Analisis Mendalam Mengenai Fase Kritis Point of Lay (POL) dan Manajemen Pra-Produksi yang Menentukan Profitabilitas Peternakan.
Fase di mana ayam petelur siap bertelur, atau yang dikenal dengan istilah teknis Point of Lay (POL), adalah periode paling transformatif dan krusial dalam siklus hidup ayam petelur. Periode ini menandai transisi dramatis dari fase pertumbuhan (Grower) ke fase produksi penuh (Layer). Keberhasilan manajemen pada rentang waktu ini, yang umumnya terjadi antara minggu ke-17 hingga minggu ke-20 kehidupan ayam, akan menentukan seberapa cepat, seberapa efisien, dan seberapa lama ayam tersebut mampu mencapai serta mempertahankan puncak produksi.
Kesalahan manajemen sekecil apa pun selama transisi ini—terutama yang berkaitan dengan nutrisi, stimulasi cahaya, atau penanganan stres—dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang substansial. Kerugian ini bisa berupa keterlambatan bertelur (maturitas seksual tertunda), produksi telur yang tidak seragam, ukuran telur awal yang terlalu kecil, atau bahkan masalah kesehatan reproduksi jangka panjang seperti prolapsus. Oleh karena itu, peternak harus mengadopsi strategi manajemen yang sangat presisi dan komprehensif, jauh melampaui sekadar pemberian pakan harian.
Tujuan utama dari fase grower adalah mencapai uniformitas yang tinggi, yaitu keseragaman dalam bobot badan dan perkembangan fisik ayam. Ketika ayam petelur siap bertelur, uniformitas yang ideal harus mencapai setidaknya 80% hingga 85%. Uniformitas yang rendah berarti kelompok ayam matang pada waktu yang berbeda-beda. Ini menyebabkan kesulitan dalam manajemen pakan dan pencahayaan, karena stimulasi cahaya yang diberikan terlalu dini bagi ayam yang belum matang akan menyebabkan kerusakan pada organ reproduksi, sementara stimulasi yang terlambat bagi ayam yang sudah siap akan menunda produksi, menghilangkan potensi keuntungan dari telur pertama.
Manajemen pra-produksi yang sukses adalah sebuah seni yang memadukan ilmu fisiologi unggas dengan praktik peternakan yang detail. Ini mencakup tiga pilar utama yang harus dikontrol secara ketat: bobot badan dan struktur tulang, sistem pencahayaan (fotoperiode), dan komposisi nutrisi (terutama Kalsium dan Fosfor).
Diagram fokus pada kesiapan organ reproduksi ayam petelur menjelang Point of Lay.
Fase siap bertelur adalah titik balik di mana kebutuhan nutrisi dan prioritas energi ayam berubah secara drastis dari pembangunan jaringan otot dan tulang menjadi persiapan untuk produksi telur. Memahami perubahan internal ini adalah kunci untuk memitigasi risiko kegagalan produksi.
Pada minggu ke-17, ayam harus sudah mencapai 95% dari berat tubuh dewasanya yang ditargetkan. Namun, yang lebih penting adalah perkembangan medullary bone (tulang sumsum). Tulang sumsum adalah reservoir kalsium yang unik, berfungsi sebagai 'bank' mineral yang akan digunakan untuk pembentukan kulit telur (cangkang) di malam hari ketika ayam tidak mengonsumsi pakan. Pembangunan tulang sumsum ini dipicu oleh peningkatan hormon estrogen saat ayam mendekati kematangan seksual.
Sistem reproduksi ayam diaktifkan secara hormonal oleh stimulasi cahaya. Mata ayam memiliki reseptor sensitif yang mengirimkan sinyal melalui hipotalamus ke kelenjar pituitari, yang kemudian melepaskan hormon yang memicu ovulasi. Protokol pencahayaan harus direncanakan secara hati-hati:
Aturan Emas Pencahayaan: Jangan pernah menurunkan durasi cahaya setelah proses stimulasi dimulai. Penurunan cahaya (fotoperiode negatif) akan memicu regresi folikel ovarium, mengganggu produksi, dan berpotensi menyebabkan rontok bulu (moulting) dini, yang berarti kerugian produksi masif.
Kesalahan umum adalah mempertahankan pakan grower terlalu lama. Pakan grower memiliki rasio protein tinggi dan kalsium rendah (sekitar 0.8% - 1.0%), yang tidak lagi memadai setelah minggu ke-17. Pada saat ayam petelur siap bertelur, kebutuhan Kalsium melonjak drastis, dari 1% menjadi 3.5%—4.0%.
Pakan Pre-Lay (juga disebut pakan transisi) diberikan sekitar 10-14 hari sebelum telur pertama diperkirakan muncul. Pakan ini memiliki Kalsium yang lebih tinggi (sekitar 2.5% - 3.0%), namun masih lebih rendah dari pakan layer penuh, serta vitamin dan trace mineral yang diformulasikan untuk membangun cadangan dalam tubuh. Memberikan pakan layer penuh (4.0% Kalsium) terlalu dini dapat menyebabkan masalah ginjal dan keracunan (nefrosis) karena ayam belum memiliki kemampuan metabolisme yang memadai untuk menangani beban Kalsium yang begitu besar.
Transisi dari pakan grower ke pakan layer penuh harus dilakukan secara bertahap. Ketika produksi mencapai 2-5%, pakan Layer penuh (Puncak Produksi) harus sudah mulai diperkenalkan secara bertahap selama 3-5 hari. Ini memastikan ayam memiliki semua nutrisi yang dibutuhkan untuk menghadapi tuntutan energi tinggi pada masa puncak produksi.
Pengawasan bobot badan mingguan, menggunakan sampel acak (minimal 5% dari populasi), adalah aktivitas yang tidak bisa ditawar. Bobot badan adalah barometer utama kesehatan dan kesiapan. Deviasi dari kurva standar (disebut breeding company standards) harus segera diatasi, biasanya melalui penyesuaian jumlah pakan yang dialokasikan per ekor (feed restriction atau flush feeding).
Grafik menunjukkan bahwa peningkatan durasi cahaya (fotoperiode) hanya boleh dilakukan setelah ayam mencapai usia dan bobot badan ideal (sekitar Minggu ke-17).
Proses pemindahan ayam dari kandang grower ke kandang layer, serta adaptasi lingkungan, adalah sumber stres terbesar. Stres dapat menunda permulaan produksi, bahkan pada ayam yang sudah matang secara fisiologis. Oleh karena itu, langkah-langkah transisi harus direncanakan dengan cermat.
Idealnya, pemindahan ayam ke kandang produksi harus dilakukan sebelum stimulasi cahaya dimulai, yaitu antara minggu ke-16 hingga minggu ke-17. Jika pemindahan dilakukan setelah ayam mulai bertelur atau setelah stimulasi cahaya penuh diberikan, risiko kegagalan produksi dan stres sangat tinggi.
Sistem imun ayam mengalami tekanan besar saat memasuki fase produksi karena perubahan hormonal dan peningkatan kebutuhan energi. Setiap defisiensi imun pada saat ini dapat memicu penyakit laten menjadi aktif.
Stimulasi cahaya tidak hanya tentang durasi (jam), tetapi juga tentang intensitas (lux). Di kandang sistem terbuka, intensitas minimal 50 lux harus dicapai di permukaan pakan pada tahap awal stimulasi. Intensitas cahaya yang terlalu rendah (misalnya, hanya 5-10 lux) tidak akan efektif memicu hipotalamus, menyebabkan stimulasi cahaya gagal meskipun durasinya sudah ditambah.
Dalam kandang tertutup (closed house), pengendalian intensitas dan durasi jauh lebih mudah, memungkinkan program pencahayaan yang sangat presisi, seringkali menggunakan program intermiten untuk memaksimalkan efisiensi pakan dan produksi. Namun, kuncinya tetap sama: berikan cahaya panjang dan intens hanya setelah ayam mencapai bobot target yang memadai. Ayam yang kurus hanya akan menggunakan energi cahaya tersebut untuk metabolisme dasar, bukan untuk ovulasi, sehingga produksi tetap tertunda dan mereka berisiko gagal mencapai puncak.
Ketika ayam petelur siap bertelur dan produksi dimulai (0-5%), fokus manajemen beralih ke peningkatan kurva produksi. Pakan yang diberikan harus berenergi tinggi. Pada masa ini, rasio konversi pakan (FCR) akan sangat buruk. Ayam mungkin memerlukan 10-15 kg pakan untuk menghasilkan 1 kg telur. FCR yang buruk ini normal, karena sebagian besar energi dan nutrisi digunakan untuk pertumbuhan yang tersisa, pengisian tulang sumsum, dan pembentukan organ reproduksi secara penuh. FCR akan membaik secara dramatis saat kelompok mencapai puncak produksi (90%+).
Peternak harus mencatat dan menganalisis data harian: persentase telur, bobot telur harian (gram), dan konsumsi pakan per ekor. Jika konsumsi pakan tiba-tiba turun saat produksi mulai naik, ini adalah tanda peringatan bahwa ayam tidak mendapatkan cukup energi untuk memenuhi tuntutan produksi, dan harus segera diatasi dengan menambah kepadatan energi pakan atau mengatasi faktor lingkungan (seperti stres panas).
Kalsium adalah komponen terpenting yang harus diperhatikan menjelang Point of Lay. Pembentukan satu butir cangkang telur membutuhkan sekitar 2 gram Kalsium murni. Kebutuhan harian Kalsium seekor ayam yang berproduksi tinggi (bertelur 90%) dapat mencapai 4.0 - 4.5 gram per hari. Jika asupan pakan 110 gram/ekor/hari, maka kandungan Kalsium dalam pakan harus mendekati 4.0%.
Kalsium tidak boleh hanya berupa bubuk halus (fine limestone). Kalsium harus disajikan dalam bentuk partikel besar (oyster shell atau limestone grit), terutama pada pakan pra-bertelur dan layer. Alasannya terkait dengan ritme pembentukan telur:
Kalsium tidak dapat dimanfaatkan tanpa adanya Fosfor dan Vitamin D3. Keseimbangan rasio Ca:P adalah fundamental. Rasio ideal pada fase produksi adalah sekitar 10:1 (misalnya, 4.0% Kalsium dan 0.40% Fosfor tersedia). Fosfor yang terlalu tinggi dapat mengganggu penyerapan Kalsium.
Vitamin D3 (Cholecalciferol) sangat penting karena ia berfungsi sebagai hormon yang mengatur penyerapan Kalsium dari usus dan mobilisasi Kalsium dari tulang. Meskipun ayam mendapatkan sedikit D3 dari sinar matahari, suplemen dalam pakan sangat penting untuk memastikan penyerapan yang efisien, terutama pada kandang tertutup.
Meskipun Kalsium mendapat perhatian utama, protein dan asam amino, terutama Methionine dan Lysine, adalah penentu utama ukuran telur. Jika pada fase grower defisiensi protein menyebabkan pertumbuhan fisik yang buruk, pada fase layer defisiensi Methionine (asam amino pembatas) menyebabkan ukuran telur tidak bisa mencapai potensi genetiknya.
Pada fase produksi awal, kebutuhan protein untuk pembentukan telur (putih telur, kuning telur) dan pemeliharaan tubuh meningkat. Pakan harus diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan asam amino yang diserap harian, bukan hanya persentase protein kasar.
Air adalah nutrisi yang paling sering diabaikan. Ayam siap bertelur dan yang sudah berproduksi membutuhkan air dua kali lipat lebih banyak daripada pakan yang mereka konsumsi (rasio 2:1). Jika suhu udara tinggi, rasio ini bisa mencapai 4:1. Dehidrasi, bahkan dalam waktu singkat, dapat secara instan menghentikan produksi telur (egg stop) dan mengurangi konsumsi pakan. Peternak harus secara teratur memeriksa laju aliran (flow rate) nipple, memastikan setiap ayam mendapatkan air yang cukup, terutama pada jam-jam puncak minum (setelah stimulasi cahaya dan di sore hari).
Masalah air umum termasuk: biofilm di pipa (penghambat laju aliran), suhu air terlalu tinggi (ayam enggan minum), dan kontaminasi bakteri (penyebab diare dan malabsorpsi nutrisi).
Meskipun manajemen pra-produksi dilakukan dengan sempurna, beberapa tantangan tetap muncul ketika kelompok ayam baru memasuki fase produksi. Kecepatan peternak dalam mengidentifikasi dan merespons masalah ini akan menentukan keberlanjutan profitabilitas.
Telur kecil adalah masalah umum yang terjadi pada awal produksi (minggu 20-25). Meskipun normal jika telur awal berukuran kecil, jika berat telur rata-rata jauh di bawah standar genetik dan tidak meningkat secara cepat, ini adalah masalah yang perlu diatasi.
Prolapsus adalah kondisi di mana sebagian oviduk atau kloaka menonjol keluar setelah bertelur. Ini sangat berbahaya karena menyebabkan kanibalisme dan kematian. Prolapsus sering terjadi pada kelompok muda (awal produksi) karena telur pertama yang dihasilkan seringkali terlalu besar, atau berat badan ayam terlalu ringan untuk ukuran telur yang dikeluarkan.
Ayam yang baru dipindahkan atau yang stres akibat prolapsus rentan terhadap kanibalisme. Ayam akan mematuk ayam lain, terutama pada bagian kloaka yang merah dan menonjol.
Pada awal produksi, nafsu makan ayam mungkin fluktuatif. Jika konsumsi turun, ayam akan segera mengambil cadangan nutrisi dari tubuh, yang berujung pada penurunan kualitas cangkang dan produksi.
Keberhasilan manajemen Point of Lay diukur bukan hanya dari munculnya telur pertama, tetapi dari metrik ekonomi yang mencerminkan efisiensi kelompok secara keseluruhan. Dua metrik kunci adalah Usia pada 50% Produksi (Age at 50% Production) dan Feed Conversion Ratio (FCR) di awal produksi.
Ayam petelur modern, tergantung strain genetiknya (misalnya Lohmann, Hy-Line, Isa Brown), dirancang untuk mencapai 50% produksi telur pada usia yang sangat spesifik. Target umum berkisar antara 22 hingga 24 minggu. Setiap hari penundaan dalam mencapai target ini adalah kerugian finansial langsung karena biaya pakan tetap berjalan tanpa ada hasil penjualan.
Jika kelompok ayam mencapai 50% produksi lebih dari 25 minggu, ini menjadi indikasi kuat adanya kegagalan manajemen di fase grower (berat badan kurang) atau stimulasi cahaya yang salah. Perlu dilakukan audit manajemen segera untuk kelompok berikutnya.
FCR adalah rasio massa pakan yang dikonsumsi dibagi dengan massa telur yang dihasilkan. Pada awal produksi, FCR mungkin tinggi (buruk), tetapi harus menurun tajam seiring peningkatan persentase produksi dan berat telur.
Contoh FCR Awal vs Puncak:
Pengelolaan FCR pada masa transisi sangat penting. Jika ayam diberi pakan yang tidak berenergi cukup, mereka akan makan lebih banyak (tinggi FCR), meningkatkan biaya produksi per kilogram telur. Sebaliknya, pakan yang terlalu padat energi tanpa kontrol dapat menyebabkan ayam menjadi terlalu gemuk, yang justru menghambat produksi di masa puncak.
Deplesi (tingkat kematian atau culling) pada fase transisi harus dijaga sangat rendah, idealnya di bawah 0.2% per minggu. Tingkat deplesi yang tinggi saat ayam petelur siap bertelur menunjukkan masalah kesehatan akut atau manajemen stres yang buruk selama transfer. Setiap ayam yang hilang pada tahap ini adalah kerugian investasi penuh (DOC, pakan grower, vaksin) yang tidak akan pernah menghasilkan pendapatan.
Kualitas telur awal sering menjadi indikator kesehatan jangka panjang. Telur yang memiliki cangkang tipis atau bentuk abnormal pada minggu-minggu pertama adalah sinyal bahwa deposisi Kalsium pada tulang sumsum tidak berhasil, atau ayam mengalami infeksi (seperti IB). Jika masalah ini tidak diatasi, kualitas cangkang akan memburuk seiring bertambahnya usia ayam (setelah 40 minggu), yang berarti peningkatan risiko telur retak (cracked eggs) yang tidak laku dijual.
Kualitas telur ideal dipengaruhi langsung oleh cadangan kalsium yang berhasil disimpan saat ayam petelur siap bertelur.
Peternakan modern sering menerapkan teknik manajemen lingkungan yang lebih maju untuk mengoptimalkan kinerja kelompok ayam petelur siap bertelur, terutama dalam konteks perbedaan strain genetik dan sistem kandang (litter vs. cage).
Setiap strain ayam (misalnya: Isa Brown, dirancang untuk pertumbuhan cepat dan produksi dini; Lohmann Brown, fokus pada persistensi produksi dan kualitas telur yang baik) memiliki kurva pertumbuhan dan waktu POL yang sedikit berbeda. Penting untuk selalu merujuk pada manual manajemen yang dikeluarkan oleh perusahaan genetik.
Contoh: Strain yang lebih berat mungkin memerlukan stimulasi cahaya yang sedikit lebih lambat untuk mencegah prolapsus, sementara strain yang ringan mungkin membutuhkan manajemen energi yang lebih agresif di masa grower untuk memastikan mereka mencapai BW target yang dibutuhkan untuk bertelur pertama.
Beberapa garis genetik memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap kepadatan populasi, sementara yang lain akan menunjukkan peningkatan stres dan penurunan uniformitas jika kepadatan kandang grower dipertahankan terlalu tinggi menjelang masa transfer.
Pada fase transisi, kontrol suhu kandang adalah vital. Suhu yang terlalu panas (di atas 28°C) akan menyebabkan ayam megap-megap (panting), mengurangi konsumsi pakan, dan mengganggu penyerapan Kalsium. Ayam yang stres panas tidak dapat mengalokasikan energi untuk deposisi tulang sumsum atau pembentukan telur yang optimal.
Amonia pada fase pra-bertelur memiliki dampak signifikan, terutama pada kandang lantai (litter). Paparan amonia tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan, yang kemudian membuat ayam rentan terhadap infeksi sekunder seperti Mycoplasma atau E. coli, yang keduanya dapat merusak oviduk dan menurunkan produksi secara permanen.
Kesehatan usus yang optimal adalah prasyarat untuk penyerapan nutrisi. Saat transisi pakan dari grower ke layer, perubahan mendadak dalam komposisi (terutama peningkatan Kalsium) dapat mengganggu keseimbangan mikroflora usus.
Penggunaan probiotik, prebiotik, dan asam organik pada air minum atau pakan pra-bertelur dapat membantu menstabilkan flora usus, meningkatkan penyerapan Kalsium, dan memitigasi risiko enteritis yang disebabkan oleh perubahan pakan. Usus yang sehat memastikan bahwa vitamin dan mineral, yang sangat dibutuhkan pada tahap ini, dapat diserap secara maksimal untuk mendukung tuntutan produksi yang akan datang.
Beberapa peternak menerapkan jadwal pemberian pakan yang ketat (meal feeding) di fase pra-bertelur atau grower untuk meningkatkan uniformitas dan memastikan ayam mengonsumsi semua pakan mereka dalam periode waktu tertentu. Teknik ini, jika diterapkan dengan benar, dapat membantu mengoptimalkan perkembangan gizzard, yang penting untuk penghancuran Kalsium partikel besar.
Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengarahkan waktu konsumsi Kalsium. Dengan memberi pakan di sore hari, peternak memastikan bahwa asupan Kalsium partikel besar terjadi tepat sebelum ayam tidur, memaksimalkan ketersediaan mineral saat pembentukan cangkang terjadi di malam hari, sehingga mengurangi risiko telur dengan cangkang tipis.
Manajemen yang diterapkan saat ayam petelur siap bertelur memiliki dampak yang jauh melampaui produksi telur pertama. Kualitas pengelolaan pada minggu ke-17 hingga ke-25 akan menentukan:
Jika fondasi diletakkan dengan baik—melalui bobot badan yang tepat, uniformitas kelompok yang tinggi, dan nutrisi pra-bertelur yang seimbang—maka peternak telah menciptakan potensi genetik maksimum ayam untuk dieksploitasi. Sebaliknya, jika ayam dipaksa bertelur sebelum waktunya atau dengan bobot yang kurang, potensi puncak produksi akan hilang, dan kerugian finansial akan berlanjut sepanjang siklus produksi.
Oleh karena itu, fase ayam petelur siap bertelur adalah investasi waktu, perhatian, dan sumber daya yang paling berharga. Ini adalah periode di mana kesalahan kecil memiliki konsekuensi ekonomi yang besar, dan keberhasilan manajemen adalah manifestasi dari disiplin, ketelitian, dan pemahaman mendalam tentang fisiologi unggas.
Kesimpulan dari semua strategi ini adalah sinkronisasi. Peternak harus menyinkronkan tiga faktor—fisik (bobot dan uniformitas), nutrisi (transisi Kalsium), dan lingkungan (stimulasi cahaya)—agar mencapai kematangan seksual secara serentak. Ayam petelur yang siap bertelur adalah ayam yang sehat, memiliki cadangan nutrisi penuh, dan distimulasi pada waktu yang tepat. Ini adalah kunci menuju peternakan ayam petelur yang menguntungkan dan berkelanjutan.
Untuk benar-benar menguasai fase kritis ini, peternak harus memahami mengapa parameter tertentu, seperti bobot badan dan komposisi tubuh, sangat ditekankan. Bukan sekadar angka, BW mewakili cadangan energi dan protein yang vital untuk keberhasilan produksi berkelanjutan. Fase grower (7-16 minggu) harus berfokus pada pembangunan massa otot (protein) dan rangka (mineral), bukan hanya akumulasi lemak.
Jika ayam petelur siap bertelur namun memiliki BW 10% di bawah standar, konsekuensinya adalah:
Meskipun kita fokus pada BW, komposisi BW juga penting. Ayam tidak boleh terlalu kurus, tetapi juga tidak boleh terlalu gemuk. Ayam yang terlalu gemuk pada akhir fase grower (kandungan lemak berlebih) cenderung memiliki masalah kesuburan di fase breeder (meskipun kurang relevan untuk petelur komersial) dan lebih rentan terhadap masalah prolapsus karena penimbunan lemak di sekitar kloaka. Penilaian kondisi tubuh (conditioning score) melalui palpasi (perabaan) tulang dada (sternum) harus dilakukan bersamaan dengan penimbangan, untuk memastikan ayam memiliki massa otot yang padat, bukan lemak berlebih.
Dalam kondisi praktis di lapangan, mungkin ada situasi di mana peternak perlu menunda atau mempercepat POL.
Jika pada minggu ke-17 BW belum tercapai dan uniformitas rendah, peternak harus mempertahankan durasi cahaya pendek (8-10 jam) dan tidak meningkatkan intensitas. Stimulasi ditunda hingga BW target tercapai, meskipun ini berarti ayam akan berusia 19 atau 20 minggu saat stimulasi dimulai. Penundaan ini mencegah ayam yang kurus bertelur kecil dan tidak efisien.
Mempercepat POL umumnya tidak dianjurkan karena meningkatkan risiko prolapsus dan telur kecil. Namun, jika diperlukan (misalnya, untuk sinkronisasi jadwal kandang atau jika ayam sudah matang secara fisik di minggu 16), stimulasi cahaya dapat dimulai lebih agresif (misalnya, lompatan 3 jam cahaya sekaligus). Langkah ini berisiko tinggi dan hanya boleh dilakukan pada kelompok dengan uniformitas >90% dan bobot badan di atas standar.
Banyak penyakit virus (seperti Infectious Laryngotracheitis - ILT, atau Mycoplasma) bersifat laten pada fase grower dan meletus saat stres produksi (POL). Peningkatan kebutuhan energi dan perubahan hormonal melemahkan sistem imun, memungkinkan patogen untuk aktif.
Monitoring status kesehatan melalui pengujian serologi rutin sebelum transfer kandang sangat dianjurkan. Deteksi antibodi tinggi terhadap patogen tertentu pada minggu ke-16 dapat memberikan waktu bagi peternak untuk mengambil tindakan pencegahan, seperti memberikan imunostimulan atau obat pencegahan sebelum ayam tertekan oleh produksi.
Faktor lain yang sering diabaikan adalah stres akibat suara atau getaran. Ayam yang baru dipindahkan ke kandang baterai seringkali panik akibat suara mekanisme pemberian pakan otomatis atau suara kipas ventilasi yang lebih keras. Adaptasi bertahap terhadap suara baru, misalnya dengan menyalakan peralatan selama beberapa jam sebelum ayam dipindahkan, dapat mengurangi respons stres akut pada minggu pertama produksi.
Kepadatan ayam harus dikelola secara dinamis. Di fase DOC, kepadatan tinggi wajar. Di fase grower, kepadatan harus dikurangi. Ketika ayam petelur siap bertelur dan dipindahkan ke kandang layer, kepadatan (jumlah ayam per sangkar/meter persegi) harus disesuaikan dengan standar genetik (misalnya 4-5 ekor per sangkar di kandang baterai terbuka).
Kepadatan berlebih akan meningkatkan persaingan untuk mendapatkan pakan dan air, mengakibatkan uniformitas yang memburuk, stres panas, dan peningkatan risiko kanibalisme. Di sisi lain, kepadatan yang terlalu rendah dapat meningkatkan biaya pemanasan dan penggunaan ruang, sehingga efisiensi kandang menurun.
Semua aspek detail teknis ini saling terkait. Kegagalan dalam satu area (misalnya, BW kurang) tidak dapat diperbaiki hanya dengan menggenjot nutrisi di akhir fase. Manajemen yang berhasil pada Point of Lay adalah hasil kumulatif dari manajemen yang tepat sejak hari pertama anak ayam masuk kandang (DOC).