Makna Mendalam Bacaan Doa Duduk diantara Dua Sujud

Shalat adalah tiang agama, sebuah pilar fundamental dalam kehidupan seorang Muslim. Ia bukan sekadar rangkaian gerakan dan ucapan rutin, melainkan sebuah dialog agung antara hamba dengan Penciptanya. Setiap gerak, setiap kata, memiliki makna dan hikmah yang luar biasa jika kita mau merenunginya. Di antara momen-momen krusial dalam shalat, ada satu jeda singkat yang seringkali terlewatkan kekhusyu'annya, yaitu saat duduk diantara dua sujud. Momen ini adalah kesempatan emas, sebuah jendela waktu di mana seorang hamba menumpahkan segala hajatnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui sebuah doa yang sangat komprehensif.

Duduk diantara dua sujud, atau yang disebut juga dengan julus bainas sajdain, adalah sebuah rukun fi'li (rukun perbuatan) dalam shalat. Ia menjembatani dua puncak ketundukan seorang hamba, yaitu sujud. Setelah meletakkan bagian tubuh termulia, yaitu dahi, ke tempat terendah sebagai wujud penghambaan total, kita diperintahkan untuk bangkit sejenak. Dalam posisi duduk inilah, kita memanjatkan sebuah doa yang sarat akan permohonan ampunan, kasih sayang, dan segala kebutuhan dunia serta akhirat. Memahami bacaan doa ini secara mendalam akan mengubah cara kita memandang shalat, dari sekadar kewajiban menjadi sebuah kebutuhan ruhani yang menenangkan.

Ilustrasi posisi duduk diantara dua sujud
Ilustrasi posisi duduk diantara dua sujud dalam shalat.

Tata Cara Duduk Iftirasy

Sebelum mendalami bacaan doanya, penting untuk memahami posisi duduk yang benar sesuai sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Posisi duduk diantara dua sujud disebut sebagai duduk iftirasy. Caranya adalah dengan membentangkan punggung kaki kiri di lantai dan mendudukinya, sementara telapak kaki kanan ditegakkan dengan jari-jemarinya menghadap ke arah kiblat. Posisi punggung tegak lurus, tidak membungkuk dan tidak pula terlalu membusungkan dada. Kedua tangan diletakkan di atas paha dekat dengan lutut, dengan jari-jari yang rileks dan tidak menggenggam.

Posisi ini bukan sekadar formalitas. Menegakkan tulang punggung memberikan jeda dan ketenangan (thuma'ninah) yang menjadi syarat sahnya rukun ini. Thuma'ninah berarti diam sejenak setelah bergerak, hingga seluruh anggota badan kembali tenang pada posisinya. Inilah waktu yang tepat untuk meresapi setiap kata dari doa yang akan kita panjatkan, memastikan hati dan lisan selaras dalam memohon kepada-Nya.

Bacaan Doa yang Paling Umum dan Penjelasannya

Terdapat beberapa riwayat hadits mengenai bacaan doa ini. Versi yang paling masyhur dan banyak dihafalkan oleh kaum muslimin adalah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Abu Dawud. Mari kita bedah satu per satu setiap permohonan di dalamnya.

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافِنِي
Robbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa'nii, warzuqnii, wahdinii, wa'aafinii. "Ya Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, dan sehatkanlah aku."

Mari kita selami lautan makna dari setiap kalimat agung ini.

1. رَبِّ اغْفِرْ لِي (Robbighfirlii) - Ya Tuhanku, Ampunilah Aku

Permohonan pertama dan utama yang kita ajukan adalah ampunan (maghfirah). Ini adalah sebuah pengakuan fundamental akan kelemahan dan kekurangan diri kita sebagai manusia. Kata "Rabb" (Tuhan) bukan sekadar panggilan, melainkan sebuah pengakuan bahwa Allah adalah Pemelihara, Pengatur, Pendidik, dan Pemilik mutlak diri kita. Dengan memanggil-Nya "Rabb", kita menempatkan diri pada posisi seorang hamba yang sangat bergantung kepada Tuannya.

Kemudian, kita memohon "ighfir lii" (ampunilah aku). Maghfirah berasal dari kata gha-fa-ra yang secara harfiah berarti menutupi. Ketika kita memohon ampunan, kita meminta Allah untuk menutupi dosa-dosa kita, menyembunyikannya dari pandangan makhluk lain di dunia, dan yang terpenting, menghapuskan catatan dan akibat buruknya di akhirat. Ini adalah bentuk kerendahan hati yang luar biasa. Setelah bersujud, sebuah simbol kepasrahan tertinggi, hal pertama yang terucap adalah pengakuan dosa dan permohonan ampun. Ini mengajarkan kita bahwa sehebat apapun ibadah kita, kita tidak akan pernah lepas dari kesalahan dan dosa, sehingga pintu pertama yang harus kita ketuk adalah pintu ampunan-Nya.

2. وَارْحَمْنِي (Warhamnii) - Dan Rahmatilah Aku

Setelah memohon ampunan, kita meminta rahmat (kasih sayang). Rahmat Allah adalah sumber segala kebaikan. Ampunan adalah tentang menghapus keburukan di masa lalu, sedangkan rahmat adalah tentang memohon kebaikan untuk masa kini dan masa depan. Rahmat Allah sangatlah luas, meliputi segala sesuatu. Dengan rahmat-Nya, kita bisa beribadah. Dengan rahmat-Nya, kita diberi kesehatan. Dengan rahmat-Nya, kita diberikan keluarga dan sahabat. Surga pun hanya bisa dimasuki berkat rahmat-Nya, bukan semata-mata karena amal perbuatan kita.

Permohonan ini menunjukkan bahwa setelah dosa kita ditutupi, kita memohon agar Allah mengisi kehidupan kita dengan kasih sayang-Nya. Kita memohon agar Allah membimbing setiap langkah kita dengan rahmat, melindungi kita dari segala marabahaya dengan rahmat, dan pada akhirnya, memasukkan kita ke dalam surga-Nya dengan rahmat. Ini adalah permohonan agar Allah tidak hanya berinteraksi dengan kita atas dasar keadilan (yang mungkin akan memberatkan kita), tetapi juga atas dasar kasih sayang-Nya yang tak terbatas.

3. وَاجْبُرْنِي (Wajburnii) - Dan Cukupkanlah Aku / Perbaikilah Kekuranganku

Kata "jabr" memiliki makna yang sangat dalam. Ia bisa berarti "memaksa", tetapi dalam konteks doa ini, ia lebih bermakna "memperbaiki sesuatu yang rusak atau kurang". Seperti seorang tabib yang menyambung tulang yang patah (disebut jabirah). Ketika kita mengucapkan "wajburnii", kita sedang memohon kepada Allah, Sang Al-Jabbar (Yang Maha Perkasa, Yang Memperbaiki), untuk memperbaiki segala kekurangan dalam diri kita.

Kekurangan ini mencakup segala aspek. Kekurangan dalam iman, kekurangan dalam ibadah, kekurangan dalam rezeki, kekurangan dalam kesehatan, hati yang hancur karena musibah, jiwa yang rapuh karena ujian. Kita meminta Allah untuk menambal segala kebocoran dalam hidup kita, untuk menyempurnakan segala yang kurang, untuk menguatkan segala yang lemah. Ini adalah doa yang luar biasa bagi siapa saja yang merasa "tidak utuh", yang merasa ada bagian dari hidupnya yang retak atau patah. Kita menyerahkan segala kerusakan itu kepada Sang Ahli Perbaikan yang sesungguhnya.

4. وَارْفَعْنِي (Warfa'nii) - Dan Angkatlah Derajatku

Manusia secara fitrah ingin dihormati dan memiliki kedudukan yang tinggi. Namun, seringkali manusia mencarinya di tempat yang salah, yaitu melalui pujian makhluk, jabatan duniawi, atau harta benda. Doa ini mengarahkan kita untuk mencari ketinggian derajat di sisi Allah. "Warfa'nii" adalah permohonan agar Allah mengangkat derajat kita, baik di dunia maupun di akhirat.

Di dunia, ini bisa berarti Allah mengangkat kehormatan kita di mata manusia, memberi kita ilmu yang bermanfaat sehingga kita dihormati, atau mengangkat kita dari jurang kemiskinan dan kehinaan. Namun, yang lebih penting adalah pengangkatan derajat di akhirat. Kita memohon agar Allah mengangkat derajat kita di surga, menempatkan kita bersama para nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada, dan orang-orang saleh. Permintaan ini adalah wujud ambisi spiritual seorang mukmin yang tidak puas hanya dengan selamat dari neraka, tetapi juga mendambakan kedudukan tertinggi di sisi Rabb-nya.

5. وَارْزُقْنِي (Warzuqnii) - Dan Berilah Aku Rezeki

Permohonan rezeki seringkali disalahartikan sebatas materi atau uang. Padahal, konsep rezeki (rizq) dalam Islam sangatlah luas. Rezeki adalah segala sesuatu yang kita terima dari Allah dan bermanfaat bagi kita. Kesehatan adalah rezeki. Ilmu adalah rezeki. Iman dan hidayah adalah rezeki termulia. Pasangan yang saleh/salehah adalah rezeki. Ketenangan jiwa adalah rezeki. Waktu luang untuk beribadah adalah rezeki. Bahkan, napas yang kita hirup setiap detik adalah rezeki.

Dengan mengucapkan "warzuqnii", kita mengakui bahwa satu-satunya Pemberi Rezeki (Ar-Razzaq) adalah Allah. Kita tidak hanya meminta rezeki yang halal dan baik (halalan thayyiban) untuk kebutuhan jasmani, tetapi juga rezeki ruhani yang akan menopang kehidupan akhirat kita. Ini adalah doa yang mencakup seluruh kebutuhan hidup seorang hamba, dari yang paling dasar hingga yang paling luhur.

6. وَاهْدِنِي (Wahdinii) - Dan Berilah Aku Petunjuk

Inilah salah satu permohonan terpenting. Hidayah atau petunjuk adalah anugerah terbesar dari Allah. Tanpa hidayah, manusia akan tersesat dalam kegelapan. Kita meminta hidayah dalam setiap rakaat shalat kita saat membaca Al-Fatihah ("Ihdinash-shirathal mustaqim"), dan kita mengulanginya lagi di sini. Ini menunjukkan betapa vitalnya petunjuk Allah dalam setiap detik kehidupan kita.

Hidayah yang kita minta di sini mencakup dua hal. Pertama, petunjuk menuju kebenaran (hidayah al-irsyad), yaitu kemampuan untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Kedua, dan ini yang lebih penting, adalah petunjuk untuk mengamalkan kebenaran tersebut (hidayah at-taufiq). Banyak orang tahu apa itu kebenaran, tetapi tidak memiliki kekuatan atau kemauan untuk mengikutinya. Dengan doa "wahdinii", kita memohon kepada Allah agar tidak hanya ditunjukkan jalan yang lurus, tetapi juga diberi kekuatan dan bimbingan untuk terus berjalan di atasnya hingga akhir hayat.

7. وَعَافِنِي (Wa'aafinii) - Dan Sehatkanlah Aku / Berilah Aku 'Afiyah

Kata 'afiyah memiliki makna yang lebih luas dari sekadar "sehat". 'Afiyah berarti keselamatan dan perlindungan total dari segala hal yang buruk. Ia mencakup:

Meminta 'afiyah adalah meminta paket keselamatan lengkap. Rasulullah bahkan pernah bersabda bahwa setelah keyakinan (iman), tidak ada karunia yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain 'afiyah. Ini adalah permohonan untuk hidup yang tenang, damai, dan terbebas dari segala macam gangguan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, baik di dunia maupun di akhirat.

Versi Bacaan Lain Berdasarkan Riwayat Hadits

Selain bacaan di atas, terdapat beberapa variasi lain yang juga diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengamalkannya sesekali adalah bagian dari menghidupkan sunnah dan menunjukkan kekayaan khazanah Islam.

Versi Tambahan "Wa'fu 'annii"

Ada riwayat lain yang serupa dengan versi pertama, namun dengan satu tambahan di akhir, yaitu "Wa'fu 'annii" (dan maafkanlah aku).

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافِنِي، وَاعْفُ عَنِّي
Robbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa'nii, warzuqnii, wahdinii, wa'aafinii, wa'fu 'annii. "Ya Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, sehatkanlah aku, dan maafkanlah aku."

Apa bedanya antara "ighfir lii" (ampunilah aku) dengan "wa'fu 'annii" (maafkanlah aku)? Para ulama menjelaskan bahwa keduanya memiliki tingkatan yang berbeda. Maghfirah (ampunan) adalah menutupi dosa sehingga tidak ada hukuman atasnya. Sedangkan 'afwun (maaf) berasal dari kata yang berarti menghapus atau melenyapkan. Jadi, ketika kita memohon 'afwun, kita meminta agar dosa itu dihapus total dari catatan amal, seolah-olah kita tidak pernah melakukannya. Ini adalah tingkatan ampunan yang lebih tinggi dan lebih sempurna. Menggabungkan keduanya dalam doa adalah sebuah kesempurnaan permohonan ampunan.

Versi Pengulangan "Robbighfirlii"

Terdapat juga riwayat dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyebutkan bahwa di antara dua sujud, Nabi membaca:

رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي
Robbighfirlii, Robbighfirlii. "Ya Tuhanku, ampunilah aku. Ya Tuhanku, ampunilah aku."

Versi ini, meskipun singkat, menunjukkan betapa sentralnya permohonan ampunan dalam ibadah seorang hamba. Mengulang-ulang permohonan ini menunjukkan kesungguhan, kebutuhan mendesak, dan pengakuan total akan dosa-dosa di hadapan Allah. Ini mengajarkan bahwa inti dari dialog kita dengan Allah adalah pengakuan akan kelemahan diri dan harapan akan ampunan-Nya. Ini adalah doa yang sangat mudah dihafal dan diamalkan, namun memiliki bobot yang sangat berat di sisi Allah.

Hikmah di Balik Duduk dan Doa di Antara Dua Sujud

Setiap gerakan dan bacaan shalat memiliki hikmah yang mendalam. Jeda di antara dua sujud ini mengajarkan beberapa pelajaran penting:

  1. Keseimbangan antara Ketundukan dan Harapan: Sujud adalah puncak ketundukan dan kepasrahan. Kita menempatkan diri pada posisi terendah. Kemudian, kita bangkit untuk duduk, sebuah posisi yang lebih tegak, untuk memanjatkan doa yang penuh harapan. Ini mengajarkan keseimbangan dalam hidup seorang mukmin: antara rasa takut (yang diwujudkan dalam sujud) dan rasa harap (yang diwujudkan dalam doa).
  2. Pentingnya Jeda dan Refleksi: Shalat bukanlah perlombaan. Gerakan duduk diantara dua sujud memaksa kita untuk berhenti sejenak, mengambil napas, dan menenangkan diri. Jeda ini adalah kesempatan untuk introspeksi dan meresapi ibadah yang sedang dilakukan. Tanpa thuma'ninah pada posisi ini, shalat menjadi tidak sah, menunjukkan betapa Islam sangat menghargai kualitas ketenangan dalam ibadah.
  3. Doa yang Komprehensif: Perhatikanlah tujuh atau delapan permintaan dalam doa ini. Ia mencakup segala aspek yang dibutuhkan manusia untuk bahagia di dunia dan di akhirat. Dimulai dengan urusan akhirat (ampunan dan rahmat), lalu urusan dunia dan akhirat sekaligus (perbaikan diri, derajat, rezeki, petunjuk, dan kesehatan). Ini seolah-olah merangkum seluruh doa yang mungkin ingin kita panjatkan dalam satu paket yang ringkas dan padat.
  4. Mengakui Ketergantungan Total kepada Allah: Setiap frasa dalam doa ini adalah pengakuan bahwa kita tidak memiliki daya dan upaya apa pun. Kita tidak bisa mengampuni dosa sendiri, tidak bisa memberi rahmat pada diri sendiri, tidak bisa memperbaiki kekurangan sendiri, dan seterusnya. Semuanya kita sandarkan dan mohonkan kepada Allah semata. Ini adalah esensi dari tauhid, yaitu mengesakan Allah sebagai satu-satunya sumber pertolongan.

Kesimpulan: Momen Emas yang Jangan Disia-siakan

Duduk diantara dua sujud adalah sebuah rukun shalat yang seringkali dilakukan dengan tergesa-gesa. Banyak yang menganggapnya sekadar transisi dari sujud pertama ke sujud kedua. Namun, setelah merenungi makna bacaan doanya, kita menyadari bahwa ini adalah salah satu momen paling intim dan kuat dalam shalat. Ini adalah waktu di mana kita, dalam posisi duduk yang tenang, menumpahkan seluruh isi hati dan hajat kita kepada Sang Pencipta.

Marilah kita berusaha untuk memperbaiki kualitas shalat kita dengan memberikan perhatian khusus pada rukun ini. Lakukanlah dengan thuma'ninah, biarkan setiap sendi kembali ke tempatnya. Ucapkanlah doanya dengan lisan, dan hadirkan maknanya dalam hati. Rasakan setiap permohonan: rasakan betapa butuhnya kita akan ampunan-Nya, dambakanlah rahmat-Nya, akui segala kekurangan diri dan mohon perbaikan dari-Nya, serta panjatkan segala harapan untuk rezeki, petunjuk, dan kesehatan yang sempurna.

Ketika kita berhasil menghadirkan kekhusyu'an pada momen ini, shalat kita akan terasa berbeda. Ia bukan lagi sekadar rutinitas, melainkan sebuah perjalanan ruhani yang menyejukkan jiwa, mengisi kembali energi iman, dan menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi segala lika-liku kehidupan. Sebab, kita tahu bahwa dalam shalat, ada sebuah jeda berharga di mana kita bisa meminta paket lengkap kebaikan dunia dan akhirat, langsung kepada Pemilik keduanya.

🏠 Kembali ke Homepage