Memahami Doa Tahiyat Akhir Menurut Tradisi NU

Ilustrasi Posisi Duduk Tahiyat Akhir Sebuah siluet sederhana menggambarkan seseorang sedang duduk dalam posisi tasyahud akhir dalam shalat, dengan jari telunjuk terangkat.

Ilustrasi seseorang dalam posisi duduk tahiyat akhir saat shalat.

Shalat adalah tiang agama dan merupakan rukun Islam kedua yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim. Di dalam setiap gerakan dan bacaan shalat, terkandung makna spiritual yang mendalam, yang puncaknya terangkum dalam duduk tasyahud atau tahiyat akhir. Momen ini adalah saat di mana seorang hamba berdialog dengan Allah SWT, bersaksi atas keesaan-Nya, menyampaikan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, serta memohon perlindungan sebelum mengakhiri shalat dengan salam.

Bagi kalangan nahdliyin (warga Nahdlatul Ulama), bacaan shalat, termasuk doa tahiyat akhir, umumnya merujuk pada pandangan madzhab Syafi'i. Terdapat kekhasan dan penekanan tertentu yang menjadi bagian dari amaliah sehari-hari. Artikel ini akan mengupas secara tuntas bacaan doa tahiyat akhir menurut tradisi NU, mulai dari lafal Arab, transliterasi Latin, terjemahan, hingga penelaahan makna yang terkandung di setiap kalimatnya. Memahami doa ini bukan hanya tentang menghafal, tetapi meresapi setiap kata sebagai jembatan untuk mencapai kekhusyukan yang sempurna.

Bacaan Lengkap Doa Tahiyat Akhir

Doa tahiyat akhir terdiri dari beberapa bagian utama: bacaan tahiyat, syahadatain (dua kalimat syahadat), shalawat Ibrahimiyyah, dan ditutup dengan doa memohon perlindungan dari empat perkara. Berikut adalah bacaan lengkapnya yang lazim diamalkan oleh warga NU.

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ.

At-tahiyyaatul mubaarakatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadar rasuulullaah.

"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga kesejahteraan terlimpah kepadamu, wahai Nabi, beserta rahmat Allah dan keberkahan-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpah pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."

Setelah membaca bagian di atas, dilanjutkan dengan bacaan shalawat Ibrahimiyyah. Penggunaan lafal "sayyidina" (junjungan kami/tuan kami) sebelum menyebut nama Nabi Muhammad SAW adalah sebuah ciri khas yang sangat dianjurkan dalam amaliah NU sebagai bentuk penghormatan (adab) kepada Rasulullah.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammad, wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammad. Kamaa shallaita ‘alaa sayyidinaa Ibraahiim, wa ‘alaa aali sayyidinaa Ibraahiim. Wa baarik ‘alaa sayyidinaa Muhammad, wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammad. Kamaa baarakta ‘alaa sayyidinaa Ibraahiim, wa ‘alaa aali sayyidinaa Ibraahiim. Fil ‘aalamiina innaka hamiidum majiid.

"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad. Sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Ibrahim, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah keberkahan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad. Sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada junjungan kami Nabi Ibrahim, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Di seluruh alam, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia."

Sebagai penyempurna, sangat dianjurkan (sunnah muakkadah) untuk membaca doa perlindungan sebelum salam. Doa ini diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW untuk memohon perlindungan dari empat fitnah dan azab yang besar.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ.

Allaahumma innii a‘uudzu bika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qabri, wa min fitnatil mahyaa wal mamaati, wa min syarri fitnatil masiihid dajjaal.

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."

Tafsir dan Makna Mendalam Setiap Kalimat Tahiyat

Setiap frasa dalam doa tahiyat akhir bukanlah sekadar rangkaian kata tanpa makna. Di baliknya, tersimpan lautan hikmah, sejarah, dan pengakuan agung seorang hamba kepada Penciptanya. Mari kita selami makna dari setiap bagiannya.

1. Penghormatan Tertinggi untuk Allah (At-Tahiyyat...)

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ

Kalimat pembuka ini adalah bentuk pengakuan total bahwa segala bentuk penghormatan, pujian, dan keagungan hanya pantas ditujukan kepada Allah SWT.

Menurut sebuah riwayat, kalimat ini merupakan transkrip dari dialog agung saat peristiwa Isra' Mi'raj. Ketika Nabi Muhammad SAW menghadap Allah, beliau mengucapkan, "At-tahiyyatu lillah...", Allah menjawab, "Assalamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu...". Mendengar dialog itu, para malaikat menyahut, "Assalamu ‘alainaa wa ‘ala ‘ibadillahish shalihin."

2. Salam untuk Sang Nabi (Assalāmu ‘Alaika Ayyuhan Nabiyyu...)

السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Setelah memuji Allah, kita diperintahkan untuk menyampaikan salam kesejahteraan kepada Nabi Muhammad SAW. Ini menunjukkan betapa luhurnya kedudukan Rasulullah. Meskipun beliau telah wafat, kita tetap menyapanya dengan bentuk sapaan langsung ("‘alaika" - kepadamu) seolah-olah beliau hadir. Ini adalah bentuk cinta, penghormatan, dan pengakuan atas perannya sebagai perantara hidayah.

Dengan mengucapkan ini, kita mendoakan yang terbaik untuk sang Nabi, dan sebagai balasannya, para malaikat akan mendoakan hal yang sama untuk kita.

3. Salam Universal (Assalāmu ‘Alainā...)

السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ

Islam adalah agama yang tidak egois. Setelah mendoakan Nabi, doa salam diperluas untuk mencakup diri kita sendiri ("‘alainā") dan seluruh hamba Allah yang shalih ("‘alā ‘ibādillāhish shālihīn"). Ini mengajarkan semangat kebersamaan dan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah). Siapakah hamba yang shalih? Mereka adalah setiap Muslim yang taat, baik dari kalangan manusia maupun jin, yang hidup di masa lalu, sekarang, maupun yang akan datang. Dengan satu kalimat ini, kita terhubung dengan jutaan orang shalih di seluruh penjuru waktu dan tempat.

4. Ikrar Tauhid dan Kerasulan (Syahadatain)

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ

Ini adalah inti dari akidah Islam, fondasi dari segalanya. Di momen paling khusyuk sebelum mengakhiri shalat, kita memperbarui ikrar dan kesaksian kita.

Mengucapkan dua kalimat ini di akhir shalat adalah pengingat konstan tentang tujuan hidup seorang Muslim: menyembah Allah sesuai dengan tuntunan Rasulullah.

Mengupas Shalawat Ibrahimiyyah: Puncak Pujian

Shalawat Ibrahimiyyah yang dibaca setelah syahadatain bukanlah shalawat biasa. Ia disebut sebagai shalawat yang paling sempurna (afdhalus shalawat) karena diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW ketika para sahabat bertanya bagaimana cara terbaik bershalawat kepada beliau. Di dalamnya, nama Nabi Muhammad SAW disandingkan dengan Nabi Ibrahim AS, sebuah isyarat akan hubungan spiritual yang agung.

Makna di Balik "Sayyidina"

Kalangan NU dan mayoritas ulama Syafi'iyah sangat menganjurkan penambahan kata "Sayyidina" (junjungan kami) sebelum menyebut nama Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim. Ini bukan penambahan yang dibuat-buat, melainkan manifestasi dari adab dan penghormatan. Dalilnya adalah anjuran umum untuk memuliakan Nabi. Meskipun dalam hadis asli tentang shalawat ini tidak tercantum kata "Sayyidina", para ulama berpendapat bahwa menggunakannya di luar konteks periwayatan hadis adalah bentuk etika yang terpuji. Sama seperti kita tidak memanggil orang tua kita hanya dengan namanya, begitu pula adab kita kepada Rasulullah SAW.

Menyandingkan Nabi Muhammad dengan Nabi Ibrahim

كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ

Mengapa Nabi Ibrahim? Ada beberapa hikmah besar di baliknya:

  1. Bapak Para Nabi (Abul Anbiya'): Nabi Ibrahim adalah leluhur dari banyak nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW. Menyandingkan keduanya adalah bentuk pengakuan atas kesinambungan ajaran tauhid.
  2. Gelar Khalilullah (Kekasih Allah): Nabi Ibrahim mencapai derajat spiritual yang sangat tinggi hingga digelari sebagai kekasih Allah. Kita berdoa agar Nabi Muhammad SAW juga mendapatkan kemuliaan serupa yang tak terhingga.
  3. Pembangun Ka'bah: Bersama putranya, Nabi Ismail, beliau membangun Ka'bah yang menjadi kiblat shalat umat Islam. Ini mengikat ibadah kita secara fisik dan historis dengan perjuangan beliau.

Dengan memohon shalawat dan keberkahan bagi Nabi Muhammad sebagaimana telah diberikan kepada Nabi Ibrahim, kita sejatinya memohon anugerah terbaik dari yang terbaik. Kita tidak membandingkan, melainkan bertawasul (menjadikan perantara) dengan kemuliaan yang telah Allah berikan kepada Nabi Ibrahim untuk memohon kemuliaan yang lebih besar lagi bagi Nabi Muhammad SAW.

Penutup Agung: Innaka Hamīdum Majīd

فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Shalawat ini ditutup dengan pujian kembali kepada Allah. "Fil ‘ālamīn" berarti "di seluruh alam," menunjukkan bahwa shalawat dan keberkahan ini kita mohonkan untuk berlaku secara universal. "Innaka Hamīdum Majīd" berarti "Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia." Al-Hamid adalah Dzat yang terpuji atas segala perbuatan dan anugerah-Nya. Al-Majid adalah Dzat yang memiliki kemuliaan dan keagungan yang sempurna. Ini adalah pengakuan akhir bahwa sumber segala pujian dan kemuliaan adalah Allah SWT semata.

Urgensi Doa Perlindungan di Akhir Shalat

Rasulullah SAW sangat menekankan pembacaan doa perlindungan setelah tasyahud akhir. Beliau bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai dari tasyahud akhir, maka berlindunglah kepada Allah dari empat perkara..." (HR. Muslim). Ini menunjukkan betapa gentingnya empat hal yang kita mohonkan perlindungan darinya.

1. Azab Jahannam ( عَذَابِ جَهَنَّمَ )

Ini adalah permohonan pertama dan utama. Neraka Jahannam adalah puncak dari segala penderitaan dan siksaan di akhirat. Memohon perlindungan darinya di setiap akhir shalat menunjukkan kesadaran seorang hamba akan kelemahannya dan betapa ia sangat membutuhkan rahmat Allah untuk selamat dari murka-Nya.

2. Azab Kubur ( عَذَابِ الْقَبْرِ )

Kehidupan di alam barzakh (alam kubur) adalah fase pertama setelah kematian. Adanya azab kubur adalah keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah yang didasarkan pada banyak hadis shahih. Siksaannya nyata dan mengerikan. Dengan berdoa ini, kita memohon agar Allah menjadikan kubur kita sebagai taman surga (raudhah min riyadhil jannah), bukan lubang neraka (hufrah min hufarin niran).

3. Fitnah Kehidupan dan Kematian ( فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ )

Fitnah di sini berarti ujian, cobaan, atau godaan yang dapat menyesatkan iman.

4. Kejahatan Fitnah Al-Masih Ad-Dajjal ( شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ )

Ini adalah fitnah terbesar dan terberat yang akan dihadapi umat manusia di akhir zaman. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa tidak ada fitnah yang lebih besar sejak diciptakannya Adam hingga hari kiamat selain fitnah Dajjal. Dajjal akan datang dengan kemampuan luar biasa yang dapat menipu banyak orang, mengaku sebagai tuhan, dan membawa surga dan neraka palsu. Rasulullah SAW mengajarkan doa ini sebagai benteng utama untuk melindungi iman kita dari tipu dayanya yang dahsyat.

Tanya Jawab Seputar Tahiyat Akhir

Apa perbedaan antara tahiyat awal dan tahiyat akhir?

Tahiyat awal dan akhir memiliki bacaan yang sama pada bagian awalnya, yaitu dari "At-tahiyyat..." sampai syahadatain. Perbedaannya terletak pada kelanjutannya. Pada tahiyat awal (dalam shalat yang lebih dari dua rakaat), bacaan berhenti setelah syahadatain, atau paling jauh sampai "Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad". Setelah itu, kita langsung berdiri untuk rakaat ketiga. Sedangkan pada tahiyat akhir, bacaan dilanjutkan dengan shalawat Ibrahimiyyah secara lengkap dan ditutup dengan doa perlindungan sebelum salam.

Hukum membaca doa perlindungan setelah tasyahud apakah wajib?

Menurut mayoritas ulama, termasuk dalam madzhab Syafi'i, membaca doa perlindungan dari empat perkara ini hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), bukan wajib. Artinya, shalat tetap sah jika tidak membacanya, namun akan kehilangan keutamaan yang sangat besar. Mengingat penekanan dari Rasulullah SAW, sangat rugi jika kita meninggalkannya.

Bagaimana jika lupa atau salah membaca urutan doa tahiyat akhir?

Jika seseorang lupa atau melakukan kesalahan yang tidak membatalkan shalat (misalnya, lupa membaca shalawat Ibrahimiyyah atau doa perlindungan yang hukumnya sunnah), maka shalatnya tetap sah. Namun, jika ia lupa membaca bagian yang termasuk rukun shalat (seperti tasyahud awal, syahadat, atau shalawat dasar kepada Nabi), maka ia dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi sebelum salam untuk menutupi kekurangan tersebut. Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud seperti sujud biasa setelah selesai membaca tahiyat akhir dan sebelum salam.

Kesimpulan: Penutup Shalat yang Paripurna

Doa tahiyat akhir, sebagaimana yang diamalkan oleh kalangan nahdliyin berdasarkan tuntunan madzhab Syafi'i, adalah sebuah rangkaian doa yang luar biasa padat makna. Ia bukan sekadar ritual penutup shalat, melainkan sebuah rekapitulasi iman yang komprehensif. Dimulai dengan pengagungan mutlak kepada Allah, dilanjutkan dengan salam hormat kepada sang pembawa risalah, Nabi Muhammad SAW, serta doa universal bagi seluruh hamba yang shalih.

Ikrar syahadatain diperbarui, mengokohkan kembali pilar tauhid dan kerasulan. Shalawat Ibrahimiyyah menjadi puncak ungkapan cinta dan permohonan kemuliaan bagi Nabi, sembari menyambungkan sanad spiritual kita kepada Nabi Ibrahim AS. Dan sebagai penutup, kita memohon perlindungan dari empat ancaman terbesar bagi iman dan keselamatan seorang hamba, baik di dunia, di alam kubur, maupun di akhirat.

Dengan memahami dan meresapi setiap kalimat dalam doa tahiyat akhir, semoga shalat kita tidak lagi menjadi gerakan dan ucapan mekanis, melainkan sebuah dialog spiritual yang mendalam, sebuah mi'raj kecil yang mengantarkan kita pada puncak ketenangan dan kedekatan dengan Allah SWT. Amin ya Rabbal ‘alamin.

🏠 Kembali ke Homepage