Memahami Makna Ayat Sajadah dan Sujud Tilawah
Al-Qur'an adalah kalam Ilahi yang penuh dengan petunjuk, hikmah, dan keindahan. Di antara ribuan ayatnya, terdapat beberapa ayat khusus yang dikenal sebagai Ayat Sajadah. Ketika seorang Muslim membaca atau mendengar ayat-ayat ini, ia disunnahkan untuk melakukan sujud sebagai bentuk pengagungan, kepatuhan, dan ketundukan total kepada Allah SWT. Sujud ini dikenal dengan sebutan Sujud Tilawah.
Sujud Tilawah bukanlah sekadar gerakan ritual. Ia adalah respons spontan dari jiwa yang beriman saat berhadapan dengan ayat-ayat yang menggambarkan keagungan Allah, kepatuhan para malaikat, atau kerendahan hati para nabi dan orang-orang saleh. Ini adalah momen di mana lisan, hati, dan jasad bersatu padu untuk menyatakan, "Ya Allah, kami mendengar dan kami taat." Gerakan menempelkan dahi ke tanah, bagian tubuh yang paling mulia, adalah simbol penyerahan diri yang paling puncak, mengakui bahwa tidak ada yang lebih tinggi dan lebih agung selain Allah SWT.
Hikmah di balik disyariatkannya Sujud Tilawah sangatlah dalam. Pertama, ia melatih seorang hamba untuk senantiasa memiliki sifat rendah hati (tawadhu') dan menjauhkan diri dari kesombongan, sifat yang menjadi penyebab Iblis terusir dari surga. Ketika kita membaca tentang para malaikat yang bersujud tanpa henti, atau alam semesta yang tunduk pada aturan-Nya, kita diingatkan akan posisi kita yang sebenarnya sebagai makhluk yang lemah dan senantiasa butuh kepada-Nya. Kedua, Sujud Tilawah menjadi pengingat instan untuk kembali kepada Allah. Di tengah kesibukan membaca Al-Qur'an, sujud ini menjadi jeda spiritual yang menguatkan kembali koneksi batin dengan Sang Khaliq. Ketiga, ia merupakan bentuk syiar dan pengamalan sunnah Nabi Muhammad SAW yang senantiasa melakukannya ketika melewati ayat-ayat tersebut.
Hukum dan Tata Cara Pelaksanaan Sujud Tilawah
Menurut jumhur (mayoritas) ulama dari berbagai mazhab, hukum melaksanakan Sujud Tilawah adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), baik bagi yang membaca (qari) maupun yang mendengarkan (mustami'). Dalilnya adalah hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata, "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca Al-Qur'an yang di dalamnya terdapat ayat sajadah. Kemudian beliau bersujud, kami pun ikut bersujud bersamanya sampai-sampai di antara kami tidak mendapati tempat karena dahinya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Meskipun sangat dianjurkan, ia tidak bersifat wajib. Artinya, seseorang tidak berdosa jika meninggalkannya. Hal ini didasarkan pada riwayat dari Zaid bin Tsabit yang menyebutkan bahwa ia pernah membacakan Surah An-Najm di hadapan Nabi SAW dan tidak melakukan sujud, dan Nabi SAW pun tidak memerintahkannya. Fleksibilitas ini menunjukkan kemudahan dalam ajaran Islam. Namun, mengingat keutamaannya yang besar, sangat disayangkan jika kesempatan untuk bersujud kepada Allah ini dilewatkan begitu saja.
Syarat Sujud Tilawah
Syarat untuk melakukan Sujud Tilawah sama dengan syarat sahnya shalat, yaitu:
- Suci dari hadas besar dan kecil (memiliki wudhu).
- Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis.
- Menutup aurat.
- Menghadap kiblat.
Tata Cara Sujud Tilawah di Luar Shalat
Jika seseorang membaca atau mendengar ayat sajadah di luar shalat, tata caranya adalah sebagai berikut:
- Berniat dalam hati untuk melakukan Sujud Tilawah.
- Mengucapkan takbiratul ihram (Allahu Akbar) sambil mengangkat kedua tangan.
- Langsung turun untuk sujud satu kali tanpa rukuk terlebih dahulu, sambil membaca takbir.
- Saat sujud, membaca doa khusus Sujud Tilawah.
- Bangun dari sujud (duduk) sambil membaca takbir.
- Mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keharusan takbiratul ihram dan salam. Sebagian ulama berpendapat tidak perlu, cukup dengan niat lalu langsung sujud dengan takbir intiqal (takbir perpindahan). Namun, mengikuti pandangan yang menyertakan takbiratul ihram dan salam dianggap lebih hati-hati dan sempurna.
Tata Cara Sujud Tilawah di Dalam Shalat
Apabila imam atau orang yang shalat sendirian membaca ayat sajadah di dalam shalatnya, maka tata caranya adalah:
- Setelah selesai membaca ayat sajadah, langsung mengucapkan takbir (Allahu Akbar) lalu turun untuk sujud.
- Membaca doa Sujud Tilawah di dalam sujudnya.
- Mengucapkan takbir (Allahu Akbar) lagi untuk bangun dari sujud dan kembali ke posisi berdiri untuk melanjutkan bacaan atau langsung rukuk jika ayat tersebut berada di akhir surah.
Bagi makmum, ia wajib mengikuti sujudnya imam. Jika imam tidak sujud, maka makmum juga tidak boleh sujud sendiri.
Bacaan Doa Saat Sujud Tilawah
Doa yang paling masyhur dibaca saat Sujud Tilawah adalah:
Sajada wajhiya lilladzī khalaqahū wa shawwarahū, wa syaqqa sam‘ahū wa basharahū, bihaulihī wa quwwatihī, fatabārakallāhu ahsanul khāliqīn.
"Wajahku bersujud kepada Dzat yang menciptakannya, yang membentuknya, yang membuka pendengaran dan penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya. Maka Maha Suci Allah, sebaik-baik pencipta." (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan An-Nasa'i).
Selain doa tersebut, diperbolehkan juga membaca tasbih sujud biasa seperti dalam shalat (Subhaana Rabbiyal A'laa) atau doa-doa lain yang relevan.
Daftar 15 Bacaan Ayat Sajadah dalam Al-Qur'an
Para ulama sepakat mengenai 10 ayat sajadah, namun terdapat perbedaan pendapat pada 5 ayat lainnya. Berikut adalah daftar 15 ayat yang umum diakui oleh mayoritas ulama, khususnya dalam mazhab Syafi'i.
1. Surah Al-A'raf, Ayat 206
Innal-ladzīna ‘inda rabbika lā yastakbirūna ‘an ‘ibādatihī wa yusabbihūnahū wa lahū yasjudūn.
"Sesungguhnya mereka yang ada di sisi Tuhanmu tidak merasa enggan untuk menyembah Allah dan mereka menyucikan-Nya dan hanya kepada-Nya mereka bersujud."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini merupakan penutup Surah Al-A'raf. Konteksnya adalah perintah kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya untuk berdzikir dan tidak lalai. Ayat ini kemudian menggambarkan sifat para malaikat yang berada "di sisi Allah". Sifat utama mereka adalah ketaatan mutlak dan kerendahan hati. Mereka tidak pernah sombong (lā yastakbirūn) untuk beribadah. Mereka senantiasa bertasbih dan bersujud. Ketika kita membaca ayat ini, kita diajak untuk meneladani para malaikat tersebut. Sujud yang kita lakukan adalah cerminan dari pengakuan bahwa kita pun harusnya seperti mereka: tunduk, patuh, dan tidak memiliki sedikit pun kesombongan di hadapan Allah SWT. Ini adalah kontras yang tajam dengan kisah Iblis yang menolak sujud karena kesombongan, sebuah tema yang dibahas di awal surah.
2. Surah Ar-Ra'd, Ayat 15
Wa lillāhi yasjudu man fis-samāwāti wal-ardhi thau‘aw wa karhaw wa zhilāluhum bil-ghuduwwi wal-āshāl.
"Dan hanya kepada Allah sajalah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, (dan sujud pula) bayang-bayang mereka pada waktu pagi dan petang hari."
Tafsir dan Konteks: Surah Ar-Ra'd banyak membahas tentang tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta. Ayat ini menegaskan ketundukan universal seluruh makhluk. "Sujud" di sini memiliki dua makna. Pertama, sujud dalam arti ibadah yang dilakukan oleh orang-orang beriman dengan sukarela (thau'an). Kedua, sujud dalam arti ketundukan pada hukum alam (sunnatullah) yang berlaku bagi semua makhluk, termasuk orang kafir, secara terpaksa (karhan). Mereka tidak bisa lari dari takdir kematian, sakit, atau hukum fisika yang Allah tetapkan. Bahkan bayang-bayang pun ikut "sujud" dengan memanjang dan memendek di pagi dan petang hari, mengikuti pergerakan matahari. Ayat ini adalah deklarasi kemahakuasaan Allah yang total. Sujud kita saat membacanya adalah bentuk ikrar bahwa kita memilih untuk tunduk secara sukarela, bergabung dengan barisan para hamba-Nya yang taat.
3. Surah An-Nahl, Ayat 49-50
Wa lillāhi yasjudu mā fis-samāwāti wa mā fil-ardhi min dābbatiw wal-malā'ikatu wa hum lā yastakbirūn. Yakhāfūna rabbahum min fauqihim wa yaf‘alūna mā yu'marūn.
"Dan hanya kepada Allah sajalah sujud segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dari makhluk yang melata dan juga para malaikat, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini kembali menegaskan tema ketundukan universal. Namun, ia lebih spesifik dengan menyebutkan "makhluk melata" (dābbah) dan para malaikat. Ini mencakup seluruh spektrum makhluk, dari yang paling kecil di bumi hingga yang paling mulia di langit. Ayat ini menyoroti dua pilar utama ibadah para malaikat: rasa takut (khauf) dan ketaatan tanpa syarat. Mereka takut kepada Allah bukan karena siksa, melainkan karena pengagungan yang luar biasa. Rasa takut inilah yang mendorong mereka untuk selalu melaksanakan perintah (yaf'alūna mā yu'marūn) tanpa bertanya atau menunda. Sujud tilawah di sini adalah sebuah refleksi: sudahkah kita memiliki rasa takut yang melahirkan ketaatan seperti para malaikat? Sudahkah kita melaksanakan perintah-Nya tanpa keraguan?
4. Surah Al-Isra', Ayat 109
Wa yakhirrūna lil-adzqāni yabkūna wa yazīduhum khusyū‘ā.
"Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini adalah bagian dari deskripsi tentang orang-orang yang diberi ilmu dari kalangan Ahli Kitab sebelum Al-Qur'an. Ketika Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka langsung mengenali kebenarannya. Respons mereka tidak hanya sujud fisik, tetapi sujud yang disertai dengan tangisan dan kekhusyukan yang mendalam. "Yakhirrūna lil-adzqāni" (menyungkurkan wajah, secara harfiah 'dagu') menggambarkan sebuah sujud yang spontan, cepat, dan penuh penyerahan diri. Tangisan mereka adalah tangisan haru dan bahagia karena menemukan kebenaran. Sujud tilawah di sini mengajarkan kita bahwa interaksi dengan Al-Qur'an seharusnya menggetarkan jiwa, melembutkan hati, dan menambah kekhusyukan, bukan sekadar bacaan rutin yang hampa makna.
5. Surah Maryam, Ayat 58
Idzā tutlā ‘alaihim āyātur-rahmāni kharrū sujjadaw wa bukiyyā.
"Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, maka mereka tunduk sujud dan menangis."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini datang setelah penyebutan kisah para nabi seperti Ibrahim, Ishaq, Ya'qub, Musa, Harun, Ismail, Idris, dan lainnya. Ia merangkum sifat mulia para utusan Allah dan pengikut setia mereka. Sifat mereka adalah, ketika ayat-ayat Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) dibacakan, hati mereka luluh dan mereka langsung tersungkur sujud sambil menangis. Penggunaan nama "Ar-Rahman" di sini sangat indah, menunjukkan bahwa ayat-ayat yang mereka dengar adalah manifestasi dari kasih sayang Allah, yang membuat hati mereka dipenuhi cinta, harapan, dan rasa syukur. Sujud di sini adalah puncak dari respons emosional dan spiritual terhadap firman Sang Maha Pengasih. Kita diajak untuk merasakan getaran yang sama ketika berinteraksi dengan Al-Qur'an.
6. Surah Al-Hajj, Ayat 18
Alam tara annallāha yasjudu lahū man fis-samāwāti wa man fil-ardhi wasy-syamsu wal-qamaru wan-nujūmu wal-jibālu wasy-syajaru wad-dawābbu wa katsīrum minan-nāsi wa katsīrun haqqa ‘alaihil-‘adzāb.
"Tidakkah engkau tahu bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata dan sebagian besar dari manusia? Dan banyak dari manusia yang pantas mendapatkan azab."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini memberikan panorama ketundukan kosmik yang luar biasa. Allah mengajak kita untuk "melihat" dengan mata hati bagaimana seluruh alam raya, dari benda langit raksasa seperti matahari dan bulan hingga gunung dan pohon yang kokoh, semuanya bersujud kepada-Nya. Sujud mereka adalah dalam bentuk kepatuhan total terhadap sistem dan hukum yang telah Allah tetapkan. Kemudian, ayat ini beralih kepada manusia. Ada "katsīrum minan-nās" (sebagian besar manusia) yang ikut dalam orkestra sujud universal ini. Namun, ada pula "katsīrun haqqa ‘alaihil-‘adzāb" (banyak manusia yang pantas mendapat azab) karena kesombongan dan penolakan mereka untuk sujud. Sujud tilawah pada ayat ini adalah sebuah deklarasi pilihan: "Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan 'katsīrum minan-nās' yang bersujud kepada-Mu, bukan golongan yang pantas mendapat azab."
7. Surah Al-Hajj, Ayat 77
Yā ayyuhal-ladzīna āmanurka‘ū wasjudū wa‘budū rabbakum waf‘alul-khaira la‘allakum tuflihūn.
"Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung."
Tafsir dan Konteks: Surah Al-Hajj adalah satu-satunya surah yang memiliki dua ayat sajadah. Ayat ini adalah seruan langsung kepada orang-orang beriman. Perintah "irkə'ū wasjudū" (rukuklah dan sujudlah) adalah inti dari ibadah shalat dan simbol ketundukan fisik. Perintah ini kemudian diperluas menjadi "wa'budū rabbakum" (sembahlah Tuhanmu), yang mencakup semua bentuk ibadah. Lebih jauh lagi, diperintahkan "waf'alul-khair" (berbuatlah kebaikan), yang mencakup ibadah sosial dan muamalah. Rangkaian perintah ini menunjukkan bahwa kesalehan seorang Muslim haruslah komprehensif, mencakup hubungan vertikal dengan Allah (rukuk, sujud, ibadah) dan hubungan horizontal dengan sesama makhluk (berbuat baik). Sujud di sini adalah respons atas panggilan iman, sebuah komitmen untuk melaksanakan paket lengkap keberagamaan demi mencapai keberuntungan hakiki (al-falāh).
8. Surah Al-Furqan, Ayat 60
Wa idzā qīla lahumusjudū lir-rahmāni qālū wa mar-rahmānu anasjudu limā ta'murunā wa zādahum nufūrā.
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang', mereka menjawab: 'Siapakah Yang Maha Penyayang itu? Apakah kami harus sujud kepada apa yang engkau perintahkan kepada kami?' dan (perintah itu) menambah mereka jauh dari kebenaran."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini menggambarkan respons kaum musyrikin Quraisy yang sombong. Ketika diajak untuk sujud kepada "Ar-Rahman", mereka justru bertanya dengan nada mengejek, "Siapakah Ar-Rahman itu?". Mereka menolak sujud karena kebodohan dan keangkuhan mereka. Perintah sujud yang seharusnya membawa mereka lebih dekat kepada Allah, justru membuat mereka semakin lari (nufūrā). Sujud tilawah yang kita lakukan setelah membaca ayat ini adalah sebuah pernyataan yang kontras. Seolah-olah kita berkata, "Ya Allah, mereka menolak untuk sujud kepada-Mu Yang Maha Pengasih, tetapi kami dengan penuh kerendahan hati dan cinta bersujud kepada-Mu. Kami kenal Engkau sebagai Ar-Rahman, dan kami tunduk pada perintah-Mu."
9. Surah An-Naml, Ayat 26
Allāhu lā ilāha illā huwa rabbul-‘arsyil-‘azhīm.
"Allah, tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan yang mempunyai 'Arsy yang agung."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini adalah bagian dari kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis, yang diceritakan oleh burung Hud-hud. Hud-hud melaporkan bahwa Ratu Balqis dan kaumnya menyembah matahari, bukan Allah. Kemudian Hud-hud mengakhiri laporannya dengan kalimat tauhid yang agung ini. Kalimat ini menegaskan bahwa satu-satunya yang berhak disembah adalah Allah, Tuhan Pemilik 'Arsy yang Agung, singgasana yang melambangkan kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Sujud di sini adalah bentuk pembenaran dan pengakuan atas laporan Hud-hud. Kita bersujud untuk mengikrarkan kebenaran kalimat tauhid ini dan menolak segala bentuk kemusyrikan, sama seperti Hud-hud yang cemburu melihat ada makhluk yang sujud kepada selain Allah.
10. Surah As-Sajdah, Ayat 15
Innamā yu'minu bi'āyātināl-ladzīna idzā dzukkirū bihā kharrū sujjadaw wa sabbahū bihamdi rabbihim wa hum lā yastakbirūn.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengannya (ayat-ayat itu), mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Tuhannya, dan mereka tidak menyombongkan diri."
Tafsir dan Konteks: Surah ini dinamai As-Sajdah karena ayat ini. Ayat ini mendefinisikan ciri orang beriman yang sejati. Keimanan mereka bukanlah pengakuan lisan semata, melainkan terbukti dengan perbuatan. Ciri utama mereka adalah, ketika diingatkan dengan ayat-ayat Allah, respons pertama mereka adalah "kharrū sujjadā" (tersungkur sujud). Sujud ini adalah bukti fisik dari ketundukan hati mereka. Sujud mereka juga diiringi dengan dzikir (tasbih dan tahmid), menunjukkan kesadaran penuh saat melakukannya. Dan yang terpenting, semua itu dilakukan tanpa kesombongan (wa hum lā yastakbirūn). Melakukan sujud tilawah di sini adalah sebuah upaya untuk meniru dan masuk ke dalam golongan orang-orang beriman sejati yang dideskripsikan oleh Allah dalam ayat ini.
11. Surah Sad, Ayat 24
Wa zhanna dāwūdu annamā fatannāhu fastaghfara rabbahū wa kharra rāki‘aw wa anāb.
"Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini unik. Sujud di sini bukanlah sujud tilawah biasa, melainkan Sujud Syukur dan taubat yang dilakukan oleh Nabi Daud 'alaihissalam. Setelah menyadari kesalahannya dalam membuat keputusan, beliau langsung memohon ampun, bersujud, dan kembali sepenuhnya kepada Allah. Sujud yang kita lakukan di sini adalah untuk meneladani sikap agung Nabi Daud. Ini mengajarkan kita pelajaran penting: ketika kita menyadari sebuah kesalahan atau kekhilafan, respons terbaik adalah segera mengakui, memohon ampun (istighfar), dan bersujud sebagai tanda penyesalan dan keinginan kuat untuk kembali ke jalan yang benar (taubat).
12. Surah Fussilat, Ayat 37-38
Wa min āyātihil-lailu wan-nahāru wasy-syamsu wal-qamar, lā tasjudū lisy-syamsi wa lā lil-qamari wasjudū lillāhil-ladzī khalaqahunna in kuntum iyyāhu ta‘budūn. Fa inistakbarū fal-ladzīna ‘inda rabbika yusabbihūna lahū bil-laili wan-nahāri wa hum lā yas'amūn.
"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya pada malam dan siang hari, sedang mereka tidak pernah jemu."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini secara eksplisit melarang penyembahan terhadap makhluk, sekalipun makhluk itu tampak agung seperti matahari dan bulan. Sebaliknya, ayat ini mengarahkan ibadah hanya kepada Sang Pencipta. Perintah "wasjudū lillāh" (bersujudlah kepada Allah) adalah inti dari ajaran tauhid. Ayat selanjutnya memberikan penegasan: jika ada manusia yang sombong dan menolak sujud, ibadah Allah tidak akan berkurang sedikit pun. Para malaikat di sisi-Nya terus-menerus bertasbih siang dan malam tanpa henti dan tanpa rasa bosan. Sujud kita di sini adalah jawaban langsung atas perintah "wasjudū lillāh", sekaligus pernyataan bahwa kita tidak termasuk golongan yang sombong, dan kita ingin bergabung dengan barisan malaikat yang tak pernah lelah dalam mengagungkan-Nya.
13. Surah An-Najm, Ayat 62
Fasjudū lillāhi wa‘budū.
"Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)."
Tafsir dan Konteks: Ini adalah ayat sajadah pertama yang diturunkan, terletak di akhir Surah An-Najm. Setelah Allah membantah segala keraguan kaum musyrikin tentang wahyu dan kebenaran ajaran Nabi Muhammad SAW, surah ini ditutup dengan perintah yang tegas dan lugas: "Fasjudū lillāhi wa'budū" (Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah!). Ini adalah kesimpulan logis dari seluruh argumen yang telah dipaparkan. Tidak ada lagi ruang untuk perdebatan, yang tersisa hanyalah kepatuhan. Riwayat menyebutkan bahwa ketika Nabi SAW membaca ayat ini di hadapan kaum muslimin dan musyrikin di Mekkah, semuanya, termasuk kaum musyrikin, ikut bersujud karena begitu kuatnya pengaruh ayat ini. Sujud kita di sini adalah bentuk respons total terhadap kebenaran yang tak terbantahkan.
14. Surah Al-Inshiqaq, Ayat 21
Wa idzā quri'a ‘alaihimul-qur'ānu lā yasjudūn.
"Dan apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka tidak mau bersujud."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini adalah sebuah pertanyaan retoris yang penuh keheranan dan kecaman terhadap orang-orang kafir. Setelah dipaparkan bukti-bukti hari kiamat dan kebenaran Al-Qur'an, Allah bertanya, "Mengapa ketika Al-Qur'an dibacakan, mereka tidak mau sujud?". Ini menunjukkan betapa kerasnya hati dan tingginya kesombongan mereka. Sujud adalah tanda paling dasar dari pengakuan dan ketundukan. Penolakan mereka untuk sujud adalah simbol penolakan total terhadap kebenaran itu sendiri. Maka, ketika seorang mukmin membaca ayat ini, ia langsung bersujud. Sujudnya seolah menjadi jawaban praktis atas pertanyaan retoris tersebut: "Mereka mungkin tidak bersujud, ya Allah, tetapi kami bersujud kepada-Mu."
15. Surah Al-'Alaq, Ayat 19
Kallā, lā tuthi‘hu wasjud waqtarib.
"Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)."
Tafsir dan Konteks: Ayat ini adalah puncak dan penutup dari surah pertama yang diwahyukan. Konteksnya adalah larangan dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk tidak menuruti ancaman dan larangan Abu Jahal yang mencoba menghalangi beliau shalat di dekat Ka'bah. Allah memerintahkan sebaliknya: "Jangan patuhi dia!". Sebagai gantinya, Allah memberikan solusi terbaik untuk menghadapi tekanan dan intimidasi: "wasjud waqtarib" (sujudlah dan mendekatlah). Sujud adalah sumber kekuatan, ketenangan, dan pertolongan Allah. Semakin dekat seorang hamba dengan Tuhannya dalam sujud, semakin ia merasa aman dan kuat. Ayat ini mengajarkan bahwa sujud adalah senjata orang beriman dan cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah, terutama di saat-saat sulit.
Keutamaan dan Hikmah Agung di Balik Sujud Tilawah
Sujud Tilawah bukan sekadar rutinitas, ia menyimpan keutamaan yang sangat besar. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila anak Adam membaca ayat Sajadah, lalu ia sujud, maka syaitan akan menjauhinya sambil menangis. Syaitan pun akan berkata-kata: 'Celaka aku. Anak Adam diperintahkan sujud, ia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku diperintahkan sujud, namun aku enggan, maka bagiku neraka'." (HR. Muslim).
Hadis ini menunjukkan betapa sujud tilawah adalah sebuah tindakan yang sangat dibenci oleh syaitan karena ia merupakan antitesis dari sifat sombongnya. Setiap sujud yang kita lakukan adalah penegasan ketaatan yang membedakan kita dari Iblis. Ia adalah deklarasi kemenangan seorang hamba atas bisikan kesombongan. Selain itu, sujud tilawah adalah cara instan untuk menambah kedekatan dengan Allah, mengikis dosa, dan mengangkat derajat di sisi-Nya, sebagaimana keutamaan sujud pada umumnya.
Pada akhirnya, bacaan ayat sajadah dan pelaksanaan sujud tilawah adalah bagian tak terpisahkan dari adab seorang Muslim terhadap Al-Qur'an. Ia mengubah proses membaca dari sekadar aktivitas intelektual menjadi sebuah dialog spiritual yang mendalam, di mana setiap seruan untuk tunduk dijawab dengan kepatuhan yang tulus dan total. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk dapat menghayati setiap ayat-Nya dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersujud.