Panduan Terlengkap Sujud Sajadah

Ilustrasi seseorang sedang bersujud Ikon minimalis seseorang dalam posisi sujud menghadap ke kanan. Ilustrasi seseorang sedang melakukan sujud sajadah.

Pengertian dan Makna Sujud Sajadah

Sujud Sajadah, yang juga dikenal sebagai Sujud Tilawah, adalah sebuah sujud yang dilaksanakan ketika seseorang membaca atau mendengar ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur'an yang disebut sebagai "Ayat Sajadah". Ini bukanlah bagian dari rukun shalat wajib, melainkan sebuah amalan sunnah yang sangat dianjurkan sebagai bentuk penghormatan, ketundukan, dan pengagungan terhadap kebesaran Allah SWT yang tersirat dalam ayat-ayat tersebut.

Secara etimologis, "sajadah" berasal dari akar kata yang sama dengan "sujud", yaitu sajada-yasjudu-sujudan, yang berarti tunduk, patuh, dan meletakkan dahi ke tanah. Tindakan ini merupakan ekspresi puncak kerendahan hati seorang hamba di hadapan Sang Pencipta. Ketika kita menjatuhkan diri untuk bersujud setelah membaca firman-Nya, kita secara fisik dan spiritual mengakui bahwa tidak ada kekuatan dan keagungan yang melebihi kekuatan dan keagungan Allah. Ini adalah respons spontan dari jiwa yang beriman, sebuah pengakuan tanpa kata bahwa "aku mendengar dan aku patuh".

Hikmah di balik sujud ini sangatlah dalam. Ia menjadi pengingat instan akan posisi kita sebagai makhluk. Di tengah kesibukan duniawi yang seringkali membuat kita merasa tinggi dan mampu, sujud sajadah menarik kita kembali ke hakikat kehambaan. Ia memutus sejenak arogansi dan kesombongan, serta menumbuhkan benih-benih tawadhu' di dalam hati. Dalam riwayat disebutkan bahwa ketika seorang anak Adam melakukan sujud sajadah, setan akan menjauh sambil menangis dan berkata, "Celakalah aku! Ia diperintahkan untuk sujud, lalu ia sujud, maka baginya surga. Sedangkan aku diperintahkan untuk sujud, namun aku enggan, maka bagiku neraka." Hadis ini menunjukkan betapa bernilainya tindakan sederhana ini di sisi Allah dan betapa dibencinya oleh musuh manusia, yaitu setan.

Hukum Melaksanakan Sujud Sajadah

Mayoritas ulama (jumhur) dari mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum melaksanakan Sujud Sajadah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), baik bagi yang membaca maupun yang mendengarkan ayat sajadah. Pendapat ini didasarkan pada beberapa dalil, di antaranya adalah hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma:

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membaca Al-Qur'an di hadapan kami. Ketika melewati ayat sajadah, beliau bertakbir, lalu sujud. Maka kami pun ikut sujud bersamanya." (HR. Tirmidzi).

Selain itu, ada juga riwayat dari Zaid bin Tsabit yang menunjukkan bahwa sujud ini tidak bersifat wajib. Zaid berkata, "Aku pernah membacakan surat An-Najm di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau tidak melakukan sujud." (HR. Bukhari dan Muslim). Dua hadis ini, jika digabungkan, menunjukkan bahwa Nabi terkadang melakukannya dan terkadang tidak, yang mengindikasikan hukumnya adalah sunnah, bukan wajib.

Sementara itu, ulama dari mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukum Sujud Sajadah adalah wajib. Argumen mereka didasarkan pada bentuk perintah yang terkandung dalam beberapa ayat sajadah itu sendiri, seperti "Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)." (QS. An-Najm: 62). Menurut kaidah ushul fiqh mereka, setiap perintah pada dasarnya menunjukkan kewajiban selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat, semua ulama sepakat akan keutamaan dan pahala yang besar bagi orang yang melaksanakannya. Sikap yang paling baik adalah berusaha untuk senantiasa melakukannya setiap kali bertemu dengan ayat sajadah, sebagai wujud ketaatan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.

Bacaan Utama Sujud Sajadah

Doa atau bacaan yang paling umum dan shahih dibaca saat melakukan sujud sajadah didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh 'Aisyah radhiyallahu 'anha. Beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membaca doa berikut dalam sujudnya saat membaca Al-Qur'an (sujud tilawah):

سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِي خَلَقَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ، فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Sajada wajhiya lilladzī khalaqahū, wa syaqqa sam‘ahū wa basharahū, bihaulihī wa quwwatihī, fatabārakallāhu ahsanul khāliqīn.

Artinya: "Wajahku bersujud kepada Dzat yang menciptakannya, yang membukakan pendengaran dan penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya. Maka Maha Suci Allah, sebaik-baik pencipta." (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan An-Nasa'i).

Makna dari doa ini sangatlah mendalam. Ungkapan "wajahku bersujud" mewakili seluruh totalitas diri kita yang tunduk kepada Sang Pencipta. Kemudian, kita mengakui bahwa Allah-lah yang "menciptakannya" (khalaqahu), membentuknya, dan secara spesifik "membukakan pendengaran dan penglihatannya" (syaqqa sam'ahu wa basharahu). Ini adalah pengakuan bahwa kemampuan kita untuk mendengar kebenaran dan melihat tanda-tanda kebesaran-Nya semata-mata adalah anugerah dari Allah, yang terjadi "dengan daya dan kekuatan-Nya" (bihaulihi wa quwwatihi). Doa ini ditutup dengan pujian tertinggi, "Maka Maha Suci Allah, sebaik-baik pencipta," sebagai puncak pengagungan atas kesempurnaan ciptaan-Nya.

Variasi Bacaan Sujud Sajadah Lainnya

Selain bacaan utama di atas, terdapat beberapa riwayat lain yang menyebutkan doa-doa yang bisa dibaca saat sujud sajadah. Mengamalkan doa-doa ini juga baik untuk menambah kekhusyukan dan variasi dalam ibadah.

Bacaan Pertama

Doa ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, di mana seseorang datang kepada Nabi dan menceritakan mimpinya, kemudian Nabi menyarankannya membaca doa ini:

اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا، وَضَعْ عَنِّي بِهَا وِزْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا، وَتَقَبَّلْهَا مِنِّي كَمَا تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ

Allāhummaktub lī bihā ‘indaka ajran, wa dha‘ ‘annī bihā wizran, waj‘alhā lī ‘indaka dzukhran, wa taqabbalhā minnī kamā taqabbaltahā min ‘abdika dāwūda.

Artinya: "Ya Allah, catatlah untukku dengan sujud ini sebuah pahala di sisi-Mu, hapuskanlah dariku dengannya sebuah dosa, jadikanlah ia sebagai simpanan bagiku di sisi-Mu, dan terimalah ia dariku sebagaimana Engkau menerimanya dari hamba-Mu, Daud." (HR. Tirmidzi).

Doa ini berfokus pada permohonan pahala, ampunan dosa, dan harapan agar amalan ini menjadi bekal di akhirat kelak. Penyebutan Nabi Daud 'alaihissalam merujuk pada kisah sujudnya yang diabadikan dalam Al-Qur'an (Surat Shad ayat 24), yang menjadi teladan dalam hal bertaubat dan kembali kepada Allah.

Bacaan Kedua

Bacaan ini lebih singkat dan bersifat umum, dapat juga dibaca dalam sujud shalat biasa. Namun, sangat cocok untuk mengungkapkan pengagungan kepada Allah.

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى

Subhāna rabbiyal a‘lā.

Artinya: "Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi." (HR. Muslim).

Ini adalah bacaan tasbih standar dalam sujud. Meskipun sederhana, maknanya sangat agung. Dengan mengucapkannya, kita menyucikan Allah dari segala kekurangan dan menegaskan ketinggian-Nya yang mutlak di atas segala sesuatu.

Tata Cara Pelaksanaan Sujud Sajadah

Tata cara pelaksanaan Sujud Sajadah sedikit berbeda tergantung apakah ia dilakukan di dalam shalat atau di luar shalat.

1. Sujud Sajadah di Dalam Shalat

Ketika seorang imam atau orang yang shalat sendirian membaca salah satu dari ayat-ayat sajadah, berikut adalah langkah-langkah yang harus diikuti:

  1. Setelah selesai membaca ayat sajadah secara sempurna, ia langsung bertakbir (mengucapkan "Allahu Akbar") untuk turun sujud.
  2. Melakukan sujud sebanyak satu kali, sama seperti sujud dalam shalat biasa, dengan tujuh anggota tubuh menyentuh lantai (dahi dan hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung kaki).
  3. Saat sujud, membaca salah satu dari doa-doa sujud sajadah yang telah disebutkan di atas.
  4. Setelah selesai membaca doa, ia bertakbir lagi ("Allahu Akbar") untuk bangkit dari sujud dan kembali ke posisi berdiri.
  5. Ia kemudian melanjutkan bacaan beberapa ayat pendek dari surat yang sama (jika memungkinkan) sebelum rukuk, atau jika ayat sajadah tersebut berada di akhir surat, ia bisa langsung rukuk. Tidak ada duduk istirahat atau tasyahud setelah bangkit dari sujud ini.

Bagi makmum, ia wajib mengikuti imam. Jika imam melakukan sujud sajadah, makmum harus ikut sujud. Jika imam tidak melakukannya, makmum juga tidak boleh melakukannya sendiri.

2. Sujud Sajadah di Luar Shalat

Ketika seseorang membaca atau mendengar ayat sajadah di luar shalat (misalnya saat tadarus Al-Qur'an), tata caranya lebih fleksibel, namun tetap ada adab yang dianjurkan.

Perlu dicatat, ada juga pendapat lain yang lebih longgar, terutama dari sebagian ulama Hanbali, yang menyatakan bahwa sujud sajadah di luar shalat tidak disyaratkan harus berwudhu atau menghadap kiblat, karena ia lebih menyerupai dzikir daripada shalat. Namun, pendapat yang lebih hati-hati dan diikuti oleh mayoritas adalah tetap memenuhi syarat-syarat kesucian seperti shalat.

Ilustrasi Al-Qur'an terbuka Ikon buku Al-Qur'an yang terbuka, dengan tanda ayat sajadah di salah satu halamannya. ۩ Ilustrasi Al-Qur'an terbuka pada ayat sajadah.

Daftar 15 Ayat Sajadah dalam Al-Qur'an

Berdasarkan hadis dari 'Amr bin 'Ash, terdapat 15 ayat sajadah dalam Al-Qur'an. Berikut adalah daftar lengkap beserta teks Arab, terjemahan, dan sedikit penjelasan konteksnya.

1. Surat Al-A'raf, Ayat 206

إِنَّ الَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ ۩

Artinya: "Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud."

Ayat ini menutup surat Al-A'raf dengan gambaran para malaikat, makhluk yang paling dekat dengan Allah. Mereka digambarkan tidak memiliki kesombongan sedikit pun, senantiasa beribadah, bertasbih, dan bersujud. Dengan membaca ayat ini, kita diajak untuk meneladani ketaatan para malaikat dan merendahkan diri kita, karena jika makhluk semulia malaikat saja bersujud, apalagi kita sebagai manusia yang penuh dengan kekurangan.

2. Surat Ar-Ra'd, Ayat 15

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُم بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ ۩

Artinya: "Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari."

Ayat ini menegaskan universalitas ketundukan kepada Allah. Seluruh makhluk, baik di langit maupun di bumi, pada hakikatnya bersujud kepada-Nya. Orang beriman melakukannya dengan sukarela (thaw'an), sementara orang kafir atau bahkan benda mati tunduk pada hukum alam ciptaan-Nya secara terpaksa (karhan). Bahkan bayangan pun ikut bersujud, bergerak mengikuti aturan yang telah Allah tetapkan. Sujud kita adalah bentuk penyelarasan diri dengan seluruh alam semesta dalam ketaatan kepada Sang Pencipta.

3. Surat An-Nahl, Ayat 49-50

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِن دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ ۩ يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Artinya: "Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)."

Mirip dengan ayat sebelumnya, ayat ini kembali menekankan ketundukan total seluruh makhluk. Ia secara spesifik menyebut "makhluk melata" (dabbah) dan para malaikat. Karakteristik utama mereka adalah tidak sombong (la yastakbirun), dilandasi rasa takut (yakhafuna) dan ketaatan penuh (yaf'aluna ma yu'marun). Sujud kita di sini adalah ikrar untuk bergabung dalam barisan makhluk-makhluk yang taat dan jauh dari sifat sombong.

4. Surat Al-Isra', Ayat 107-109

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا ۚ إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِن قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا ۩ وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِن كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا

Artinya: "Katakanlah: 'Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah)'. Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: 'Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi'."

Ayat ini menggambarkan respons orang-orang yang berilmu (ahlul 'ilmi dari kalangan ahli kitab yang jujur) ketika mendengar Al-Qur'an. Ilmu mereka yang benar menuntun mereka pada kebenaran. Seketika mereka mendengar firman Allah, mereka langsung tersungkur sujud. Ini adalah sujud yang lahir dari ilmu dan keyakinan. Sujud kita setelah membaca ayat ini adalah bentuk harapan agar kita digolongkan sebagai orang yang ilmunya membawa pada ketundukan, bukan kesombongan.

5. Surat Maryam, Ayat 58

... إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا ۩

Artinya: "...Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis."

Konteks ayat ini adalah pujian Allah kepada para nabi dan orang-orang saleh. Karakteristik utama mereka adalah kelembutan hati. Ketika ayat-ayat Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) dibacakan, hati mereka luluh dan merespons dengan sujud yang diiringi tangisan (bukiyyan). Sujud ini adalah sujud kerinduan, cinta, dan rasa syukur yang mendalam atas kasih sayang Allah. Kita bersujud untuk meneladani kepekaan hati para nabi.

6. Surat Al-Hajj, Ayat 18

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِّنَ النَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ ... ۩

Artinya: "Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya..."

Ini adalah ayat yang paling eksplisit dalam menyebutkan berbagai makhluk yang bersujud. Matahari, bulan, gunung, pohon, semuanya tunduk pada kehendak Allah. Manusia kemudian dibagi dua: "sebagian besar" yang ikut bersujud (secara sukarela), dan "banyak" yang enggan sehingga pantas mendapat azab. Sujud kita setelah ayat ini adalah sebuah deklarasi, "Ya Allah, masukkanlah aku ke dalam golongan 'sebagian besar' yang bersujud kepada-Mu, bukan golongan yang pantas mendapat azab."

7. Surat Al-Hajj, Ayat 77

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ۩

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan."

Ayat ini adalah perintah langsung kepada orang-orang beriman. "Sujudlah!" adalah seruan yang jelas. Perintah ini digandengkan dengan perintah rukuk, menyembah Tuhan, dan berbuat baik, yang semuanya merupakan jalan menuju kemenangan (keflihun). Sujud kita di sini adalah respons langsung atas panggilan Allah, sebuah bentuk ketaatan tanpa syarat atas perintah-Nya. Ini adalah satu-satunya ayat sajadah dalam Surat Al-Hajj menurut mazhab Syafi'i dan Hanbali, yang menjadikannya ayat kedua di surat ini.

8. Surat Al-Furqan, Ayat 60

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَٰنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَٰنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا ۩

Artinya: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang', mereka menjawab: 'Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya)?' dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari kebenaran)."

Ayat ini menggambarkan keangkuhan orang-orang kafir. Ketika diajak bersujud kepada Ar-Rahman, mereka justru menolak dengan sombong dan pertanyaan yang meremehkan. Sujud kita setelah membaca ayat ini adalah tindakan antitesis dari kesombongan mereka. Kita bersujud untuk menunjukkan, "Ya Allah, kami tidak seperti mereka. Kami mendengar seruan untuk bersujud kepada-Mu, Ar-Rahman, dan kami patuh dengan sepenuh hati."

9. Surat An-Naml, Ayat 25-26

أَلَّا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ ۩ اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Artinya: "Mengapa mereka tidak mau sujud kepada Allah yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan? Allah, tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan Yang mempunyai 'Arsy yang besar."

Ayat ini merupakan bagian dari kisah Nabi Sulaiman dan burung Hud-hud yang melaporkan tentang Ratu Balqis dan kaumnya yang menyembah matahari. Burung Hud-hud heran mengapa mereka tidak bersujud kepada Allah yang Maha Mengetahui segalanya. Sujud kita di sini adalah pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, bukan matahari atau makhluk lainnya, karena Dia-lah Tuhan Pemilik 'Arsy yang Agung.

10. Surat As-Sajdah, Ayat 15

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ ۩

Artinya: "Sesungguhnya orang yang benar-benar beriman kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengannya (ayat-ayat itu), mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Tuhannya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong."

Surat ini dinamakan "As-Sajdah" karena ayat ini. Ia mendefinisikan ciri orang beriman sejati. Tanda keimanan mereka adalah respons fisik dan spiritual yang langsung: mereka tersungkur sujud (kharru sujjadan), bertasbih, memuji Allah, dan tidak sombong. Sujud kita adalah upaya untuk membuktikan keimanan kita dan memohon kepada Allah agar kita memiliki sifat-sifat mulia tersebut.

11. Surat Shad, Ayat 24

... وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ ۩

Artinya: "...Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat."

Ayat ini mengisahkan tentang Nabi Daud 'alaihissalam yang menyadari kesalahannya dalam sebuah keputusan. Respons beliau bukanlah mencari pembenaran, melainkan langsung memohon ampun dan "menyungkur sujud" (kharra raki'an wa anaba - diartikan sebagai sujud taubat). Sujud ini disebut "Sujud Syukur" atau "Sujud Taubat", dan kita melakukannya untuk meneladani sikap kesatria Nabi Daud dalam mengakui kesalahan dan segera kembali kepada Allah.

12. Surat Fussilat, Ayat 37-38

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُdُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ ۩

Artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah."

Ini adalah ayat tauhid yang sangat kuat. Allah mengingatkan bahwa matahari dan bulan, betapapun agungnya, hanyalah makhluk. Larangan bersujud kepada mereka diikuti dengan perintah tegas untuk bersujud hanya kepada Pencipta mereka. Sujud kita di sini adalah deklarasi tauhid yang murni, bahwa ibadah dan ketundukan kita hanya untuk Allah semata, bukan kepada ciptaan-Nya.

13. Surat An-Najm, Ayat 62

فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا ۩

Artinya: "Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)."

Ayat ini adalah puncak dan penutup dari surat An-Najm. Setelah memaparkan berbagai kebenaran tentang wahyu dan kekuasaan Allah, surat ini diakhiri dengan sebuah perintah yang lugas dan tidak bisa ditawar: "Sujudlah! dan Sembahlah!". Ini adalah ayat sajadah pertama yang diturunkan, dan diriwayatkan bahwa ketika Nabi membacanya, semua yang hadir, baik muslim maupun musyrik, ikut bersujud karena begitu kuatnya pengaruh ayat ini. Sujud kita adalah kepatuhan atas perintah pamungkas ini.

14. Surat Al-Insyiqaq, Ayat 20-21

فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ ۩ وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ

Artinya: "Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak mau bersujud."

Ayat ini berisi keheranan dan celaan terhadap orang-orang kafir. Setelah semua bukti kebenaran Al-Qur'an dipaparkan, mengapa mereka tetap tidak beriman dan tidak mau sujud saat Al-Qur'an dibacakan? Sujud kita setelah membaca ayat ini adalah jawaban praktis atas pertanyaan tersebut. Seolah-olah kita berkata, "Ya Allah, kami tidak termasuk golongan yang Engkau cela. Kami mendengar Al-Qur'an dan kami bersujud."

15. Surat Al-'Alaq, Ayat 19

كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِب ۩

Artinya: "Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)."

Ayat terakhir dari surat pertama yang turun ini adalah perintah kepada Nabi Muhammad (dan kita semua) untuk tidak mematuhi Abu Jahal yang melarangnya shalat. Sebagai gantinya, Allah memerintahkan, "Sujudlah dan dekatkanlah dirimu!". Sujud adalah sarana untuk mendekatkan diri (iqtarib) kepada Allah. Ini adalah penegasan bahwa tidak ada ancaman atau larangan dari makhluk yang boleh menghalangi kita dari bersujud kepada Sang Khaliq. Sujud kita adalah manifestasi keberanian dan keinginan untuk selalu dekat dengan Allah.

Kesimpulan: Manifestasi Tertinggi Kehambaan

Sujud sajadah adalah ibadah yang indah dan penuh makna. Dari bacaan sujud sajadah yang kita lafalkan, kita mengakui keagungan penciptaan Allah. Melalui tata caranya, kita belajar disiplin dan mengikuti sunnah. Dan dengan merenungi setiap ayat sajadah, kita menyelami berbagai aspek keimanan: dari meneladani malaikat, mengakui universalitas kekuasaan Allah, mencontoh ketaatan para nabi, hingga mendeklarasikan tauhid yang murni.

Ini adalah lebih dari sekadar gerakan fisik. Ia adalah respons jiwa yang bergetar saat mendengar kalam ilahi, sebuah pengakuan tulus akan kelemahan diri di hadapan kekuatan-Nya, dan merupakan langkah nyata untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Semoga kita senantiasa dimudahkan untuk mengamalkannya dengan penuh kekhusyukan dan pemahaman.

🏠 Kembali ke Homepage