Ilustrasi seseorang berdoa di waktu Dhuha dengan matahari terbit Ilustrasi seseorang berdoa di waktu Dhuha dengan matahari terbit.

Panduan Lengkap Bacaan Doa Sholat Dhuha

Memahami Makna dan Keistimewaan Sholat Dhuha

Sholat Dhuha adalah salah satu sholat sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) yang memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Dilaksanakan pada waktu pagi hari, ketika matahari mulai naik sepenggalah hingga menjelang waktu zuhur, sholat ini menjadi jembatan spiritual seorang hamba dengan Sang Pencipta. Waktu Dhuha sendiri merupakan momen penuh berkah, di mana alam semesta mulai bergerak aktif, dan manusia memulai ikhtiarnya mencari karunia Allah. Melaksanakan sholat sunnah di waktu ini adalah bentuk syukur atas nikmat pagi dan permohonan agar seluruh aktivitas di hari itu diberkahi dan dimudahkan.

Rasulullah Muhammad SAW tidak pernah meninggalkannya dan sangat menganjurkan umatnya untuk merutinkan sholat Dhuha. Beliau menyebutnya sebagai sholatnya orang-orang yang gemar bertaubat (shalat al-awwabin). Ini menunjukkan bahwa Dhuha bukan sekadar ritual, melainkan sebuah pernyataan komitmen untuk senantiasa kembali kepada Allah, memohon ampunan, dan memulai hari dengan hati yang bersih. Keistimewaannya terletak pada janji-janji Allah yang terkandung di dalamnya, mulai dari pencukupan rezeki, pengampunan dosa, hingga pahala yang setara dengan bersedekah untuk setiap sendi di dalam tubuh. Dengan demikian, Sholat Dhuha menjadi paket ibadah lengkap yang menyentuh aspek rezeki, kesehatan, dan spiritualitas seorang Muslim.

Niat Sholat Dhuha

Sebagaimana ibadah lainnya, niat menjadi pondasi utama dalam pelaksanaan Sholat Dhuha. Niat adalah tekad di dalam hati untuk melaksanakan suatu ibadah semata-mata karena Allah Ta'ala. Meskipun diucapkan dalam hati, melafalkannya secara lisan dapat membantu memantapkan konsentrasi. Berikut adalah lafal niat Sholat Dhuha untuk dua rakaat.

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatadh dhuhaa rak'ataini mustaqbilal qiblati adaa'an lillaahi ta'aalaa.

"Aku niat sholat sunnah Dhuha dua rakaat, menghadap kiblat, karena Allah Ta'ala."

Niat ini diletakkan di dalam hati bersamaan dengan takbiratul ihram. Esensi dari niat ini adalah kesadaran penuh bahwa kita sedang menghadap Allah untuk menunaikan sebuah ibadah sunnah yang dicintai-Nya, memohon keridhaan dan keberkahan dari-Nya.

Waktu Pelaksanaan Sholat Dhuha

Ketepatan waktu adalah salah satu kunci kesempurnaan ibadah. Waktu pelaksanaan Sholat Dhuha terbentang cukup panjang, memberikan kemudahan bagi umat Islam untuk melaksanakannya di sela-sela kesibukan. Waktu Dhuha dimulai ketika matahari telah naik kira-kira setinggi satu tombak, atau sekitar 15-20 menit setelah waktu syuruq (terbitnya matahari). Waktu ini berakhir sesaat sebelum matahari berada tepat di atas kepala (istiwa'), yaitu sekitar 10-15 menit sebelum masuk waktu sholat Zuhur.

Namun, para ulama menyebutkan bahwa ada waktu terbaik (afdhal) untuk melaksanakannya. Waktu paling utama adalah ketika matahari sudah mulai terasa panas dan padang pasir mulai memanas, yang diistilahkan dalam hadits sebagai saat "anak-anak unta mulai kepanasan". Ini biasanya berada di pertengahan rentang waktu Dhuha, sekitar pukul 9 atau 10 pagi. Melaksanakannya di waktu afdhal ini dianggap memiliki keutamaan lebih, karena pada saat itulah kebanyakan orang sedang sibuk dengan urusan duniawi, dan orang yang menyempatkan diri untuk sholat menunjukkan prioritasnya kepada Allah.

Tata Cara dan Bacaan dalam Sholat Dhuha

Secara umum, tata cara pelaksanaan Sholat Dhuha sama seperti sholat sunnah lainnya, dilaksanakan minimal dua rakaat dengan satu kali salam. Berikut adalah rinciannya:

Rakaat Pertama:

  1. Membaca niat dalam hati bersamaan dengan Takbiratul Ihram.
  2. Membaca Doa Iftitah.
  3. Membaca Surat Al-Fatihah.
  4. Setelah Al-Fatihah, dianjurkan membaca Surat Asy-Syams (surat ke-91) atau surat lainnya yang dihafal. Pemilihan surat ini karena kandungannya yang relevan dengan tema cahaya dan penciptaan.
  5. Ruku' dengan tuma'ninah, lalu membaca tasbih ruku'.
  6. I'tidal dengan tuma'ninah, lalu membaca bacaan i'tidal.
  7. Sujud pertama dengan tuma'ninah, lalu membaca tasbih sujud.
  8. Duduk di antara dua sujud dengan tuma'ninah, lalu membaca doanya.
  9. Sujud kedua dengan tuma'ninah, lalu membaca tasbih sujud.
  10. Berdiri untuk melanjutkan rakaat kedua.

Rakaat Kedua:

  1. Membaca Surat Al-Fatihah.
  2. Setelah Al-Fatihah, dianjurkan membaca Surat Ad-Dhuha (surat ke-93) atau surat lainnya. Surat Ad-Dhuha sangat dianjurkan karena namanya sendiri merujuk langsung pada sholat ini dan kandungannya memberikan ketenangan serta optimisme.
  3. Ruku' dengan tuma'ninah.
  4. I'tidal dengan tuma'ninah.
  5. Sujud pertama dengan tuma'ninah.
  6. Duduk di antara dua sujud dengan tuma'ninah.
  7. Sujud kedua dengan tuma'ninah.
  8. Duduk Tasyahud (Tahiyat) Akhir, membaca bacaan tasyahud akhir secara lengkap.
  9. Mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri.

Jika ingin melaksanakan lebih dari dua rakaat (misalnya 4, 6, 8, atau 12 rakaat), maka dilakukan dengan cara dua rakaat salam, dua rakaat salam, dan seterusnya hingga jumlah yang diinginkan tercapai.

Bacaan Doa Setelah Sholat Dhuha: Lafal dan Makna Mendalam

Inilah inti dari pembahasan kita. Setelah menyelesaikan sholat Dhuha, dianjurkan untuk tidak langsung beranjak, melainkan meluangkan waktu sejenak untuk berzikir dan memanjatkan doa khusus. Doa ini sangat masyhur dan memiliki kandungan makna yang luar biasa indah, mencakup pengakuan atas keagungan Allah dan permohonan rezeki yang menyeluruh. Berikut adalah bacaan doanya secara lengkap.

اَللّهُمَّ إِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاؤُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاؤُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ.
اَللّهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِيْ فِي السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ، وَإِنْ كَانَ فِي الْأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ، وَإِنْ كَانَ مُعْسِرًا فَيَسِّرْهُ، وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ، وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ، بِحَقِّ ضُحَائِكَ وَبَهَائِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ، آتِنِيْ مَا آتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ.

Allaahumma innad dhuhaa-a dhuhaa-uka, wal bahaa-a bahaa-uka, wal jamaala jamaaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal 'ishmata 'ishmatuka.
Allaahumma in kaana rizqii fis samaa-i fa anzilhu, wa in kaana fil ardhi fa akhrijhu, wa in kaana mu'siran fa yassirhu, wa in kaana haraaman fa thahhirhu, wa in kaana ba'iidan fa qarribhu, bi haqqi dhuhaa-ika wa bahaa-ika wa jamaalika wa quwwatika wa qudratika, aatinii maa aataita 'ibaadakash shaalihiin.

"Ya Allah, sesungguhnya waktu Dhuha adalah waktu Dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, kekuasaan adalah kekuasaan-Mu, dan perlindungan adalah perlindungan-Mu."
"Ya Allah, jika rezekiku berada di langit, maka turunkanlah. Jika berada di dalam bumi, maka keluarkanlah. Jika sulit, maka mudahkanlah. Jika haram, maka sucikanlah. Jika jauh, maka dekatkanlah. Dengan hak waktu Dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu, kekuatan-Mu, dan kekuasaan-Mu, berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih."

Tadabbur (Perenungan) Makna Doa Sholat Dhuha

Doa ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah dialog mendalam yang sarat dengan tauhid dan kepasrahan. Mari kita bedah setiap kalimatnya untuk memahami kekayaan maknanya.

Bagian Pertama: Pengakuan Mutlak atas Sifat-sifat Allah

Bagian awal doa ini adalah bentuk pengakuan total seorang hamba bahwa segala sesuatu yang tampak hebat dan indah di alam semesta ini pada hakikatnya adalah milik Allah dan bersumber dari-Nya.

  • "Sesungguhnya waktu Dhuha adalah waktu Dhuha-Mu" (إِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاؤُكَ): Kita memulai dengan mengakui bahwa waktu yang penuh berkah ini adalah ciptaan dan milik Allah. Cahaya matahari pagi yang menghangatkan, yang menandai dimulainya kehidupan, adalah manifestasi dari rahmat-Nya. Ini adalah pengingat bahwa kita tidak memiliki kuasa atas waktu; kita hanyalah pengguna yang diberi kesempatan untuk memanfaatkannya.
  • "Keagungan adalah keagungan-Mu" (وَالْبَهَاءَ بَهَاؤُكَ): Al-Bahaa' berarti kemegahan, keagungan, dan cahaya yang cemerlang. Kita menyaksikan keagungan ciptaan-Nya di pagi hari—langit yang cerah, embun yang berkilauan. Namun, semua itu hanyalah percikan kecil dari keagungan Allah yang sesungguhnya, yang tidak dapat dibayangkan oleh akal manusia.
  • "Keindahan adalah keindahan-Mu" (وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ): Al-Jamal adalah keindahan, baik fisik maupun non-fisik. Dengan kalimat ini, kita mengakui bahwa sumber segala keindahan adalah Allah. Keindahan alam, keindahan akhlak, keindahan seni, semuanya berasal dari sifat Al-Jamil (Yang Maha Indah) milik-Nya. Allah mencintai keindahan, dan doa ini adalah apresiasi kita terhadap-Nya.
  • "Kekuatan adalah kekuatan-Mu" (وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ): Al-Quwwah adalah kekuatan absolut. Manusia mungkin merasa kuat, tetapi kekuatan kita sangat terbatas dan fana. Kekuatan hakiki hanyalah milik Allah, Yang Maha Kuat (Al-Qawiy), yang tidak pernah lelah dan tidak terkalahkan. Dengan mengakui ini, kita menanggalkan kesombongan dan menyandarkan segala urusan kita pada kekuatan-Nya.
  • "Kekuasaan adalah kekuasaan-Mu" (وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ): Al-Qudrah adalah kekuasaan atau kemampuan untuk melakukan apa saja. Ini adalah pengakuan bahwa hanya Allah yang berkuasa atas segala sesuatu. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan pernah terjadi. Ini menanamkan rasa tawakal yang mendalam di hati kita.
  • "Perlindungan adalah perlindungan-Mu" (وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ): Al-'Ishmah adalah perlindungan dari kesalahan dan dosa. Kita memohon perlindungan Allah dari tergelincir dalam perbuatan maksiat. Kita sadar bahwa tanpa penjagaan dari-Nya, kita sangat rentan terhadap godaan setan dan hawa nafsu. Ini adalah permohonan untuk dibimbing di jalan yang lurus sepanjang hari.

Bagian Kedua: Permohonan Rezeki yang Komprehensif

Setelah memuji Allah dengan sifat-sifat-Nya yang agung, kita beralih ke bagian permohonan. Permohonan ini mencakup semua dimensi rezeki, menunjukkan betapa luasnya konsep rezeki dalam Islam.

  • "Jika rezekiku berada di langit, maka turunkanlah" (إِنْ كَانَ رِزْقِيْ فِي السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ): Rezeki "di langit" dapat diartikan secara harfiah (seperti hujan yang menyuburkan bumi) atau kiasan. Makna kiasannya adalah rezeki yang masih dalam ketetapan Allah, yang belum sampai kepada kita, atau rezeki yang bersifat non-materi seperti ilham, petunjuk, dan ketenangan jiwa. Kita memohon agar Allah mewujudkannya untuk kita.
  • "Jika berada di dalam bumi, maka keluarkanlah" (وَإِنْ كَانَ فِي الْأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ): Ini merujuk pada rezeki yang membutuhkan ikhtiar fisik untuk mendapatkannya. Hasil panen dari pertanian, barang tambang, keuntungan dari perniagaan, atau gaji dari pekerjaan adalah contoh rezeki "di dalam bumi". Kita memohon kepada Allah agar memudahkan jalan ikhtiar kita dan menampakkan hasilnya.
  • "Jika sulit, maka mudahkanlah" (وَإِنْ كَانَ مُعْسِرًا فَيَسِّرْهُ): Setiap pencari rezeki pasti akan menghadapi kesulitan dan rintangan. Kalimat ini adalah permohonan agar Allah mengangkat segala kesulitan, membuka jalan yang buntu, dan memberikan kemudahan (taisir) dalam setiap usaha kita. Ini adalah pengakuan bahwa kemudahan hanya datang dari Allah.
  • "Jika haram, maka sucikanlah" (وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ): Ini adalah permohonan yang sangat penting. Kita tidak hanya meminta rezeki yang banyak, tetapi yang paling utama adalah rezeki yang halal dan suci (thayyib). Jika ada unsur haram atau syubhat (samar) dalam pendapatan kita, sengaja atau tidak, kita memohon agar Allah membersihkannya dan menjauhkan kita darinya. Ini menunjukkan prioritas seorang mukmin terhadap keberkahan.
  • "Jika jauh, maka dekatkanlah" (وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ): Rezeki bisa jadi terasa jauh, baik secara jarak fisik maupun secara peluang. Mungkin kesempatan kerja ada di kota lain, atau jodoh belum juga terlihat. Dengan doa ini, kita memohon agar Allah mendekatkan apa yang baik untuk kita, menyingkirkan penghalang, dan mempertemukan kita dengan rezeki tersebut di waktu yang tepat.

Bagian Ketiga: Tawasul dan Puncak Permohonan

Ini adalah penutup doa yang menyempurnakan permohonan kita dengan cara yang paling indah, yaitu bertawasul (menjadikan perantara) dengan sifat-sifat Allah yang agung.

  • "Dengan hak waktu Dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu, kekuatan-Mu, dan kekuasaan-Mu...": Di sini, kita "bersumpah" atau memohon dengan perantaraan keagungan sifat-sifat Allah yang baru saja kita akui. Ini adalah adab berdoa yang tinggi, mengakui kebesaran-Nya sebelum meminta. Seolah-olah kita berkata, "Ya Allah, demi segala keagungan yang hanya milik-Mu, kabulkanlah permohonanku."
  • "...berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih." (آتِنِيْ مَا آتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ): Ini adalah puncak dari permintaan. Kita tidak hanya meminta rezeki duniawi, tetapi kita meminta paket lengkap kebaikan yang Allah berikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Siapakah hamba yang shalih? Mereka adalah orang-orang yang taat, yang dijaga imannya, dilapangkan rezekinya, diberi ketenangan hati, dan dijamin kebahagiaan di dunia dan akhirat. Permintaan ini mencakup segalanya: rezeki yang halal, ilmu yang bermanfaat, keluarga yang sakinah, kesehatan, dan husnul khatimah.

Keutamaan Luar Biasa di Balik Sholat Dhuha

Melaksanakan Sholat Dhuha secara rutin bukan hanya tentang menggugurkan anjuran, tetapi tentang meraih berbagai keutamaan agung yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Memahami fadhilah ini akan semakin memotivasi kita untuk istiqamah.

1. Sedekah untuk Seluruh Sendi Tubuh

Salah satu keutamaan paling menakjubkan dari Sholat Dhuha adalah kemampuannya untuk menggantikan kewajiban sedekah bagi setiap sendi dalam tubuh manusia. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

"Setiap pagi, setiap sendi dari anggota tubuh salah seorang di antara kalian wajib bersedekah. Setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan laa ilaha illallah) adalah sedekah, setiap takbir (ucapan allahu akbar) adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, dan melarang dari kemungkaran adalah sedekah. Dan semua itu dapat dicukupi dengan dua rakaat sholat Dhuha."

Para ahli menyebutkan bahwa manusia memiliki 360 sendi. Hadits ini menjelaskan bahwa dua rakaat Sholat Dhuha sudah mencukupi kewajiban bersyukur dan bersedekah untuk ke-360 sendi tersebut. Ini adalah kemurahan luar biasa dari Allah SWT.

2. Kunci Kecukupan Rezeki

Sholat Dhuha sering disebut sebagai "sholatnya para pencari rezeki". Ini bukan tanpa alasan. Dalam sebuah Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Allah SWT berfirman:

"Wahai anak Adam, janganlah engkau luput dari empat rakaat di awal harimu (sholat Dhuha), niscaya Aku akan mencukupkanmu di akhir harimu."

Janji "mencukupkan" dari Allah ini memiliki makna yang sangat luas. Bukan hanya soal materi, tetapi juga kecukupan dalam bentuk ketenangan hati, kesehatan, kemudahan dalam urusan, serta dijauhkan dari kesulitan dan musibah sepanjang hari tersebut.

3. Pengampunan Dosa-Dosa

Bagi siapa pun yang mendambakan ampunan, Sholat Dhuha adalah salah satu pintunya. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah:

"Barangsiapa yang menjaga sholat Dhuha, maka dosa-dosanya akan diampuni walaupun sebanyak buih di lautan."

Ini adalah kabar gembira yang luar biasa. Dengan menjaga Sholat Dhuha secara istiqamah, seorang hamba diberi kesempatan emas untuk membersihkan catatan amalnya dari dosa-dosa kecil yang mungkin dilakukan tanpa sadar setiap hari.

4. Dibangunkan Rumah di Surga

Bagi mereka yang merutinkan Sholat Dhuha hingga 12 rakaat, ada janji spesial yang disiapkan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi:

"Barangsiapa mengerjakan sholat Dhuha dua belas rakaat, Allah akan membangunkan untuknya sebuah istana di surga."

Meskipun tampak berat, janji ini menjadi penyemangat bagi mereka yang memiliki kelapangan waktu dan tekad yang kuat untuk meraih ganjaran tertinggi di sisi Allah.

5. Dicatat sebagai Golongan Awwabin

Awwabin adalah sebutan bagi orang-orang yang senantiasa kembali (bertaubat) kepada Allah. Melaksanakan Sholat Dhuha di saat banyak orang lalai dan sibuk dengan dunia, merupakan ciri dari golongan ini. Rasulullah SAW bersabda: "Sholat Awwabin adalah ketika anak unta mulai kepanasan." (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa sholat Dhuha adalah ibadah pilihan orang-orang yang selalu ingat dan kembali kepada Tuhannya.

Penutup: Menjadikan Dhuha Cahaya Harian

Membaca, menghafal, dan memahami doa Sholat Dhuha adalah langkah awal yang sangat baik. Namun, esensi sesungguhnya terletak pada pengamalannya yang rutin dan penuh kekhusyukan. Sholat Dhuha bukan sekadar ritual pembuka rezeki, melainkan sebuah bentuk komunikasi intim dengan Allah di pagi hari. Ia adalah momen untuk mengisi ulang energi spiritual, menata kembali niat, dan memasrahkan seluruh urusan kita kepada-Nya sebelum memulai hiruk pikuk kehidupan.

Jadikanlah dua rakaat Dhuha sebagai kebiasaan yang tak terpisahkan dari rutinitas pagi Anda. Rasakan bagaimana cahaya Dhuha tidak hanya menerangi alam, tetapi juga menerangi hati, melapangkan dada, dan memudahkan setiap langkah Anda sepanjang hari. Dengan merenungi setiap kata dalam doanya, kita belajar untuk selalu mengakui kebesaran Allah dan menyandarkan seluruh harapan hanya kepada-Nya, Sang Pemilik segala keagungan, keindahan, dan kekuatan.

🏠 Kembali ke Homepage