Mengupas Tuntas Doa Kamilin Selepas Tarawih

Ilustrasi lentera dan bulan sabit menyimbolkan malam Ramadan Malam Penuh Berkah

Bulan Ramadan adalah samudra keberkahan yang terbentang luas. Siang harinya diisi dengan puasa yang menahan dahaga dan lapar, sementara malam-malamnya dihidupkan dengan ibadah, salah satunya adalah shalat Tarawih. Shalat yang dikerjakan secara berjamaah ini menjadi simbol kebersamaan dan kekhusyukan umat Islam dalam mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Setelah rangkaian rakaat Tarawih dan ditutup dengan Witir, ada satu momen sakral yang dinanti-nanti, yaitu pembacaan doa. Salah satu doa yang paling populer dan menggema di masjid-masjid di Nusantara adalah Doa Kamilin.

Doa ini bukanlah sekadar rangkaian kata penutup ritual. Ia adalah sebuah munajat komprehensif, sebuah permohonan yang merangkum seluruh aspek kehidupan seorang hamba. Dinamakan "Kamilin," yang berasal dari kata Arab "kamil" yang berarti sempurna, karena isi doa ini memohon kesempurnaan dalam iman, ibadah, dan akhlak. Ia menjadi cerminan dari cita-cita tertinggi setiap Muslim: menjadi pribadi yang paripurna di hadapan Allah SWT. Melalui artikel ini, kita akan menyelami lebih dalam setiap untaian kalimat Doa Kamilin, memahami maknanya, dan meresapi hikmah yang terkandung di dalamnya.

Teks Lengkap Doa Kamilin: Arab, Latin, dan Terjemahan

Berikut adalah bacaan lengkap Doa Kamilin yang biasa diamalkan setelah shalat Tarawih. Kami sajikan dalam tiga bentuk untuk memudahkan pemahaman dan pengamalannya: teks Arab asli, transliterasi Latin bagi yang belum lancar membaca aksara Arab, dan terjemahan dalam Bahasa Indonesia.

اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ، وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ، وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ، وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ، وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ، وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ، وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ، وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ، وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ، وَفِي الْاٰخِرَةِ رَاغِبِيْنَ، وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ، وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ، وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرِيْنَ، وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ، وَاِلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ، وَاِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ، وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ، وَعَلَى سَرِيْرِ الْكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ، وَمِنْ حُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ، وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ، وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ، وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ، بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِيْنٍ، مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفِيْقًا، ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا فِي هٰذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُบَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْลِيْنَ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ الْأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِه وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Allahummaj'alnaa bil iimaani kaamiliin, wa lil faraa-idhi mu-addiin, wa lish-shalaati haafizhiin, wa liz-zakaati faa-'iliin, wa limaa 'indaka thaalibiin, wa li 'afwika raajiin, wa bil hudaa mutamassikiin, wa 'anil laghwi mu'ridhiin, wa fid-dunyaa zaahidiin, wa fil aakhirati raaghibiin, wa bil qadhaa-i raadhiin, wa lin na'maa-i syaakiriin, wa 'alal balaa-i shaabiriin, wa tahta liwaa-i sayyidinaa muhammadin shallallaahu 'alaihi wa sallama yaumal qiyaamati saa-iriin, wa ilal hawdhi waaridiin, wa ilal jannati daakhiliin, wa minan naari naajiin, wa 'alaa sariiril karaamati qaa'idiin, wa min huurin 'iinin mutazawwijiin, wa min sundusin wa istabraqin wa diibaajin mutalabbisiin, wa min tha'aamil jannati aakiliin, wa min labanin wa 'asalin mushaffan syaaribiin, bi akwaabin wa abaariiqo wa ka'sin min ma'iin, ma'al ladziina an'amta 'alaihim minan nabiyyiina wash shiddiiqiina wasy syuhadaa-i wash shaalihiina wa hasuna ulaa-ika rafiiqaa, dzaalikal fadhlu minallaahi wa kafaa billaahi 'aliimaa. Allahummaj'alnaa fii haadzihil laylatisy syahrisy syariifatil mubaarakati minas su'adaa-il maqbuuliin, wa laa taj'alnaa minal asyqiyaa-il marduudiin. Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa muhammadin wa aalihi wa shahbihi ajma'iin, birahmatika yaa arhamar raahimiin, wal hamdu lillaahi rabbil 'aalamiin.

"Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang menunaikan semua kewajiban, yang memelihara shalat, yang melaksanakan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharapkan ampunan-Mu, yang berpegang teguh pada petunjuk-Mu, yang berpaling dari hal-hal yang sia-sia, yang zuhud di dunia, yang berhasrat terhadap akhirat, yang ridha pada qadha'-Mu, yang mensyukuri nikmat-nikmat-Mu, yang sabar atas cobaan-Mu, dan yang berjalan di bawah panji junjungan kami, Nabi Muhammad SAW, pada hari kiamat. Masukkanlah kami ke dalam telaga (Nabi), masukkanlah kami ke dalam surga, selamatkanlah kami dari api neraka, dan dudukkanlah kami di atas dipan kemuliaan. Nikahkanlah kami dengan bidadari-bidadari yang jelita, pakaikanlah kami dengan pakaian dari sutra halus, sutra tebal, dan brokat, berikanlah kami makan dari makanan surga, dan berikanlah kami minum dari susu dan madu yang murni dengan gelas, cerek, dan piala dari sumber yang mengalir. Bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Mereka itulah sebaik-baik teman. Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah yang Maha Mengetahui. Ya Allah, jadikanlah kami pada malam bulan yang mulia dan penuh berkah ini termasuk orang-orang yang bahagia dan diterima amalnya, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang celaka dan ditolak amalnya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada junjungan kami, Nabi Muhammad, beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam."

Menyelami Makna Setiap Untaian Doa Kamilin

Doa Kamilin adalah mozaik permohonan yang indah. Setiap kalimatnya memiliki kedalaman makna yang jika direnungkan akan meningkatkan kualitas spiritual kita. Mari kita bedah satu per satu.

1. Pondasi Keimanan dan Ketaatan

"اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ" (Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya). Ini adalah permohonan pembuka yang paling fundamental. Iman adalah dasar dari segala amal. Namun, doa ini tidak meminta iman yang sekadarnya, melainkan iman yang "kamil" atau sempurna. Iman yang sempurna bukanlah iman yang statis, melainkan yang terus bertumbuh, kokoh saat diuji, dan tercermin dalam setiap perbuatan. Ia adalah keyakinan yang tidak menyisakan ruang untuk keraguan, yang menancap kuat di dalam hati dan diekspresikan melalui lisan serta perbuatan.

"وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ" (dan yang menunaikan semua kewajiban). Setelah iman, permohonan berlanjut pada amal. "Faraidh" adalah bentuk jamak dari "fardhu," yang berarti segala sesuatu yang diwajibkan oleh Allah, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadan, zakat, dan haji bagi yang mampu. Menjadi "mu-addiin" berarti menjadi orang yang secara konsisten dan sadar menunaikan kewajiban-kewajiban ini, bukan sebagai beban, melainkan sebagai bentuk cinta dan ketaatan kepada Allah SWT.

2. Pilar Ibadah dan Kepedulian Sosial

"وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ" (dan yang memelihara shalat). Permohonan ini lebih spesifik dari sekadar menunaikan shalat. Kata "hafizhin" (memelihara) memiliki makna yang lebih dalam. Ia mencakup menjaga waktu shalat, menjaga kekhusyuannya, menjaga rukun dan syaratnya, serta menjaga esensi shalat sebagai pencegah perbuatan keji dan mungkar. Shalat yang dipelihara adalah shalat yang memberikan dampak transformatif pada kehidupan sehari-hari.

"وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ" (dan yang melaksanakan zakat). Setelah ibadah vertikal (shalat), doa ini langsung menyentuh ibadah horizontal (zakat). Ini menunjukkan betapa Islam menyeimbangkan hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia. Menjadi "faa-'iliin" dalam zakat berarti menjadi pelaku aktif, orang yang proaktif dalam membersihkan hartanya dan peduli terhadap kaum dhuafa. Zakat bukan hanya tentang memberi, tetapi tentang menyucikan jiwa dari sifat kikir dan membangun jembatan solidaritas sosial.

3. Orientasi Hidup dan Harapan

"وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ" (dan yang mencari apa yang ada di sisi-Mu). Kalimat ini mengarahkan orientasi hidup kita. Seorang Muslim sejati menjadikan keridhaan dan pahala dari Allah sebagai tujuan utamanya. "Apa yang ada di sisi-Mu" jauh lebih abadi dan berharga daripada segala gemerlap duniawi. Ini adalah permohonan agar hati kita senantiasa tertuju pada akhirat, bukan terbelenggu oleh ambisi dunia yang fana.

"وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ" (dan yang mengharapkan ampunan-Mu). Kesadaran akan dosa adalah ciri orang yang beriman. Seberapa pun banyak ibadah yang kita lakukan, kita tetaplah manusia yang tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kita memohon untuk menjadi "raajiin," orang-orang yang selalu berharap dan optimis terhadap ampunan (afwun) Allah yang Mahaluas. Harapan ini mendorong kita untuk terus bertaubat dan tidak berputus asa dari rahmat-Nya.

4. Karakter dan Akhlak Mulia

"وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ" (dan yang berpegang teguh pada petunjuk-Mu). "Al-Huda" atau petunjuk adalah Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Menjadi "mutamassikin" berarti menggenggam erat kedua sumber petunjuk ini dalam setiap aspek kehidupan. Di tengah derasnya arus informasi dan ideologi yang membingungkan, berpegang teguh pada petunjuk Allah adalah satu-satunya cara untuk tetap berada di jalan yang lurus.

"وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ" (dan yang berpaling dari hal-hal yang sia-sia). "Laghwu" mencakup segala perkataan, perbuatan, dan pikiran yang tidak bermanfaat, seperti gibah, candaan berlebihan, atau menghabiskan waktu tanpa tujuan. Doa ini adalah permohonan agar kita diberi kekuatan untuk menjadi pribadi yang produktif dan efisien, yang menghargai waktu sebagai anugerah berharga dari Allah dan mengisinya dengan hal-hal yang positif.

"وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ، وَفِي الْاٰخِرَةِ رَاغِبِيْنَ" (yang zuhud di dunia, yang berhasrat terhadap akhirat). Zuhud bukan berarti membenci dunia atau hidup dalam kemiskinan. Zuhud adalah kondisi hati yang tidak terikat oleh dunia. Dunia ada di genggaman tangan, bukan di dalam hati. Permohonan ini meminta agar kita bisa memanfaatkan dunia sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan akhirat ("raaghibin"), bukan menjadikannya sebagai tujuan akhir.

5. Respon Terhadap Takdir Allah

"وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ" (dan yang ridha pada qadha'-Mu). Ini adalah puncak dari ketawakalan. Ridha terhadap ketetapan (qadha') Allah, baik yang terasa manis maupun pahit, adalah tanda keimanan yang matang. Ini bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan menerima hasil akhir dengan lapang dada setelah berusaha maksimal, dengan keyakinan bahwa setiap ketetapan Allah mengandung hikmah terbaik.

"وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ" (dan yang mensyukuri nikmat-nikmat-Mu). Syukur adalah kunci untuk membuka pintu nikmat yang lebih besar. Menjadi "syakirin" berarti menjadi hamba yang senantiasa sadar akan anugerah Allah, dari napas yang kita hirup hingga rezeki yang kita terima. Syukur diekspresikan melalui lisan (dengan ucapan Alhamdulillah), hati (dengan mengakui bahwa semua berasal dari Allah), dan perbuatan (dengan menggunakan nikmat tersebut untuk ketaatan).

"وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرِيْنَ" (dan yang sabar atas cobaan-Mu). Kehidupan tidak selalu mulus. Ada kalanya kita diuji dengan "bala'" atau cobaan. Doa ini memohon kekuatan untuk menjadi "shabirin," orang-orang yang sabar. Sabar bukan berarti diam dan meratapi nasib, tetapi tabah, tegar, dan terus mencari solusi sambil tetap berprasangka baik kepada Allah. Kesabaran adalah perisai yang melindungi iman saat diuji.

6. Puncak Harapan di Hari Kiamat

Bagian kedua dari doa ini membawa kita pada visualisasi hari akhir, sebuah permohonan akan nasib baik di yaumul qiyamah.

"وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ... سَائِرِيْنَ" (dan yang berjalan di bawah panji junjungan kami, Nabi Muhammad SAW). Ini adalah harapan untuk mendapatkan syafaat dan perlindungan dari Rasulullah SAW di hari ketika tidak ada perlindungan lain selain dari-Nya. Berjalan di bawah panji beliau berarti diakui sebagai umatnya yang setia.

"وَاِلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ" (dan masuk ke dalam telaga Nabi). Al-Haudh adalah telaga Nabi Muhammad SAW yang airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Siapa pun yang meminumnya tidak akan pernah merasa haus lagi selamanya. Ini adalah anugerah pertama yang dinikmati orang beriman sebelum memasuki surga.

"وَاِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ، وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ" (masuk ke dalam surga, dan selamat dari api neraka). Ini adalah tujuan akhir dari seluruh perjalanan hidup seorang mukmin: meraih surga dan terhindar dari siksa neraka.

Selanjutnya, doa ini merinci kenikmatan surga secara spesifik: duduk di dipan kemuliaan, menikah dengan bidadari, mengenakan pakaian sutra terindah, menikmati makanan dan minuman surga yang tiada tara. Rincian ini bukan sekadar khayalan, melainkan motivasi yang bersumber dari gambaran Al-Qur'an untuk membangkitkan kerinduan kita pada surga.

7. Kebersamaan dengan Orang-Orang Terbaik

"مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ..." (Bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat...). Kalimat ini menggemakan ayat dalam Surah Al-Fatihah. Puncak kenikmatan surga bukanlah pada fasilitasnya, melainkan pada kebersamaan. Kita memohon agar dikumpulkan bersama para nabi, orang-orang yang jujur (shiddiqin), para syuhada, dan orang-orang saleh. Mereka adalah sebaik-baik teman, role model kita di dunia dan teman kita di akhirat.

8. Penutup yang Penuh Harap

"اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا فِي هٰذِهِ اللَّيْلَةِ... مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْลِيْنَ" (Ya Allah, jadikanlah kami pada malam ini... termasuk orang-orang yang bahagia dan diterima amalnya). Ini adalah permohonan pamungkas, memfokuskan harapan pada malam Ramadan yang sedang dijalani. Kita memohon agar segala amal ibadah kita, terutama shalat Tarawih yang baru saja selesai, diterima oleh Allah dan menjadikan kita tergolong orang-orang yang beruntung.

"وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ الْأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ" (dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang celaka dan ditolak amalnya). Ini adalah ungkapan rasa takut kita kepada Allah, memohon agar kita tidak termasuk golongan yang ibadahnya sia-sia dan amalnya ditolak. Gabungan antara harapan (raja') dan takut (khauf) adalah keseimbangan yang sempurna dalam berdoa.

Doa ditutup dengan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, sebagai bentuk adab dan pengakuan atas jasa beliau, serta pujian kepada Allah, Tuhan semesta alam, sebagai pengakuan bahwa segala kebaikan dan kekuatan hanya berasal dari-Nya.

Mengapa Doa Kamilin Begitu Istimewa?

Keistimewaan Doa Kamilin terletak pada beberapa aspek. Pertama, kelengkapannya. Doa ini mencakup permohonan untuk perbaikan hubungan dengan Allah (habluminallah) dan hubungan dengan manusia (habluminannas). Ia menyentuh dimensi iman, ibadah, akhlak, sosial, hingga eskatologi (kehidupan akhirat).

Kedua, strukturnya yang logis. Doa dimulai dari pondasi iman, kemudian pilar ibadah, lalu orientasi hidup, karakter, cara menyikapi takdir, dan diakhiri dengan harapan puncak di hari kiamat. Ini seperti membangun sebuah bangunan spiritual yang kokoh, dimulai dari fondasi hingga atapnya.

Ketiga, relevansinya yang abadi. Setiap permohonan dalam Doa Kamilin adalah aspirasi setiap Muslim di setiap zaman. Keinginan untuk memiliki iman yang sempurna, menjaga shalat, menjadi dermawan, sabar, dan syukur adalah nilai-nilai universal dalam Islam yang tidak akan pernah lekang oleh waktu.

Membaca Doa Kamilin setelah Tarawih bukan hanya rutinitas. Ia adalah sesi evaluasi diri. Saat lisan mengucapkan "jadikanlah kami pemelihara shalat," hati kita bertanya, "Sudahkah aku benar-benar memelihara shalatku?" Saat kita memohon untuk berpaling dari kesia-siaan, kita merenung, "Berapa banyak waktu yang kuhabiskan untuk hal yang tak berguna hari ini?" Dengan demikian, Doa Kamilin menjadi sarana introspeksi dan resolusi untuk menjadi pribadi yang lebih baik, tidak hanya di bulan Ramadan, tetapi juga di sebelas bulan setelahnya.

Malam-malam Ramadan adalah waktu yang mustajab untuk berdoa. Mari kita manfaatkan momen berharga setelah shalat Tarawih untuk memanjatkan Doa Kamilin dengan penuh penghayatan, meresapi setiap maknanya, dan berharap dengan tulus agar Allah SWT mengabulkan setiap untaian permohonan kita. Semoga kita semua dijadikan-Nya hamba-hamba yang "kamilin" dalam segala aspek kehidupan.

🏠 Kembali ke Homepage