BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) adalah program jaminan kesehatan nasional yang menjamin perlindungan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Menggunakan fasilitas kesehatan BPJS memerlukan pemahaman terhadap alur dan prosedur yang berlaku, terutama sistem rujukan berjenjang. Artikel ini akan memandu Anda secara mendalam, langkah demi langkah, dari pemeriksaan awal hingga penanganan kasus kronis dan darurat, memastikan Anda mendapatkan pelayanan terbaik tanpa biaya tambahan yang tidak perlu.
Prinsip Dasar Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Sebelum memulai proses berobat, penting untuk memahami prinsip utama BPJS: sistem rujukan berjenjang. Prinsip ini mengharuskan peserta memulai pengobatan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), kecuali dalam situasi darurat medis. FKTP berfungsi sebagai gerbang utama, tempat penanganan kasus ringan dan pencegahan. Jika kondisi pasien memerlukan penanganan spesialis atau peralatan yang lebih canggih, barulah FKTP akan memberikan surat rujukan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL).
1. Keaktifan Kepesertaan adalah Kunci
Pastikan status kepesertaan Anda aktif. Status non-aktif, baik karena tunggakan iuran atau alasan administratif lainnya, dapat menghambat pelayanan. BPJS Kesehatan tidak hanya mencakup peserta mandiri (PBPU) tetapi juga Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayar oleh pemerintah, serta peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU).
2. Mengenal Tingkatan Fasilitas Kesehatan (Faskes)
Sistem rujukan berjenjang membagi layanan kesehatan menjadi tiga tingkatan, yang masing-masing memiliki peran spesifik:
- Faskes Tingkat I (FKTP): Ini adalah tempat pertama Anda berobat. Meliputi Puskesmas, Klinik Pratama, Dokter Praktik Perorangan, atau Dokter Gigi yang bekerja sama dengan BPJS. Layanan di sini mencakup pemeriksaan umum, pengobatan dasar, imunisasi, KB, dan penanganan kasus non-spesialis.
- Faskes Tingkat II (FKTL - Sekunder): Meliputi Rumah Sakit Umum (RSU) atau Rumah Sakit Khusus (RSK) tipe C dan B. Pasien dirujuk ke sini jika Faskes I tidak mampu menangani penyakit tersebut atau membutuhkan dokter spesialis.
- Faskes Tingkat III (FKTL - Tersier): Umumnya Rumah Sakit tipe A dan B Pendidikan. Digunakan untuk penanganan kasus-kasus sangat kompleks yang memerlukan subspesialisasi atau teknologi medis tingkat tinggi. Rujukan ke Faskes III biasanya berasal dari Faskes II.
Prosedur Berobat Non-Darurat: Langkah Demi Langkah
Prosedur ini wajib diikuti untuk mendapatkan jaminan pembiayaan penuh. Penyimpangan dari alur rujukan, kecuali darurat, dapat menyebabkan penolakan klaim.
Tahap 1: Kunjungan di Faskes Tingkat I (FKTP)
Langkah 1A: Administrasi dan Pendaftaran
Datangi FKTP yang terdaftar di kartu BPJS/KIS Anda. Saat mendaftar, tunjukkan KTP/KIS digital di loket pendaftaran. Petugas akan memverifikasi keaktifan status kepesertaan Anda melalui sistem P-Care atau aplikasi Mobile JKN.
Langkah 1B: Pemeriksaan Awal dan Triage
Anda akan diperiksa oleh dokter umum atau petugas kesehatan di FKTP. Dokter akan mendiagnosis kondisi Anda dan menentukan apakah penyakit tersebut dapat ditangani di tingkat FKTP (seperti flu, demam ringan, luka sederhana, atau infeksi umum) atau membutuhkan penanganan spesialis.
Langkah 1C: Keputusan Rujukan
Jika kondisi Anda memerlukan penanganan yang lebih spesifik (misalnya, patah tulang yang membutuhkan ortopedi, atau penyakit jantung yang membutuhkan kardiolog), dokter FKTP akan membuat Surat Rujukan.
- Surat rujukan ini berisi diagnosis, alasan rujukan, dan rekomendasi Faskes Tingkat Lanjut tujuan.
- Masa berlaku surat rujukan umumnya adalah 14 hari atau sesuai kebijakan terbaru yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan, jadi segera gunakan setelah diterbitkan.
- Sistem rujukan kini banyak menggunakan elektronik (e-Rujukan), yang mempermudah proses verifikasi di rumah sakit tujuan.
Tahap 2: Pelayanan di Faskes Tingkat Lanjutan (FKTL)
Setelah mendapatkan surat rujukan (baik fisik maupun digital), Anda dapat mengunjungi rumah sakit tujuan (Faskes II atau III).
Langkah 2A: Pendaftaran di Rumah Sakit
Datangi bagian pendaftaran/loket BPJS di rumah sakit rujukan. Serahkan KTP/KIS dan surat rujukan (jika rujukan elektronik, cukup sebutkan nomor rujukan atau menunjukkan kode QR rujukan).
Petugas rumah sakit akan melakukan verifikasi data dan membuatkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP). SEP adalah bukti bahwa BPJS menanggung biaya pengobatan Anda di rumah sakit tersebut. SEP wajib dimiliki sebelum tindakan medis dilakukan, kecuali pada kasus gawat darurat yang mendesak.
Langkah 2B: Pemeriksaan dan Tindakan Medis
Anda akan diperiksa oleh dokter spesialis di poli yang dituju. Pelayanan yang diberikan mencakup pemeriksaan, diagnosis lanjutan, rawat jalan, rawat inap, tindakan operasi, hingga pemberian obat sesuai Formularium Nasional (FORNAS).
Langkah 2C: Rawat Inap Berdasarkan Kelas
Jika memerlukan rawat inap, Anda akan ditempatkan di kamar sesuai kelas BPJS Anda (Kelas 1, 2, atau 3). Peserta PBI dan kelas 3 (non-PBI) berhak atas kamar kelas 3. Jika Anda ingin naik kelas, Anda wajib membayar selisih biaya (iur biaya) antara kelas yang Anda pilih dengan hak kelas Anda.
Tahap 3: Kontrol dan Program Rujuk Balik (PRB)
Setelah selesai menjalani pengobatan atau rawat inap, rumah sakit akan memberikan surat kontrol. Untuk penyakit kronis tertentu (seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, Asma, PPOK, Jantung Koroner, dan lain-lain), Anda mungkin diikutsertakan dalam Program Rujuk Balik (PRB).
PRB memungkinkan pasien kronis yang kondisi stabilnya telah tercapai untuk mengambil obat rutin di Faskes Tingkat I, tanpa perlu bolak-balik ke rumah sakit spesialis setiap bulan, selama dosis obat tidak berubah. Hal ini sangat meringankan beban mobilitas pasien dan efisiensi waktu.
Prosedur Khusus: Penanganan Gawat Darurat (UGD)
Salah satu pengecualian terpenting dari sistem rujukan berjenjang adalah penanganan gawat darurat. Jika kondisi pasien tergolong gawat darurat medis, BPJS menjamin pelayanan di setiap rumah sakit yang bekerja sama, termasuk yang tidak terdaftar sebagai faskes rujukan Anda, tanpa memerlukan surat rujukan dari FKTP.
Kriteria Gawat Darurat yang Ditanggung
Gawat darurat adalah kondisi klinis yang memerlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah kecacatan. Rumah sakit memiliki kewajiban untuk melakukan penanganan awal stabilisasi pasien tanpa mempertimbangkan verifikasi administrasi BPJS terlebih dahulu.
Langkah Darurat di UGD
- Segera ke UGD: Bawa pasien ke UGD rumah sakit terdekat (baik milik pemerintah maupun swasta yang bekerja sama dengan BPJS).
- Tindakan Penyelamatan: Tim medis akan melakukan penanganan segera.
- Verifikasi Administrasi: Setelah pasien stabil, keluarga pasien wajib mengurus administrasi BPJS. KIS/KTP harus ditunjukkan kepada petugas UGD atau administrasi rumah sakit maksimal 2x24 jam (hari kerja) sejak pasien masuk rawat inap.
- Penerbitan SEP: Jika BPJS aktif, SEP akan diterbitkan dan seluruh biaya yang relevan dengan kondisi gawat darurat ditanggung oleh BPJS.
Penting: Jika kondisi pasien dinyatakan tidak termasuk kriteria gawat darurat setelah pemeriksaan awal di UGD, maka rumah sakit akan mengarahkan pasien untuk kembali ke Faskes Tingkat I untuk mendapatkan rujukan normal, atau pasien akan dianggap sebagai pasien umum jika tetap ingin melanjutkan pengobatan tanpa rujukan BPJS.
Prosedur Khusus Lainnya dan Pengecualian
A. Pelayanan di Luar Wilayah Faskes Terdaftar (Mudik/Luar Kota)
Peserta BPJS tetap terjamin saat berada di luar kota atau mudik. BPJS memberikan hak pelayanan bagi peserta JKN yang berada di luar wilayah Faskes terdaftar dengan batasan tertentu:
- Kunjungan Rawat Jalan (Non-Darurat): Peserta dapat mengunjungi FKTP terdekat yang bekerja sama dengan BPJS sebanyak maksimal 3 kali kunjungan dalam waktu 1 bulan, tanpa perlu surat pindah faskes.
- Kunjungan Rawat Inap/Rujukan: Jika membutuhkan rawat inap atau spesialis, pasien harus tetap melalui prosedur rujukan dari FKTP di tempat ia berada saat ini ke FKTL setempat.
- Keadaan Mendesak/Darurat: Jika terjadi gawat darurat, berlaku prosedur UGD biasa di rumah sakit terdekat mana pun.
B. Pelayanan Khusus Gigi
Pelayanan kesehatan gigi yang ditanggung BPJS di Faskes I meliputi pencabutan gigi sulung (tanpa penyulit), pengobatan sakit gigi, pembersihan karang gigi (skeling) satu kali setahun, dan tambal gigi. Untuk tindakan spesialis gigi (misalnya operasi impaksi atau pemasangan gigi palsu/protesa), diperlukan rujukan ke Poliklinik Gigi Spesialis di Rumah Sakit (FKTL).
C. Pelayanan Khusus Kehamilan dan Persalinan
BPJS menanggung seluruh biaya pemeriksaan kehamilan (ANC), persalinan normal, persalinan dengan penyulit (caesar), hingga pelayanan pasca-persalinan (PNC). Pelayanan ini dapat dilakukan di Puskesmas, Klinik Pratama, atau Rumah Sakit tergantung risiko kehamilan. Jika diperlukan persalinan di RS, Faskes I akan memberikan rujukan ke RS yang memiliki fasilitas kebidanan.
Detail Administrasi Mendalam dan Permasalahan Umum
1. Surat Eligibilitas Peserta (SEP): Dokumen Kunci
SEP adalah dokumen legal yang membuktikan bahwa Anda berhak mendapatkan layanan yang dijamin BPJS pada kunjungan tersebut. Penerbitan SEP memastikan bahwa rumah sakit dapat menagihkan biaya pelayanan kepada BPJS Kesehatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Validitas Rujukan: SEP tidak dapat terbit jika surat rujukan sudah kedaluwarsa, atau jika rujukan tidak sesuai dengan diagnosis (misalnya, rujukan umum tetapi pasien ingin langsung ke poli mata tanpa indikasi medis dari FKTP).
- Tanggal Pelayanan: SEP harus diterbitkan pada hari yang sama dengan pelayanan. Jika pasien rawat inap, SEP diurus saat pasien masuk, atau setelah stabilisasi darurat.
- Ketentuan Non-Medis: SEP dapat ditolak jika pelayanan yang diminta adalah kosmetik, pengobatan alternatif yang tidak diakui, atau pelayanan yang tidak berhubungan dengan penyakit yang dirujuk.
2. Regulasi Obat-obatan dan Alat Kesehatan
Semua obat dan alat kesehatan yang ditanggung BPJS harus terdaftar dalam Formularium Nasional (FORNAS). FORNAS adalah daftar obat standar yang dijamin oleh pemerintah. Jika dokter meresepkan obat di luar FORNAS, pasien mungkin harus membayar obat tersebut sendiri. Namun, dalam kasus tertentu, jika obat FORNAS tidak efektif, dokter dapat mengajukan permohonan obat non-FORNAS melalui prosedur khusus yang memerlukan persetujuan komite medik rumah sakit.
3. Prosedur Berobat Lanjutan (Kemoterapi, Hemodialisis, Kateterisasi)
Untuk tindakan medis berteknologi tinggi atau pengobatan rutin kronis seperti kemoterapi, radioterapi, atau cuci darah (hemodialisis), alur rujukan tetap sama, namun prosesnya lebih terstruktur:
- Diagnosa Awal: Ditegakkan oleh dokter spesialis di FKTL rujukan.
- Persetujuan Penjaminan: Rumah sakit akan mengajukan permohonan penjaminan untuk serangkaian tindakan (misalnya 10 kali sesi kemoterapi) kepada BPJS.
- Surat Kontrol Rutin: Untuk tindakan rutin (seperti hemodialisis 2 kali seminggu), pasien akan mendapatkan surat kontrol dan jadwal tetap tanpa perlu mengurus rujukan baru setiap kunjungan, selama pasien aktif menjalani pengobatan di rumah sakit tersebut.
Sistem Rujukan Khusus: Kasus Penyakit Kronis (PRB)
Program Rujuk Balik (PRB) adalah mekanisme jaminan untuk pasien penderita penyakit kronis yang kondisi klinisnya sudah stabil. Tujuan PRB adalah mendekatkan pelayanan dan mengurangi antrean di rumah sakit spesialis.
Kriteria dan Mekanisme PRB
Pasien dapat diikutsertakan dalam PRB jika:
- Menderita salah satu penyakit kronis yang masuk daftar PRB (misalnya diabetes tipe 2, hipertensi, PPOK, jantung koroner, gagal ginjal non-dialisis).
- Kondisi klinis dan hasil laboratoriumnya stabil selama minimal 3 bulan terakhir.
- Pasien bersedia dan disiplin mengambil obat di FKTP.
Alur PRB
- Inisiasi di FKTL: Dokter spesialis menyatakan pasien layak PRB dan membuat surat rujukan balik ke FKTP.
- Pelayanan Obat di FKTP: Pasien mengambil obat rutin (jangka waktu 1 bulan) di apotek atau farmasi yang bekerja sama dengan FKTP. Obat PRB harus sesuai dengan resep yang diberikan spesialis dan tercantum dalam daftar obat PRB BPJS.
- Kontrol Spesialis Periodik: Pasien wajib kontrol kembali ke dokter spesialis di FKTL setiap 3 atau 6 bulan sekali (tergantung penyakit) untuk evaluasi kondisi dan penyesuaian dosis. Ini disebut Rujukan Vertikal.
PRB memastikan bahwa pasien kronis tetap mendapatkan pengawasan spesialis secara berkala, namun beban logistik pengobatan sehari-hari dapat ditangani di tingkat puskesmas.
Iur Biaya (Co-Payment) dan Aturan Lainnya
Secara umum, BPJS Kesehatan menjamin pelayanan secara penuh (prinsip nirlaba). Namun, ada beberapa kondisi di mana pasien mungkin dikenakan iur biaya (co-payment) atau selisih biaya.
1. Kenaikan Kelas Perawatan
Jika peserta kelas 3 (PBI atau non-PBI) memilih dirawat di kamar kelas 2 atau 1, atau peserta kelas 1 memilih kamar VIP, maka ia wajib membayar selisih biaya antara tarif kamar yang menjadi haknya dengan tarif kamar yang dipilih. Biaya tindakan medis itu sendiri (operasi, obat, visite dokter) tetap ditanggung BPJS sesuai plafon kelas yang seharusnya.
2. Pelayanan yang Tidak Ditanggung
Ada daftar layanan yang tidak ditanggung BPJS, antara lain:
- Pelayanan estetika (kosmetik) dan non-medis.
- Gangguan kesehatan akibat diri sendiri (misalnya cedera akibat tawuran atau sengaja melukai diri).
- Pelayanan yang sudah ditanggung program lain (misalnya jaminan kecelakaan kerja atau tanggungan kementerian lain).
- Suplemen kesehatan, perbekalan rumah tangga, dan makanan.
- Pelayanan kesehatan di luar negeri.
3. Iur Biaya Rawat Jalan di FKTL
Untuk pelayanan rawat jalan di rumah sakit (FKTL) setelah 90 hari pertama, BPJS menetapkan iur biaya rawat jalan per kunjungan yang besarnya bervariasi sesuai kelas, namun batas maksimal iur biaya rawat jalan ini telah dihapus oleh regulasi terbaru, sehingga saat ini sebagian besar pasien rawat jalan hanya dikenakan biaya pendaftaran jika rumah sakit memberlakukan biaya administrasi yang diizinkan.
Mengatasi Kendala dan Pengaduan Layanan
Meskipun sistem BPJS terus membaik, kendala sering muncul, terutama terkait lamanya antrean, kurangnya ketersediaan obat, atau penolakan SEP. Peserta memiliki hak untuk mengajukan keluhan.
1. Keluhan di Rumah Sakit
Jika Anda merasa pelayanan di rumah sakit kurang optimal atau terjadi penolakan tidak wajar:
- Hubungi Petugas Pemberi Informasi dan Pengaduan (PPIP) di rumah sakit tersebut.
- Jika masalah terkait ketersediaan kamar, mintalah surat rujukan ke rumah sakit lain (rujukan berantai) jika rumah sakit awal tidak mampu menyediakan kamar sesuai hak kelas.
2. Pengaduan ke BPJS Kesehatan
Jika keluhan tidak terselesaikan di tingkat faskes, Anda dapat langsung mengadu ke BPJS Kesehatan melalui beberapa kanal resmi:
Kanal Pengaduan Resmi
- Care Center 165: Layanan telepon 24 jam.
- Aplikasi Mobile JKN: Tersedia fitur pengaduan dan konsultasi.
- Kantor Cabang BPJS: Datang langsung ke kantor cabang terdekat di bagian pelayanan peserta.
- PANDAWA: Layanan WhatsApp resmi yang membantu proses administrasi dan pengaduan.
Saat melapor, pastikan Anda memiliki bukti lengkap: KIS/KTP, kronologi kejadian, dan nama petugas/faskes yang terlibat.
Peran Teknologi: Mobile JKN dan Antrean Online
Transformasi digital sangat membantu mempermudah alur berobat BPJS. Aplikasi Mobile JKN adalah alat yang wajib dimiliki oleh setiap peserta aktif.
Fitur Penting Mobile JKN
- Cek Status Kepesertaan dan Pembayaran Iuran: Memastikan Anda tidak memiliki tunggakan.
- Pendaftaran Pelayanan (Antrean Online): Di banyak FKTP dan FKTL, Anda dapat mendaftar dan mendapatkan nomor antrean digital, yang mengurangi waktu tunggu fisik di loket.
- Perubahan Data Peserta: Mengganti alamat, Faskes I, atau kontak.
- Kartu KIS Digital: Menggantikan fungsi kartu fisik saat berobat.
- Skrining Riwayat Kesehatan: Digunakan untuk pencegahan penyakit kronis.
Pemanfaatan antrean online sangat dianjurkan. Dengan mendaftar melalui aplikasi Mobile JKN, pasien dapat datang sesuai estimasi waktu yang diberikan, sehingga mengurangi kepadatan di ruang tunggu rumah sakit dan meningkatkan efisiensi waktu pelayanan.
Rincian Prosedur: Tata Cara Rujukan Berantai
Rujukan berantai terjadi ketika rumah sakit rujukan pertama (FKTL A) tidak memiliki fasilitas atau kapasitas (misalnya tidak ada kamar kosong sesuai hak kelas, atau alat medis sedang rusak) untuk menangani pasien. Dalam kondisi ini, FKTL A wajib merujuk pasien ke FKTL lain (FKTL B) yang memiliki kapasitas yang dibutuhkan.
Proses Rujukan Berantai
- Indikasi Kebutuhan: Dokter spesialis di FKTL A menentukan bahwa pasien harus dipindahkan.
- Koordinasi Antar-RS: FKTL A berkoordinasi dengan FKTL B untuk memastikan ketersediaan layanan dan kamar.
- Penerbitan Rujukan Berantai: FKTL A membuat surat rujukan yang ditujukan ke FKTL B.
- Peran BPJS: BPJS memastikan penjaminan tetap berlaku di FKTL B, tanpa pasien harus kembali ke FKTP I.
Tujuan rujukan berantai adalah menjamin kontinuitas pelayanan medis tanpa mengorbankan waktu pasien.
Penjaminan Biaya Persalinan di Faskes Tingkat I dan Lanjutan
Pelayanan kebidanan adalah salah satu layanan yang paling sering digunakan BPJS. Tingkat penjaminannya bergantung pada risiko kehamilan dan tempat persalinan:
A. Persalinan di FKTP (Puskesmas/Klinik Pratama)
Persalinan normal tanpa komplikasi ditanggung penuh. Faskes I seringkali dilengkapi dengan bidan dan dokter umum yang siap siaga. Jika di tengah proses persalinan terjadi komplikasi (misalnya perdarahan, janin sungsang), FKTP wajib segera melakukan stabilisasi dan merujuk pasien ke rumah sakit (FKTL) yang memiliki fasilitas kamar operasi dan spesialis kandungan (obgyn).
B. Persalinan di FKTL (Rumah Sakit)
Persalinan dengan risiko tinggi, persalinan Caesar (SC), atau persalinan yang dirujuk dari FKTP ditanggung penuh di FKTL. Rumah sakit akan menerbitkan SEP Rawat Inap/Rawat Jalan untuk ibu dan bayi. Bayi yang baru lahir dari ibu peserta JKN otomatis dijamin dalam 28 hari pertama kehidupannya, meskipun belum didaftarkan sebagai peserta baru, selama ibu dan ayah bayi adalah peserta aktif BPJS.
Pelayanan Kesehatan Mata, Rehabilitasi Medik, dan KB
1. Pelayanan Mata
Kunjungan ke dokter mata spesialis memerlukan rujukan dari FKTP. BPJS menanggung pemeriksaan mata, operasi katarak, dan penyakit mata lainnya. Kacamata juga ditanggung, namun bersifat subsidi dengan batasan plafon harga tertentu, dan hanya bisa diklaim satu kali dalam dua tahun.
2. Rehabilitasi Medik (Fisioterapi)
Fisioterapi atau rehabilitasi medik memerlukan rujukan dari dokter spesialis (misalnya spesialis saraf atau ortopedi) di FKTL. BPJS menanggung sesi fisioterapi sesuai kebutuhan medis pasien, setelah diverifikasi dan disetujui oleh BPJS. Jumlah sesi terapi akan ditentukan oleh dokter spesialis dan penjaminan akan diajukan berkala oleh rumah sakit.
3. Keluarga Berencana (KB)
Pelayanan kontrasepsi dasar seperti suntik KB, pil KB, pemasangan/pelepasan IUD (spiral), dan implan (susuk) ditanggung di Faskes Tingkat I. Sterilisasi (MOW/MOP) juga ditanggung oleh BPJS, namun prosedur ini biasanya dilakukan di FKTL dan memerlukan indikasi medis yang jelas.
Etika dan Tanggung Jawab Peserta BPJS
Mendapatkan pelayanan BPJS adalah hak, tetapi peserta juga memiliki tanggung jawab moral dan administratif:
- Mengikuti Prosedur: Patuhi sistem rujukan berjenjang. Penyalahgunaan rujukan (misalnya memaksa FKTP merujuk padahal kondisi bisa diatasi di FKTP) dapat mengganggu efisiensi sistem.
- Menjaga Keaktifan: Bayar iuran tepat waktu. Status non-aktif karena tunggakan dapat mengakibatkan penundaan pelayanan hingga denda 4.5% dari biaya diagnosa bagi peserta yang dirawat dalam waktu 45 hari setelah statusnya diaktifkan kembali.
- Integritas Data: Segera laporkan perubahan data (alamat, Faskes I) melalui Mobile JKN atau kantor cabang agar layanan tidak terhambat.
Pemahaman menyeluruh terhadap seluruh alur dan ketentuan ini akan memastikan Anda dan keluarga dapat memanfaatkan fasilitas BPJS Kesehatan secara maksimal dan efisien, menjamin akses kesehatan yang berkualitas tanpa harus terbebani biaya yang besar.