Panduan Ibadah Malam Ramadan: Doa Tarawih dan Keutamaannya

Bulan Ramadan adalah anugerah terindah dari Allah SWT, sebuah lautan rahmat dan ampunan yang terbentang luas bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Malam-malamnya dihiasi dengan cahaya ibadah, dan salah satu permata paling berkilau di malam Ramadan adalah Salat Tarawih. Salat ini bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, membersihkan jiwa, dan meraih derajat takwa. Di dalam setiap gerakan dan lantunan doanya, terkandung makna mendalam yang menenangkan hati dan menguatkan iman.

Memahami setiap bacaan, niat, hingga doa penutup dalam Salat Tarawih akan memperkaya pengalaman ibadah kita. Artikel ini akan menjadi panduan komprehensif untuk menyelami setiap aspek Salat Tarawih, mulai dari landasan sejarahnya, tata cara pelaksanaannya, hingga perenungan mendalam atas setiap kalimat dalam doa kamilin yang masyhur. Mari kita bersama-sama menjadikan Tarawih tahun ini lebih bermakna, lebih khusyuk, dan lebih mendekatkan kita kepada ridha-Nya.

Memahami Hakikat dan Sejarah Salat Tarawih

Kata "Tarawih" berasal dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamak dari kata tarwihah (تَرْوِيْحَةٌ), yang berarti 'istirahat' atau 'santai'. Penamaan ini sangat relevan dengan praktik pelaksanaannya, di mana para sahabat Nabi dan generasi setelahnya melakukan istirahat sejenak setelah mengerjakan setiap empat rakaat (atau dua kali salam). Momen jeda ini mereka gunakan untuk berzikir, bertasbih, dan memuji keagungan Allah SWT, sehingga ibadah yang panjang tidak terasa melelahkan, melainkan menjadi sebuah kenikmatan spiritual.

Salat Tarawih, atau yang juga dikenal sebagai Qiyam Ramadan (menghidupkan malam Ramadan dengan ibadah), memiliki landasan kuat dalam sunnah Nabi Muhammad SAW. Awalnya, Rasulullah SAW melaksanakannya secara berjamaah di masjid selama beberapa malam. Antusiasme para sahabat begitu tinggi hingga masjid dipenuhi oleh jamaah yang ingin salat di belakang beliau. Melihat semangat umatnya yang luar biasa, Rasulullah SAW khawatir jika ibadah ini terus-menerus dilakukan secara berjamaah, Allah akan mewajibkannya. Karena kasih sayang beliau kepada umatnya, agar tidak memberatkan, beliau pun melanjutkan salat ini di rumahnya secara sendiri.

Praktik ini berlanjut hingga masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Barulah pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab RA, tradisi Salat Tarawih berjamaah dihidupkan kembali secara terorganisir. Suatu malam, Sayyidina Umar melihat umat Islam salat secara berkelompok-kelompok terpisah di masjid. Beliau kemudian berinisiatif untuk menyatukan mereka di bawah satu imam, yakni Ubay bin Ka'ab RA, seorang sahabat yang terkenal dengan keindahan bacaan Al-Qur'annya. Inilah titik awal Salat Tarawih berjamaah menjadi syiar agung yang kita kenal hingga saat ini. Langkah ijtihad Sayyidina Umar ini dipuji sebagai "sebaik-baiknya bid'ah (inovasi yang baik)", karena menghidupkan kembali sunnah Nabi dalam format yang lebih menyatukan umat.

Para ulama dari empat mazhab besar (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa hukum Salat Tarawih adalah Sunnah Mu'akkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan hampir mendekati wajib, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Meninggalkannya tanpa uzur syar'i dianggap sebagai sebuah kerugian yang sangat besar di bulan yang penuh berkah ini.

Niat Salat Tarawih: Kunci Pembuka Pintu Ibadah

Niat adalah rukun pertama dan terpenting dalam setiap ibadah. Ia adalah pembeda antara gerakan fisik biasa dengan sebuah ibadah yang bernilai di sisi Allah. Niat tempatnya di dalam hati, namun melafalkannya (talaffuzh) dianjurkan oleh sebagian ulama untuk membantu memantapkan hati dan konsentrasi. Berikut adalah lafal niat Salat Tarawih dalam berbagai posisi.

1. Niat Salat Tarawih Sebagai Imam

Bagi yang bertindak sebagai pemimpin salat, niatnya harus mencakup niat untuk mengimami jamaah di belakangnya.

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ إِمَامًا لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatat Tarāwīhi rak‘atayni mustaqbilal qiblati imāman lillāhi ta‘ālā. "Aku niat salat sunnah Tarawih dua rakaat menghadap kiblat sebagai imam karena Allah Ta'ala."

2. Niat Salat Tarawih Sebagai Makmum

Bagi yang salat berjamaah mengikuti imam, niatnya harus menegaskan posisinya sebagai makmum.

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatat Tarāwīhi rak‘atayni mustaqbilal qiblati ma’mūman lillāhi ta‘ālā. "Aku niat salat sunnah Tarawih dua rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah Ta'ala."

3. Niat Salat Tarawih Sendirian (Munfarid)

Jika melaksanakan Salat Tarawih seorang diri di rumah atau di tempat lain, niatnya adalah sebagai berikut.

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatat Tarāwīhi rak‘atayni mustaqbilal qiblati lillāhi ta‘ālā. "Aku niat salat sunnah Tarawih dua rakaat menghadap kiblat karena Allah Ta'ala."

Tata Cara dan Jumlah Rakaat Salat Tarawih

Salat Tarawih pada dasarnya dilaksanakan sama seperti salat sunnah lainnya, yaitu dengan dua rakaat yang diakhiri dengan satu salam. Rangkaian ini diulang terus-menerus hingga mencapai jumlah rakaat yang diinginkan.

Mengenai jumlah rakaat, terdapat dua pendapat yang masyhur dan sama-sama memiliki landasan yang kuat.

Perbedaan ini adalah bagian dari rahmat Allah dalam syariat. Yang terpenting bukanlah berdebat tentang jumlahnya, melainkan kualitas pelaksanaan salat itu sendiri. Baik mengerjakan 8 rakaat maupun 20 rakaat, keduanya adalah baik. Fokus utama haruslah pada kekhusyukan (khusyu'), ketenangan (thuma'ninah) dalam setiap gerakan, dan perenungan (tadabbur) terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang dibaca.

Secara ringkas, tata cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

  1. Mengucapkan niat sesuai posisi (imam, makmum, atau sendiri).
  2. Takbiratul Ihram, mengangkat kedua tangan seraya mengucapkan "Allahu Akbar".
  3. Membaca doa Iftitah.
  4. Membaca Surat Al-Fatihah.
  5. Membaca salah satu surat atau beberapa ayat dari Al-Qur'an.
  6. Rukuk dengan thuma'ninah.
  7. I'tidal (bangkit dari rukuk) dengan thuma'ninah.
  8. Sujud pertama dengan thuma'ninah.
  9. Duduk di antara dua sujud dengan thuma'ninah.
  10. Sujud kedua dengan thuma'ninah.
  11. Berdiri untuk rakaat kedua, mengulang urutan dari membaca Al-Fatihah.
  12. Setelah sujud kedua di rakaat terakhir, duduk untuk Tasyahud Akhir.
  13. Mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri.
Rangkaian ini diulang hingga selesai jumlah rakaat yang dikehendaki.

Zikir dan Doa di Sela-sela Salat Tarawih

Tradisi di banyak masjid, terutama di Indonesia, adalah adanya lantunan zikir dan selawat yang dipimpin oleh seorang bilal di sela-sela rakaat Tarawih. Ini adalah praktik baik (bid'ah hasanah) untuk mengisi waktu jeda (tarwihah) dengan amalan yang mulia, menjaga semangat jamaah, dan menambah pahala. Bacaan ini bisa bervariasi, namun umumnya mencakup pujian kepada Allah, selawat kepada Nabi, dan penyebutan nama Khulafaur Rasyidin.

Berikut adalah contoh bacaan yang umum dilantunkan:

Setelah Salam pada Rakaat ke-2, ke-6, ke-10, dst.

Bilal dan jamaah biasanya bersahutan melantunkan selawat.

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Allāhumma ṣalli ‘alā sayyidinā Muḥammadin. "Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad."

Sebelum Memulai Rakaat ke-5

Bilal mengingatkan tentang kemuliaan khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq RA.

اَلْخَلِيْفَةُ الْأُوْلَى سَيِّدُنَا أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

Al-khalīfatul ūlā sayyidunā Abū Bakrin aṣ-Ṣiddīq, raḍiyallāhu ‘anh. "Khalifah pertama, junjungan kita Abu Bakar Ash-Shiddiq, semoga Allah meridainya."

Sebelum Memulai Rakaat ke-9

Bilal menyebut kemuliaan khalifah kedua, Umar bin Khattab RA.

اَلْخَلِيْفَةُ الثَّانِيَةُ سَيِّدُنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

Al-khalīfatuth thāniyah sayyidunā ‘Umarubnul Khaṭṭāb, raḍiyallāhu ‘anh. "Khalifah kedua, junjungan kita Umar bin Khattab, semoga Allah meridainya."

Sebelum Memulai Rakaat ke-13

Bilal menyebut kemuliaan khalifah ketiga, Utsman bin Affan RA.

اَلْخَلِيْفَةُ الثَّالِثَةُ سَيِّدُنَا عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

Al-khalīfatuth thālithah sayyidunā ‘Uthmānubnu ‘Affān, raḍiyallāhu ‘anh. "Khalifah ketiga, junjungan kita Utsman bin Affan, semoga Allah meridainya."

Sebelum Memulai Rakaat ke-17

Bilal menyebut kemuliaan khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib RA.

اَلْخَلِيْفَةُ الرَّابِعَةُ سَيِّدُنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ

Al-khalīfatur rābi‘ah sayyidunā ‘Aliyyubnu Abī Ṭālib, karramallāhu wajhah. "Khalifah keempat, junjungan kita Ali bin Abi Thalib, semoga Allah memuliakan wajahnya."

Doa Kamilin: Puncak Munajat Setelah Salat Tarawih

Setelah seluruh rangkaian Salat Tarawih selesai, dianjurkan untuk tidak langsung bubar. Momen ini adalah waktu yang sangat mustajab untuk berdoa. Ada sebuah doa khusus yang populer dibaca setelah Salat Tarawih, yang dikenal sebagai "Doa Kamilin". "Kamilin" berarti orang-orang yang sempurna. Doa ini berisi permohonan yang sangat lengkap, mencakup segala aspek kebaikan dunia dan akhirat, memohon kesempurnaan iman, ibadah, dan akhlak.

Mari kita resapi makna mendalam dari setiap untaian kalimat dalam doa yang indah ini.

اَللهُمَّ اجْعَلْنَا بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ، وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ، وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ، وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ، وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ، وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ، وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ، وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ، وَفِى الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ، وَفِى اْلآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ، وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ، وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ، وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرِيْنَ، وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ، وَاِلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ، وَاِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ، وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ، وَعَلَى سَرِيْرِ الْكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ، وَمِنْ حُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ، وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ، وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ، وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ، بِأَكْوَابٍ وَّأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِّنْ مَعِيْنٍ، مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولئِكَ رَفِيْقًا، ذلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. اَللهُمَّ اجْعَلْنَا فِى هذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِه وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Allâhummaj‘alnâ bil îmâni kâmilîn, wa lil farâidhi muaddîn, wa lish-shalâti hâfizhîn, wa liz-zakâti fâ‘ilîn, wa lima ‘indaka thâlibîn, wa li ‘afwika râjîn, wa bil hudâ mutamassikîn, wa ‘anil laghwi mu‘ridhîn, wa fid-dunyâ zâhidîn, wa fil âkhirati râghibîn, wa bil qadhâ’i râdhîn, wa lin na‘mâ’i syâkirîn, wa ‘alal balâ’i shâbirîn, wa tahta liwâ’i sayyidinâ muhammadin shallallâhu ‘alaihi wa sallama yaumal qiyâmati sâ’irîn, wa ilal hawdhi wâridîn, wa ilal jannati dâkhilîn, wa minan nâri nâjîn, wa ‘alâ sarîril karâmati qâ‘idîn, wa min hûrin ‘înin mutazawwijîn, wa min sundusin wa istabraqin wa dîbâjin mutalabbisîn, wa min tha‘âmil jannati âkilîn, wa min labanin wa ‘asalin mushaffan syâribîn, bi akwâbin wa abârîqa wa ka’sin min ma‘în, ma‘al ladzîna an‘amta ‘alaihim minan nabiyyîna wash shiddîqîna wasy syuhadâ’i wash shâlihîn, wa hasuna ulâ’ika rafîqâ, dzâlikal fadhlu minallâhi wa kafâ billâhi ‘alîmâ. Allâhummaj‘alnâ fî hâdzihil lailatisy syahrisy syarîfatil mubârakati minas su‘adâ’il maqbûlîn, wa lâ taj‘alnâ minal asyqiyâ’il mardûdîn. Wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadin wa âlihi wa shahbihi ajma‘în, bi rahmatika yâ arhamar râhimîn, wal hamdulillâhi rabbil ‘âlamîn. "Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang menunaikan kewajiban-kewajiban, yang memelihara salat, yang menunaikan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharapkan ampunan-Mu, yang berpegang teguh pada petunjuk, yang berpaling dari hal sia-sia, yang zuhud di dunia, yang berhasrat terhadap akhirat, yang rida dengan ketetapan-Mu, yang mensyukuri nikmat-nikmat, yang sabar atas cobaan, dan berjalan di bawah panji junjungan kami, Nabi Muhammad SAW, pada hari kiamat. Jadikan kami orang yang sampai ke telaga (al-Kautsar), yang masuk ke dalam surga, yang diselamatkan dari api neraka, yang duduk di atas dipan kemuliaan, yang menikah dengan bidadari-bidadari, yang mengenakan pakaian dari sutra halus dan tebal, yang memakan makanan surga, yang meminum dari susu dan madu yang murni dengan gelas, cerek, dan piala dari sumber yang mengalir. Bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah yang Maha Mengetahui. Ya Allah, jadikanlah kami pada malam bulan yang mulia dan penuh berkah ini termasuk orang-orang yang bahagia dan diterima (amalannya), dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang celaka dan ditolak. Semoga selawat Allah tercurah kepada junjungan kami Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam."

Perenungan Mendalam Doa Kamilin

"Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya (bil îmâni kâmilîn)..." Permohonan pertama dan utama adalah kesempurnaan iman. Iman yang sempurna bukan hanya pengakuan lisan, tetapi keyakinan yang mengakar di hati dan terwujud dalam setiap perbuatan. Ia adalah iman yang melahirkan ketenangan saat diuji, rasa syukur saat diberi nikmat, dan tawakal penuh kepada Allah dalam segala keadaan. Iman inilah yang menjadi pondasi bagi seluruh bangunan amal saleh kita.

"...yang menunaikan kewajiban-kewajiban (wa lil farâidhi muaddîn)..." Setelah iman, kita memohon kekuatan untuk menjalankan segala perintah wajib dari Allah. Ini adalah bukti nyata dari keimanan kita. Salat lima waktu, puasa Ramadan, zakat, dan kewajiban lainnya adalah tiang-tiang agama yang harus kita tegakkan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, bukan sebagai beban, melainkan sebagai kebutuhan spiritual.

"...yang memelihara salat (wa lish-shalâti hâfizhîn)..." Salat disebut secara khusus setelah kewajiban secara umum. Ini menunjukkan betapa sentralnya peran salat. "Memelihara salat" berarti mengerjakannya tepat waktu, menyempurnakan rukun dan sunnahnya, serta menjaga kekhusyukannya. Salat adalah tiang agama dan sarana komunikasi langsung kita dengan Allah SWT.

"...yang menunaikan zakat (wa liz-zakâti fâ‘ilîn)..." Zakat adalah pilar ibadah sosial. Dengan memohon menjadi orang yang menunaikan zakat, kita meminta agar dijadikan hamba yang peduli, yang mampu membersihkan harta dan jiwa kita dengan berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Ini adalah wujud nyata dari rasa syukur dan pengakuan bahwa semua rezeki berasal dari Allah.

"...yang mencari apa yang ada di sisi-Mu (wa lima ‘indaka thâlibîn)..." Ini adalah permohonan agar orientasi hidup kita tertuju kepada akhirat. Agar yang kita cari bukanlah pujian manusia, kekayaan duniawi yang fana, atau jabatan yang sementara, melainkan ridha Allah, pahala, dan surga-Nya yang abadi. Ini adalah doa untuk meluruskan niat dalam setiap amal.

"...yang mengharapkan ampunan-Mu (wa li ‘afwika râjîn)..." Sebagai manusia, kita tak luput dari dosa dan kesalahan. Permohonan ini adalah pengakuan atas kelemahan diri dan harapan yang besar akan luasnya ampunan (maghfirah) dan maaf ('afwun) Allah. Di malam-malam Ramadan, harapan ini memuncak, karena inilah bulan ampunan.

"...yang berpegang teguh pada petunjuk (wa bil hudâ mutamassikîn)..." Kita memohon agar selalu istiqamah di atas jalan petunjuk, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Di tengah derasnya arus informasi dan berbagai pemikiran, berpegang teguh pada dua warisan Nabi ini adalah satu-satunya jaminan keselamatan dunia dan akhirat.

"...yang berpaling dari hal sia-sia (wa ‘anil laghwi mu‘ridhîn)..." Ini adalah doa untuk menjaga lisan, waktu, dan energi kita dari perbuatan dan perkataan yang tidak bermanfaat, seperti ghibah, fitnah, atau sekadar obrolan kosong. Waktu di bulan Ramadan terlalu berharga untuk disia-siakan pada hal yang melalaikan.

"...yang zuhud di dunia (wa fid-dunyâ zâhidîn), yang berhasrat terhadap akhirat (wa fil âkhirati râghibîn)..." Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia, tetapi menjadikan dunia di tangan, bukan di hati. Hati kita harus dipenuhi dengan kerinduan dan hasrat akan kehidupan akhirat yang kekal. Doa ini memohon keseimbangan, agar kita bisa menggunakan dunia sebagai ladang untuk menanam amal bagi akhirat.

"...yang rida dengan ketetapan-Mu (wa bil qadhâ’i râdhîn)..." Inilah puncak dari ketenangan jiwa. Menerima segala takdir Allah, baik yang terasa manis maupun pahit, dengan hati yang lapang. Kita memohon agar dianugerahi kekuatan untuk percaya bahwa di balik setiap ketetapan-Nya, pasti ada hikmah dan kebaikan yang tak terhingga.

"...yang mensyukuri nikmat-nikmat (wa lin na‘mâ’i syâkirîn), yang sabar atas cobaan (‘alal balâ’i shâbirîn)..." Dua pilar kebahagiaan seorang mukmin: syukur saat lapang dan sabar saat sempit. Kita meminta agar Allah menjadikan kita hamba yang pandai bersyukur atas segala karunia, sekecil apapun, dan hamba yang tegar serta sabar ketika menghadapi ujian dan musibah.

Setelah permohonan untuk kebaikan di dunia, doa ini beralih ke permohonan agung untuk hari akhir, mulai dari harapan untuk berjalan di bawah panji Nabi Muhammad SAW di hari kiamat, meminum air dari telaga Al-Kautsar, hingga akhirnya memasuki surga dan menikmati segala kenikmatannya, bersama dengan para Nabi dan orang-orang saleh.

Salat Witir: Penutup Ibadah Malam yang Sempurna

Setelah menyelesaikan Salat Tarawih dan berdoa, ibadah malam Ramadan ditutup dengan Salat Witir. Witir berarti "ganjil". Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Witir (Maha Esa) dan menyukai yang ganjil." (HR. Bukhari & Muslim). Salat ini berfungsi sebagai penyempurna dan penutup dari seluruh salat malam yang telah dikerjakan.

Niat Salat Witir

Salat Witir umumnya dikerjakan sebanyak tiga rakaat. Bisa dilakukan dengan dua rakaat lalu salam, kemudian ditambah satu rakaat, atau langsung tiga rakaat dengan satu tasyahud akhir.

Niat Salat Witir 2 Rakaat (sebagai bagian dari 3 rakaat):

أُصَلِّى سُنَّةً مِنَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatan minal witri rak‘atayni mustaqbilal qiblati (ma’mūman/imāman) lillāhi ta‘ālā. "Aku niat salat sunnah bagian dari Witir dua rakaat menghadap kiblat (sebagai makmum/imam) karena Allah Ta'ala."

Niat Salat Witir 1 Rakaat (penutup):

أُصَلِّى سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatal witri rak‘atan mustaqbilal qiblati (ma’mūman/imāman) lillāhi ta‘ālā. "Aku niat salat sunnah Witir satu rakaat menghadap kiblat (sebagai makmum/imam) karena Allah Ta'ala."

Doa Setelah Salat Witir

Setelah salam dari Salat Witir, dianjurkan membaca zikir dan doa berikut ini.

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ

Subhānal malikil quddūs. (Dibaca 3 kali, pada bacaan ketiga suara dipanjangkan dan lebih keras) "Maha Suci Allah, Raja Yang Maha Suci."

Kemudian dilanjutkan dengan doa:

اَللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا دَائِمًا، وَنَسْأَلُكَ قَلْبًا خَاشِعًا، وَنَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَنَسْأَلُكَ يَقِيْنًا صَادِقًا، وَنَسْأَلُكَ عَمَلاً صَالِحًا، وَنَسْأَلُكَ دِيْنًا قَيِّمًا، وَنَسْأَلُكَ خَيْرًا كَثِيْرًا، وَنَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ، وَنَسْأَلُكَ تَمَامَ الْعَافِيَةِ، وَنَسْأَلُكَ الشُّكْرَ عَلَى الْعَافِيَةِ، وَنَسْأَلُكَ الْغِنَى عَنِ النَّاسِ.

Allāhumma innā nas’aluka īmānan dā’imā, wa nas’aluka qalban khāsyi‘ā, wa nas’aluka ‘ilman nāfi‘ā, wa nas’aluka yaqīnan shādiqā, wa nas’aluka ‘amalan shālihā, wa nas’aluka dīnan qayyimā, wa nas’aluka khairan katsīrā, wa nas’alukal ‘afwa wal ‘āfiyah, wa nas’aluka tamāmal ‘āfiyah, wa nas’alukasy syukra ‘alal ‘āfiyah, wa nas’alukal ghinā ‘anin nās. "Ya Allah, kami memohon kepada-Mu iman yang langgeng, kami memohon kepada-Mu hati yang khusyuk, kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, kami memohon kepada-Mu keyakinan yang benar, kami memohon kepada-Mu amal yang saleh, kami memohon kepada-Mu agama yang lurus, kami memohon kepada-Mu kebaikan yang banyak, kami memohon kepada-Mu ampunan dan afiat, kami memohon kepada-Mu kesempurnaan afiat, kami memohon kepada-Mu syukur atas afiat, dan kami memohon kepada-Mu kecukupan dari manusia."

Keutamaan Agung Salat Tarawih

Melaksanakan Salat Tarawih dengan penuh keimanan dan harapan akan pahala dari Allah memiliki keutamaan yang luar biasa. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis yang sangat terkenal:

"Barangsiapa yang mendirikan (salat) Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini adalah jaminan dan motivasi terbesar bagi kita. "Karena iman" berarti kita melakukannya atas dasar keyakinan penuh akan perintah Allah dan janji-Nya. "Mengharap pahala" (ihtisaban) berarti kita melakukannya murni untuk mencari keridhaan Allah, bukan karena riya' atau sekadar ikut-ikutan. Ganjaran dari dua syarat ini adalah ampunan total atas dosa-dosa kecil yang pernah kita lakukan. Salat Tarawih adalah mesin pembersih dosa yang Allah sediakan khusus di bulan Ramadan.

Selain ampunan dosa, Salat Tarawih juga menjadi sarana untuk:

Salat Tarawih adalah sebuah madrasah (sekolah) spiritual selama sebulan penuh. Ia bukan hanya tentang kuantitas rakaat, tetapi tentang kualitas kehadiran hati di hadapan Allah. Mari kita manfaatkan kesempatan emas ini dengan sebaik-baiknya, menghidupkan malam-malam Ramadan kita dengan salat, zikir, dan doa. Semoga setiap rakaat Tarawih yang kita kerjakan menjadi pemberat timbangan kebaikan kita, penghapus dosa-dosa kita, dan tangga yang mengantarkan kita menuju derajat muttaqin di sisi Allah SWT. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

🏠 Kembali ke Homepage