Ilustrasi Doa di Malam Ramadan Ilustrasi seseorang berdoa setelah sholat Tarawih di malam Ramadan.

Memaknai Doa Habis Tarawih: Sebuah Perjalanan Spiritual

Bulan Ramadan adalah samudra rahmat yang terbentang luas. Setiap malamnya dihiasi dengan lantunan ayat suci, sujud yang panjang, dan kebersamaan dalam ibadah. Salah satu permata di malam-malam Ramadan adalah sholat Tarawih, sebuah sholat sunnah yang menjadi syiar agung bulan penuh berkah ini. Setelah selesai menunaikan rakaat-rakaat Tarawih, ada satu momen yang begitu syahdu dan dinantikan: momen memanjatkan doa. Doa habis Tarawih bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah kulminasi dari ibadah, ungkapan harapan, dan permohonan ampunan seorang hamba kepada Rabb-nya.

Doa ini sering disebut sebagai Doa Kamilin, yang berarti "doa orang-orang yang sempurna". Tentu, kesempurnaan hakiki hanya milik Allah SWT. Namun, nama ini menyiratkan sebuah cita-cita, sebuah harapan agar kita, melalui wasilah doa ini, dijadikan oleh Allah sebagai hamba-Nya yang senantiasa berusaha menyempurnakan iman, ibadah, dan akhlak. Membaca dan mengaminkan doa ini setiap malam adalah sebuah ritual spiritual yang mendalam, yang jika kita resapi maknanya, akan membawa dampak luar biasa bagi jiwa kita.

Bacaan Doa Kamilin Lengkap

Berikut adalah bacaan lengkap doa habis Tarawih yang umum diamalkan di berbagai masjid di Indonesia. Mari kita baca dengan perlahan, resapi setiap katanya, dan hadirkan hati kita sepenuhnya di hadapan Allah SWT.

اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ، وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ، وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ، وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ، وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ، وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ، وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ، وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ، وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ، وَفِي الْاٰخِرَةِ رَاغِبِيْنَ، وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ، وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ، وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرِيْنَ، وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ، وَعَلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ، وَإِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ، وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ، وَعَلَى سَرِيْرِ الْكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ، وَبِحُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ، وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ، وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ، وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ، بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِّنْ مَعِيْنٍ، مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفِيْقًا، ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا فِي هٰذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِه وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Allahummaj'alna bil imani kamilin. Wa lil faraidli muaddin. Wa lish-shlati hafidhin. Wa liz-zakati fa'ilin. Wa lima 'indaka thalibin. Wa li 'afwika rajin. Wa bil-huda mutamassikin. Wa 'anil laghwi mu'ridlin. Wa fid-dunya zahidin. Wa fil 'akhirati raghibin. Wa bil-qadla'i radlin. Wa lin na'ma'i syakirin. Wa 'alal bala'i shabirin. Wa tahta liwa'i sayyidina muhammadin shallallahu 'alaihi wasallam yaumal qiyamati sa'irina wa alal haudli waridin. Wa ilal jannati dakhilin. Wa minan nari najin. Wa 'ala sariril karamati qa'idin. Wa bi hurin 'in mutazawwijin. Wa min sundusin wa istabraqin wa dibajin mutalabbisin. Wa min tha'amil jannati akilin. Wa min labanin wa 'asalin mushaffan syaribin. Bi akwabin wa abariqa wa ka'sin min ma'in. Ma'al ladzina an'amta 'alaihim minan nabiyyina wash shiddiqina wasy syuhada'i wash shalihina wa hasuna ula'ika rafiqa. Dzalikal fadl-lu minallahi wa kafa billahi 'alima. Allahummaj'alna fi hadzihil lailatisy syahrisy syarifail mubarakah minas su'ada'il maqbulin. Wa la taj'alna minal asyqiya'il mardudin. Wa sallallahu 'ala sayyidina muhammadin wa alihi wa shahbihi ajma'in. Birahmatika ya arhamar rahimin wal hamdulillahi rabbil 'alamin.

Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang menunaikan kewajiban-kewajiban, yang memelihara shalat, yang menunaikan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharapkan ampunan-Mu, yang berpegang teguh pada petunjuk, yang berpaling dari hal-hal yang sia-sia, yang zuhud di dunia, yang bersemangat untuk akhirat, yang ridha dengan takdir, yang mensyukuri nikmat, yang sabar atas cobaan, yang berjalan di bawah panji junjungan kami Nabi Muhammad SAW pada hari kiamat, yang mendatangi telaga (Al-Kautsar), yang masuk ke dalam surga, yang diselamatkan dari api neraka, yang duduk di atas dipan kemuliaan, yang menikah dengan bidadari, yang mengenakan pakaian dari sutra halus dan tebal, yang memakan makanan surga, yang meminum dari susu dan madu yang murni dengan gelas, cerek, dan piala dari sumber yang mengalir, bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah yang Maha Mengetahui. Ya Allah, jadikanlah kami pada malam bulan yang mulia dan penuh berkah ini termasuk orang-orang yang bahagia dan diterima amalnya, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang celaka dan ditolak amalnya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada junjungan kami Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Menyelami Samudra Makna dalam Doa Kamilin

Doa ini adalah sebuah peta jalan spiritual. Setiap kalimatnya adalah permohonan untuk menjadi versi terbaik dari diri kita sebagai seorang hamba. Mari kita bedah beberapa untaian permohonan agung di dalamnya.

1. Pondasi Iman yang Sempurna (بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ)

Permohonan pertama dan utama adalah kesempurnaan iman. Iman adalah akar dari segala amal. Tanpa iman yang kokoh, ibadah hanyalah gerakan tanpa ruh, dan akhlak hanyalah etika tanpa landasan. Meminta iman yang kamil (sempurna) berarti kita memohon keyakinan yang tidak goyah oleh badai keraguan, tidak luntur oleh gemerlap dunia, dan tidak rapuh oleh ujian kehidupan. Ini adalah iman yang meresap ke dalam hati, tercermin dalam lisan, dan terbukti dalam perbuatan. Ramadan, dengan ibadah puasanya, adalah madrasah terbaik untuk menempa kesempurnaan iman ini, di mana kita belajar menundukkan hawa nafsu semata-mata karena keyakinan kita kepada Allah.

2. Ketaatan dalam Kewajiban (وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ)

Setelah iman, doa ini langsung menyentuh pilar amal: menunaikan kewajiban (faraidh). Ini adalah pengakuan bahwa iman harus dibuktikan dengan ketaatan. Kewajiban seperti sholat lima waktu, puasa Ramadan, zakat, dan haji bagi yang mampu adalah tiang-tiang penyangga bangunan keislaman seseorang. Permohonan ini bukan hanya sekadar "menggugurkan kewajiban", tetapi memohon agar kita menjadi "mu'addin", yaitu orang yang menunaikannya dengan cara terbaik, tepat waktu, dengan khusyuk, dan dengan pemahaman akan hikmah di baliknya. Ini adalah komitmen untuk menjadi hamba yang disiplin dan bertanggung jawab di hadapan Sang Pencipta.

3. Penjagaan Terhadap Shalat (وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ)

Shalat disebut secara khusus setelah kewajiban secara umum. Ini menunjukkan betapa sentralnya posisi shalat dalam Islam. Ia adalah tiang agama dan mi'raj seorang mukmin. Memohon untuk menjadi "hafizhin" (penjaga) shalat memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar melaksanakannya. Menjaga shalat berarti menjaga waktunya, menjaga kekhusyukannya, menjaga rukun dan sunnahnya, serta yang terpenting, menjaga agar shalat tersebut benar-benar mampu mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar dalam kehidupan sehari-hari. Shalat Tarawih yang baru saja kita kerjakan adalah latihan untuk menjadi penjaga shalat yang sesungguhnya.

4. Kepedulian Sosial Melalui Zakat (وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ)

Ibadah dalam Islam tidak pernah terlepas dari dimensi sosial. Setelah permohonan kesalehan individu (iman dan shalat), doa ini beralih ke kesalehan sosial melalui zakat. Memohon untuk menjadi "fa'ilin" (pelaku) zakat berarti memohon agar Allah melapangkan rezeki kita dan membersihkan hati kita dari sifat kikir. Ini adalah doa agar kita menjadi pribadi yang peka terhadap penderitaan sesama, yang tangannya ringan untuk memberi, dan yang hartanya menjadi berkah bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk masyarakat. Ramadan adalah bulan di mana pahala dilipatgandakan, menjadi momentum terbaik untuk menyucikan harta melalui zakat dan sedekah.

5. Orientasi Hidup (وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ, وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ)

Dua kalimat ini mengubah arah pandang kita. "Thalibin" (pencari) apa yang ada di sisi Allah dan "Rajin" (pengharap) ampunan-Nya. Ini adalah deklarasi bahwa tujuan hidup kita bukanlah materi duniawi yang fana, melainkan ridha dan surga Allah yang abadi. Kita memohon agar hati kita tidak terpaut pada dunia, melainkan senantiasa merindukan perjumpaan dengan-Nya. Kita juga mengakui segala kekurangan dan dosa, lalu dengan penuh harap kita menengadahkan tangan, memohon ampunan-Nya yang tak terbatas. Ini adalah esensi dari penghambaan: mencari keridhaan-Nya dan berharap pada rahmat-Nya.

6. Kompas Kehidupan (وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ, وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ)

Bagaimana cara mencapai tujuan tersebut? Doa ini memberikan jawabannya: dengan berpegang teguh pada petunjuk ("mutamassikin bil huda") dan berpaling dari kesia-siaan ("mu'ridhin 'anil laghwi"). Petunjuk (Al-Huda) adalah Al-Qur'an dan Sunnah. Ini adalah permohonan agar kita diberi kekuatan untuk menjadikan keduanya sebagai panduan utama dalam setiap langkah dan keputusan. Konsekuensinya, kita akan mampu berpaling dari "al-laghwu" atau segala perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat, yang hanya membuang waktu dan mengeraskan hati. Puasa di bulan Ramadan melatih kita secara intensif untuk menjaga lisan dan perbuatan dari hal yang sia-sia.

7. Sikap Terhadap Dunia dan Akhirat (وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ, وَفِي الْاٰخِرَةِ رَاغِبِيْنَ)

Ini adalah formula keseimbangan hidup seorang mukmin. "Zahidin fid dunya" (zuhud di dunia) bukan berarti meninggalkan dunia dan menjadi miskin. Zuhud adalah ketika dunia ada di tanganmu, bukan di hatimu. Harta, tahta, dan jabatan hanyalah alat untuk beribadah, bukan tujuan akhir. Hati kita haruslah "raghibin fil akhirah" (bersemangat untuk akhirat). Setiap aktivitas duniawi yang kita lakukan harus diniatkan untuk meraih kebahagiaan akhirat. Kita bekerja untuk menafkahi keluarga sebagai ibadah, kita belajar untuk menyebarkan ilmu sebagai ibadah, semuanya berorientasi pada kehidupan abadi setelah kematian.

8. Pilar Kekuatan Mental (بِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ, وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ, وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرِيْنَ)

Tiga serangkai permohonan ini adalah resep ketenangan jiwa yang luar biasa. Pertama, ridha pada takdir (qadha). Ini adalah puncak dari tawakal, di mana hati kita lapang menerima segala ketetapan Allah, baik yang kita sukai maupun yang tidak kita sukai, dengan keyakinan penuh bahwa di baliknya ada hikmah dan kebaikan. Kedua, syukur atas nikmat. Kita memohon agar menjadi hamba yang pandai mengenali, mengakui, dan menggunakan nikmat Allah untuk ketaatan, bukan kemaksiatan. Ketiga, sabar atas cobaan (bala'). Kita memohon kekuatan untuk tegar saat diuji, tidak berkeluh kesah, dan yakin bahwa setiap ujian yang dihadapi dengan sabar akan mengangkat derajat dan menghapus dosa. Syukur saat lapang dan sabar saat sempit adalah dua sayap yang akan menerbangkan seorang mukmin menuju surga-Nya.

9. Puncak Harapan di Hari Kiamat

Bagian akhir dari doa ini membawa kita pada visualisasi hari akhir yang penuh harapan. Kita memohon agar kelak dapat:

Permohonan ini ditutup dengan sebuah cita-cita tertinggi, yaitu untuk bisa berkumpul bersama orang-orang terbaik: para nabi, para shiddiqin (orang-orang yang jujur dan membenarkan kebenaran), para syuhada (orang-orang yang mati syahid), dan para shalihin (orang-orang saleh). "Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." Ini adalah doa untuk mendapatkan lingkungan terbaik di tempat terbaik untuk selamanya.

Penutup yang Sempurna

Doa habis Tarawih ini adalah sebuah dialog yang intim, komprehensif, dan penuh pengharapan. Ia mengajarkan kita untuk tidak hanya meminta hal-hal duniawi, tetapi menyusun prioritas hidup dengan benar, dimulai dari fondasi iman, pilar ibadah, akhlak mulia, hingga visi kehidupan akhirat yang gemilang.

Setiap malam di bulan Ramadan, saat kita mengangkat tangan dan melantunkan doa ini di belakang imam, marilah kita hadirkan hati dan pikiran kita. Jangan biarkan ia menjadi rutinitas tanpa makna. Jadikanlah setiap kalimatnya sebagai cermin untuk introspeksi diri dan sebagai bahan bakar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga Allah SWT mengabulkan setiap untai permohonan dalam doa ini dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang kamil. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

🏠 Kembali ke Homepage