Memahami Doa Setelah Sholat Dhuha dan Artinya
Sebuah Gerbang Menuju Kelapangan Rezeki dan Ketenangan Jiwa
Di antara hamparan waktu yang Allah SWT sediakan, ada satu momen istimewa yang terbentang setelah matahari terbit hingga menjelang tengah hari. Momen itu dikenal sebagai waktu Dhuha. Dalam keheningan pagi yang syahdu, umat Islam dianjurkan untuk mendirikan sholat sunnah Dhuha, sebuah ibadah yang sarat dengan keutamaan dan keberkahan. Sholat ini bukan sekadar rangkaian gerakan, melainkan sebuah bentuk dialog intim seorang hamba dengan Sang Pencipta, sebuah ungkapan syukur, dan sebuah permohonan tulus. Puncak dari dialog ini terangkum dalam sebuah doa setelah Dhuha yang begitu indah dan penuh makna, yang menjadi fokus utama pembahasan kita kali ini.
Doa setelah sholat Dhuha adalah permata yang melengkapi ibadah itu sendiri. Setiap kalimatnya adalah pengakuan atas keagungan Allah dan permohonan yang mencakup segala aspek kehidupan, terutama perihal rezeki. Memahami doa ini bukan hanya tentang menghafal lafalnya, tetapi menyelami lautan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan pemahaman yang mendalam, setiap kata yang terucap akan bergetar dari hati, menguatkan keyakinan, dan melapangkan jalan menuju ridha-Nya.
Lafal Doa Setelah Sholat Dhuha dan Artinya
Berikut adalah bacaan lengkap doa yang dianjurkan untuk dibaca setelah menyelesaikan sholat sunnah Dhuha. Kami sajikan dalam teks Arab, transliterasi Latin untuk kemudahan membaca, serta terjemahan dalam bahasa Indonesia agar maknanya dapat kita resapi bersama.
اَللّٰهُمَّ إِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَآؤُكَ، وَالْبَهَآءَ بَهَآؤُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللّٰهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِيْ فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ، وَإِنْ كَانَ فِى اْلأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ، وَإِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ، وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ، وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ، بِحَقِّ ضُحَآئِكَ وَبَهَآئِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ، آتِنِيْ مَا آتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
Allahumma innad-duhaa'a duhaa'uka, wal bahaa'a bahaa'uka, wal jamaala jamaaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal 'ismata 'ismatuka. Allahumma in kaana rizqii fis-samaa'i fa anzilhu, wa in kaana fil ardi fa akhrijhu, wa in kaana mu'assaran fa yassirhu, wa in kaana haraaman fa tahhirhu, wa in kaana ba'iidan fa qarribhu, bi haqqi duhaa'ika wa bahaa'ika wa jamaalika wa quwwatika wa qudratika, aatinii maa aataita 'ibaadakash-shalihin.
"Ya Allah, sesungguhnya waktu Dhuha adalah waktu Dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, kekuasaan adalah kekuasaan-Mu, dan perlindungan adalah perlindungan-Mu. Ya Allah, jika rezekiku masih di atas langit, maka turunkanlah. Jika masih di dalam bumi, maka keluarkanlah. Jika sukar, maka mudahkanlah. Jika haram, maka sucikanlah. Jika masih jauh, maka dekatkanlah. Berkat waktu Dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu, kekuatan-Mu, dan kekuasaan-Mu, berikanlah kepadaku apa yang Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih."
Tadabbur dan Penjelasan Mendalam Makna Doa Dhuha
Doa ini bukanlah sekadar rangkaian permintaan. Ia adalah sebuah struktur pengakuan (ikrar) yang agung, diikuti oleh permohonan yang spesifik. Mari kita bedah setiap kalimatnya untuk menemukan mutiara hikmah di dalamnya.
Bagian Pertama: Ikrar Pengakuan Mutlak Milik Allah
Doa ini dimulai dengan serangkaian kalimat tauhid yang luar biasa. Sebelum meminta, kita diajarkan untuk mengakui bahwa segala sumber kebaikan dan kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.
"اَللّٰهُمَّ إِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَآؤُكَ..." (Ya Allah, sesungguhnya waktu Dhuha adalah waktu Dhuha-Mu...)
Kalimat pembuka ini adalah fondasi dari seluruh doa. Kita mengikrarkan bahwa waktu Dhuha yang istimewa ini, dengan cahayanya yang menghangatkan dan suasananya yang menenangkan, adalah ciptaan dan milik Allah. Ini mengajarkan kita untuk tidak merasa memiliki apapun, bahkan waktu yang kita lalui. Kita menyandarkan ibadah kita pada waktu yang Allah ciptakan, sebagai bentuk pengakuan bahwa kita beribadah dalam "domain" kekuasaan-Nya. Ini adalah adab tertinggi dalam berdoa: memuji-Nya sebelum meminta.
"...وَالْبَهَآءَ بَهَآؤُكَ..." (...dan keagungan adalah keagungan-Mu...)
Kata Al-Bahaa' berarti keagungan, kemegahan, atau cahaya yang cemerlang. Di sini, kita mengakui bahwa segala bentuk kemegahan di alam semesta, mulai dari megahnya gunung, luasnya lautan, hingga keagungan seorang pemimpin, semuanya bersumber dari keagungan Allah. Keagungan yang kita lihat pada makhluk hanyalah percikan kecil dari keagungan-Nya yang tak terbatas. Pengakuan ini membersihkan hati dari sifat takjub berlebihan kepada makhluk dan mengembalikannya kepada Sang Khaliq.
"...وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ..." (...dan keindahan adalah keindahan-Mu...)
Segala keindahan yang tertangkap oleh mata dan dirasakan oleh hati adalah manifestasi dari sifat Allah Al-Jamil (Yang Maha Indah). Keindahan bunga yang mekar, harmoni warna senja, eloknya paras manusia, semuanya adalah milik-Nya. Dengan mengakui ini, kita belajar untuk mensyukuri keindahan sebagai anugerah dan menjaganya dari perbuatan maksiat. Kita juga memohon agar Allah menganugerahkan keindahan pada akhlak dan kehidupan kita, sebagaimana Dia adalah sumber segala keindahan.
"...وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ..." (...dan kekuatan adalah kekuatan-Mu...)
Pengakuan ini menumbuhkan sifat tawakal dan meruntuhkan kesombongan. Kekuatan fisik, intelektual, finansial, atau jabatan yang kita miliki sejatinya adalah titipan dan berasal dari kekuatan Allah Al-Qawiy (Yang Maha Kuat). Manusia tidak memiliki daya dan kekuatan (laa hawla wa laa quwwata) kecuali dengan pertolongan-Nya. Dengan menyadari hal ini, kita tidak akan angkuh saat berada di puncak kekuatan dan tidak akan putus asa saat merasa lemah, karena kita tahu sumber kekuatan sejati ada pada-Nya.
"...وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ..." (...dan kekuasaan adalah kekuasaan-Mu...)
Al-Qudrah berarti kemampuan atau kekuasaan untuk melakukan segala sesuatu. Ini adalah penegasan bahwa hanya Allah yang memiliki kekuasaan absolut. Kemampuan kita untuk berjalan, berbicara, berpikir, dan berkarya adalah berkat kuasa yang Allah berikan. Pengakuan ini membuat kita sadar akan keterbatasan diri dan kemahakuasaan Allah, sehingga kita senantiasa bersandar pada-Nya dalam setiap urusan. Apapun yang kita inginkan, jika Allah berkehendak, maka terjadilah.
"...وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ" (...dan perlindungan adalah perlindungan-Mu)
Al-'Ishmah adalah perlindungan, penjagaan dari kesalahan dan dosa. Ini adalah pengakuan bahwa hanya Allah yang bisa memberikan perlindungan hakiki. Kita memohon agar dijaga dari tergelincir dalam perbuatan dosa, dari bisikan syaitan, dan dari segala keburukan dunia dan akhirat. Kita sadar bahwa tanpa penjagaan dari Allah Al-Hafizh (Yang Maha Menjaga), kita akan sangat mudah jatuh ke dalam jurang kemaksiatan.
Bagian Kedua: Permohonan Spesifik Terkait Rezeki
Setelah membangun fondasi tauhid dan pengagungan, barulah kita masuk ke inti permohonan. Uniknya, permohonan ini disusun dengan sangat komprehensif, mencakup segala kemungkinan posisi dan kondisi rezeki kita.
"اَللّٰهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِيْ فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ..." (Ya Allah, jika rezekiku masih di atas langit, maka turunkanlah...)
Rezeki di langit sering dimaknai sebagai rezeki yang belum menjadi takdir kita, masih dalam ilmu ghaib Allah, atau rezeki yang turun melalui sebab-sebab langit seperti hujan yang menyuburkan bumi. Ini adalah permohonan agar Allah menetapkan takdir rezeki yang baik bagi kita dan menurunkannya menjadi kenyataan dalam hidup kita. Ini adalah doa penyerahan diri, memohon agar apa yang masih abstrak di "atas sana" menjadi konkret di dunia nyata.
"...وَإِنْ كَانَ فِى اْلأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ..." (...dan jika masih di dalam bumi, maka keluarkanlah...)
Ini merujuk pada rezeki yang sudah ada di bumi tetapi belum kita temukan atau belum bisa kita akses. Bisa jadi dalam bentuk potensi usaha, peluang kerja, hasil panen dari tanah, atau sumber daya alam lainnya. Kita memohon kepada Allah, Sang Pemilik bumi dan isinya, untuk menyingkap jalan bagi kita agar bisa mengeluarkan dan memanfaatkan potensi rezeki tersebut. Doa ini mengiringi ikhtiar kita dalam bekerja dan berusaha di muka bumi.
"...وَإِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ..." (...dan jika sukar, maka mudahkanlah...)
Seringkali kita sudah mengetahui di mana letak rezeki kita, namun jalan untuk meraihnya penuh liku dan kesulitan (mu'assaran). Mungkin birokrasi yang rumit, persaingan yang ketat, atau tantangan yang berat. Dalam kalimat ini, kita memohon kepada Allah Al-Fattah (Yang Maha Membuka) untuk melancarkan segala urusan kita. Kita meminta agar setiap kesulitan diubah menjadi kemudahan, setiap pintu yang tertutup dibukakan untuk kita.
"...وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ..." (...dan jika haram, maka sucikanlah...)
Ini adalah permohonan yang sangat krusial, menunjukkan kepedulian seorang mukmin terhadap kehalalan rezekinya. Kita mungkin tanpa sadar telah memperoleh rezeki dari sumber yang syubhat atau bahkan haram. Maka, kita memohon ampun dan meminta Allah untuk membersihkan (tahhirhu) harta kita dari unsur-unsur yang tidak berkah. Doa ini juga berarti permohonan agar Allah menjauhkan kita dari jalan-jalan rezeki yang haram di masa depan dan membimbing kita menuju pintu-pintu rezeki yang halal dan thayyib.
"...وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ" (...dan jika masih jauh, maka dekatkanlah)
Terkadang, peluang rezeki tampak begitu jauh dan mustahil untuk digapai. Jarak ini bisa bersifat fisik (di negeri lain) atau non-fisik (membutuhkan waktu lama atau proses yang panjang). Dengan doa ini, kita memohon kepada Allah untuk "melipat" jarak dan waktu, untuk mendekatkan apa yang terasa jauh, dan untuk mempercepat datangnya kebaikan yang telah ditakdirkan untuk kita. Ini adalah doa yang menunjukkan keyakinan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah.
Bagian Ketiga: Penutup dengan Tawassul dan Harapan
Doa ini ditutup dengan cara yang indah, yaitu bertawassul dengan sifat-sifat Allah yang telah kita akui di awal doa.
"بِحَقِّ ضُحَآئِكَ وَبَهَآئِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُdْرَتِكَ..." (Berkat waktu Dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu, kekuatan-Mu, dan kekuasaan-Mu...)
Ini disebut tawassul yang disyariatkan, yaitu memohon kepada Allah dengan perantara nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang mulia. Seolah-olah kita berkata, "Ya Allah, demi keagungan Dhuha ciptaan-Mu, demi kemegahan sifat-Mu, demi keindahan-Mu yang tiada tara, demi kekuatan-Mu yang tak terkalahkan, dan demi kekuasaan-Mu yang meliputi segalanya, kabulkanlah permohonanku." Ini menunjukkan puncak kerendahan hati kita, di mana kita memohon bukan karena kelayakan diri kita, tetapi karena kemuliaan dan keagungan Dzat Allah SWT.
"...آتِنِيْ مَا آتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ" (...berikanlah kepadaku apa yang Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih)
Kalimat penutup ini adalah sebuah cita-cita tertinggi. Kita tidak hanya meminta rezeki duniawi, tetapi kita meminta untuk diberikan anugerah sebagaimana yang telah Allah berikan kepada para hamba-Nya yang shalih. Anugerah ini mencakup rezeki yang halal dan berkah, ilmu yang bermanfaat, amal yang diterima, hati yang khusyuk, keluarga yang sakinah, dan puncak dari segalanya: keridhaan Allah dan surga-Nya. Ini adalah permintaan paket lengkap kebaikan dunia dan akhirat, meneladani standar kebaikan para wali dan orang-orang shalih terdahulu.
Keutamaan Agung di Balik Sholat Dhuha
Mendirikan sholat Dhuha dan memanjatkan doanya bukanlah ritual tanpa makna. Rasulullah SAW telah menjelaskan berbagai keutamaan luar biasa bagi mereka yang istiqamah menjalankannya. Memahami keutamaan ini akan menjadi bahan bakar semangat kita untuk tidak pernah meninggalkannya.
1. Sebagai Sedekah bagi Seluruh Persendian Tubuh
Setiap pagi, kita memiliki "hutang" sedekah atas nikmat 360 persendian yang Allah berikan. Sholat Dhuha dua rakaat mampu melunasi seluruh hutang sedekah tersebut. Ini adalah kemudahan luar biasa yang Allah berikan.
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ، فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ ، وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
"Setiap pagi, setiap ruas tulang persendian seorang dari kalian wajib disedekahi. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, dan melarang dari kemungkaran adalah sedekah. Dan semua itu dapat dicukupi dengan dua rakaat yang dia kerjakan pada waktu Dhuha." (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan betapa sholat Dhuha memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah, setara dengan ratusan amalan zikir dan amal ma'ruf nahi munkar. Ini adalah cara praktis untuk mensyukuri nikmat fisik yang sering kita lupakan.
2. Wasiat Khusus dari Rasulullah SAW
Sholat Dhuha adalah salah satu dari tiga amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh beberapa sahabat terdekat Nabi, karena menjadi wasiat langsung dari beliau. Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:
أَوْصَانِي خَلِيلِي صلى الله عليه وسلم بِثَلاَثٍ: صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَيِ الضُّحَى، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
"Kekasihku (Rasulullah SAW) mewasiatkan kepadaku tiga hal: puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat sholat Dhuha, dan sholat witir sebelum aku tidur." (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebuah amalan yang menjadi wasiat khusus dari Rasulullah SAW kepada sahabatnya tentu bukanlah amalan biasa. Ini menandakan betapa penting dan besarnya manfaat yang terkandung di dalamnya, baik yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui.
3. Dicatat sebagai Golongan Awwabin (Orang yang Taat)
Istiqamah dalam sholat Dhuha akan mengantarkan seseorang pada derajat Awwabin, yaitu orang-orang yang senantiasa kembali (bertaubat) dan taat kepada Allah. Ini adalah sebuah gelar kemuliaan.
صَلاةُ الأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ
"Sholatnya orang-orang yang kembali taat (awwabin) adalah ketika anak-anak unta mulai kepanasan (karena terik matahari)." (HR. Muslim)
Hadits ini juga menunjukkan waktu terbaik untuk melaksanakan sholat Dhuha, yaitu ketika matahari sudah mulai terik. Pada waktu tersebut, banyak orang sibuk dengan urusan duniawi, namun orang-orang yang taat memilih untuk menyendiri sejenak, berdialog dengan Rabb-nya. Inilah yang membuat mereka istimewa.
4. Jaminan Kecukupan Rezeki di Sepanjang Hari
Ini adalah salah satu keutamaan yang paling populer dan menjadi harapan banyak orang. Dengan memulai hari melalui "pintu Dhuha", Allah menjanjikan kecukupan hingga sore hari. Hal ini tertuang dalam sebuah Hadits Qudsi:
يَا ابْنَ آدَمَ، ارْكَعْ لِي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ، أَكْفِكَ آخِرَهُ
Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Wahai anak Adam, janganlah engkau luput dari empat rakaat di awal harimu (sholat Dhuha), niscaya Aku akan mencukupimu di akhir harimu." (HR. Tirmidzi)
Kecukupan di sini memiliki makna yang sangat luas. Bukan hanya cukup secara materi, tetapi juga cukup dalam hal ketenangan hati, kemudahan urusan, kesehatan, dan perlindungan dari segala mara bahaya. Ini adalah jaminan langsung dari Allah SWT.
Panduan Praktis Pelaksanaan Sholat Dhuha
Agar ibadah kita sempurna, penting untuk mengetahui tata cara pelaksanaannya yang benar sesuai dengan tuntunan.
1. Waktu Pelaksanaan
Waktu sholat Dhuha dimulai sekitar 15-20 menit setelah matahari terbit (waktu syuruq) dan berakhir sekitar 15 menit sebelum masuk waktu sholat Dzuhur. Namun, waktu yang paling utama (afdhal) adalah ketika matahari sudah mulai naik dan terasa panas, yaitu sekitar pukul 9 atau 10 pagi.
2. Jumlah Rakaat
Jumlah rakaat sholat Dhuha sangat fleksibel, memberikan kemudahan bagi setiap orang sesuai kemampuannya.
- Minimal: 2 rakaat. Ini sudah mencukupi untuk mendapatkan keutamaan-keutamaannya.
- Umumnya: 4 rakaat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi tentang jaminan kecukupan.
- Lebih Baik: 8 rakaat. Ini adalah jumlah yang sering dilakukan oleh Rasulullah SAW.
- Maksimal: Tidak ada batasan yang pasti, sebagian ulama menyebutkan hingga 12 rakaat.
Pelaksanaannya dilakukan dengan salam setiap dua rakaat.
3. Niat Sholat Dhuha
Niat cukup dilafalkan dalam hati dengan kesungguhan. Contoh niat: "Aku niat sholat sunnah Dhuha dua rakaat karena Allah Ta'ala."
4. Bacaan Surat
Setelah membaca Al-Fatihah, dianjurkan untuk membaca surat-surat pendek. Tidak ada keharusan membaca surat tertentu, namun beberapa ulama menganjurkan:
- Rakaat Pertama: Surat Asy-Syams (surat ke-91).
- Rakaat Kedua: Surat Ad-Dhuha (surat ke-93).
Atau bisa juga membaca surat Al-Kafirun pada rakaat pertama dan Al-Ikhlas pada rakaat kedua. Namun, membaca surat apa pun yang kita hafal tetap sah dan berpahala.
5. Gerakan Sholat
Gerakan sholat Dhuha sama persis seperti sholat sunnah lainnya, dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Lakukan dengan tuma'ninah (tenang dan tidak tergesa-gesa) untuk meraih kekhusyukan.
6. Membaca Doa Setelah Dhuha
Setelah menyelesaikan seluruh rakaat sholat dan salam, duduklah sejenak dengan tenang. Angkat kedua tangan dan bacalah doa setelah Dhuha yang telah dibahas di atas dengan penuh penghayatan. Resapi setiap maknanya dan yakini bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan doa.