Panduan Lengkap Cara Sholat Jamak Takhir

Ilustrasi konsep Sholat Jamak Takhir Dua ikon waktu sholat dengan panah menunjuk dari waktu pertama ke waktu kedua, melambangkan penundaan dan penggabungan sholat di waktu akhir.

Pengantar: Kemudahan dalam Syariat Islam

Islam adalah agama yang rahmatan lil 'alamin, membawa rahmat bagi seluruh alam. Salah satu bukti paling nyata dari rahmat Allah SWT adalah adanya kemudahan (rukhsah) dalam menjalankan ibadah. Allah tidak membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Dalam konteks ibadah sholat, yang merupakan tiang agama dan kewajiban utama setiap Muslim, Allah SWT memberikan berbagai keringanan untuk memastikan ibadah ini dapat terus ditegakkan dalam berbagai kondisi.

Dalam kehidupan modern yang serba cepat, sering kali kita dihadapkan pada situasi yang menyulitkan untuk melaksanakan sholat fardhu tepat pada waktunya. Perjalanan jauh, kondisi sakit, hujan lebat, atau keadaan darurat lainnya bisa menjadi penghalang. Di sinilah syariat Islam menunjukkan fleksibilitasnya melalui konsep sholat jamak, yaitu menggabungkan dua sholat fardhu dalam satu waktu.

Sholat jamak terbagi menjadi dua jenis: Jamak Taqdim dan Jamak Takhir. Artikel ini akan membahas secara mendalam dan komprehensif mengenai Sholat Jamak Takhir, yaitu menggabungkan dua sholat fardhu dan melaksanakannya di waktu sholat yang kedua (akhir). Kita akan mengupas tuntas mulai dari pengertian, landasan hukum, syarat-syarat yang memperbolehkan, hingga panduan praktis langkah demi langkah untuk melaksanakannya dengan benar.

Memahami Konsep Dasar Sholat Jamak

Sebelum masuk ke pembahasan spesifik tentang jamak takhir, penting bagi kita untuk memahami konsep dasar dari sholat jamak itu sendiri. Jamak secara bahasa berarti "mengumpulkan" atau "menggabungkan". Dalam istilah fiqih, sholat jamak adalah menggabungkan pelaksanaan dua sholat fardhu dalam satu waktu pengerjaan.

Pasangan Sholat yang Boleh Dijamak

Tidak semua sholat fardhu dapat digabungkan. Syariat telah menetapkan pasangan-pasangan sholat yang boleh dijamak, yaitu:

Sholat Subuh tidak bisa dijamak dengan sholat apa pun. Ia harus dilaksanakan pada waktunya. Begitu pula, Sholat Ashar tidak boleh dijamak dengan Sholat Maghrib. Penggabungan hanya berlaku untuk pasangan yang telah ditentukan.

Dua Jenis Sholat Jamak

Seperti yang telah disebutkan, ada dua cara dalam melaksanakan sholat jamak:

  1. Jamak Taqdim: Artinya "menggabungkan di waktu awal". Ini berarti melaksanakan sholat Dzuhur dan Ashar di waktu Dzuhur, atau melaksanakan sholat Maghrib dan Isya di waktu Maghrib. Sholat yang kedua "ditarik" ke waktu sholat yang pertama.
  2. Jamak Takhir: Artinya "menggabungkan di waktu akhir". Ini adalah fokus utama kita. Jamak Takhir berarti melaksanakan sholat Dzuhur dan Ashar di waktu Ashar, atau melaksanakan sholat Maghrib dan Isya di waktu Isya. Sholat yang pertama "diundur" untuk dilaksanakan bersamaan dengan sholat yang kedua.

Definisi, Dalil, dan Landasan Hukum Jamak Takhir

Jamak Takhir adalah sebuah rukhsah yang memiliki dasar hukum yang kuat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah (Hadits Nabi Muhammad SAW). Keringanan ini menunjukkan betapa Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada hamba-Nya.

Dalil dari Al-Qur'an

Meskipun tidak ada ayat yang secara eksplisit menyebutkan kata "jamak takhir", para ulama merujuk pada ayat-ayat umum yang menunjukkan prinsip kemudahan dalam beragama. Di antaranya adalah firman Allah SWT:

“...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...”

(QS. Al-Baqarah: 185)

“...Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan...”

(QS. Al-Hajj: 78)

Ayat-ayat ini menjadi landasan umum bahwa syariat Islam dibangun di atas kemudahan, dan praktik jamak sholat adalah salah satu manifestasi nyata dari prinsip tersebut.

Dalil dari Hadits

Landasan hukum yang lebih spesifik berasal dari praktik Rasulullah SAW yang terekam dalam berbagai hadits shahih. Salah satu hadits yang menjadi rujukan utama adalah hadits riwayat Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu:

"Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Tabuk, jika beliau berangkat sebelum matahari tergelincir (waktu Dzuhur), beliau mengakhirkan sholat Dzuhur hingga beliau menggabungkannya dengan sholat Ashar, beliau melaksanakannya secara jamak takhir. Dan jika beliau berangkat sesudah matahari tergelincir, beliau menyegerakan sholat Ashar (menggabungkannya) dengan sholat Dzuhur, beliau melaksanakannya secara jamak taqdim."

(HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dinilai shahih)

Hadits ini dengan sangat jelas menggambarkan praktik jamak takhir (mengakhirkan Dzuhur ke waktu Ashar) dan jamak taqdim (memajukan Ashar ke waktu Dzuhur) yang dilakukan oleh Nabi SAW saat dalam perjalanan (safar). Hal ini menjadi dalil yang kuat dan tidak terbantahkan mengenai kebolehan jamak sholat bagi musafir.

Sebab dan Syarat Diperbolehkannya Jamak Takhir

Tidak semua orang boleh melakukan sholat jamak takhir setiap saat. Keringanan ini terikat pada sebab-sebab (uzur) tertentu yang dibenarkan oleh syariat. Para ulama dari berbagai mazhab telah merinci sebab-sebab tersebut. Berikut adalah kondisi-kondisi yang paling umum disepakati:

1. Safar (Perjalanan Jauh)

Ini adalah sebab yang paling disepakati oleh seluruh ulama (ijma'). Seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh (musafir) diberikan keringanan untuk menjamak sholatnya. Namun, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi:

Bagi seorang musafir, jamak takhir seringkali menjadi pilihan yang lebih nyaman. Misalnya, jika seseorang memulai perjalanan sesaat sebelum waktu Dzuhur dan diperkirakan akan berhenti untuk istirahat di waktu Ashar, maka ia bisa berniat untuk menjamak takhir sholat Dzuhur dan Ashar di tempat peristirahatan nanti.

2. Hujan Lebat (Al-Mathar)

Hujan lebat yang disertai angin kencang atau kondisi cuaca ekstrem yang menyulitkan seseorang untuk pulang-pergi ke masjid untuk setiap waktu sholat juga merupakan sebab yang membolehkan jamak. Rukhsah ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah menjamak sholat Dzuhur-Ashar dan Maghrib-Isya di Madinah bukan karena takut atau safar. Ketika ditanya alasannya, beliau menjawab, "Beliau tidak ingin memberatkan umatnya." (HR. Muslim).

Para ulama menafsirkan hadits ini salah satunya berlaku pada kondisi hujan lebat, jalanan becek, atau kegelapan malam yang pekat, yang mana hal tersebut dapat menyusahkan jamaah. Umumnya, jamak karena hujan dilakukan secara taqdim di masjid, namun sebagian ulama memperbolehkan takhir jika kondisinya lebih sesuai.

3. Sakit (Al-Maradh)

Seseorang yang menderita sakit parah sehingga ia merasa sangat kesulitan (masyaqqah) untuk berwudhu dan melaksanakan setiap sholat pada waktunya, diperbolehkan untuk menjamak sholat. Tingkat kesulitan ini bukan sekadar pusing ringan atau demam biasa, melainkan kondisi yang benar-benar memberatkan, seperti pasien pasca-operasi, penderita penyakit kronis yang sedang kambuh, atau orang yang sangat lemah. Kemudahan ini bertujuan agar orang yang sakit tetap dapat menunaikan kewajiban sholatnya tanpa terbebani secara fisik.

4. Keperluan Mendesak (Hajat)

Ini adalah kategori yang lebih luas dan didasarkan pada pemahaman hadits Ibnu Abbas yang disebutkan sebelumnya. Sebagian ulama, terutama dari mazhab Hambali, memperluas makna "tidak ingin memberatkan umatnya" kepada kondisi-kondisi darurat atau keperluan mendesak lainnya. Contohnya:

Penting untuk dicatat: Keringanan karena hajat ini tidak boleh dijadikan kebiasaan atau alasan untuk bermudah-mudah meninggalkan sholat pada waktunya. Ini hanya berlaku untuk situasi yang benar-benar mendesak dan tidak terduga, di mana jika tidak dijamak akan menimbulkan mudharat atau kerugian besar.

Panduan Praktis Langkah-demi-Langkah Melaksanakan Jamak Takhir

Berikut ini adalah panduan terperinci untuk melaksanakan sholat jamak takhir. Kunci utama dalam jamak takhir adalah niat untuk menjamak yang harus sudah ada di dalam hati pada saat waktu sholat pertama masih berlangsung.

Kasus 1: Jamak Takhir Dzuhur dan Ashar (Dilaksanakan di Waktu Ashar)

Misalkan Anda berada dalam perjalanan dan waktu Dzuhur telah tiba, namun Anda berencana untuk berhenti dan sholat nanti di waktu Ashar.

Langkah 1: Niat di Waktu Dzuhur

Ketika waktu sholat Dzuhur tiba dan Anda belum bisa melaksanakannya, Anda wajib berniat di dalam hati: "Saya berniat mengakhirkan sholat Dzuhur untuk saya laksanakan bersama sholat Ashar nanti (jamak takhir)." Niat ini sangat krusial. Tanpa niat ini di waktu Dzuhur, maka sholat Dzuhur Anda dianggap terlewat (qadha), bukan jamak.

Langkah 2: Tiba di Waktu Ashar

Setelah masuk waktu Ashar, segeralah bersuci (wudhu) dan mencari tempat sholat yang layak.

Langkah 3: Melaksanakan Sholat (Dimulai dari Dzuhur)

Mayoritas ulama (jumhur), termasuk mazhab Syafi'i, berpendapat bahwa sholat harus dilaksanakan secara berurutan (tartib) sesuai waktunya. Artinya, sholat Dzuhur didahulukan, baru kemudian sholat Ashar.

a. Melaksanakan Sholat Dzuhur (4 Rakaat)

Berdirilah menghadap kiblat dan lafalkan niat sholat Dzuhur yang dijamak takhir. Niat utamanya ada di dalam hati, pelafalan hanya untuk membantu konsentrasi.

أُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا مع الْعَصْرِ جَمْعَ تأخِيْرٍ لِلهِ تَعَالَى

Ushallī fardhadz dzuhri arba'a raka'ātin majmū'an ma'al 'ashri jam'a ta'khīrin lillāhi ta'ālā.

"Aku niat sholat fardhu Dzuhur empat rakaat, dijamak bersama Ashar dengan jamak takhir, karena Allah Ta'ala."

Lanjutkan dengan takbiratul ihram dan laksanakan sholat Dzuhur empat rakaat seperti biasa hingga salam.

b. Melaksanakan Sholat Ashar (4 Rakaat)

Setelah salam dari sholat Dzuhur, jangan diselingi dengan zikir panjang atau aktivitas lain. Segera bangkit berdiri untuk melaksanakan sholat Ashar.

Bacalah niat sholat Ashar.

أُصَلِّى فَرْضَ الْعَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا مع الظُّهْرِ جَمْعَ تأخِيْرٍ لِلهِ تَعَالَى

Ushallī fardhal 'ashri arba'a raka'ātin majmū'an ma'adz dzuhri jam'a ta'khīrin lillāhi ta'ālā.

"Aku niat sholat fardhu Ashar empat rakaat, dijamak bersama Dzuhur dengan jamak takhir, karena Allah Ta'ala."

Lanjutkan dengan takbiratul ihram dan laksanakan sholat Ashar empat rakaat seperti biasa hingga salam. Setelah selesai, Anda bisa berzikir dan berdoa seperti biasa.

Kasus 2: Jamak Takhir Maghrib dan Isya (Dilaksanakan di Waktu Isya)

Prosedurnya sama persis dengan jamak Dzuhur-Ashar.

Langkah 1: Niat di Waktu Maghrib

Ketika waktu Maghrib tiba, berniatlah di dalam hati untuk mengakhirkan sholat Maghrib dan melaksanakannya nanti di waktu Isya.

Langkah 2: Tiba di Waktu Isya

Setelah waktu Isya masuk, bersiaplah untuk sholat.

Langkah 3: Melaksanakan Sholat (Dimulai dari Maghrib)

Dahulukan sholat Maghrib (3 rakaat), baru kemudian sholat Isya (4 rakaat).

a. Melaksanakan Sholat Maghrib (3 Rakaat)

Niat sholat Maghrib jamak takhir:

أُصَلِّى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلَاثَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا مع الْعِشَاءِ جَمْعَ تأخِيْرٍ لِلهِ تَعَالَى

Ushallī fardhal maghribi tsalātsa raka'ātin majmū'an ma'al 'isyā'i jam'a ta'khīrin lillāhi ta'ālā.

"Aku niat sholat fardhu Maghrib tiga rakaat, dijamak bersama Isya dengan jamak takhir, karena Allah Ta'ala."

Laksanakan sholat Maghrib tiga rakaat seperti biasa hingga salam.

b. Melaksanakan Sholat Isya (4 Rakaat)

Setelah salam, langsung berdiri untuk sholat Isya. Niat sholat Isya:

أُصَلِّى فَرْضَ الْعِشَاءِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا مع المَغْرِبِ جَمْعَ تأخِيْرٍ لِلهِ تَعَالَى

Ushallī fardhal 'isyā'i arba'a raka'ātin majmū'an ma'al maghribi jam'a ta'khīrin lillāhi ta'ālā.

"Aku niat sholat fardhu Isya empat rakaat, dijamak bersama Maghrib dengan jamak takhir, karena Allah Ta'ala."

Laksanakan sholat Isya empat rakaat seperti biasa hingga salam.

Menggabungkan Jamak Takhir dengan Qashar (Bagi Musafir)

Bagi seorang musafir, keringanan tidak hanya berupa jamak, tetapi juga qashar, yaitu meringkas jumlah rakaat sholat yang tadinya empat rakaat menjadi dua rakaat. Sholat yang bisa diqashar adalah Dzuhur, Ashar, dan Isya. Sholat Maghrib dan Subuh tidak bisa diqashar.

Berikut adalah cara melaksanakan jamak takhir sekaligus qashar.

Jamak Takhir Qashar Dzuhur dan Ashar (di Waktu Ashar)

  1. Niat di waktu Dzuhur untuk menjamak takhir dan mengqashar.
  2. Di waktu Ashar, laksanakan Sholat Dzuhur 2 rakaat dengan niat:

    أُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعًا مع الْعَصْرِ جَمْعَ تأخِيْرٍ لِلهِ تَعَالَى

    Ushallī fardhadz dzuhri rak'ataini qashran majmū'an ma'al 'ashri jam'a ta'khīrin lillāhi ta'ālā.

    "Aku niat sholat fardhu Dzuhur dua rakaat qashar, dijamak bersama Ashar dengan jamak takhir, karena Allah Ta'ala."

  3. Setelah salam, langsung berdiri dan laksanakan Sholat Ashar 2 rakaat dengan niat:

    أُصَلِّى فَرْضَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعًا مع الظُّهْرِ جَمْعَ تأخِيْرٍ لِلهِ تَعَالَى

    Ushallī fardhal 'ashri rak'ataini qashran majmū'an ma'adz dzuhri jam'a ta'khīrin lillāhi ta'ālā.

    "Aku niat sholat fardhu Ashar dua rakaat qashar, dijamak bersama Dzuhur dengan jamak takhir, karena Allah Ta'ala."

Jamak Takhir Qashar Maghrib dan Isya (di Waktu Isya)

  1. Niat di waktu Maghrib untuk menjamak takhir.
  2. Di waktu Isya, laksanakan Sholat Maghrib 3 rakaat (tidak diqashar) dengan niat jamak takhir seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
  3. Setelah salam, langsung berdiri dan laksanakan Sholat Isya 2 rakaat dengan niat:

    أُصَلِّى فَرْضَ الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعًا مع المَغْرِبِ جَمْعَ تأخِيْرٍ لِلهِ تَعَالَى

    Ushallī fardhal 'isyā'i rak'ataini qashran majmū'an ma'al maghribi jam'a ta'khīrin lillāhi ta'ālā.

    "Aku niat sholat fardhu Isya dua rakaat qashar, dijamak bersama Maghrib dengan jamak takhir, karena Allah Ta'ala."

Pertanyaan Umum dan Kesalahan yang Sering Terjadi

Untuk menyempurnakan pemahaman, berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering muncul beserta jawabannya.

Apakah sholat harus dilakukan berurutan (tartib)?

Menurut pendapat mayoritas ulama (Syafi'i, Maliki, Hambali), disunnahkan untuk mengerjakan sholat secara berurutan: Dzuhur dulu baru Ashar, dan Maghrib dulu baru Isya, meskipun sholatnya dilakukan di waktu yang akhir. Ini mengikuti urutan waktu sholat yang asli. Namun, ada pendapat lain yang membolehkan mengerjakan sholat sesuai waktu pelaksanaannya terlebih dahulu (misalnya Ashar dulu baru Dzuhur), namun mengikuti pendapat mayoritas adalah lebih utama dan lebih hati-hati.

Bagaimana jika saya lupa berniat jamak takhir di waktu sholat pertama?

Ini adalah poin kritis. Jika waktu Dzuhur telah habis dan Anda belum berniat untuk menjamak takhir, maka sholat Dzuhur Anda dianggap telah terlewat (qadha). Anda tetap wajib meng-qadha sholat Dzuhur dan melaksanakan sholat Ashar pada waktunya. Syarat sahnya jamak takhir adalah adanya niat (azam) untuk mengakhirkan sholat yang pertama saat waktunya masih ada.

Bolehkah ada jeda yang lama antara sholat pertama dan kedua?

Syarat pelaksanaan jamak adalah muwalat, yaitu berkesinambungan atau tanpa jeda yang lama. Jeda yang diperbolehkan adalah jeda singkat seperti untuk berwudhu jika batal, atau iqamah. Tidak diperkenankan melakukan aktivitas lain yang tidak berkaitan dengan sholat, seperti makan, minum, atau mengobrol panjang, di antara kedua sholat tersebut.

Apakah macet di perjalanan atau sibuk bekerja bisa menjadi alasan untuk menjamak?

Ini kembali ke konsep "hajat" atau keperluan mendesak. Jika kemacetan tersebut benar-benar di luar kendali dan menyebabkan waktu sholat pertama akan habis sebelum sampai tujuan, sebagian ulama membolehkannya. Begitu pula dengan pekerjaan. Namun, ini tidak boleh dijadikan kebiasaan. Setiap Muslim harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengatur jadwalnya agar bisa sholat tepat waktu. Rukhsah ini hanya untuk kondisi yang luar biasa.

Bagaimana dengan sholat sunnah rawatib saat menjamak?

Saat dalam perjalanan (safar), Rasulullah SAW umumnya tidak melaksanakan sholat sunnah rawatib (qabliyah dan ba'diyah), kecuali sholat sunnah fajar (qabliyah Subuh) dan sholat Witir. Ini adalah bentuk keringanan lainnya. Namun, jika seseorang tidak dalam safar tetapi menjamak karena hujan atau sakit, ia boleh melaksanakannya jika mampu.

Kesimpulan: Hikmah di Balik Keringanan

Sholat Jamak Takhir adalah bukti nyata dari kasih sayang Allah SWT kepada umat-Nya. Keringanan ini memastikan bahwa ibadah sholat, sebagai pilar utama keislaman, dapat tetap dilaksanakan dalam berbagai kondisi yang mungkin menyulitkan. Dengan memahami syarat, rukun, dan tata caranya, kita dapat memanfaatkan rukhsah ini dengan benar dan penuh tanggung jawab.

Penting untuk selalu diingat bahwa hukum asal sholat adalah dilaksanakan pada waktunya masing-masing. Jamak adalah sebuah pengecualian, bukan kebiasaan. Manfaatkan kemudahan ini sebagai sarana untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah, bukan sebagai alasan untuk bermalas-malasan. Semoga panduan ini bermanfaat dan dapat membantu kita semua dalam menjaga kualitas dan kuantitas ibadah kita kepada Allah SWT.

🏠 Kembali ke Homepage