Pedoman Lengkap Perlindungan dan Penyembuhan Islami
Gambar: Al-Qur'an sebagai sumber cahaya dan perlindungan (Ayat Ayat Ruqyah).
Ruqyah Syar'iyyah adalah metode pengobatan dan perlindungan diri yang sah dalam Islam, yang dilakukan melalui pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, nama-nama dan sifat-sifat Allah, serta doa-doa yang bersumber dari Sunnah Rasulullah ﷺ. Ini adalah sebuah praktik spiritual yang sepenuhnya bertumpu pada keyakinan Tauhid, di mana kesembuhan mutlak hanya datang dari Allah SWT.
Dalam konteks modern, ketika banyak penyakit fisik dan psikologis tidak dapat dijelaskan, atau ketika seseorang diyakini terganggu oleh faktor non-medis seperti sihir (santet), 'ain (pandangan mata jahat), atau gangguan jin, Ruqyah menjadi solusi spiritual yang utama. Ayat ayat ruqyah bukan sekadar mantra; ia adalah firman Allah yang mengandung kekuatan penyembuhan, pemutus ikatan sihir, dan penghalau kejahatan.
Agar suatu ruqyah diterima dan efektif secara syar'i, ia harus memenuhi tiga syarat mendasar:
Ayat-ayat berikut ini merupakan inti dari praktik Ruqyah Syar'iyyah. Ayat-ayat ini dibaca secara berulang, dengan keyakinan penuh akan keagungan maknanya, sehingga mampu mengusir kejahatan spiritual dan mendatangkan ketenangan.
Surah Al-Fatihah adalah surah yang paling agung dan disebut juga sebagai Asy-Syifaa' (Penyembuh) dan Ar-Ruqyah. Keutamaan surah ini menjadikannya ayat pembuka dalam setiap sesi ruqyah.
Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiim
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alhamdu lillaahi Rabbil-'aalamiin
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,
Maaliki Yawmid-Diin
Yang Menguasai hari Pembalasan.
Iyyaaka na'budu wa lyyaaka nasta'iin
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.
Ihdinas-Siraatal-Mustaqiim
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
Siraatal-laziina an'amta 'alayhim ghayril-maghduubi 'alayhim wa lad-daaal-liin
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.
Al-Fatihah mengandung gabungan Tauhid (pengesaan Allah), pengakuan akan kekuasaan-Nya, dan permohonan petunjuk serta perlindungan. Ketika dibacakan dengan keyakinan bahwa Allah adalah Raja Hari Pembalasan (yang mengendalikan segala sesuatu, termasuk bahaya sihir), ia menjadi penawar yang sangat ampuh. Setiap ayatnya menegaskan ketergantungan total hamba kepada Tuhannya, sebuah konsep yang sangat melemahkan kekuatan jin dan setan yang mengandalkan kelemahan iman manusia.
Dalam praktik ruqyah, Al-Fatihah sering dibacakan hingga tujuh kali, bahkan lebih, sembari ditiupkan pada area tubuh yang sakit atau pada air minum. Para ulama menekankan bahwa kekuatan Al-Fatihah dalam penyembuhan didokumentasikan langsung dalam Hadis tentang seorang sahabat yang menggunakannya untuk menyembuhkan orang yang disengat kalajengking, menunjukkan fungsi praktisnya sebagai obat.
Ayat Kursi adalah ayat Al-Qur’an yang paling agung. Ayat ini secara spesifik menjelaskan keesaan, kekuasaan, dan keagungan Allah yang tak terbatas. Karena kandungannya yang luar biasa tentang Tauhid, Ayat Kursi adalah perisai paling kuat melawan setan dan sihir.
Allaahu laa ilaaha illaa Huwal-Hayyul-Qayyum. Laa ta'khuzuhuu sinatunw wa laa nawm. Lahuu maa fis-samaawaati wa maa fil-ardh. Man zallazii yashfa'u 'indahuuu illaa bi-iznih. Ya'lamu maa bayna aydiihim wa maa khalfahum. Wa laa yuhiituuna bishay'im min 'ilmihiii illaa bimaa shaa-a. Wasi'a Kursiyyuhus-samaawaati wal-ardha. Wa laa ya-uuduhuu hifzhuhumaa. Wa Huwal-'Aliyyul-'Azhiim.
Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, Yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi (kekuasaan)-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Maha Tinggi, Maha Agung.
Kandungan Ayat Kursi secara langsung mengeliminasi dasar kekuatan setan. Ketika ayat ini dibacakan, ia menegaskan bahwa Allah adalah Al-Hayy (Yang Hidup Abadi) dan Al-Qayyum (Yang Berdiri Sendiri, Penopang segala sesuatu). Konsep ini meniadakan segala bentuk kekuatan independen yang diklaim oleh jin atau makhluk halus. Jin tidak bisa mendekati atau menguasai seseorang yang membacanya dengan penuh keyakinan. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa siapa pun yang membacanya sebelum tidur, ia akan terus berada dalam perlindungan Allah dan setan tidak akan mendekatinya hingga pagi hari.
Dalam ruqyah, Ayat Kursi sering digunakan sebagai ‘palu’ spiritual, dibaca berulang-ulang untuk menekan jin yang mungkin bersembunyi atau bersemayam dalam tubuh yang diruqyah, memaksa mereka keluar atau melemahkan ikatan sihir yang mengikat mereka.
Dua ayat ini dikenal sebagai perlindungan yang sangat kuat, terutama jika dibaca pada malam hari. Kekuatan dua ayat ini terletak pada penegasan keimanan yang menyeluruh dan permohonan maaf serta pertolongan dari beban yang tidak mampu dipikul.
Aamanar-Rasuulu bimaa unzila ilayhi mir-Rabbihii wal-Mu'minuun. Kullun aamana billaahi wa Malaa'ikatihii wa Kutubihii wa Rusulih. Laa nufarriqu bayna ahadim mir-Rusulih. Wa qaalùu sami'naa wa ata'naa ghufraanaka Rabbanaa wa ilaykal-madiir.
Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata): "Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya." Dan mereka berkata, "Kami dengar dan kami taat. (Ampunilah kami) Ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali."
Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus'ahaa. Lahaa maa kasabat wa 'alayhaa maktasabat. Rabbanaa laa tu'aakhiznaaa in nasiinaaa aw akhta'naa. Rabbanaa wa laa tahmil 'alaynaaa isran kamaa hamaltahuu 'alal-laziina min qablinaa. Rabbanaa wa laa tuhammilnaa maa laa taaqata lanaa bihii. Wa'fu 'annaa. Waghfir lanaa. Warhamnaa. Anta Mawlaanaa fansurnaa 'alal-qawmil-kaafiriin.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami terhadap orang-orang kafir."
Rasulullah ﷺ bersabda, "Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah pada suatu malam, maka cukuplah baginya." Cukuplah di sini diartikan sebagai perlindungan dari segala keburukan, termasuk godaan setan, gangguan jin, dan musibah. Ayat-ayat ini memuat pengakuan akan kelemahan diri di hadapan Allah dan permohonan langsung untuk diangkat dari beban, baik beban duniawi, ujian sihir, maupun gangguan spiritual yang melemahkan jiwa.
Tiga surah pendek ini – Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas – dikenal sebagai Mu'awwizat. Rasulullah ﷺ sangat sering menggunakannya, terutama saat hendak tidur dan setelah salat, untuk memohon perlindungan total dari segala bentuk kejahatan, baik yang bersifat fisik maupun spiritual. Dalam ruqyah, ketiganya dibaca secara berulang-ulang dan ditiupkan pada air, minyak, atau langsung pada tubuh.
Surah ini menegaskan keesaan Allah secara mutlak, menolak segala bentuk sekutu, persekutuan, atau ketidaksempurnaan. Kejelasan Tauhid dalam surah ini adalah racun bagi entitas jin dan setan yang kekuatannya bergantung pada syirik dan keraguan manusia.
Qul huwallahu ahad.
Katakanlah (Muhammad): "Dialah Allah, Yang Maha Esa."
Allahu samad.
Allah tempat meminta segala sesuatu.
Lam yalid wa lam yuulad.
(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Wa lam yakul lahuu kufuwan ahad.
Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.
Meskipun pendek, Al-Ikhlas setara dengan sepertiga Al-Qur'an dari segi makna Tauhid. Mengulanginya dalam ruqyah adalah penegasan iman bahwa tidak ada kekuatan lain selain Allah, dan ini merupakan benteng iman yang menghalau kekuatan gelap yang mencari celah dalam tauhid seseorang.
Surah ini secara spesifik memohon perlindungan dari kejahatan yang bersifat universal, termasuk kegelapan dan sihir.
Qul a'uzu birabbil-falaq.
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar),"
Min sharri ma khalaq.
dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan,
Wa min sharri ghaasiqin izaa waqab.
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
Wa min sharrin-naffaathaati fil-'uqad.
dan dari kejahatan perempuan-perempuan penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya),
Wa min sharri haasidin izaa hasad.
dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.
Ayat "dan dari kejahatan perempuan-perempuan penyihir yang meniup pada buhul-buhul" secara eksplisit menyebutkan perlindungan dari sihir yang menggunakan buhul (ikatan). Demikian pula, perlindungan dari hasad (kedengkian) sangat vital, karena banyak gangguan spiritual yang berawal dari pandangan mata jahat ('ain) atau rasa dengki manusia yang kemudian dimanfaatkan oleh setan. Al-Falaq adalah permohonan spesifik untuk meruntuhkan praktik-praktik sihir.
Surah ini memohon perlindungan dari kejahatan internal—bisikan setan, baik dari jin maupun manusia—yang menyerang hati dan pikiran.
Qul a'uzu birabbin-naas.
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhannya manusia,
Malikin-naas.
Raja manusia,
Ilaahin-naas.
sembahan manusia,
Min sharril-waswaasil-khannaas.
dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi,
Allazii yuwaswisu fii suduurin-naas.
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
Minal-jinnati wan-naas.
dari (golongan) jin dan manusia."
An-Nas sangat vital untuk ruqyah yang berfokus pada gangguan mental, was-was (kecemasan berlebihan), dan pikiran obsesif. Jin atau setan sering beroperasi dengan membisikkan keraguan, ketakutan, dan keputusasaan ke dalam hati manusia. Dengan memohon perlindungan kepada Allah sebagai Raja dan Sembahan manusia, kita memutuskan jalur komunikasi setan terhadap jiwa. Surah ini melengkapi perlindungan eksternal dari Al-Falaq dengan perlindungan internal terhadap pikiran.
Selain fondasi utama di atas, terdapat beberapa ayat spesifik dari berbagai surah yang memiliki fokus tematik pada pembatalan sihir, peleburan tipu daya, dan penghinaan terhadap usaha setan.
Ayat ini dibaca oleh Nabi Musa AS ketika berhadapan dengan para penyihir Fir'aun. Kalimat ini mengandung janji Allah bahwa sihir yang dilakukan pasti akan sia-sia.
Falammaa alqaw qaala Muusaa maa ji’tum bihis-sihr; innal-laaha sayubtiluh; innal-laaha laa yuslihu 'amalal-mufsidiin. Wa yuhiqqullahu al-haqqa bikalimaatihi wa law karihal-mujrimun.
Maka setelah mereka melemparkan, Musa berkata: "Apa yang kamu datangkan itu, itulah sihir. Sesungguhnya Allah akan membatalkannya." Sesungguhnya Allah tidak membiarkan perbuatan orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Allah akan menguatkan yang benar dengan firman-Nya, walaupun orang-orang yang berdosa tidak menyukainya.
Ayat 81 dan 82 dari Surah Yunus adalah pernyataan yang mengandung kepastian ilahi bahwa tipu daya sihir tidak akan pernah berhasil melawan kebenaran Allah. Ketika dibaca, ini adalah proklamasi penghancuran bagi setiap sihir yang terikat dalam tubuh atau lingkungan. Pengulangan kalimat "innallaha sayubtiluh" (Sesungguhnya Allah akan membatalkannya) sangat ditekankan dalam praktik ruqyah untuk melepaskan ikatan sihir yang rumit.
Ayat-ayat ini melanjutkan kisah Nabi Musa dan para penyihir, di mana sihir mereka benar-benar dilenyapkan, dan para penyihir justru beriman.
Wa awhaynaa ilaa Muusaa an alqi 'asaak; faizaa hiya talqafu maa ya’fikunn. Fawaqa'al-haqqu wa batala maa kaanuu ya'maluun. Fughulibuu hunaalika wanqalabuu saaghiriin. Wa ulqiyas-saharatu saajidiin. Qaaluu aamannaa bi Rabbil-'aalamiin. Rabbi Muusaa wa Haaruun.
Dan Kami wahyukan kepada Musa: "Lemparkanlah tongkatmu!" Maka tiba-tiba ia menelan semua yang mereka tipu daya (sihirkan). Maka, terjadilah kebenaran (dari Allah) dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan. Maka mereka dikalahkan di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan para penyihir itu pun tersungkur bersujud. Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (yaitu) Tuhannya Musa dan Harun."
Ketika ayat-ayat ini dibaca, ia memvisualisasikan kemenangan kebenaran (Hak) atas kepalsuan (Batil). Ayat ini sangat efektif untuk ruqyah yang bertujuan untuk memutus ikatan sihir yang kuat, karena ia menunjukkan bagaimana sihir, meskipun terlihat besar dan menakutkan, pada akhirnya akan "ditelan" dan dihancurkan oleh kekuasaan Allah. Ayat 118, "Fawaqa'al-haqqu wa batala maa kaanuu ya'maluun" (Maka, terjadilah kebenaran dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan) adalah titik fokus utama dalam pembatalan sihir.
Ayat ini kembali mengisahkan Musa, di mana Allah memberi ketenangan dan perintah untuk melenyapkan sisa-sisa sihir. Ini sangat penting untuk menenangkan hati orang yang sedang diruqyah dan memastikan seluruh sisa sihir lenyap.
Qulnaa laa takhaf innaka antal-a'laa. Wa alqi maa fii yamiinika talqaf maa sana'u. Innamii sana'uu kaydu saahirinw wa laa yuflihus-saahiru haythu ataa.
Kami berfirman: "Janganlah engkau takut! Sesungguhnya engkaulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Sesungguhnya apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya tukang sihir (semata). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana pun ia datang."
Fokus utama ayat ini adalah kalimat "wa laa yuflihus-saahiru haythu ataa" (dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana pun ia datang). Ini memberikan kepastian dan pengharapan bagi penderita bahwa meskipun sihir itu datang dari sumber yang paling tersembunyi atau kuat, ia pasti akan gagal karena berhadapan dengan kehendak Allah. Ayat ini menanamkan ketenangan ("laa takhaf") sekaligus kekuatan.
Al-Qur'an secara keseluruhan adalah penyembuh (syifaa'). Namun, ada enam ayat yang secara khusus disebut sebagai 'Ayat Syifaa’' dalam tradisi ulama, yang secara eksplisit menyebutkan konsep penyembuhan dari Allah. Ayat-ayat ini digunakan untuk mengobati penyakit fisik maupun spiritual.
Wa yashfi shuduur-a qawmim mu'miniin.
... dan menyembuhkan hati orang-orang mukmin.
Yaa ayyuhan-naasu qad jaa'atkum maw'izatum mir-Rabbikum wa shifaa'ul-limaa fis-shudur-i wa hudanw wa rahmatul-lilmu'miniin.
Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.
Fiihi shifaa'ul lin-naas.
... di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.
Wa nunazzilu minal-Qur’aani maa huwa shifaa'unw wa rahmatul-lilmu'miniina wa laa yaziiduz-zaalimiina illaa khasaaraa.
Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an (sesuatu) yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, sedangkan bagi orang-orang yang zalim (Al-Qur'an itu) hanya akan menambah kerugian.
Wa izaa maridhtu fahuwa yashfiin.
Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.
Qul huwa lillaziina aamanuu hudanw wa shifaa’.
Katakanlah: "Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar (penyembuh) bagi orang-orang yang beriman."
Ayat-ayat Syifaa’ ini memberikan landasan teologis bahwa Al-Qur’an bukan hanya kitab petunjuk moral, tetapi juga obat. Penyembuhan yang ditawarkan bersifat holistik, mencakup penyakit fisik (seperti dalam kasus madu, Surah An-Nahl) dan penyakit spiritual serta hati (seperti keraguan, kesedihan, atau dampak sihir). Ketika seorang yang sakit diruqyah dengan ayat-ayat ini, fokusnya adalah memohon Allah untuk mengaktifkan kekuatan penyembuhan yang terkandung dalam firman-Nya.
Beberapa ayat memiliki efek kejut atau penghinaan terhadap jin dan setan yang sombong atau keras kepala, memaksa mereka untuk tunduk pada keagungan Allah.
Ayat-ayat ini menjelaskan bagaimana Allah melindungi langit dari setan yang mencoba mencuri berita, sebuah analogi yang kuat untuk perlindungan manusia dari godaan.
Wa laqad ja'alnaa fis-samaa'i buruujanw wa zayyan-naahaa lin-naaziriin. Wa hafazhnaahaa min kulli shaytaanin-rajiim. Illaa manistaraqas-sam'a fa-atba'ahuu shihaabum mubiin.
Dan sungguh, Kami telah menciptakan gugusan bintang di langit (bagi kamu) dan Kami menjadikannya indah bagi orang yang memandang. Dan Kami menjaganya dari setiap setan yang terkutuk, kecuali (setan) yang mencuri-curi (berita yang didengar dari langit) lalu dikejar oleh panah api yang terang.
Penggunaan istilah "shaytaanin rajiim" (setan yang terkutuk) dalam ayat ini sangat relevan. Ruqyah menggunakan ayat-ayat ini untuk menegaskan bahwa seperti halnya langit dijaga dari gangguan setan dengan panah api, jiwa seorang Mukmin juga dijaga oleh Firman Allah dari serangan setan yang terkutuk. Ayat ini bersifat menolak dan mengusir.
Meskipun tidak secara eksplisit tentang sihir, ayat-ayat akhir Surah Al-Hasyr, yang memuat nama-nama agung Allah (Asma’ul Husna), memiliki kekuatan penghancur bagi kebatilan karena menegaskan keagungan dan kekuasaan mutlak Allah. Nama-nama seperti Al-Malik (Raja), Al-Quddus (Maha Suci), Al-Jabbar (Maha Perkasa), dan Al-Mutakabbir (Maha Besar) sangat ditakuti oleh jin dan setan.
Law anzalnaa haazal-Qur’aana 'alaa jabalil-lara'aytahuu khaashi'am muta-saddi'am min khashyatillah. Wa tilkal-amsaalu nadhribuhaa lin-naasi la'allahum yatafakkaruun. Huwallahullazii laa ilaaha illaa Huwa 'Aalimul-ghaybi wash-shahaadah; Huwar-Rahmaanur-Rahiim. Huwallahullazii laa ilaaha illaa Huwal-Malikul-Qudduusus-Salaamul-Mu'minul-Muhayminul-'Aziizul-Jabbaarul-Mutakabbir. Subhaanallaahi 'ammaa yushrikuun. Huwallahul-Khaaliqul-Baari'ul-Musawwir; Lahul-Asmaa'ul-Husnaa; yusabbihu lahuu maa fis-samaawaati wal-ardhi; wa Huwal-'Aziizul-Hakiim.
Sekiranya Kami turunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir. Dialah Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Dialah Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Maha Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah, Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Dia memiliki Asmaul Husna. Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
Pembacaan ayat-ayat ini dalam ruqyah menghasilkan getaran spiritual yang sangat kuat. Inti dari ruqyah adalah penegasan Tauhid. Ayat 23 yang memuat sembilan nama Allah yang agung (Malik, Quddus, Salaam, Mu'min, Muhaymin, Aziz, Jabbar, Mutakabbir) secara bersama-sama, merupakan penekanan pada otoritas ilahi yang absolut. Keberanian jin dan setan akan hancur ketika mereka berhadapan dengan nama-nama tersebut, karena mereka sadar bahwa segala daya dan upaya mereka berada di bawah kendali Yang Maha Perkasa.
Gambar: Perisai yang melambangkan perlindungan ilahi (Hifdh).
Ayat ayat ruqyah dapat dibaca oleh seorang praktisi (raqi) kepada pasien, namun praktik yang paling dianjurkan adalah ruqyah mandiri (self-ruqyah). Ini memperkuat Tauhid dan ketergantungan pribadi kepada Allah.
Niat harus murni karena Allah, seeking penyembuhan dari-Nya, dan bukan sekadar mengusir makhluk. Keyakinan (yaqin) bahwa firman Allah pasti efektif adalah kunci utama.
Cara yang dicontohkan Rasulullah ﷺ adalah membaca ayat-ayat perlindungan dan meniupkan sedikit air ludah (bukan meludah) ke telapak tangan, kemudian mengusapkannya ke seluruh tubuh, terutama area yang sakit.
Urutan Pembacaan Pokok:
Ayat ayat ruqyah dapat dibacakan pada air atau minyak zaitun. Air ruqyah ini dapat diminum dan digunakan untuk mandi, sedangkan minyak zaitun digunakan untuk mengolesi area tubuh yang terasa sakit atau berat.
Keberhasilan ruqyah tidak hanya ditentukan oleh kelengkapan ayat, tetapi juga oleh kondisi hati dan lingkup keimanan yang melakukan dan menerima ruqyah. Ruqyah yang sahih adalah ibadah, dan ibadah harus bersih dari unsur-unsur kesyirikan.
Ruqyah yang tercela (syirik) adalah ruqyah yang menggunakan unsur-unsur berikut, dan harus dihindari sepenuhnya:
Ruqyah Syar'iyyah adalah transparansi; semua ayat dan doa dibaca jelas dan dapat dipahami. Kekuatannya berasal dari Allah, bukan dari perantara manusia.
Gangguan spiritual, terutama sihir yang telah mengakar, sering kali memerlukan waktu penyembuhan yang lama dan konsisten. Ruqyah bukanlah solusi instan, melainkan proses penyucian spiritual. Kesabaran (sabr) dan ketekunan (istiqamah) dalam menjalankan ibadah harian (salat, dzikir pagi petang) adalah pelengkap wajib bagi ayat ayat ruqyah.
Seseorang harus terus membaca ayat ayat ruqyah setiap hari, terlepas dari apakah ia merasakan perbaikan atau tidak. Keberhasilan dalam melawan setan adalah ketekunan hamba untuk kembali dan terus meminta pertolongan kepada Tuhannya, sampai setan merasa lelah dan putus asa untuk mengganggunya.
Ayat ayat ruqyah harus didukung oleh dzikir dan doa yang juga berfungsi sebagai benteng perlindungan sehari-hari. Dzikir ini seharusnya dibaca rutin setiap pagi dan petang.
Meskipun Al-Falaq dan An-Nas sudah mencakupnya, doa spesifik ini berasal dari Hadis dan sangat penting:
A'uudzu bikalimaatillaahit-taammaati min kulli syaythaaninw wa haammatinw wa min kulli 'aynin laammatin.
Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari setiap setan, binatang berbisa, dan dari setiap mata yang jahat.
Ini adalah doa tawakkal yang menguatkan hati saat menghadapi kesulitan spiritual:
Hasbiyallaahu laa ilaaha illaa Huwa 'alayhi tawakkaltu wa Huwa Rabbul-'Arshil-'Azhiim.
Cukuplah Allah bagiku, tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy (singgasana) yang agung.
(Dibaca 7 kali pada pagi dan petang, memiliki janji perlindungan dari segala hal yang menyusahkan.)
Melengkapi praktik ayat ayat ruqyah dengan dzikir harian adalah fondasi keimanan. Dzikir seperti Ayat Kursi, Mu'awwizat, dan Sayyidul Istighfar pada waktu yang tepat akan menciptakan perisai yang tidak dapat ditembus oleh gangguan eksternal.
Pengulangan Kunci: Pengulangan adalah kekuatan dalam ruqyah. Setiap pembacaan ayat ayat ruqyah yang dilakukan dengan konsentrasi dan pemahaman akan memperkuat benteng pertahanan spiritual diri sendiri.
Saat ayat ayat ruqyah dibacakan, baik ruqyah mandiri maupun oleh orang lain, orang yang terganggu dapat menunjukkan berbagai reaksi. Memahami reaksi ini penting untuk tidak panik dan melanjutkan proses penyembuhan.
Reaksi tidak selalu terjadi, dan ketiadaan reaksi tidak berarti ruqyah tidak berhasil. Banyak gangguan spiritual dilepas tanpa ada drama fisik, melainkan melalui ketenangan dan kedamaian hati yang kembali.
Ruqyah bukanlah akhir dari perjalanan, tetapi awal dari pemeliharaan diri yang lebih ketat. Untuk memastikan ayat ayat ruqyah bekerja secara permanen, pencegahan adalah kunci.
Gangguan jin, sihir, dan 'ain sering menyerang karena adanya celah dalam kehidupan spiritual seseorang. Pencegahan terbaik adalah membangun 'Hishn' (benteng) spiritual:
Inti dari seluruh praktik ini adalah kembali kepada Tauhid yang murni. Ayat ayat ruqyah adalah manifestasi dari keyakinan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pelindung, penyembuh, dan penentu segala takdir. Dengan memegang teguh firman-Nya, seorang hamba akan menemukan kedamaian dan perlindungan abadi dari segala bentuk kejahatan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi di balik dimensi gaib.