Surat Yasin: Jantung Al-Qur'an
Kaligrafi indah lafaz "Yasin"
Pengantar: Memahami Kedudukan Surat Yasin
Surat Yasin adalah surat ke-36 dalam Al-Qur'an, terdiri dari 83 ayat dan termasuk dalam golongan surat Makkiyah, yaitu surat yang diturunkan di Mekkah sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Surat ini memiliki kedudukan yang sangat istimewa di hati umat Islam di seluruh dunia. Bukan tanpa alasan, ia sering disebut sebagai 'Qalbul Qur'an' atau jantung Al-Qur'an. Sebagaimana jantung adalah organ vital yang memompa kehidupan ke seluruh tubuh, Surat Yasin mengandung inti sari ajaran Al-Qur'an yang mencakup pilar-pilar fundamental keimanan Islam.
Tema utama yang diusung oleh Surat Yasin sangatlah mendalam dan komprehensif. Surat ini dibuka dengan penegasan tentang kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur'an sebagai petunjuk yang lurus bagi umat manusia. Kemudian, surat ini mengalir dengan indah, menyajikan kisah-kisah umat terdahulu sebagai pelajaran (ibrah), memaparkan tanda-tanda kebesaran Allah (ayat-ayat kauniyah) yang tersebar di alam semesta, menegaskan keniscayaan hari kebangkitan dan pembalasan, serta menggambarkan dengan jelas perbedaan nasib antara para penghuni surga dan penghuni neraka. Diakhiri dengan penegasan mutlak akan kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas, terutama dalam hal penciptaan dan menghidupkan kembali yang telah mati, Surat Yasin menjadi sebuah rangkuman yang padat dan kuat dari pesan tauhid.
Karena kedudukannya yang agung inilah, Surat Yasin sering dibaca dalam berbagai kesempatan, baik secara individu maupun berjamaah. Umat Islam membacanya untuk mencari ketenangan batin, memohon kemudahan dalam urusan, mendoakan orang yang sakit atau yang telah meninggal dunia, serta sebagai bagian dari wirid atau amalan rutin harian dan mingguan. Membaca, memahami, dan merenungi setiap ayatnya adalah sebuah perjalanan spiritual yang membawa kita lebih dekat kepada Sang Pencipta.
Keutamaan dan Manfaat Membaca Surat Yasin
Banyak hadis dan atsar (penuturan sahabat) yang menyoroti berbagai keutamaan dan fadhilah dari membaca Surat Yasin. Keutamaan-keutamaan ini menjadi motivasi bagi umat Islam untuk senantiasa mendawamkan (merutinkan) pembacaannya.
Diampuni Dosa-dosa yang Telah Lalu
Salah satu keutamaan yang paling sering disebutkan adalah pengampunan dosa. Membaca Surat Yasin dengan niat yang tulus dan ikhlas karena mengharap ridha Allah SWT diyakini dapat menjadi wasilah (perantara) diampuninya dosa-dosa seorang hamba. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa barang siapa membaca Surat Yasin pada suatu malam dengan mengharap wajah Allah, maka ia akan diampuni pada malam itu. Ini menunjukkan betapa besar rahmat Allah yang dilimpahkan melalui surat yang mulia ini. Pengampunan ini tentunya menjadi dambaan setiap insan, karena membersihkan diri dari dosa adalah langkah awal untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meraih kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.
Dianggap Sebagai Jantung Al-Qur'an
Gelar 'Qalbul Qur'an' bukanlah sekadar julukan tanpa makna. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, jantung adalah pusat kehidupan. Surat Yasin memuat ringkasan dari pokok-pokok ajaran Al-Qur'an: tauhid (keesaan Allah), risalah (kenabian), dan ma'ad (hari akhir). Ketiga pilar ini adalah fondasi akidah Islam. Dengan merenungi Surat Yasin, seorang Muslim seolah-olah sedang mengulang dan memperkuat kembali pemahaman dan keyakinannya terhadap pilar-pilar iman tersebut. Kekuatan argumen dan keindahan bahasa dalam surat ini mampu menggetarkan hati dan menguatkan iman, layaknya jantung yang memompa darah keimanan ke seluruh jiwa.
Mempermudah Segala Urusan
Banyak ulama dan orang-orang saleh yang mengajarkan bahwa membaca Surat Yasin dapat menjadi sarana untuk memohon kepada Allah agar dimudahkan segala urusan yang sulit. Ketika seseorang dihadapkan pada tantangan hidup, kesulitan, atau sedang memiliki hajat (keinginan) yang besar, membaca Surat Yasin dengan penuh keyakinan dan kepasrahan kepada Allah dapat membuka pintu-pintu pertolongan dari arah yang tidak disangka-sangka. Energi spiritual yang terkandung dalam ayat-ayatnya memberikan ketenangan jiwa dan optimisme bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya atas izin Allah SWT.
Memberikan Ketenangan bagi yang Sakit dan Sakaratul Maut
Surat Yasin juga dianjurkan untuk dibacakan di sisi orang yang sedang sakit keras atau menghadapi sakaratul maut. Bacaan ayat-ayat suci ini dipercaya dapat memberikan ketenangan kepada si sakit, meringankan penderitaannya, dan yang terpenting, mempermudah proses keluarnya ruh dari jasad. Suasana yang khusyuk saat pembacaan Yasin dapat membantu orang yang sedang dalam naza' untuk tetap mengingat Allah dan mengarahkan hatinya kepada-Nya di saat-saat terakhir kehidupannya. Ini adalah bentuk kasih sayang dan kepedulian terakhir yang bisa diberikan oleh keluarga dan kerabat.
Tadabbur dan Kandungan Pokok Surat Yasin
Untuk mendapatkan manfaat maksimal, membaca Surat Yasin harus diiringi dengan tadabbur, yaitu perenungan mendalam atas makna yang terkandung di dalamnya. Surat ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian tematik yang saling berkaitan.
Bagian 1: Penegasan Risalah dan Al-Qur'an (Ayat 1-12)
Surat ini dibuka dengan huruf muqatha'ah "Yaa Siin" yang maknanya hanya Allah yang mengetahui. Dilanjutkan dengan sumpah Allah, "Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah," yang berfungsi untuk menegaskan kebenaran risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Allah menegaskan bahwa Nabi Muhammad adalah salah seorang dari para rasul yang diutus untuk memberi peringatan kepada kaum yang lalai. Bagian ini juga menekankan tentang kepastian azab bagi mereka yang mengingkari dan adanya "belenggu di leher" yang merupakan kiasan bagi kesombongan dan ketertutupan hati mereka dari kebenaran. Di akhir bagian ini, Allah menegaskan bahwa Dia mengetahui segala yang tersembunyi dan yang tampak, dan semua amal perbuatan manusia tercatat dalam "kitab yang nyata" (Lauh Mahfuzh).
Bagian 2: Kisah Penduduk Suatu Negeri (Ashab Al-Qaryah) (Ayat 13-32)
Allah kemudian menyajikan sebuah perumpamaan yang kuat melalui kisah penduduk suatu negeri (yang oleh para mufasir disebut sebagai Antiokia) yang didatangi oleh para utusan Allah. Awalnya, dua utusan diutus, namun penduduk mendustakan keduanya. Maka, Allah mengutus utusan ketiga untuk memperkuat dakwah mereka. Namun, mayoritas penduduk tetap menolak dengan angkuh, bahkan mengancam akan merajam para utusan tersebut.
Di tengah penolakan massal itu, muncullah seorang lelaki beriman yang datang dari ujung kota dengan tergesa-gesa. Ia menasihati kaumnya untuk mengikuti para utusan itu, karena mereka tidak meminta imbalan dan berada di jalan yang lurus. Ia berargumen dengan logika tauhid yang sederhana namun kuat, "Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan?" Namun, kaumnya justru membunuhnya. Setelah kematiannya, ia dimasukkan ke dalam surga dan berkata, "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan." Kisah ini memberikan pelajaran tentang keteguhan iman, keberanian dalam menyampaikan kebenaran, dan akhir yang mulia bagi para pembela agama Allah, serta akhir yang tragis bagi kaum yang mendustakan, yang dibinasakan dengan satu teriakan saja.
Bagian 3: Tanda-tanda Kekuasaan Allah di Alam Semesta (Ayat 33-44)
Setelah menyajikan kisah sejarah, Allah mengajak manusia untuk merenungkan tanda-tanda (ayat) kebesaran-Nya yang terhampar di alam semesta. Ini adalah bagian yang sangat puitis dan memukau, mengajak akal dan hati untuk berpikir. Tanda-tanda itu antara lain:
- Bumi yang mati dihidupkan kembali: Allah menunjukkan bagaimana Dia menghidupkan tanah yang kering dan tandus dengan air hujan, lalu menumbuhkan berbagai tanaman yang menjadi sumber makanan. Ini adalah analogi yang sangat jelas tentang kemampuan-Nya untuk membangkitkan manusia setelah kematian.
- Pergantian malam dan siang: Fenomena teratur di mana siang berganti malam adalah tanda kekuasaan Allah yang luar biasa. Kegelapan malam yang disingkap oleh cahaya siang menunjukkan keteraturan dan kendali-Nya yang sempurna.
- Pergerakan matahari dan bulan: Allah menetapkan bahwa matahari berjalan di tempat peredarannya (garis edar) dan bulan memiliki manazil (fase-fase) yang teratur. Keduanya bergerak sesuai ketetapan-Nya tanpa pernah bertabrakan, sebuah bukti presisi dan keagungan Sang Pencipta.
- Bahtera yang berlayar di lautan: Kemampuan manusia untuk membuat kapal dan berlayar di lautan luas, membawa muatan dan keturunan mereka, juga merupakan tanda kekuasaan Allah. Dia-lah yang menciptakan hukum-hukum fisika yang memungkinkan hal itu terjadi.
Semua tanda ini disajikan untuk menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan Maha Agung di balik semua keteraturan ini, yaitu Allah SWT.
Bagian 4: Hari Kebangkitan dan Keadaan Manusia (Ayat 45-83)
Bagian terakhir dari surat ini berfokus pada tema sentralnya: hari kebangkitan dan pembalasan. Allah mengkritik sikap orang-orang kafir yang acuh tak acuh terhadap peringatan dan ayat-ayat-Nya. Mereka sering bertanya dengan nada mengejek, "Kapankah janji (hari berbangkit) itu akan datang?"
Allah menjawab bahwa kedatangan hari kiamat itu akan terjadi secara tiba-tiba, melalui satu tiupan sangkakala yang membinasakan semua yang hidup. Kemudian, tiupan kedua akan membangkitkan semua manusia dari kubur mereka. Pada saat itu, tidak ada lagi perdebatan. Manusia akan digiring menuju Tuhan mereka.
Surat ini kemudian menggambarkan dua skenario kontras di hari akhir:
- Penghuni Surga: Mereka digambarkan dalam keadaan sibuk dengan kesenangan dan kenikmatan. Mereka dan pasangan-pasangan mereka berada di tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan. Mereka mendapatkan buah-buahan dan segala apa yang mereka minta. Puncak kenikmatan mereka adalah ucapan "Salaam" (salam sejahtera) dari Tuhan Yang Maha Penyayang.
- Orang-orang Berdosa (Mujrimun): Mereka diperintahkan untuk berpisah dari orang-orang beriman. Neraka Jahannam diperlihatkan kepada mereka. Dikatakan kepada mereka, "Inilah Jahannam yang dahulu kamu telah diperingatkan tentangnya." Pada hari itu, mulut mereka dikunci, dan yang berbicara adalah tangan dan kaki mereka yang menjadi saksi atas perbuatan mereka di dunia.
Surat Yasin ditutup dengan penegasan kembali tentang kekuasaan mutlak Allah SWT. Allah membantah tuduhan bahwa Al-Qur'an adalah syair, melainkan ia adalah pelajaran dan kitab yang jelas. Puncaknya adalah pada ayat-ayat terakhir yang menegaskan kemampuan Allah untuk menciptakan dari ketiadaan dan menghidupkan kembali tulang-belulang yang telah hancur. Perintah-Nya hanyalah satu: jika Dia menghendaki sesuatu, Dia cukup berfirman, "Jadilah!" maka jadilah ia (Kun Fayakun). Surat ini diakhiri dengan tasbih, "Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan."
Bacaan Lengkap Surat Yasin: Arab, Latin, dan Terjemahan
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i). Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.(١) يٰسۤ ۚ
Yā Sīn. Yasin.(٢) وَالْقُرْاٰنِ الْحَكِيْمِۙ
Wal-qur'ānil-ḥakīm(i). Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah,(٣) اِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۙ
Innaka laminal-mursalīn(a). sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul,(٤) عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۗ
‘Alā ṣirāṭim mustaqīm(in). (yang berada) di atas jalan yang lurus,(٥) تَنْزِيْلَ الْعَزِيْزِ الرَّحِيْمِۙ
Tanzīlal-‘azīzir-raḥīm(i). (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Penyayang,(٦) لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَّآ اُنْذِرَ اٰبَاۤؤُهُمْ فَهُمْ غٰفِلُوْنَ
Litunżira qaumam mā unżira ābā'uhum fahum gāfilūn(a). agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang nenek moyangnya belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai.(٧) لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلٰٓى اَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Laqad ḥaqqal-qaulu ‘alā akṡarihim fahum lā yu'minūn(a). Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman.(٨) اِنَّا جَعَلْنَا فِيْٓ اَعْنَاقِهِمْ اَغْلٰلًا فَهِيَ اِلَى الْاَذْقَانِ فَهُمْ مُّقْمَحُوْنَ
Innā ja‘alnā fī a‘nāqihim aglālan fa hiya ilal-ażqāni fahum muqmaḥūn(a). Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah.(٩) وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ
Wa ja‘alnā mim baini aidīhim saddaw wa min khalfihim saddan fa agsyaināhum fahum lā yubṣirūn(a). Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.(١٠) وَسَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wa sawā'un ‘alaihim a'anżartahum am lam tunżirhum lā yu'minūn(a). Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman.(١١) اِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِۚ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَّاَجْرٍ كَرِيْمٍ
Innamā tunżiru manittaba‘aż-żikra wa khasyiyar-raḥmāna bil-gaib(i), fa basysyirhu bimagfiratiw wa ajrin karīm(in). Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.(١٢) اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ
Innā naḥnu nuḥyil-mautā wa naktubu mā qaddamū wa āṡārahum, wa kulla syai'in aḥṣaināhu fī imāmim mubīn(in). Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh).(١٣) وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلًا اَصْحٰبَ الْقَرْيَةِۘ اِذْ جَاۤءَهَا الْمُرْسَلُوْنَۚ
Waḍrib lahum maṡalan aṣḥābal-qaryah(ti), iż jā'ahal-mursalūn(a). Dan buatlah suatu perumpamaan bagi mereka, yaitu penduduk suatu negeri, ketika utusan-utusan datang kepada mereka;(١٤) اِذْ اَرْسَلْنَآ اِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوْهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوْٓا اِنَّآ اِلَيْكُمْ مُّرْسَلُوْنَ
Iż arsalnā ilaihimuṡnaini fa każżabūhumā fa ‘azzaznā biṡāliṡin faqālū innā ilaikum mursalūn(a). (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga (utusan itu) berkata, “Sungguh, kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.”(١٥) قَالُوْا مَآ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَاۙ وَمَآ اَنْزَلَ الرَّحْمٰنُ مِنْ شَيْءٍۙ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا تَكْذِبُوْنَ
Qālū mā antum illā basyarum miṡlunā, wa mā anzalar-raḥmānu min syai'(in), in antum illā takżibūn(a). Mereka (penduduk negeri) menjawab, “Kamu ini hanyalah manusia seperti kami, dan (Allah) Yang Maha Pengasih tidak menurunkan sesuatu apa pun; kamu hanyalah pendusta belaka.”(١٦) قَالُوْا رَبُّنَا يَعْلَمُ اِنَّآ اِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُوْنَ
Qālū rabbunā ya‘lamu innā ilaikum lamursalūn(a). Mereka (para utusan) berkata, “Tuhan kami mengetahui bahwa kami benar-benar diutus kepadamu.(١٧) وَمَا عَلَيْنَآ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ
Wa mā ‘alainā illal-balāgul-mubīn(u). Dan kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.”(١٨) قَالُوْٓا اِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْۚ لَىِٕنْ لَّمْ تَنْتَهُوْا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Qālū innā taṭayyarnā bikum, la'il lam tantahū lanarjumannakum wa layamassannakum minnā ‘ażābun alīm(un). Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib malang karenamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami.”(١٩) قَالُوْا طَاۤىِٕرُكُمْ مَّعَكُمْۗ اَىِٕنْ ذُكِّرْتُمْۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ
Qālū ṭā'irukum ma‘akum, a'in żukkirtum, bal antum qaumum musrifūn(a). Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”(٢٠) وَجَاۤءَ مِنْ اَقْصَا الْمَدِيْنَةِ رَجُلٌ يَّسْعٰى قَالَ يٰقَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِيْنَۙ
Wa jā'a min aqṣal-madīnati rajuluy yas‘ā qāla yā qaumittabi‘ul-mursalīn(a). Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas dia berkata, “Wahai kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu.(٢١) اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْـَٔلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ
Ittabi‘ū mal lā yas'alukum ajraw wa hum muhtadūn(a). Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(٢٢) وَمَا لِيَ لَآ اَعْبُدُ الَّذِيْ فَطَرَنِيْ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Wa mā liya lā a‘budul-lażī faṭaranī wa ilaihi turja‘ūn(a). Dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.(٢٣) ءَاَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةً اِنْ يُّرِدْنِ الرَّحْمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يُنْقِذُوْنِۚ
A'attakhiżu min dūnihī ālihatan iy yuridnir-raḥmānu biḍurril lā tugni ‘annī syafā‘atuhum syai'aw wa lā yunqiżūn(i). Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, niscaya pertolongan mereka tidak akan berguna sama sekali bagi diriku dan mereka (juga) tidak dapat menyelamatkanku.(٢٤) اِنِّيْٓ اِذًا لَّفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
Innī iżal lafī ḍalālim mubīn(in). Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata.(٢٥) اِنِّيْٓ اٰمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُوْنِۗ
Innī āamantu birabbikum fasma‘ūn(i). Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)-ku.”(٢٦) قِيْلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ ۗقَالَ يٰلَيْتَ قَوْمِيْ يَعْلَمُوْنَۙ
Qīladkhulil-jannah(ta), qāla yā laita qaumī ya‘lamūn(a). Dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Dia (laki-laki itu) berkata, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui,(٢٧) بِمَا غَفَرَ لِيْ رَبِّيْ وَجَعَلَنِيْ مِنَ الْمُكْرَمِيْنَ
Bimā gafaralī rabbī wa ja‘alanī minal-mukramīn(a). apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.”(٢٨) وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى قَوْمِهٖ مِنْۢ بَعْدِهٖ مِنْ جُنْدٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَمَا كُنَّا مُنْزِلِيْنَ
Wa mā anzalnā ‘alā qaumihī mim ba‘dihī min jundim minas-samā'i wa mā kunnā munzilīn(a). Dan setelah dia (meninggal), Kami tidak menurunkan suatu pasukan pun dari langit kepada kaumnya, dan Kami tidak perlu menurunkannya.(٢٩) اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ خٰمِدُوْنَ
In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa'iżā hum khāmidūn(a). Hanyalah dengan satu teriakan saja; maka seketika itu mereka semua mati.(٣٠) يٰحَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِۚ مَا يَأْتِيْهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ
Yā ḥasratan ‘alal-‘ibād(i), mā ya'tīhim mir rasūlin illā kānū bihī yastahzi'ūn(a). Alangkah besar penyesalan terhadap hamba-hamba itu, setiap datang seorang rasul kepada mereka, mereka selalu memperolok-olokkannya.(٣١) اَلَمْ يَرَوْا كَمْ اَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّنَ الْقُرُوْنِ اَنَّهُمْ اِلَيْهِمْ لَا يَرْجِعُوْنَ
Alam yarau kam ahlaknā qablahum minal-qurūni annahum ilaihim lā yarji‘ūn(a). Tidakkah mereka mengetahui berapa banyak umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, bahwa mereka (yang telah dibinasakan itu) tidak kembali kepada mereka.(٣٢) وَاِنْ كُلٌّ لَّمَّا جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ
Wa in kullul lammā jamī‘ul ladainā muḥḍarūn(a). Dan setiap (umat), semuanya akan dihadirkan di hadapan Kami.(٣٣) وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الْاَرْضُ الْمَيْتَةُ ۖاَحْيَيْنٰهَا وَاَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُوْنَ
Wa āyatul lahumul-arḍul-maitah(tu), aḥyaināhā wa akhrajnā minhā ḥabban fa minhu ya'kulūn(a). Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan.(٣٤) وَجَعَلْنَا فِيْهَا جَنّٰتٍ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّاَعْنَابٍ وَّفَجَّرْنَا فِيْهَا مِنَ الْعُيُوْنِۙ
Wa ja‘alnā fīhā jannātim min nakhīliw wa a‘nābiw wa fajjarnā fīhā minal-‘uyūn(i). Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,(٣٥) لِيَأْكُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖۙ وَمَا عَمِلَتْهُ اَيْدِيْهِمْ ۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ
Liya'kulū min ṡamarihī wa mā ‘amilathu aidīhim, afalā yasykurūn(a). agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?(٣٦) سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ
Subḥānal-lażī khalaqal-azwāja kullahā mimmā tumbitul-arḍu wa min anfusihim wa mimmā lā ya‘lamūn(a). Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.(٣٧) وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الَّيْلُ ۖنَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَاِذَا هُمْ مُّظْلِمُوْنَۙ
Wa āyatul lahumul-lailu, naslakhu minhun-nahāra fa'iżā hum muẓlimūn(a). Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari (malam) itu, maka seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan,(٣٨) وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ
Wasy-syamsu tajrī limustaqarril lahā, żālika taqdīrul-‘azīzil-‘alīm(i). dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.(٣٩) وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ
Wal-qamara qaddarnāhu manāzila ḥattā ‘āda kal-‘urjūnil-qadīm(i). Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.(٤٠) لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۗوَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ
Lasy-syamsu yambagī lahā an tudrikal-qamara wa lal-lailu sābiqun-nahār(i), wa kullun fī falakiy yasbaḥūn(a). Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.(٤١) وَاٰيَةٌ لَّهُمْ اَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِى الْفُلْكِ الْمَشْحُوْنِۙ
Wa āyatul lahum annā ḥamalnā żurriyyatahum fil-fulkil-masyḥūn(i). Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan,(٤٢) وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِّنْ مِّثْلِهٖ مَا يَرْكَبُوْنَ
Wa khalaqnā lahum mim miṡlihī mā yarkabūn(a). dan Kami ciptakan untuk mereka dari jenis itu apa yang mereka kendarai.(٤٣) وَاِنْ نَّشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيْخَ لَهُمْ وَلَا هُمْ يُنْقَذُوْنَۙ
Wa in nasya' nugriqhum falā ṣarīkha lahum wa lā hum yunqażūn(a). Dan jika Kami menghendaki, Kami tenggelamkan mereka, maka tidak ada penolong bagi mereka dan tidak (pula) mereka diselamatkan,(٤٤) اِلَّا رَحْمَةً مِّنَّا وَمَتَاعًا اِلٰى حِيْنٍ
Illā raḥmatam minnā wa matā‘an ilā ḥīn(in). kecuali karena rahmat dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai waktu tertentu.(٤٥) وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّقُوْا مَا بَيْنَ اَيْدِيْكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Wa iżā qīla lahumuttaqū mā baina aidīkum wa mā khalfakum la‘allakum turḥamūn(a). Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu (di dunia) dan azab yang akan datang (di akhirat) agar kamu mendapat rahmat.”(٤٦) وَمَا تَأْتِيْهِمْ مِّنْ اٰيَةٍ مِّنْ اٰيٰتِ رَبِّهِمْ اِلَّا كَانُوْا عَنْهَا مُعْرِضِيْنَ
Wa mā ta'tīhim min āyatim min āyāti rabbihim illā kānū ‘anhā mu‘riḍīn(a). Dan setiap kali suatu tanda dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhan datang kepada mereka, mereka selalu berpaling darinya.(٤٧) وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ ۙقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنُطْعِمُ مَنْ لَّوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ اَطْعَمَهٗٓ ۖاِنْ اَنْتُمْ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
Wa iżā qīla lahum anfiqū mimmā razaqakumullāh(u), qālal-lażīna kafarū lil-lażīna āmanū anuṭ‘imu mal lau yasyā'ullāhu aṭ‘amah(ū), in antum illā fī ḍalālim mubīn(in). Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Infakkanlah sebagian dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu,” orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman, “Apakah kami akan memberi makan kepada orang yang jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan memberinya makan? Kamu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”(٤٨) وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هٰذَا الْوَعْدُ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
Wa yaqūlūna matā hāżal-wa‘du in kuntum ṣādiqīn(a). Dan mereka berkata, “Kapankah janji (hari berbangkit) itu akan terjadi jika kamu orang yang benar?”(٤٩) مَا يَنْظُرُوْنَ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُوْنَ
Mā yanẓurūna illā ṣaiḥataw wāḥidatan ta'khużuhum wa hum yakhiṣṣimūn(a). Mereka hanya menunggu satu teriakan, yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar.(٥٠) فَلَا يَسْتَطِيْعُوْنَ تَوْصِيَةً وَّلَآ اِلٰٓى اَهْلِهِمْ يَرْجِعُوْنَ
Falā yastaṭī‘ūna tauṣiyataw wa lā ilā ahlihim yarji‘ūn(a). Sehingga mereka tidak mampu membuat suatu wasiat dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya.(٥١) وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَاِذَا هُمْ مِّنَ الْاَجْدَاثِ اِلٰى رَبِّهِمْ يَنْسِلُوْنَ
Wa nufikha fiṣ-ṣūri fa'iżā hum minal-ajdāṡi ilā rabbihim yansilūn(a). Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup) menuju kepada Tuhannya.(٥٢) قَالُوْا يٰوَيْلَنَا مَنْۢ بَعَثَنَا مِنْ مَّرْقَدِنَا ۜهٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ
Qālū yā wailanā mam ba‘aṡanā mim marqadinā, hāżā mā wa‘adar-raḥmānu wa ṣadaqal-mursalūn(a). Mereka berkata, “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul(-Nya).(٥٣) اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ
In kānat illā ṣaiḥataw wāḥidatan fa'iżā hum jamī‘ul ladainā muḥḍarūn(a). Teriakan itu hanya sekali saja, maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada Kami.(٥٤) فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا وَّلَا تُجْزَوْنَ اِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Fal-yauma lā tuẓlamu nafsun syai'aw wa lā tujzauna illā mā kuntum ta‘malūn(a). Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan apa yang telah kamu kerjakan.(٥٥) اِنَّ اَصْحٰبَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِيْ شُغُلٍ فٰكِهُوْنَ ۚ
Inna aṣḥābal-jannatil-yauma fī syugulin fākihūn(a). Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).(٥٦) هُمْ وَاَزْوَاجُهُمْ فِيْ ظِلٰلٍ عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ مُتَّكِـُٔوْنَ ۚ
Hum wa azwājuhum fī ẓilālin ‘alal-arā'iki muttaki'ūn(a). Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan.(٥٧) لَهُمْ فِيْهَا فَاكِهَةٌ وَّلَهُمْ مَّا يَدَّعُوْنَ ۚ
Lahum fīhā fākihatuw wa lahum mā yadda‘ūn(a). Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa saja yang mereka inginkan.(٥٨) سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ
Salāmun qaulam mir rabbir raḥīm(in). (Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.(٥٩) وَامْتَازُوا الْيَوْمَ اَيُّهَا الْمُجْرِمُوْنَ
Wamtāzul-yauma ayyuhal-mujrimūn(a). Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berdosa!(٦٠) اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ اَنْ لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطٰنَۚ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Alam a‘had ilaikum yā banī ādama al lā ta‘budusy-syaiṭān(a), innahū lakum ‘aduwwum mubīn(un). Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,(٦١) وَاَنِ اعْبُدُوْنِيْ ۗهٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيْمٌ
Wa ani‘budūnī, hāżā ṣirāṭum mustaqīm(un). dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.”(٦٢) وَلَقَدْ اَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيْرًا ۗاَفَلَمْ تَكُوْنُوْا تَعْقِلُوْنَ
Wa laqad aḍalla minkum jibillan kaṡīrā(n), afalam takūnū ta‘qilūn(a). Dan sungguh, ia (setan itu) telah menyesatkan sebagian besar di antara kamu. Maka apakah kamu tidak mengerti?(٦٣) هٰذِهٖ جَهَنَّمُ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
Hāżihī jahannamul-latī kuntum tū‘adūn(a). Inilah (neraka) Jahanam yang dahulu telah diperingatkan kepadamu.(٦٤) اِصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ
Iṣlauhal-yauma bimā kuntum takfurūn(a). Masuklah ke dalamnya pada hari ini karena dahulu kamu mengingkarinya.(٦٥) اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Al-yauma nakhtimu ‘alā afwāhihim wa tukallimunā aidīhim wa tasyhadu arjuluhum bimā kānū yaksibūn(a). Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan menjadi saksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.(٦٦) وَلَوْ نَشَاۤءُ لَطَمَسْنَا عَلٰٓى اَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰى يُبْصِرُوْنَ
Wa lau nasyā'u laṭamasnā ‘alā a‘yunihim fastabaquṣ-ṣirāṭa fa annā yubṣirūn(a). Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; sehingga mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka bagaimana mungkin mereka dapat melihat?(٦٧) وَلَوْ نَشَاۤءُ لَمَسَخْنٰهُمْ عَلٰى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوْا مُضِيًّا وَّلَا يَرْجِعُوْنَ
Wa lau nasyā'u lamasakhnāhum ‘alā makānatihim famastaṭā‘ū muḍiyyaw wa lā yarji‘ūn(a). Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada; sehingga mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.(٦٨) وَمَنْ نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِى الْخَلْقِۗ اَفَلَا يَعْقِلُوْنَ
Wa man nu‘ammirhu nunakkishu fil-khalq(i), afalā ya‘qilūn(a). Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti?(٦٩) وَمَا عَلَّمْنٰهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْۢبَغِيْ لَهٗ ۗاِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٌ وَّقُرْاٰنٌ مُّبِيْنٌ ۙ
Wa mā ‘allamnāhusy-syi‘ra wa mā yambagī lah(ū), in huwa illā żikruw wa qur'ānum mubīn(un). Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain adalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan,(٧٠) لِّيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ
Liyunżira man kāna ḥayyan wa yaḥiqqal-qaulu ‘alal-kāfirīn(a). agar dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan agar pasti ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.(٧١) اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِّمَّا عَمِلَتْ اَيْدِيْنَآ اَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مٰلِكُوْنَ
Awalam yarau annā khalaqnā lahum mimmā ‘amilat aidīnā an‘āman fahum lahā mālikūn(a). Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya?(٧٢) وَذَلَّلْنٰهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ
Wa żallalnāhā lahum fa minhā rakūbuhum wa minhā ya'kulūn(a). Dan Kami menundukkannya (hewan-hewan itu) untuk mereka; lalu sebagiannya untuk menjadi tunggangan mereka dan sebagian untuk mereka makan.(٧٣) وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ
Wa lahum fīhā manāfi‘u wa masyārib(u), afalā yasykurūn(a). Dan mereka memperoleh berbagai manfaat dan minuman darinya. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?(٧٤) وَاتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنْصَرُوْنَ ۗ
Wattakhażū min dūnillāhi ālihatal la‘allahum yunṣarūn(a). Dan mereka mengambil sesembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.(٧٥) لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ نَصْرَهُمْۙ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُّحْضَرُوْنَ
Lā yastaṭī‘ūna naṣrahum, wa hum lahum jundum muḥḍarūn(a). Mereka (sesembahan itu) tidak dapat menolong mereka; padahal mereka itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga (sesembahan itu).(٧٦) فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ ۘاِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ
Falā yaḥzunka qauluhum, innā na‘lamu mā yusirrūna wa mā yu‘linūn(a). Maka jangan sampai ucapan mereka membuat engkau (Muhammad) bersedih hati. Sungguh, Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.(٧٧) اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ
Awalam yaral-insānu annā khalaqnāhu min nuṭfatin fa'iżā huwa khaṣīmum mubīn(un). Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, lalu tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata.(٧٨) وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ
Wa ḍaraba lanā maṡalaw wa nasiya khalqah(ū), qāla may yuḥyil-‘iẓāma wa hiya ramīm(un). Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?”(٧٩) قُلْ يُحْيِيْهَا الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ اَوَّلَ مَرَّةٍ ۗوَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيْمٌ ۙ
Qul yuḥyīhal-lażī ansya'ahā awwala marrah(tin), wa huwa bikulli khalqin ‘alīm(un). Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.(٨٠) ۨالَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًاۙ فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ
Allażī ja‘ala lakum minasy-syajaril-akhḍari nārā(n), fa'iżā antum minhu tūqidūn(a). yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”(٨١) اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْ ۗبَلٰى وَهُوَ الْخَلّٰقُ الْعَلِيْمُ
Awa laisal-lażī khalaqas-samāwāti wal-arḍa biqādirin ‘alā ay yakhluqa miṡlahum, balā wa huwal-khallāqul-‘alīm(u). Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu (jasad mereka yang sudah hancur itu)? Benar. Dan Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui.(٨٢) اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔا اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ
Innamā amruhū iżā arāda syai'an ay yaqūla lahū kun fa yakūn(u). Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.(٨٣) فَسُبْحٰنَ الَّذِيْ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Fa subḥānal-lażī biyadihī malakūtu kulli syai'iw wa ilaihi turja‘ūn(a). Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.