Memahami Doa Qunut Saat Shalat Sendiri
Doa qunut adalah salah satu amalan yang sering menjadi perbincangan di kalangan umat Islam. Ia merupakan doa khusus yang dibaca pada waktu tertentu di dalam shalat. Bagi sebagian kalangan, qunut menjadi bagian tak terpisahkan dari shalat Subuh, sementara bagi yang lain, ia dibaca pada shalat Witir atau saat terjadi musibah besar (Qunut Nazilah). Melaksanakan shalat secara berjamaah memiliki banyak keutamaan, namun ada kalanya seorang Muslim melaksanakan shalatnya seorang diri (munfarid). Di sinilah muncul pertanyaan penting: bagaimana tata cara, hukum, dan lafaz doa qunut sendiri? Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan doa qunut saat shalat sendirian, memberikan panduan yang komprehensif dan mudah dipahami.
Memahami esensi doa qunut adalah langkah awal yang krusial. Secara bahasa, kata "qunut" (القنوت) memiliki beberapa arti, di antaranya adalah berdiri lama, diam, taat, tunduk, dan berdoa. Dalam konteks istilah syar'i, qunut adalah nama untuk doa yang dibaca dalam shalat pada momen tertentu saat berdiri. Doa ini berisi permohonan agung kepada Allah SWT, mencakup permintaan petunjuk, ampunan, perlindungan, dan keberkahan. Ketika dilaksanakan sendiri, seorang hamba memiliki kesempatan untuk lebih meresapi setiap kalimat yang diucapkan, menjadikannya sebuah dialog personal yang intim dengan Sang Pencipta.
Makna dan Kedudukan Doa Qunut dalam Islam
Sebelum melangkah lebih jauh ke aspek teknis pelaksanaan, penting untuk merenungkan makna dan kedudukan doa qunut. Doa ini bukan sekadar rangkaian kata tanpa makna. Setiap frasa di dalamnya adalah wujud penghambaan dan pengakuan atas kelemahan diri di hadapan keagungan Allah SWT. Saat seorang Muslim mengangkat tangan dan melantunkan doa qunut, ia sedang menyatakan kebergantungannya secara total kepada Rabb-nya. Ia memohon untuk selalu berada di jalan yang lurus, disehatkan jasmani dan rohaninya, dilindungi dari segala keburukan, dan diberkahi atas segala nikmat yang telah diberikan.
Kedudukan doa qunut dalam fiqih Islam menjadi ranah perbedaan pendapat (khilafiyah) di antara para ulama mazhab. Perbedaan ini lahir dari interpretasi yang beragam terhadap dalil-dalil hadis yang ada. Memahami latar belakang perbedaan ini akan menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai pandangan lain, serta memantapkan hati dalam mengamalkan keyakinan yang dipilih berdasarkan ilmu. Keragaman pandangan ini adalah rahmat dan kekayaan intelektual dalam khazanah Islam, menunjukkan betapa luasnya samudera ilmu syariat.
Tinjauan Hukum Doa Qunut Menurut Empat Mazhab
Perbedaan pandangan para ulama mengenai hukum doa qunut, terutama pada shalat Subuh, adalah hal yang patut diketahui. Berikut adalah ringkasan pandangan dari empat mazhab besar:
- Mazhab Syafi'i: Menurut pandangan ini, membaca doa qunut pada rakaat kedua shalat Subuh setelah bangkit dari ruku' (i'tidal) adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Jika seseorang lupa membacanya, baik sengaja maupun tidak, dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi sebelum salam. Dasar pandangan ini adalah hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW senantiasa melakukan qunut pada shalat Subuh hingga beliau wafat. Pandangan ini dipegang teguh oleh mayoritas Muslim di Indonesia dan beberapa negara lainnya.
- Mazhab Maliki: Pandangan Mazhab Maliki mirip dengan Mazhab Syafi'i, yaitu menganggap qunut Subuh sebagai amalan yang dianjurkan (mustahab atau sunnah). Namun, mereka memiliki kekhasan dalam pelaksanaannya. Mereka berpendapat bahwa qunut Subuh lebih utama dibaca secara lirih (sirr) dan dilakukan sebelum ruku'. Ini menunjukkan adanya variasi dalam tataran praktik yang tetap bersumber dari dalil yang diakui.
- Mazhab Hanafi: Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa qunut tidak disyariatkan pada shalat Subuh. Mereka mensyariatkan qunut hanya pada shalat Witir (sebelum ruku') dan saat terjadi musibah besar yang menimpa kaum Muslimin (Qunut Nazilah). Argumen mereka didasarkan pada hadis lain yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan qunut selama sebulan untuk mendoakan keburukan bagi suatu kaum, lalu meninggalkannya. Mereka menafsirkan bahwa "meninggalkannya" berarti berhenti melakukan qunut secara rutin pada shalat fardhu.
- Mazhab Hanbali: Pandangan Mazhab Hanbali serupa dengan Mazhab Hanafi. Mereka tidak mensunnahkan qunut pada shalat Subuh. Qunut menurut mereka disyariatkan pada shalat Witir dan saat Qunut Nazilah. Pandangan ini juga berpegang pada riwayat yang sama tentang Rasulullah SAW yang melakukan qunut hanya pada waktu-waktu tertentu.
Dari pemaparan di atas, jelas bahwa masalah hukum qunut Subuh adalah wilayah ijtihad para ulama. Ketika seseorang shalat sendiri, ia dapat mengikuti pandangan mazhab yang diyakininya tanpa perlu merasa ragu. Yang terpenting adalah melaksanakan ibadah dengan ilmu dan niat yang tulus karena Allah SWT.
Tata Cara Pelaksanaan Doa Qunut Saat Shalat Sendiri
Bagi Anda yang ingin melaksanakan doa qunut sendiri, baik pada shalat Subuh, Witir, atau Nazilah, berikut adalah panduan langkah demi langkah yang terperinci. Pelaksanaan qunut pada dasarnya sama, baik saat berjamaah maupun sendiri, namun ada beberapa penyesuaian kecil yang perlu diperhatikan.
Waktu dan Posisi Membaca Doa Qunut
Waktu yang paling umum dan kuat dalilnya untuk membaca doa qunut (terutama bagi penganut Mazhab Syafi'i) adalah pada rakaat terakhir shalat, setelah bangkit dari ruku' dan berada dalam posisi i'tidal (berdiri tegak).
- Lakukan shalat seperti biasa hingga rakaat terakhir.
- Pada rakaat terakhir, setelah selesai membaca surat pendek, lakukan ruku' dengan tuma'ninah.
- Bangkit dari ruku' seraya mengucapkan: "Sami'allahu liman hamidah." (Allah Maha Mendengar pujian orang yang memuji-Nya).
- Setelah berdiri tegak sempurna (posisi i'tidal), bacalah: "Rabbana lakal hamdu mil'us samawati wa mil'ul ardhi wa mil'u ma syi'ta min syai'in ba'du." (Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu).
- Di sinilah letak pelaksanaan doa qunut. Setelah membaca zikir i'tidal tersebut, Anda mulai membaca doa qunut.
Posisi Tangan dan Pandangan Mata
Saat membaca doa qunut, disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan seperti posisi berdoa pada umumnya. Posisikan kedua telapak tangan terbuka menghadap ke langit, setinggi dada atau bahu. Jaga agar jari-jari rapat dan arahkan pandangan mata ke tempat sujud, sebagai bentuk kekhusyuan dan ketundukan. Mengangkat tangan saat qunut didasarkan pada beberapa riwayat, termasuk dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu. Ini adalah adab dalam memohon kepada Allah, menunjukkan gestur meminta dan berharap.
Tingkat Suara Saat Membaca Doa
Ketika shalat sendiri (munfarid), terdapat kelonggaran mengenai tingkat kekerasan suara saat membaca doa qunut.
- Shalat Jahriyah (Subuh, Maghrib, Isya): Pada shalat yang bacaannya dikeraskan, seperti Subuh, Anda boleh memilih untuk mengeraskan bacaan doa qunut sekadar terdengar oleh telinga sendiri atau membacanya secara lirih (sirr). Mengeraskannya sedikit dapat membantu menjaga konsentrasi dan kekhusyuan.
- Shalat Sirriyah (Zuhur, Asar): Jika Anda melakukan Qunut Nazilah pada shalat Zuhur atau Asar sendirian, maka doa qunut dibaca secara lirih (sirr), sejalan dengan sifat bacaan shalat tersebut.
Bacaan Lengkap Doa Qunut: Arab, Latin, dan Terjemahan
Berikut adalah lafaz doa qunut yang paling umum diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada cucunya, Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhuma. Teks ini akan disajikan lengkap dengan tulisan Arab, transliterasi Latin untuk membantu pelafalan, serta terjemahan bahasa Indonesia untuk perenungan makna.
اَللّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Allahummahdinii fiiman hadait, wa 'aafinii fiiman 'aafait, wa tawallanii fiiman tawallait, wa baarik lii fiimaa a'thait, wa qinii syarra maa qadhait, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaik, wa innahu laa yadzillu man waalait, wa laa ya'izzu man 'aadait, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalait, falakal hamdu 'alaa maa qadhait, astaghfiruka wa atuubu ilaik.
"Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berkahilah bagiku pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan. Peliharalah aku dari keburukan apa-apa yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menentukan atas-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi. Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau takdirkan. Aku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu."
Penutup dengan Shalawat
Setelah selesai membaca doa qunut di atas, dianjurkan untuk menutupnya dengan bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Wa shallallahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
"Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, nabi yang ummi, beserta keluarga dan para sahabatnya."
Setelah menyelesaikan bacaan shalawat, Anda kemudian langsung melanjutkan gerakan shalat berikutnya, yaitu sujud, tanpa perlu mengusap wajah dengan tangan. Gerakan mengusap wajah setelah berdoa di luar shalat memiliki dalilnya, namun untuk doa di dalam shalat (seperti qunut), para ulama menyatakan bahwa yang lebih utama adalah tidak mengusapnya dan langsung melanjutkan rukun shalat berikutnya.
Menyelami Makna Mendalam Setiap Kalimat Doa Qunut
Membaca doa qunut akan terasa lebih bermakna dan khusyuk jika kita memahami kandungan setiap kalimatnya. Ini bukan sekadar hafalan, melainkan sebuah dialog tulus dari seorang hamba kepada Tuhannya. Mari kita bedah makna setiap permohonan dalam doa agung ini.
1. "Allahummahdinii fiiman hadait"
(Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk)
Ini adalah permohonan pertama dan paling fundamental. Kita meminta hidayah. Hidayah di sini memiliki makna yang sangat luas, mencakup hidayah untuk mengetahui kebenaran (hidayah al-irsyad) dan hidayah untuk mengamalkan kebenaran tersebut (hidayah at-taufiq). Kita memohon agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang pilihan yang telah Allah anugerahi petunjuk-Nya, seperti para nabi, orang-orang jujur (shiddiqin), para syuhada, dan orang-orang saleh. Ini adalah pengakuan bahwa tanpa petunjuk Allah, kita pasti tersesat.
2. "Wa 'aafinii fiiman 'aafait"
(Berilah aku 'afiyah sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri 'afiyah)
Kata 'afiyah sering diterjemahkan sebagai kesehatan, namun maknanya jauh lebih luas. 'Afiyah adalah keselamatan dan perlindungan dari segala macam penyakit, baik penyakit fisik (seperti sakit) maupun penyakit hati (seperti hasad, dengki, riya'). Ia juga mencakup perlindungan dari musibah, bencana, dan fitnah dunia maupun akhirat. Dengan memohon 'afiyah, kita meminta paket keselamatan yang lengkap dari Allah SWT.
3. "Wa tawallanii fiiman tawallait"
(Pimpinlah/urusilah aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin/urusi)
Permohonan ini mengandung makna penyerahan diri total. "Tawalla" berarti mengambil alih urusan, menjadi wali, pelindung, dan penolong. Kita memohon agar Allah menjadi Wali kita, yang mengatur segala urusan hidup kita, melindungi kita dari segala marabahaya, dan menolong kita dalam setiap kesulitan. Ketika Allah menjadi Wali seorang hamba, maka tidak ada satu kekuatan pun yang dapat mencelakakannya.
4. "Wa baarik lii fiimaa a'thait"
(Berkahilah bagiku pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan)
Keberkahan (barakah) adalah inti dari kenikmatan. Berkah berarti bertambahnya kebaikan pada sesuatu. Harta yang berkah adalah harta yang sedikit namun mencukupi dan membawa kebaikan. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Waktu yang berkah adalah waktu yang terisi dengan ketaatan. Dalam kalimat ini, kita memohon agar setiap nikmat yang Allah berikan—harta, keluarga, kesehatan, ilmu, waktu—semuanya menjadi sumber kebaikan yang terus bertambah.
5. "Wa qinii syarra maa qadhait"
(Peliharalah aku dari keburukan apa-apa yang telah Engkau takdirkan)
Ini adalah bentuk adab yang tinggi dalam berdoa. Kita beriman bahwa semua takdir Allah (qadha) pada hakikatnya baik, namun bagi kita sebagai manusia, bisa jadi ada sesuatu dalam takdir itu yang tampak buruk atau terasa berat. Kita tidak meminta untuk menolak takdir, tetapi kita memohon perlindungan dari dampak buruk yang mungkin timbul dari takdir tersebut. Misalnya, jika ditakdirkan sakit, kita mohon agar dilindungi dari keputusasaan dan keluh kesah akibat sakit itu.
6. "Fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaik"
(Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menentukan atas-Mu)
Ini adalah kalimat pujian dan pengagungan yang menegaskan kemahakuasaan Allah. Allah adalah Zat yang Maha Menentukan. Ketetapan-Nya mutlak dan tidak bisa diintervensi oleh siapa pun. Tidak ada satu makhluk pun yang bisa memaksakan kehendaknya kepada Allah. Kalimat ini menanamkan keyakinan tauhid yang kokoh di dalam hati.
7. "Wa innahu laa yadzillu man waalait, wa laa ya'izzu man 'aadait"
(Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau beri kekuasaan/lindungi, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi)
Kalimat ini adalah penegasan atas akibat dari perwalian (wilayah) Allah. Siapa pun yang berada di bawah naungan dan perlindungan Allah, ia tidak akan pernah merasakan kehinaan sejati. Sebaliknya, siapa pun yang menjadi musuh Allah, ia tidak akan pernah merasakan kemuliaan hakiki, meskipun di dunia ia tampak berkuasa atau kaya raya. Kemuliaan dan kehinaan sejati hanya bersumber dari Allah.
8. "Tabaarakta rabbanaa wa ta'aalait"
(Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi)
Sebuah pujian penutup yang sempurna. "Tabaarakta" berarti Maha Banyak Kebaikan-Mu dan Maha Agung. "Ta'aalait" berarti Maha Tinggi Engkau dari segala kekurangan dan sifat-sifat makhluk. Kita menutup permohonan kita dengan sanjungan tertinggi kepada Zat yang kita mintai pertolongan.
9. "Falakal hamdu 'alaa maa qadhait, astaghfiruka wa atuubu ilaik"
(Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau takdirkan. Aku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu)
Bagian ini merupakan tambahan yang baik, diriwayatkan dari sebagian sahabat. Ia mengandung dua unsur penting: syukur dan istighfar. Kita memuji Allah atas segala ketetapan-Nya, baik yang kita sukai maupun tidak, sebagai bentuk rida. Kemudian kita menutupnya dengan istighfar, mengakui segala kekurangan dan dosa kita dalam beribadah, dan menyatakan komitmen untuk kembali kepada-Nya.
Bagaimana Jika Lupa Membaca Doa Qunut Sendiri?
Dalam pandangan Mazhab Syafi'i yang menganggap qunut Subuh sebagai sunnah ab'adh (bagian dari sunnah-sunnah penting dalam shalat), jika seseorang lupa membacanya, maka dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud sahwi. Sujud sahwi dilakukan sebanyak dua kali sebelum salam.
Tata caranya adalah sebagai berikut:
- Setelah selesai membaca tasyahud akhir dan sebelum salam, Anda langsung sujud sambil membaca takbir (Allahu Akbar).
- Dalam sujud, bacalah doa sujud sahwi: "Subhana man laa yanaamu wa laa yashuu" (Maha Suci Zat yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa). Atau bisa juga membaca tasbih sujud biasa.
- Bangun dari sujud (duduk di antara dua sujud) sambil bertakbir.
- Sujud kembali sambil bertakbir dan membaca doa yang sama.
- Bangun dari sujud kedua sambil bertakbir, lalu langsung mengucapkan salam untuk mengakhiri shalat.
Qunut Nazilah dan Qunut Witir Saat Shalat Sendiri
Selain qunut Subuh, ada dua jenis qunut lain yang juga bisa dilakukan saat shalat sendiri.
Qunut Nazilah
Qunut Nazilah adalah qunut yang dilakukan ketika umat Islam sedang ditimpa musibah besar, seperti peperangan, penindasan, wabah penyakit, atau bencana alam dahsyat. Qunut ini disepakati oleh mayoritas ulama dan bisa dilakukan pada setiap shalat fardhu lima waktu. Saat shalat sendiri, Anda bisa membaca Qunut Nazilah di rakaat terakhir setelah i'tidal. Lafaz doanya bisa menggunakan lafaz qunut biasa atau disesuaikan dengan kondisi musibah yang sedang terjadi. Misalnya, dengan menambahkan doa untuk kemenangan kaum Muslimin dan kehancuran musuh-musuh Islam.
Qunut Witir
Qunut Witir dilakukan pada rakaat terakhir shalat Witir. Terdapat perbedaan pendapat kapan waktu pelaksanaannya. Sebagian ulama berpendapat qunut Witir hanya dilakukan pada separuh akhir bulan Ramadan. Pendapat lain menyatakan boleh dilakukan sepanjang tahun. Saat shalat Witir sendiri, Anda bisa membaca doa qunut pada rakaat terakhir (baik pada shalat Witir satu rakaat maupun rakaat terakhir dari tiga rakaat) setelah bangkit dari ruku', dengan tata cara yang sama seperti qunut Subuh.
Kesimpulan: Kekuatan Doa dalam Kesendirian
Melaksanakan doa qunut sendiri adalah momen berharga untuk membangun hubungan yang lebih personal dan mendalam dengan Allah SWT. Dalam kesunyian dan kekhusyuan shalat munfarid, setiap kata yang terucap dari lisan menjadi lebih sarat makna, setiap permohonan terasa lebih tulus. Memahami hukum, tata cara, dan makna yang terkandung di dalamnya akan meningkatkan kualitas ibadah kita secara keseluruhan.
Terlepas dari perbedaan pandangan fiqih yang ada, esensi dari doa qunut adalah penghambaan, kepasrahan, dan permohonan total kepada Sang Khaliq. Ia adalah senjata orang beriman, sumber ketenangan di tengah badai kehidupan, dan wujud optimisme bahwa pertolongan Allah senantiasa dekat. Oleh karena itu, bagi yang mengamalkannya, laksanakanlah dengan ilmu dan keyakinan. Jadikanlah momen qunut dalam kesendirian sebagai waktu istimewa untuk menumpahkan segala harapan, memohon perlindungan, dan mensyukuri segala karunia-Nya.