Memaknai Bacaan Duduk Diantara Dua Sujud Sesuai Sunnah

Shalat adalah tiang agama, sebuah pilar fundamental dalam kehidupan seorang muslim. Ia bukan sekadar rangkaian gerakan dan ucapan rutin, melainkan sebuah dialog agung antara hamba dengan Sang Pencipta. Setiap gerak, setiap lafaz, memiliki makna dan hikmah yang mendalam. Salah satu rukun shalat yang seringkali terlewatkan kekhusyu'annya adalah duduk diantara dua sujud. Momen ini, meski singkat, sejatinya adalah waktu mustajab yang dipenuhi permohonan paling esensial dalam kehidupan manusia.

Banyak di antara kita mungkin melakukannya dengan tergesa-gesa, sekadar jeda sebelum kembali bersujud. Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perhatian khusus pada rukun ini, mengajarkan kita sebuah doa yang sarat makna. Memahami dan meresapi bacaan duduk diantara dua sujud sesuai sunnah adalah kunci untuk meningkatkan kualitas shalat dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Artikel ini akan mengupas tuntas bacaan tersebut, menyingkap lapisan-lapisan maknanya, serta menekankan pentingnya tuma'ninah dalam melaksanakannya.

Ilustrasi posisi duduk diantara dua sujud Garis sederhana menggambarkan siluet seseorang dalam posisi duduk iftirasy saat shalat.
Ilustrasi posisi duduk diantara dua sujud dalam shalat.

Bacaan Utama dan Paling Populer

Bacaan yang paling umum dan dihafal oleh mayoritas kaum muslimin didasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. Beliau meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca doa berikut saat duduk di antara dua sujud:

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافِنِي، وَاعْفُ عَنِّي

"Robbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa’nii, warzuqnii, wahdinii, wa ‘aafinii, wa’fu ‘annii."

Artinya: “Ya Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, sehatkanlah aku, dan maafkanlah aku.”

Doa ini adalah sebuah paket permohonan yang luar biasa lengkap. Mencakup segala aspek kebutuhan manusia, baik untuk urusan dunia maupun akhirat. Permohonan ini diajukan dalam posisi yang sangat rendah hati, setelah kita meletakkan bagian tubuh termulia (wajah) di tempat terendah (lantai) saat sujud, lalu bangkit sejenak untuk memohon sebelum kembali bersujud. Ini adalah simbol bahwa setinggi apapun pencapaian kita, kita akan selalu kembali pada posisi sebagai hamba yang fakir dan sangat membutuhkan pertolongan Allah.

Makna Mendalam di Balik Setiap Permohonan

Untuk benar-benar menghayati doa ini, mari kita bedah satu per satu dari delapan permohonan agung yang terkandung di dalamnya. Memahami maknanya akan mengubah cara kita melafalkannya, dari sekadar ucapan di lisan menjadi getaran permohonan dari lubuk hati yang paling dalam.

1. Robbighfirlii (رَبِّ اغْفِرْ لِي) – Ya Tuhanku, Ampunilah Aku

Permohonan ini diletakkan di urutan pertama, dan ini bukanlah suatu kebetulan. Dosa adalah penghalang terbesar antara seorang hamba dengan Tuhannya. Dosa mengeraskan hati, menggelapkan jiwa, menghalangi turunnya rahmat, dan menjadi penyebab berbagai musibah. Sebelum meminta yang lain, kita memohon ampunan terlebih dahulu. Ini adalah adab seorang hamba yang menyadari kekurangannya.

Kata "ghafara" dalam bahasa Arab memiliki arti dasar "menutupi". Saat kita memohon maghfirah (ampunan), kita sejatinya meminta Allah untuk menutupi aib dan dosa-dosa kita, baik di dunia maupun di akhirat. Kita meminta agar dosa itu tidak diperlihatkan kepada makhluk lain, dan yang lebih penting, agar kita diselamatkan dari konsekuensi buruknya di hari perhitungan. Ini adalah pengakuan total atas kelemahan diri, bahwa kita adalah makhluk yang tidak luput dari salah dan khilaf setiap saat.

2. Warhamnii (وَارْحَمْنِي) – Dan Rahmatilah Aku

Setelah memohon ampunan, kita meminta rahmat. Rahmat (kasih sayang) Allah adalah kunci segala kebaikan. Seseorang tidak akan bisa masuk surga hanya karena amalnya, melainkan karena limpahan rahmat dari Allah. Rahmat Allah meliputi segala sesuatu. Dengan rahmat-Nya, kita diberi taufik untuk beribadah. Dengan rahmat-Nya, kita diberi kesehatan. Dengan rahmat-Nya, kita diberi keluarga yang harmonis. Dengan rahmat-Nya, kita dijauhkan dari bencana.

Meminta rahmat adalah pengakuan bahwa setiap detik kehidupan kita, setiap tarikan napas, setiap detak jantung, adalah berkat kasih sayang-Nya. Tanpa rahmat-Nya, kita tidak akan memiliki apa-apa dan tidak akan bisa melakukan apa-apa. Ini adalah permohonan agar Allah senantiasa mencurahkan kasih sayang-Nya kepada kita dalam setiap urusan, baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari.

3. Wajburnii (وَاجْبُرْنِي) – Dan Cukupkanlah/Tutupilah Kekuranganku

Kata "jabr" memiliki makna yang sangat kaya. Ia bisa berarti "memperbaiki sesuatu yang rusak", "menambal sesuatu yang kurang", atau "memaksa". Dalam konteks doa ini, "wajburnii" adalah permohonan kepada Allah, Sang Al-Jabbar, untuk memperbaiki segala kerusakan dalam diri dan kehidupan kita. Kita meminta-Nya untuk menutupi segala kekurangan kita, baik dalam hal ibadah, akhlak, finansial, maupun emosional.

Saat hati kita hancur karena kesedihan, kita memohon agar Allah "menambalnya". Saat ibadah kita banyak kurangnya, kita memohon agar Allah menyempurnakannya. Saat kita merasa lemah dan tidak berdaya, kita memohon agar Allah menguatkan kita. Ini adalah doa bagi jiwa-jiwa yang rapuh, hati-hati yang patah, dan hamba-hamba yang menyadari betapa banyak celah dan kekurangan dalam dirinya. Kita menyerahkan segala "kerusakan" kita kepada Sang Maha Memperbaiki.

4. Warfa'nii (وَارْفَعْنِي) – Dan Angkatlah Derajatku

Setiap manusia memiliki keinginan untuk dihormati dan memiliki kedudukan yang mulia. Islam mengarahkan keinginan fitrah ini ke jalan yang benar. Kita memohon kepada Allah untuk mengangkat derajat kita, bukan semata-mata di mata manusia, tetapi yang terpenting adalah di sisi-Nya. Derajat yang tinggi di sisi Allah adalah derajat ketakwaan, ilmu yang bermanfaat, dan amal shalih.

Permohonan ini juga mencakup urusan dunia. Kita meminta agar diangkat dari kehinaan, kebodohan, dan kemiskinan. Kita memohon agar diberi kedudukan yang terhormat yang bisa kita gunakan untuk menyebarkan kebaikan dan menolong sesama. Namun, puncak dari permohonan ini adalah agar Allah mengangkat derajat kita di surga kelak, menempatkan kita bersama para nabi, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang shalih.

5. Warzuqnii (وَارْزُقْنِي) – Dan Berilah Aku Rezeki

Rezeki seringkali dipersempit maknanya hanya sebatas harta dan materi. Padahal, konsep rezeki dalam Islam sangatlah luas. Rezeki adalah segala karunia yang bermanfaat dari Allah. Kesehatan adalah rezeki. Ilmu adalah rezeki. Keluarga yang sakinah adalah rezeki. Teman yang shalih adalah rezeki. Waktu luang adalah rezeki. Rasa aman adalah rezeki. Dan puncak dari segala rezeki adalah iman dan hidayah.

Ketika kita mengucapkan "warzuqnii", kita seharusnya membuka cakrawala pikiran kita seluas-luasnya. Kita memohon kepada Allah rezeki yang halal, baik, dan berkah. Kita juga memohon rezeki non-materi yang seringkali lebih berharga: hati yang qana'ah (merasa cukup), lisan yang senantiasa berdzikir, dan kesempatan untuk terus berbuat baik hingga akhir hayat. Ini adalah permohonan agar Allah mencukupi segala kebutuhan kita, lahir dan batin.

6. Wahdinii (وَاهْدِنِي) – Dan Berilah Aku Petunjuk

Inilah permohonan yang paling vital dan kita ulang-ulang setidaknya 17 kali setiap hari dalam Surah Al-Fatihah. Hidayah atau petunjuk adalah aset paling berharga seorang hamba. Tanpa hidayah, seseorang akan tersesat, sebanyak apapun harta atau setinggi apapun ilmunya. Hidayah adalah cahaya dari Allah yang membimbing kita untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang bermanfaat dan mana yang mudharat.

Permohonan "wahdinii" mencakup dua jenis hidayah. Pertama, hidayah berupa ilmu (petunjuk kepada kebenaran). Kedua, hidayah berupa taufik (kemampuan dan kemauan untuk mengamalkan kebenaran tersebut). Kita meminta agar selalu dibimbing di atas jalan yang lurus (shiratal mustaqim) dalam setiap pilihan hidup, dalam setiap perkataan, dan dalam setiap perbuatan. Kita memohon agar hati kita ditetapkan di atas kebenaran hingga ajal menjemput.

7. Wa 'Aafinii (وَعَافِنِي) – Dan Sehatkanlah/Selamatkanlah Aku

Kata 'aafiyah memiliki makna yang sangat komprehensif. Ia berarti kesehatan, keselamatan, dan perlindungan dari segala hal yang buruk. Permohonan ini mencakup permintaan kesehatan fisik dari segala penyakit dan permintaan kesehatan rohani dari penyakit hati seperti iri, dengki, sombong, dan riya'.

Lebih dari itu, 'aafiyah juga berarti keselamatan dari berbagai fitnah dan musibah, baik yang berkaitan dengan urusan agama maupun dunia. Kita memohon agar diselamatkan dari ujian yang tidak mampu kita pikul, dilindungi dari kejahatan makhluk, dan dijauhkan dari segala bala. Nikmat 'aafiyah adalah salah satu nikmat terbesar setelah nikmat iman. Rasulullah sendiri sangat menganjurkan kita untuk senantiasa memohon 'aafiyah kepada Allah.

8. Wa'fu 'Annii (وَاعْفُ عَنِّي) – Dan Maafkanlah Aku

Mungkin ada yang bertanya, apa bedanya antara maghfirah (ampunan) di awal doa dengan 'afwun (maaf) di akhir doa? Para ulama menjelaskan bahwa 'afwun memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari maghfirah. Jika maghfirah berarti "menutupi dosa" sehingga kita tidak dihukum karenanya, maka 'afwun berarti "menghapus total" dosa tersebut dari catatan amal, seolah-olah kita tidak pernah melakukannya.

'Afwun berasal dari kata yang berarti "menghapus jejak". Ini adalah permohonan puncak agar Allah tidak hanya menutupi dosa kita, tetapi juga melenyapkannya sama sekali. Doa ini diletakkan di akhir sebagai penutup yang sempurna, menunjukkan kerendahan hati kita yang paling dalam, mengakui bahwa setelah semua permohonan tadi, yang paling kita harapkan adalah pembebasan total dari segala kesalahan di hadapan Allah Yang Maha Pemaaf (Al-'Afuww).

Variasi Bacaan Lain Sesuai Sunnah

Selain doa panjang di atas, terdapat riwayat lain yang menunjukkan adanya variasi bacaan yang juga diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan fleksibilitas dalam syariat dan memberikan pilihan bagi kaum muslimin. Salah satu variasi tersebut adalah dengan mengulang-ulang permohonan ampunan.

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan tentang shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau saat duduk di antara dua sujud membaca:

رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي

"Robbighfirlii, Robbighfirlii."

Artinya: “Ya Tuhanku, ampunilah aku. Ya Tuhanku, ampunilah aku.”

Bacaan ini, meskipun singkat, memiliki kekuatan yang luar biasa. Pengulangan permohonan ampunan menunjukkan betapa mendesak dan pentingnya kebutuhan seorang hamba akan ampunan Tuhannya. Ini adalah bentuk ilhah, yaitu merengek dan bersungguh-sungguh dalam berdoa. Dengan mengulang-ulang "Robbighfirlii," kita seolah-olah sedang mengetuk pintu ampunan Allah tanpa henti, dengan penuh harap dan kesadaran akan dosa-dosa kita. Bacaan ini sangat cocok diamalkan terutama saat seseorang ingin lebih fokus pada permohonan ampunan.

Pilar yang Terlupakan: Pentingnya Tuma'ninah

Mengetahui bacaan dan maknanya tidak akan sempurna tanpa melaksanakan rukun ini dengan tuma'ninah. Tuma'ninah adalah berhenti sejenak dalam sebuah gerakan shalat hingga seluruh anggota badan tenang dan setiap tulang kembali ke persendiannya sebelum beralih ke gerakan berikutnya. Dalam konteks duduk diantara dua sujud, tuma'ninah berarti duduk dengan tegak dan tenang, tidak terburu-buru, dan memberikan waktu yang cukup untuk melafalkan doa dengan tartil (jelas dan tidak tergesa-gesa).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat keras memperingatkan orang yang shalatnya tergesa-gesa dan tidak tuma'ninah. Dalam sebuah hadits yang terkenal, seorang sahabat masuk masjid dan shalat, kemudian menghampiri Nabi untuk memberi salam. Nabi menyuruhnya kembali shalat dengan berkata, "Ulangi shalatmu, karena sesungguhnya engkau belum shalat." Hal ini terjadi sampai tiga kali. Akhirnya orang tersebut meminta diajarkan. Salah satu poin penting yang diajarkan Nabi adalah keharusan untuk tuma'ninah dalam setiap rukun, termasuk saat duduk di antara dua sujud.

“Kemudian sujudlah hingga engkau tuma’ninah dalam sujudmu. Lalu bangkitlah dari sujud hingga engkau duduk dengan tuma’ninah. Kemudian sujudlah kembali hingga engkau tuma’ninah dalam sujudmu. Lakukanlah hal tersebut dalam seluruh shalatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mayoritas ulama berpendapat bahwa tuma'ninah adalah rukun shalat. Artinya, jika seseorang meninggalkannya dengan sengaja, maka shalatnya tidak sah. Gerakan yang sering dianalogikan dengan shalat yang tidak tuma'ninah adalah gerakan "mematuk ayam", di mana kepala naik turun dengan cepat tanpa ada jeda. Ini adalah pencurian terbesar, sebagaimana sabda Nabi, bahwa seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri dari shalatnya sendiri. Mereka mengurangi hak-hak Allah dalam shalat dengan tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya.

Maka dari itu, mari kita latih diri kita. Setelah bangkit dari sujud pertama, pastikan punggung kita tegak sempurna. Tarik napas, tenangkan diri, lalu mulailah membaca doa dengan perlahan dan penuh penghayatan. Rasakan setiap kata yang terucap. Biarkan hati kita yang memohon, bukan hanya lisan. Waktu beberapa detik yang kita investasikan untuk tuma'ninah akan memberikan dampak yang luar biasa pada kualitas shalat dan ketenangan jiwa kita.

Kesimpulan: Momen Emas untuk Berdoa

Duduk diantara dua sujud adalah sebuah rukun agung yang menyediakan jeda spiritual di tengah shalat. Ia bukan sekadar transisi antar gerakan, melainkan sebuah "stasiun" untuk mengisi kembali bekal ruhani kita dengan permohonan-permohonan paling esensial. Bacaan duduk diantara dua sujud sesuai sunnah, baik versi panjang maupun pendek, adalah hadiah dari Rasulullah untuk umatnya; sebuah kompilasi doa terbaik yang mencakup seluruh hajat dunia dan akhirat.

Dengan memahami makna setiap permohonan—mulai dari permintaan ampunan, rahmat, perbaikan diri, ketinggian derajat, rezeki, hidayah, kesehatan, hingga pemaafan total—kita dapat mengubah shalat kita dari sekadar kewajiban mekanis menjadi sebuah dialog yang intim dan penuh makna dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ditambah dengan pelaksanaan yang penuh tuma'ninah, rukun ini akan menjadi salah satu momen favorit kita dalam shalat, sebuah kesempatan emas untuk berkeluh kesah dan memohon segala kebaikan kepada Rabb semesta alam.

Marilah kita bertekad untuk menyempurnakan bagian shalat ini, menghafal doanya, merenungi maknanya, dan melaksanakannya dengan ketenangan yang sempurna. Semoga Allah menerima shalat kita dan mengabulkan setiap permohonan yang kita panjatkan di antara dua sujud kita.

🏠 Kembali ke Homepage