-dosa kita. Seolah kita berkata, "Ya Allah, kami lemah dan sering berbuat salah, maka tolonglah kami dan ampuni kami." Urutan ini sangat indah: meminta pertolongan untuk bisa beribadah, lalu meminta ampunan atas segala kekurangan dalam ibadah tersebut.

وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْكَ (wa nu’minu bika wa natawakkalu ‘alaik)
"Kami beriman kepada-Mu dan bertawakal kepada-Mu."
Setelah memohon, kita menegaskan landasan dari permohonan itu: iman. "Nu'minu bika" adalah ikrar keyakinan yang tak tergoyahkan akan eksistensi, keesaan, dan kekuasaan Allah. Iman inilah yang menjadi bahan bakar setiap amal. Konsekuensi logis dari iman adalah tawakal. "Natawakkalu 'alaik" berarti kami menyerahkan segala urusan kami sepenuhnya kepada-Mu setelah kami berusaha. Tawakal adalah buah dari iman yang matang. Ia menenangkan jiwa, menghilangkan kecemasan, karena kita yakin bahwa hasil akhir ada di tangan Dzat Yang Maha Bijaksana.

وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ (wa nutsnî ‘alaikal khaira kullah)
"Kami memuji-Mu dengan segenap kebaikan."
Ini adalah bentuk sanjungan (tsana') yang tulus. Kita tidak hanya memuji Allah untuk nikmat tertentu, tetapi memuji-Nya dengan "al-khaira kullah" (seluruh kebaikan). Artinya, segala sifat-Nya adalah sempurna, segala perbuatan-Nya adalah baik, dan segala ketetapan-Nya mengandung hikmah. Ini adalah pujian yang absolut, tanpa syarat, lahir dari kesadaran akan keagungan Allah yang tak terbatas.

نَشْكُرُكَ وَلَا نَكْفُرُكَ (nasykuruka wa lâ nakfuruk)
"Kami bersyukur kepada-Mu dan tidak kufur kepada-Mu."
Syukur adalah pengakuan atas nikmat, sementara kufur (dalam konteks ini, kufur nikmat) adalah pengingkaran. Kalimat ini adalah janji setia. "Nasykuruka" (kami bersyukur kepada-Mu) adalah komitmen untuk menggunakan segala nikmat—waktu, kesehatan, harta, ilmu—di jalan yang Engkau ridhai. "Wa la nakfuruk" (dan kami tidak kufur) adalah penegasan untuk tidak menyalahgunakan nikmat tersebut atau melupakan Sang Pemberi Nikmat. Ini adalah dua sisi dari koin yang sama: mengakui sumber nikmat dan menggunakannya dengan benar.

وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ (wa nakhla‘u wa natruku may yafjuruk)
"Kami meninggalkan dan menanggalkan orang-orang yang durhaka kepada-Mu."
Ini adalah deklarasi pemutusan hubungan (bara'ah) dari segala bentuk kemaksiatan dan pelakunya. "Nakhla'u" (kami melepaskan) dan "natruku" (kami meninggalkan) adalah dua kata kerja yang menguatkan makna. Ini bukan hanya pemutusan fisik, tetapi juga pemutusan ideologis dan hati. Kita berjanji untuk tidak bersekutu, tidak mendukung, dan tidak meniru perbuatan orang-orang yang secara terang-terangan "yafjuruk" (durhaka dan melanggar batas-Mu). Ini adalah wujud dari prinsip al-wala' wal bara' (loyalitas dan disloyalitas) dalam Islam.

Bagian Kedua: Fokus Ibadah dan Harapan

اَللّٰهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ (Allâhumma iyyâka na‘budu)
"Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah."
Kalimat ini menggemakan ayat sentral dalam surat Al-Fatihah. Dengan mendahulukan "iyyaka" (hanya kepada-Mu), ia memberikan penekanan yang kuat pada makna tauhid uluhiyyah, yaitu mengesakan Allah dalam segala bentuk peribadatan. Ini adalah pernyataan bahwa tujuan akhir dari seluruh hidup kami, segala gerak dan diam kami, adalah untuk menyembah-Mu semata, tanpa menyekutukan-Mu dengan apapun.

وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ (wa laka nushallî wa nasjud)
"dan untuk-Mu kami shalat dan bersujud."
Setelah pernyataan umum tentang ibadah, doa ini mengkhususkan pada dua pilar ibadah fisik yang paling agung: shalat dan sujud. "Laka" (untuk-Mu) kembali diletakkan di depan untuk menegaskan niat. Shalat dan sujud kami bukanlah sekadar gerakan ritual, melainkan persembahan tulus yang ditujukan hanya untuk Allah. Sujud, secara khusus, adalah puncak ketundukan seorang hamba, saat bagian tubuh termulia (wajah) diletakkan di tempat terendah (tanah) di hadapan Sang Maha Tinggi.

وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ (wa ilaika nas‘â wa nahfid)
"Kepada-Mu kami bergegas dan berkhidmat."
"Nas'a" berarti berlari atau berusaha dengan sungguh-sungguh. "Nahfid" berarti bergegas dalam melayani atau berkhidmat. Kalimat ini menggambarkan semangat dan antusiasme dalam beribadah. Seolah kita berkata, "Ya Allah, seluruh usaha dan aktivitas kami dalam ketaatan, kami tujukan dengan cepat dan gembira kepada-Mu." Ini menunjukkan bahwa ibadah tidak dilakukan dengan berat hati atau terpaksa, melainkan dengan penuh kerinduan dan semangat pengabdian.

نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ (narjû rahmataka wa nakhsyâ ‘adzâbak)
"Kami mengharapkan rahmat-Mu dan takut akan siksa-Mu."
Ini adalah esensi dari keseimbangan dalam hati seorang mukmin: antara raja' (harapan) dan khauf (takut). Kita tidak boleh beribadah hanya karena takut akan neraka, sehingga menjadi putus asa. Kita juga tidak boleh beribadah hanya karena mengharap surga, sehingga menjadi lalai dan merasa aman dari murka-Nya. Seorang mukmin sejati terbang menuju Allah dengan dua sayap: sayap harapan akan rahmat-Nya yang luas, dan sayap ketakutan akan azab-Nya yang pedih. Keseimbangan inilah yang menjaga kita tetap di jalan yang lurus.

إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحِقٌ (inna ‘adzâbakal jidda bil kuffâri mulhiq)
"Sungguh, azab-Mu yang berat akan menimpa orang-orang kafir."
Kalimat ini adalah penegas dari rasa takut sebelumnya. Kita meyakini bahwa azab Allah adalah sebuah kepastian (haq) yang akan menimpa mereka yang mengingkari-Nya. Ini bukan doa keburukan, melainkan sebuah pernyataan keyakinan akan keadilan Allah. Dengan meyakini ini, kita semakin termotivasi untuk menjauhkan diri dari segala jalan yang dapat mengundang murka dan azab-Nya.

Bagian Ketiga: Doa untuk Umat dan Diri Sendiri

Doa ini tidak egois. Setelah fokus pada hubungan pribadi dengan Allah, doa ini meluas untuk mencakup kepedulian terhadap umat Islam secara keseluruhan.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ (Allâhummaghfir lil mu’minîna wal mu’minât, wal muslimîna wal muslimât)
"Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat."
Inilah wujud ukhuwah islamiyah yang paling tulus. Kita memohonkan ampunan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk seluruh saudara seiman, baik laki-laki maupun perempuan, yang masih hidup maupun yang telah tiada. Setiap kali kita membaca doa ini, kita sedang mengirimkan hadiah terbaik (permohonan ampun) kepada jutaan umat Islam di seluruh dunia.

وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنَهُمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ (wa ashlih dzâta bainihim, wa allif baina qulûbihim)
"Perbaikilah hubungan di antara mereka, satukanlah hati mereka."
Ini adalah doa yang sangat relevan di setiap zaman. Kita memohon kepada Allah untuk memperbaiki (ishlah) segala perselisihan, konflik, dan perpecahan di antara umat Islam. Kita juga memohon agar Allah menyatukan (ta'lif) hati mereka dalam ikatan persaudaraan, cinta, dan kasih sayang karena-Nya. Persatuan umat adalah sumber kekuatan, dan perpecahan adalah sumber kelemahan.

وَاجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ (waj‘al fî qulûbihimul îmâna wal hikmah)
"tanamkanlah di hati mereka keimanan dan hikmah."
Persatuan yang hakiki tidak akan tercapai tanpa landasan yang kokoh. Doa ini memohon dua landasan tersebut: iman yang kuat dan hikmah. Iman adalah keyakinan yang mengakar, sementara hikmah adalah kemampuan untuk memahami sesuatu secara mendalam, menempatkannya pada tempatnya, serta bersikap bijaksana. Dengan iman dan hikmah, umat akan mampu menghadapi segala tantangan dengan cara yang benar.

وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِكَ (wa tsabbithum ‘alâ millati rasûlik)
"kokohkanlah mereka di atas agama Rasul-Mu."
Istiqamah adalah karunia terbesar setelah hidayah. Di sini kita memohon agar Allah mengokohkan seluruh umat Islam di atas millah (jalan, agama, ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini berarti memohon keteguhan untuk tetap berpegang pada Al-Qur'an dan Sunnah sesuai pemahaman yang lurus, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri.

وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ (wanshurhum ‘alâ ‘aduwwika wa ‘aduwwihim)
"dan tolonglah mereka dalam menghadapi musuh-Mu dan musuh mereka."
Setelah memohon perbaikan internal (persatuan, iman, hikmah, istiqamah), doa ini beralih ke permohonan perlindungan dari ancaman eksternal. Kita memohon pertolongan (nashr) dari Allah untuk memenangkan umat Islam atas musuh-musuh mereka, yang pada hakikatnya juga merupakan musuh-musuh Allah karena mereka menentang kebenaran.

إِلٰهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ (ilâhal haqqi waj‘alna minhum)
"Wahai Tuhan Yang Hak, jadikanlah kami termasuk dari mereka."
Ini adalah penutup yang indah. Setelah mendoakan semua kebaikan untuk umat Islam, kita memohon dengan kerendahan hati, "Ya Allah, Tuhan Yang Maha Benar, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang beriman yang Engkau ampuni, Engkau satukan hatinya, Engkau beri hikmah, Engkau kokohkan, dan Engkau menangkan." Ini adalah cara kita mengikat doa untuk umat dengan doa untuk diri kita sendiri, menunjukkan bahwa kita adalah bagian tak terpisahkan dari mereka.

Zikir dan Wirid Setelah Shalat Witir

Sebelum membaca doa panjang di atas, atau setelahnya, terdapat amalan zikir yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Zikir ini singkat namun padat makna.

Diriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab, ia berkata, "Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat witirnya 'Sabbihisma rabbikal a'laa', 'Qul yaa ayyuhal kaafiruun', dan 'Qul huwallahu ahad'. Apabila beliau salam, beliau mengucapkan:

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

Subhaanal malikil qudduus.

Artinya: "Maha Suci Raja Yang Maha Suci."

Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali, dan pada kali yang ketiga, beliau memanjangkan dan mengeraskan suaranya. (HR. An-Nasa'i dan Ahmad).

Makna di Balik Zikir "Subhanal Malikil Quddus"

Dengan mengucapkan zikir ini setelah shalat witir, kita seolah-olah mengukuhkan kembali tauhid kita. Kita menutup ibadah malam dengan proklamasi bahwa hanya Allah-lah Raja Yang Maha Suci, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan hanya Dia yang layak disembah dan diagungkan.

Doa Qunut Witir

Selain doa yang dibaca setelah shalat, ada juga doa yang bisa dibaca di dalam shalat witir itu sendiri, tepatnya pada rakaat terakhir setelah bangkit dari ruku' (i'tidal). Doa ini dikenal sebagai Doa Qunut Witir. Bacaannya lebih singkat dan sering diamalkan, terutama pada pertengahan hingga akhir bulan Ramadhan.

اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ فَاِنَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Allahummahdinii fiiman hadaiit, wa ‘aafinii fiiman ‘aafaiit, wa tawallanii fiiman tawallaiit, wa baarik lii fiimaa a’thaiit, wa qinii syarra maa qadhaiit, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa ‘alaiik, wa innahu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya’izzu man ‘aadaiit, tabaarakta rabbanaa wa ta’aalait, falakal hamdu ‘alaa maa qadhaiit, astaghfiruka wa atuubu ilaik.

Artinya: "Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan sebagaimana orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berkahilah rezeki yang telah Engkau berikan kepadaku. Lindungilah aku dari keburukan yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang menetapkan atas-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau bela. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi. Bagi-Mu segala puji atas apa yang Engkau takdirkan. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu."

Doa Qunut ini adalah permohonan yang sangat personal dan menyentuh. Ia mencakup lima permohonan inti: petunjuk (hidayah), kesehatan ('afiyah), kepemimpinan atau perlindungan (tawalli), keberkahan (barakah), dan penjagaan dari takdir buruk (wiqayah). Diikuti dengan pujian dan pengakuan atas kekuasaan absolut Allah dalam menetapkan takdir. Membacanya di dalam shalat witir menambah kekhusyukan dan kedekatan dengan Sang Pencipta.

Penutup: Jadikan Witir dan Doanya sebagai Kebiasaan

Shalat witir beserta doa dan zikirnya adalah paket ibadah malam yang sempurna. Ia bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah dialog intim antara seorang hamba dengan Tuhannya di waktu yang paling mustajab. Memahami makna dari setiap kalimat yang kita ucapkan akan mengubah kualitas ibadah kita dari sekadar gerakan fisik menjadi sebuah pengalaman spiritual yang mendalam.

Membaca doa witir dan artinya secara rutin akan membantu kita untuk terus mengingat hakikat diri sebagai hamba yang lemah dan senantiasa membutuhkan pertolongan, ampunan, dan rahmat Allah. Doa ini mengajarkan kita untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga peduli pada kondisi umat, mendoakan persatuan dan kekuatan bagi mereka.

Marilah kita bertekad untuk tidak meninggalkan shalat witir. Jadikan ia sebagai penutup hari yang manis, sebagai bekal spiritual untuk menghadapi hari esok, dan sebagai bukti cinta kita kepada Allah, Dzat Yang Maha Ganjil dan Mencintai segala yang ganjil.

🏠 Kembali ke Homepage