Membedah Makna dan Hikmah Bacaan Salam Penutup Shalat
Shalat, sebagai tiang agama dan pilar kedua dalam rukun Islam, merupakan sebuah perjalanan spiritual yang khusyuk. Setiap gerakan dan ucapan di dalamnya memiliki makna yang sangat dalam, dirangkai secara sempurna dari takbiratul ihram hingga salam. Salam, yang menjadi penanda berakhirnya shalat, seringkali dilakukan secara rutin tanpa perenungan yang mendalam. Padahal, di balik ucapan "Assalāmu ‘alaikum wa rahmatullāh" yang singkat itu, tersimpan lautan hikmah, doa, dan filosofi yang agung. Artikel ini akan mengupas secara tuntas dan mendalam mengenai bacaan salam dalam shalat, dari lafadznya, hukumnya, tata caranya, hingga rahasia-rahasia spiritual yang terkandung di dalamnya.
Lafadz Salam dan Terjemahan Rinci
Lafadz salam yang menjadi rukun dalam shalat adalah ucapan yang diucapkan sambil menoleh ke kanan. Bacaan minimal yang disepakati oleh para ulama adalah:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
(Assalāmu ‘alaikum wa rahmatullāh)
Artinya: "Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah atas kalian."
Terdapat pula versi yang lebih lengkap dan dianjurkan (sunnah) untuk diucapkan, terutama pada salam yang pertama (ke kanan):
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
(Assalāmu ‘alaikum wa rahmatullāhi wa barakātuh)
Artinya: "Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan-Nya tercurah atas kalian."
Untuk memahami kedalaman maknanya, mari kita bedah setiap kata dalam lafadz tersebut:
- As-Salām (السَّلَامُ): Kata ini sering diterjemahkan sebagai "keselamatan" atau "kedamaian". Namun, akarnya dalam bahasa Arab jauh lebih kaya. "Salām" berasal dari akar kata S-L-M yang berarti utuh, tidak bercacat, selamat dari segala keburukan dan aib. Lebih dari itu, "As-Salām" adalah salah satu dari Asma'ul Husna, nama-nama Allah yang Maha Indah. Allah adalah As-Salām, sumber dari segala kedamaian dan keselamatan. Ketika kita mengucapkan "As-Salām", kita tidak hanya mendoakan kedamaian, tetapi kita juga memohon perlindungan dari sumber kedamaian itu sendiri, yaitu Allah SWT. Ini adalah doa agar terhindar dari segala mara bahaya, baik di dunia maupun di akhirat; selamat dari penyakit, kemiskinan, fitnah, dan azab neraka.
- ‘Alaikum (عَلَيْكُمْ): Ini adalah kata ganti orang kedua jamak, yang berarti "atas kalian". Pertanyaannya, siapa "kalian" yang kita sapa? Para ulama menjelaskan bahwa sapaan ini ditujukan kepada beberapa pihak sekaligus. Pertama, kepada para malaikat pencatat amal (Raqib dan ‘Atid) yang berada di kanan dan kiri kita. Ini adalah bentuk penghormatan dan pengakuan atas keberadaan mereka. Kedua, kepada sesama Muslim yang shalat berjamaah di samping kita. Ini memperkuat ikatan ukhuwah Islamiyah. Ketiga, bahkan saat shalat sendirian, sapaan ini ditujukan kepada seluruh kaum Muslimin dan jin Muslim di seluruh dunia. Ini adalah doa universal yang melintasi batas ruang dan waktu, menghubungkan seorang hamba dengan seluruh umat.
- Wa (وَ): Kata sambung yang sederhana ini berarti "dan". Fungsinya adalah untuk menghubungkan doa yang satu dengan doa berikutnya, menunjukkan bahwa kita tidak hanya memohon satu kebaikan, tetapi rangkaian kebaikan yang berkelanjutan.
- Rahmatullāh (رَحْمَةُ اللهِ): Berarti "rahmat Allah". Rahmat adalah kasih sayang, belas kasihan, dan anugerah Allah yang tak terhingga. Jika "Salām" adalah doa untuk perlindungan dari keburukan, maka "Rahmat" adalah doa untuk mendapatkan segala bentuk kebaikan. Ini mencakup ampunan atas dosa, petunjuk ke jalan yang lurus, rezeki yang halal, kesehatan, dan surga-Nya kelak. Memohon rahmat Allah adalah mengakui kelemahan diri dan kebergantungan total kita kepada-Nya.
- Wa Barakātuh (وَبَرَكَاتُهُ): Berarti "dan keberkahan-Nya". Barakah atau berkah adalah konsep yang sangat penting dalam Islam. Ia berarti "bertambahnya kebaikan yang bersumber dari Allah secara terus-menerus". Keberkahan bukanlah tentang kuantitas, melainkan kualitas dan nilai tambah ilahiah. Waktu yang berkah adalah waktu yang sedikit namun bisa digunakan untuk banyak kebaikan. Harta yang berkah adalah harta yang sedikit namun mencukupi dan mendatangkan ketenangan. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang sedikit namun bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan menambahkan "wa barakātuh", kita menyempurnakan doa penutup shalat, memohon agar segala keselamatan dan rahmat yang kita terima senantiasa bertumbuh dan membawa kebaikan yang melimpah.
Kedudukan Salam dalam Struktur Shalat
Salam bukanlah sekadar ucapan penutup biasa. Ia memiliki kedudukan hukum yang sangat fundamental dalam shalat. Para ulama dari empat mazhab besar sepakat bahwa salam memiliki status sebagai berikut:
1. Salam Pertama (ke Kanan) adalah Rukun Shalat
Rukun adalah pilar atau bagian inti dari suatu ibadah yang jika ditinggalkan, sengaja maupun tidak, maka ibadah tersebut menjadi tidak sah dan harus diulang. Seluruh mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa mengucapkan salam pertama sambil menoleh ke kanan adalah rukun shalat. Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad SAW:
"Kunci shalat adalah bersuci (thaharah), yang mengharamkannya (dari perbuatan lain) adalah takbir, dan yang menghalalkannya (dari larangan selama shalat) adalah taslim (salam)." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
Hadits ini dengan jelas menyatakan bahwa "taslim" atau salam adalah elemen yang mengakhiri keadaan ihram dalam shalat, yaitu keadaan di mana seseorang terikat dengan aturan-aturan khusus shalat (seperti tidak boleh makan, minum, atau berbicara). Tanpa salam pertama, seseorang dianggap belum keluar dari shalatnya secara sah, sehingga shalatnya batal.
2. Status Hukum Salam Kedua (ke Kiri)
Mengenai salam kedua yang diucapkan sambil menoleh ke kiri, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama:
-
Jumhur (Mayoritas) Ulama (Syafi'i, Hanbali, dan sebagian Maliki): Berpendapat bahwa salam kedua hukumnya adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Mengerjakannya akan mendapatkan pahala yang besar dan menyempurnakan shalat, namun jika ditinggalkan, shalatnya tetap sah. Dalil mereka adalah praktik Nabi Muhammad SAW yang hampir selalu melakukan dua kali salam. Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata:
Praktik konsisten dari Nabi ini menunjukkan betapa pentingnya salam kedua, meskipun tidak sampai pada tingkat wajib."Aku melihat Nabi SAW melakukan salam ke kanan hingga terlihat putih pipinya, dan ke kiri hingga terlihat putih pipinya." (HR. Muslim)
- Mazhab Hanafi dan sebagian Maliki: Berpendapat bahwa salam kedua hukumnya wajib, namun bukan rukun. Perbedaannya adalah, jika rukun ditinggalkan maka shalat batal, sedangkan jika wajib ditinggalkan (karena lupa), shalatnya tetap sah namun harus ditambal dengan sujud sahwi. Namun, jika ditinggalkan dengan sengaja, shalatnya bisa menjadi tidak sah menurut sebagian ulama di mazhab ini. Pendapat ini juga didasarkan pada konsistensi perbuatan Nabi.
- Pendapat dalam Mazhab Maliki: Terdapat riwayat yang menyebutkan bahwa salam kedua adalah sunnah bagi makmum, namun tidak bagi imam atau orang yang shalat sendirian. Namun, pendapat yang lebih kuat dalam mazhab ini adalah sunnah bagi semuanya.
Kesimpulannya, untuk kehati-hatian dan untuk meneladani Rasulullah SAW secara sempurna, sangat dianjurkan untuk selalu melaksanakan dua kali salam, ke kanan dan ke kiri, dalam setiap shalat fardhu maupun sunnah.
Tata Cara Pelaksanaan Salam yang Sempurna
Melaksanakan salam bukan hanya sekadar mengucapkan lafadznya. Ada adab dan tata cara yang perlu diperhatikan agar sesuai dengan tuntunan sunnah dan mencapai kesempurnaan. Berikut adalah rincian tata cara pelaksanaan salam:
1. Posisi Tubuh dan Kepala
Posisi tubuh tetap dalam keadaan duduk tasyahud akhir (bisa tawarruk atau iftirasy tergantung jenis shalatnya). Badan tetap menghadap kiblat. Yang bergerak hanyalah kepala dan leher. Gerakan dimulai dengan niat di dalam hati untuk mengakhiri shalat dan menebar salam.
2. Gerakan Menoleh ke Kanan (Salam Pertama)
- Mulailah menolehkan kepala ke arah kanan secara perlahan dan khusyuk.
- Gerakan menoleh ini dianjurkan cukup jauh hingga pipi kanan dapat terlihat jelas oleh orang yang berada di shaf belakang. Ini didasarkan pada hadits yang telah disebutkan sebelumnya.
- Saat kepala mulai bergerak menoleh, mulailah mengucapkan lafadz "Assalāmu ‘alaikum wa rahmatullāh". Sebagian ulama berpendapat ucapan dimulai saat wajah masih sedikit menghadap ke depan dan diakhiri saat wajah sudah sepenuhnya menoleh ke kanan. Ini membantu menjaga kekhusyukan dan kesinambungan gerakan dengan ucapan.
- Pandangan mata mengikuti arah kepala, yaitu ke arah bahu kanan.
3. Gerakan Menoleh ke Kiri (Salam Kedua)
- Setelah selesai salam pertama, kembalikan kepala ke posisi lurus menghadap kiblat sejenak.
- Kemudian, mulailah menolehkan kepala ke arah kiri dengan cara yang sama seperti ke kanan.
- Gerakan menoleh juga dianjurkan hingga pipi kiri dapat terlihat oleh orang di belakang.
- Ucapkan lafadz salam yang sama, "Assalāmu ‘alaikum wa rahmatullāh". Lafadz salam kedua menurut mayoritas ulama cukup dengan bacaan standar, tanpa "wa barakātuh", meskipun tidak dilarang jika ingin membacanya.
- Pandangan mata juga mengikuti arah kepala, yaitu ke arah bahu kiri.
4. Niat Saat Mengucapkan Salam
Niat adalah ruh dari setiap amalan. Saat mengucapkan salam, seorang Muslim dianjurkan untuk menghadirkan beberapa niat di dalam hatinya:
- Niat untuk keluar dari shalat. Ini adalah niat utama yang menjadikan salam sebagai penanda berakhirnya ibadah.
- Niat memberi salam kepada malaikat. Secara spesifik, malaikat Raqib dan ‘Atid serta malaikat Hafazhah (penjaga) yang menyertai kita.
- Niat memberi salam kepada sesama jamaah. Jika shalat berjamaah, niatkan salam untuk imam (jika di posisi makmum) dan seluruh jamaah di sebelah kanan dan kiri.
- Niat memberi salam kepada seluruh kaum Muslimin. Ini adalah niat yang bersifat universal, mendoakan keselamatan bagi seluruh saudara seiman di mana pun mereka berada.
Hikmah Filosofis dan Spiritualitas di Balik Salam
Gerakan dan ucapan salam bukanlah ritual kosong. Ia sarat dengan hikmah dan pesan-pesan mendalam yang jika direnungkan akan meningkatkan kualitas shalat dan kehidupan seorang Muslim.
1. Transisi dari Habluminallah ke Habluminannas
Shalat adalah puncak interaksi vertikal seorang hamba dengan Tuhannya (Habluminallah). Selama shalat, kita fokus sepenuhnya kepada Allah. Salam adalah gerbang transisi yang lembut untuk kembali ke interaksi horizontal dengan sesama makhluk (Habluminannas). Pesan pertamanya adalah: mulailah interaksimu dengan sesama dengan menebarkan kedamaian (salam). Energi positif, ketenangan, dan rahmat yang didapat dari "berdialog" dengan Allah harus segera diwujudkan dalam bentuk nyata kepada lingkungan sekitar, dimulai dengan doa keselamatan.
2. Manifesto Seorang Muslim sebagai Agen Perdamaian
Seorang Muslim mengakhiri ibadah utamanya sebanyak lima kali sehari dengan deklarasi damai. Menoleh ke kanan dan ke kiri sambil mengucapkan "Semoga keselamatan atas kalian" adalah sebuah ikrar. Ikrar bahwa "wahai semua yang ada di sekitarku, dari lisanku dan perbuatanku, kalian akan aman dan damai." Ini adalah latihan harian untuk menjadi pribadi yang tidak menyakiti, tidak mengganggu, dan justru menjadi sumber ketenangan bagi orang lain, sejalan dengan sabda Nabi: "Seorang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya."
3. Pengingat akan Pengawasan Malaikat
Menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memberi salam kepada malaikat adalah pengingat konstan bahwa setiap gerak-gerik dan ucapan kita selalu berada dalam pengawasan dan pencatatan. Ini menumbuhkan sifat muraqabah, yaitu perasaan selalu diawasi oleh Allah dan para malaikat-Nya. Kesadaran ini akan mendorong seseorang untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhi kemaksiatan, baik di dalam maupun di luar shalat.
4. Simbol Keseimbangan Hidup
Gerakan menoleh ke kanan dan ke kiri juga dapat dimaknai sebagai simbol keseimbangan. Kanan seringkali melambangkan kebaikan, akhirat, dan hal-hal yang bersifat ukhrawi. Kiri melambangkan urusan duniawi. Salam mengajarkan bahwa setelah kita menyelesaikan urusan akhirat (shalat), kita harus kembali menata urusan dunia kita dengan membawa serta nilai-nilai kedamaian dan rahmat. Keseimbangan antara mengejar akhirat dan mengelola dunia dengan baik adalah inti dari ajaran Islam.
5. Akhir yang Indah dari Sebuah Perjalanan Spiritual
Setiap pertemuan yang indah layak diakhiri dengan perpisahan yang manis. Shalat adalah mi'raj seorang mukmin, sebuah pertemuan agung dengan Sang Pencipta. Mengakhirinya dengan doa keselamatan dan rahmat adalah cara terbaik untuk menutup audiensi tersebut. Ini seperti seorang tamu yang setelah dijamu dengan luar biasa oleh tuan rumah, ia pamit dengan mengucapkan terima kasih dan doa terbaik bagi sang tuan rumah dan seisi rumahnya. Dalam konteks shalat, kita "bertamu" di hadirat Allah, dan kita pamit dengan mendoakan kebaikan bagi para malaikat-Nya dan sesama hamba-Nya.
Kesalahan-Kesalahan Umum yang Perlu Dihindari
Dalam praktik sehari-hari, terdapat beberapa kesalahan umum yang sering terjadi saat melakukan salam. Mengetahui dan menghindarinya akan menyempurnakan shalat kita:
- Terlalu Cepat dan Tidak Jelas: Mengucapkan salam dengan terburu-buru hingga lafadznya tidak jelas atau tidak sempurna. Setiap huruf dalam "Assalāmu ‘alaikum wa rahmatullāh" harus diucapkan dengan tartil dan jelas.
- Gerakan Kepala yang Tidak Sempurna: Hanya menganggukkan kepala sedikit ke kanan dan ke kiri tanpa menoleh secara sungguh-sungguh. Sunnahnya adalah menoleh hingga pipi terlihat dari belakang.
- Menggerakkan Badan atau Tangan: Sebagian orang tanpa sadar ikut menggerakkan bahu, badan, atau bahkan mengangkat tangan saat salam. Yang disunnahkan bergerak hanyalah kepala dan leher.
- Mendahului Imam dalam Shalat Berjamaah: Makmum tidak boleh mengucapkan salam sebelum imam selesai mengucapkan salam pertamanya secara sempurna (terdengar huruf "h" terakhir dari "rahmatullāh").
- Mengucapkan "Wa ‘alaikumussalām": Ini adalah jawaban salam, bukan lafadz untuk mengakhiri shalat. Bacaan yang benar tetap "Assalāmu ‘alaikum...".
- Menambahkan Ucapan yang Tidak Ada Tuntunannya: Setelah salam, beberapa orang langsung menambahkan ucapan-ucapan lain yang tidak dicontohkan sebelum menyelesaikan gerakan salam kedua. Sebaiknya, selesaikan rukun dan sunnah salam terlebih dahulu, baru kemudian berdzikir.
Kesimpulan
Bacaan salam dalam shalat adalah sebuah penutup yang agung, bukan sekadar formalitas. Ia adalah rukun yang menentukan sah atau tidaknya shalat. Di dalamnya terkandung doa yang komprehensif: permohonan keselamatan dari segala keburukan (As-Salām), permohonan curahan kasih sayang dan kebaikan (Rahmatullāh), serta permohonan pertumbuhan kebaikan yang tiada henti (Barakātuh). Gerakannya yang menoleh ke kanan dan ke kiri adalah simbol penyebaran damai, pengingat akan pengawasan malaikat, dan ikrar untuk menjadi pribadi yang membawa manfaat bagi sekitar.
Dengan memahami setiap detail dari lafadz, hukum, tata cara, dan hikmah di balik salam, kita dapat mengubah sebuah rutinitas menjadi momen perenungan yang mendalam. Shalat kita tidak lagi berakhir begitu saja, tetapi berakhir dengan sebuah komitmen baru: membawa pesan damai, rahmat, dan berkah yang baru saja kita dapatkan dari shalat untuk diwujudkan dalam setiap langkah kehidupan kita di luar sana. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk dapat melaksanakan shalat dengan sempurna dan menghayati setiap maknanya.