Konsep Bancassurance telah menjadi pilar utama dalam strategi pertumbuhan institusi keuangan modern. Secara esensial, istilah ini merujuk pada kemitraan antara bank dan perusahaan asuransi, di mana bank menggunakan jaringan distribusinya yang luas untuk menjual produk-produk asuransi kepada basis nasabahnya. Sinergi ini tidak hanya menciptakan saluran pendapatan baru bagi kedua belah pihak tetapi juga memberikan solusi keuangan yang lebih komprehensif dan terintegrasi bagi nasabah.
Integrasi layanan asuransi ke dalam ekosistem perbankan menawarkan kemudahan akses yang belum pernah ada sebelumnya. Nasabah yang datang ke bank untuk urusan tabungan, pinjaman, atau investasi kini dapat sekaligus mendapatkan perlindungan finansial dalam satu atap. Model ini memerlukan pemahaman mendalam tentang regulasi, manajemen risiko, pelatihan sumber daya manusia, dan, yang paling penting, fokus pada kesesuaian produk dengan kebutuhan spesifik nasabah.
Bancassurance, sebuah portmanteau dari kata "Bank" dan "Assurance" (Asuransi), didefinisikan sebagai penyediaan atau penjualan produk asuransi melalui jaringan distribusi bank. Ini bukan sekadar penempatan brosur di lobi bank, melainkan integrasi fungsional dan operasional yang erat, memungkinkan bank bertindak sebagai perantara pemasaran atau bahkan sebagai pemilik bersama produk asuransi tertentu.
Model ini lahir sebagai respons terhadap tekanan pasar untuk diversifikasi pendapatan (bagi bank) dan kebutuhan perluasan saluran distribusi (bagi perusahaan asuransi). Di banyak negara, termasuk Indonesia, bancassurance telah berkembang dari sekadar pelengkap menjadi mesin pendapatan non-bunga (fee-based income) yang signifikan bagi sektor perbankan.
Keberhasilan bancassurance bergantung pada tiga pilar utama yang harus dijalankan secara harmonis:
Konsep bancassurance pertama kali populer di Eropa, khususnya Prancis dan Spanyol, pada era 1980-an, didorong oleh deregulasi keuangan yang memungkinkan lembaga keuangan untuk menawarkan berbagai layanan. Model ini kemudian menyebar ke Asia pada tahun 1990-an dan awal 2000-an, di mana ia beradaptasi dengan kondisi pasar lokal yang sangat mengutamakan hubungan personal.
Di pasar yang dinamis seperti Indonesia, evolusi bancassurance melalui beberapa fase:
Transformasi ini menuntut perubahan mendasar dalam budaya organisasi bank, beralih dari fokus transaksi murni perbankan menjadi penyedia solusi keuangan holistik yang mencakup mitigasi risiko.
Model operasional mendefinisikan sejauh mana bank dan perusahaan asuransi berbagi risiko, sumber daya, dan pendapatan. Pilihan model sangat dipengaruhi oleh regulasi lokal, strategi bisnis, dan kapasitas modal kedua institusi.
Ini adalah model paling sederhana dan paling umum di awal implementasi. Bank bertindak sebagai perantara yang menjual produk asuransi atas nama perusahaan asuransi. Bank menerima komisi penjualan (fee) atas setiap polis yang terjual.
Model ini melibatkan kemitraan jangka panjang yang lebih dalam, seringkali ditandai dengan kesepakatan distribusi eksklusif selama bertahun-tahun (misalnya, 5 hingga 15 tahun). Kedua pihak berinvestasi dalam pelatihan bersama, pengembangan teknologi, dan kampanye pemasaran terintegrasi.
Dalam model Joint Venture (JV), bank dan perusahaan asuransi mendirikan entitas asuransi baru yang dimiliki bersama. Dalam model Anak Perusahaan, bank mengakuisisi atau mendirikan sendiri perusahaan asuransi.
Titik kritis dalam bancassurance adalah memastikan bahwa proses penjualan dilakukan secara etis dan sesuai dengan prinsip suitability (kesesuaian). Berbeda dengan penjualan asuransi konvensional, penjualan melalui bank harus terintegrasi dengan kunjungan rutin nasabah dan layanan yang sudah ada.
Staf bank—terutama Relationship Manager (RM) dan Teller—memainkan peran vital. Mereka harus bertransformasi dari sekadar petugas perbankan menjadi penasihat keuangan yang dapat mengidentifikasi kebutuhan proteksi nasabah.
Sistem IT harus memungkinkan integrasi yang mulus antara sistem manajemen nasabah (CRM) bank dan sistem administrasi polis perusahaan asuransi. Hal ini mencakup:
Bank mendapatkan keuntungan strategis dan finansial yang signifikan melalui bancassurance, mengubah bank dari sekadar penyimpan dana menjadi pusat solusi kekayaan.
Ini adalah motivasi utama. Komisi yang diterima dari penjualan asuransi (premi) memberikan sumber pendapatan yang lebih stabil dan kurang sensitif terhadap fluktuasi suku bunga dibandingkan pendapatan bunga tradisional. Dalam kondisi ekonomi yang menantang, pendapatan non-bunga sering menjadi penyangga profitabilitas bank.
Dengan menawarkan produk asuransi yang terintegrasi, bank menjadi lebih relevan dalam keseluruhan siklus hidup finansial nasabah. Nasabah yang menggunakan berbagai produk (tabungan, pinjaman, investasi, proteksi) dari satu bank cenderung memiliki tingkat loyalitas yang jauh lebih tinggi dan biaya pergantian (switching cost) yang lebih besar.
Aset fisik bank (jaringan cabang) yang biayanya besar dapat dioptimalkan. Daripada hanya melayani transaksi perbankan dasar, cabang berubah menjadi pusat konsultasi finansial, memaksimalkan penggunaan ruang dan SDM.
Analisis mendalam terhadap profitabilitas menunjukkan bahwa pendapatan non-bunga dari bancassurance tidak hanya memberikan margin yang tinggi tetapi juga memiliki kontribusi besar terhadap rasio profitabilitas aset (ROA) dan ekuitas (ROE) secara keseluruhan bagi bank yang memiliki skala distribusi besar.
Bancassurance memberikan jalan pintas yang efektif bagi perusahaan asuransi untuk mengakses pasar dan mencapai penetrasi yang sulit dicapai melalui jalur agensi tradisional.
Bank telah melakukan KYC (Know Your Customer) secara ekstensif. Perusahaan asuransi mendapatkan akses langsung ke nasabah yang sudah terverifikasi, terpercaya, dan tersegmentasi berdasarkan kekayaan (prioritas, prima, ritel), memungkinkan penargetan produk yang sangat efisien.
Membangun jaringan agen independen membutuhkan waktu dan biaya besar. Melalui bancassurance, perusahaan asuransi memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, secara drastis mengurangi biaya akuisisi nasabah baru (CAC).
Bank seringkali memiliki kebutuhan spesifik, seperti asuransi kredit untuk KPR atau kendaraan. Kemitraan memungkinkan perusahaan asuransi untuk mengembangkan dan menawarkan produk niche yang sesuai dengan ceruk pasar perbankan tertentu.
Pada akhirnya, bancassurance harus memberikan nilai tambah yang nyata bagi konsumen agar model ini berkelanjutan.
Nasabah dapat mengurus kebutuhan finansial dan perlindungan risiko di satu lokasi atau melalui satu aplikasi digital. Proses pembelian menjadi lebih cepat karena bank sudah memiliki data identitas dan keuangan nasabah.
Banyak produk bancassurance dirancang untuk melengkapi produk perbankan. Contoh paling jelas adalah asuransi jiwa yang secara otomatis meng-cover sisa utang KPR jika debitur meninggal dunia, memastikan properti tetap aman bagi keluarga. Integrasi ini memberikan solusi yang lebih kohesif.
Karena pengawasan OJK dan perlindungan reputasi bank dipertaruhkan, proses penjualan, transparansi produk, dan penanganan klaim seringkali berada di bawah standar kualitas yang lebih ketat dibandingkan saluran distribusi lainnya. Hal ini meningkatkan kepercayaan publik terhadap produk asuransi.
Produk yang ditawarkan melalui bancassurance sangat beragam, meliputi proteksi jiwa, kesehatan, properti, hingga produk yang memiliki elemen investasi.
Ini adalah produk bancassurance paling dasar dan sering kali bersifat wajib. Asuransi kredit melindungi bank dari risiko gagal bayar pinjaman yang disebabkan oleh kematian, cacat, atau penyakit kritis debitur.
Asuransi ini dirancang khusus untuk pinjaman. Uang pertanggungan biasanya menurun seiring berkurangnya saldo pinjaman. Jika terjadi risiko, perusahaan asuransi akan melunasi sisa utang kepada bank.
Sering ditawarkan sebagai manfaat tambahan atau produk pelengkap kepada nasabah tabungan premium atau kartu kredit, memberikan santunan jika nasabah mengalami kecelakaan yang menyebabkan cacat tetap atau kematian.
Produk unit-link adalah tulang punggung pendapatan bancassurance, menawarkan kombinasi proteksi dan potensi hasil investasi.
Dalam unit-link, sebagian premi digunakan untuk membeli perlindungan asuransi (biaya akuisisi dan mortalitas), dan sisanya diinvestasikan dalam dana investasi (unit) yang dikelola oleh manajer investasi. Nilai polis tergantung pada kinerja investasi.
Produk ini ditujukan untuk perencanaan keuangan jangka panjang. Bank memposisikannya sebagai solusi manajemen kekayaan (wealth management). Premi dibayarkan secara berkala, membangun dana yang dapat diakses saat anak masuk kuliah atau saat nasabah pensiun, sekaligus memberikan proteksi jiwa selama masa pembayaran premi.
Meskipun asuransi jiwa mendominasi, asuransi umum memainkan peran penting, terutama terkait aset yang menjadi jaminan pinjaman.
Wajib bagi nasabah KPR. Asuransi ini melindungi aset yang menjadi kolateral. Bank memastikan bahwa nilai pertanggungan cukup untuk menutup sisa pinjaman jika terjadi kerusakan total.
Sering ditawarkan kepada nasabah yang mengambil kredit kendaraan. Memastikan bahwa aset yang menjadi jaminan pinjaman tetap terlindungi dari kerugian atau pencurian.
Karena bancassurance melibatkan dua sektor yang diatur ketat (perbankan dan asuransi), kepatuhan regulasi sangat penting. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan aturan yang ketat untuk memastikan perlindungan konsumen dari praktik mis-selling.
Regulasi bertujuan untuk memisahkan fungsi inti perbankan dari aktivitas penjualan asuransi, sambil memastikan bahwa nasabah menerima informasi yang transparan dan akurat.
Setiap penjual produk asuransi di bank harus memiliki sertifikasi keagenan yang valid. Bank bertanggung jawab penuh untuk memastikan pelatihan yang memadai, termasuk pemahaman mendalam tentang semua klausul produk, pengecualian, dan prosedur klaim. Regulasi menekankan bahwa bank tidak boleh mengaitkan persetujuan kredit dengan keharusan pembelian produk asuransi tertentu, kecuali asuransi kredit yang wajar dan diatur.
Terutama untuk produk PAYDI, bank wajib memberikan dokumen ilustrasi yang jelas, mencantumkan proyeksi investasi, biaya asuransi, biaya administrasi, dan yang terpenting, risiko penurunan nilai investasi. Penjual wajib menjelaskan perbedaan fundamental antara produk bank (misalnya deposito, yang dijamin LPS) dan produk asuransi (yang tidak dijamin LPS dan menanggung risiko investasi).
Risiko mis-selling (penjualan yang salah atau tidak sesuai) adalah tantangan terbesar dalam bancassurance. Hal ini terjadi ketika nasabah membeli produk yang tidak mereka butuhkan, tidak mereka pahami, atau yang risikonya melebihi toleransi mereka. Mis-selling dapat merusak reputasi bank secara permanen.
Penjual wajib mengisi dan memverifikasi data profil risiko nasabah (usia, tujuan keuangan, horizon investasi, toleransi risiko) sebelum merekomendasikan produk. Produk yang direkomendasikan harus selaras dengan hasil uji kesesuaian ini.
Regulasi memberikan hak kepada nasabah untuk membatalkan polis dalam jangka waktu tertentu (biasanya 14 hari) setelah polis diterbitkan, dan menerima kembali premi penuh (setelah dikurangi biaya tertentu). Periode ini memberikan waktu bagi nasabah untuk membaca dan memahami dokumen polis tanpa tekanan penjualan.
Bank seringkali diwajibkan untuk merekam proses penjualan, terutama untuk PAYDI. Rekaman ini menjadi bukti bahwa semua risiko dan biaya telah dijelaskan secara transparan kepada nasabah sebelum penandatanganan aplikasi. Verifikasi independen (tele-verifikasi) oleh pihak bank atau asuransi setelah penjualan juga sering diterapkan.
Mekanisme penanganan pengaduan harus jelas dan cepat. Bank dan perusahaan asuransi harus memiliki jalur komunikasi yang terintegrasi untuk menangani keluhan, dari masalah administrasi hingga sengketa klaim. OJK juga menyediakan jalur pengaduan resmi bagi konsumen yang merasa dirugikan.
Kualitas layanan pasca-penjualan, khususnya proses klaim yang efisien dan adil, adalah kunci untuk mempertahankan kepercayaan nasabah bancassurance. Kegagalan dalam klaim dapat dengan cepat merusak citra layanan yang dibangun oleh bank selama bertahun-tahun.
Meskipun menjanjikan keuntungan besar, implementasi bancassurance penuh tantangan, melibatkan koordinasi antar-organisasi dan adaptasi budaya kerja.
Ketika perusahaan asuransi menjual produk melalui bank (bancassurance) dan juga melalui agen tradisional, seringkali muncul konflik saluran. Agen tradisional merasa bank merebut nasabah mereka, terutama nasabah yang memiliki profil kekayaan tinggi.
Mengatasi konflik ini memerlukan strategi yang jelas:
Mengintegrasikan sistem IT dua lembaga besar—bank yang sangat berhati-hati dalam keamanan data dan perusahaan asuransi yang fokus pada underwriting—merupakan tugas yang rumit dan mahal.
Integrasi yang buruk dapat menyebabkan keterlambatan dalam penerbitan polis, kesalahan data premi, dan kesulitan dalam proses klaim. Diperlukan investasi besar dalam platform middleware yang memastikan pertukaran data yang aman, real-time, dan sesuai dengan standar privasi data nasabah.
Kualitas pelatihan dan kompetensi staf bank seringkali menjadi titik lemah. Staf bank mungkin memiliki pemahaman yang mendalam tentang produk deposito, tetapi kurang dalam konsep asuransi yang kompleks (misalnya, nilai tunai, risiko investasi, atau prosedur klaim penyakit kritis).
Diperlukan program pelatihan yang berkelanjutan, pengujian kompetensi yang ketat, dan mekanisme audit internal untuk memantau kualitas interaksi penjualan. Kegagalan dalam menjaga standar kompetensi berujung pada tingginya angka mis-selling dan tingkat pembatalan polis (lapse rate) yang tinggi.
Dengan adopsi teknologi yang semakin pesat, lanskap bancassurance terus berubah. Transformasi digital tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga menciptakan produk baru dan model interaksi yang lebih personal.
Kerja sama antara bank dengan perusahaan Insurtech (teknologi asuransi) memungkinkan penawaran produk yang sangat spesifik dan disesuaikan (hyper-personalized), terutama melalui aplikasi perbankan digital.
Bank memiliki data perilaku transaksi yang sangat kaya. Pemanfaatan Big Data dan kecerdasan buatan (AI) memungkinkan bank untuk mengidentifikasi "momen kebenaran" nasabah—yaitu, waktu yang optimal untuk menawarkan produk asuransi yang relevan.
Di masa depan, bancassurance tidak lagi dilihat sebagai saluran penjualan terpisah, tetapi sebagai bagian integral dari layanan manajemen kekayaan. Bank akan menawarkan solusi perencanaan keuangan yang mencakup tabungan, investasi (termasuk unit-link), dan perlindungan risiko (asuransi).
Pendekatan ini menuntut Relationship Manager untuk bertransformasi menjadi penasihat keuangan yang memiliki lisensi ganda—baik di bidang pasar modal maupun asuransi—untuk memberikan saran yang benar-benar holistik dan terpersonalisasi.
Sinergi antara bank dan asuransi melalui model bancassurance telah membuktikan diri sebagai model bisnis yang resilient dan adaptif. Keberhasilannya di masa depan akan sangat bergantung pada seberapa efektif institusi keuangan mampu menyeimbangkan inovasi teknologi dengan kepatuhan regulasi yang ketat demi menjaga kepercayaan nasabah.
Segmen nasabah prioritas atau affluent merupakan target utama bancassurance karena potensi premi besar (high ticket size) dan kebutuhan perencanaan kekayaan yang kompleks. Penawaran di segmen ini berfokus pada asuransi warisan (legacy planning), asuransi kesehatan premium internasional, dan PAYDI dengan alokasi investasi yang agresif.
Penjualan di segmen ini didominasi oleh pendekatan konsultatif. Hubungan yang sudah terjalin baik antara RM prioritas dan nasabah sangat krusial. Produk yang dijual harus dilihat sebagai alat manajemen risiko kekayaan, bukan sekadar produk perlindungan. Produk asuransi yang ditawarkan harus mampu memberikan solusi perpajakan yang efisien atau menjamin transfer kekayaan antar generasi dengan lancar, memerlukan pemahaman hukum dan regulasi yang mendalam dari RM.
Bank harus memastikan bahwa staf yang melayani segmen ini memiliki sertifikasi tingkat lanjut dan kompetensi untuk berdiskusi mengenai struktur kekayaan, bukan hanya fitur produk. Pendekatan ini meminimalkan risiko mis-selling karena nasabah prioritas biasanya memiliki literasi keuangan yang lebih tinggi dan menuntut transparansi absolut.
Pengembangan produk di segmen ini seringkali melibatkan desain polis yang sangat fleksibel (flexible premium and coverage) serta layanan pendukung premium seperti penanganan klaim eksklusif dan layanan kesehatan concierge. Keseluruhan pengalaman nasabah harus mencerminkan standar layanan perbankan prioritas yang tinggi.
Di segmen ritel dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), fokusnya adalah pada volume dan produk dengan premi terjangkau yang menawarkan perlindungan dasar yang spesifik. Asuransi mikro, asuransi kecelakaan, dan asuransi properti sederhana menjadi produk unggulan.
Tantangannya adalah mencapai efisiensi dalam penjualan massal dengan biaya rendah. Solusinya terletak pada digitalisasi penuh. Produk ritel sering dijual melalui ATM, aplikasi mobile banking, atau bahkan melalui API (Application Programming Interface) yang terintegrasi dengan platform pinjaman digital bank.
Sebagai contoh, setiap kali nasabah UMKM mengajukan pinjaman modal kerja, mereka secara otomatis ditawarkan asuransi kredit dengan premi yang dibayar bulanan bersamaan dengan cicilan. Otomatisasi ini memastikan bahwa produk asuransi terkait dengan transaksi inti perbankan, meningkatkan penetrasi dan kemudahan. Bank juga memanfaatkan agen Laku Pandai atau agen layanan keuangan non-bank untuk mendistribusikan produk asuransi mikro di daerah yang tidak terjangkau cabang, memaksimalkan jangkauan.
Kerja sama bancassurance harus diatur oleh kerangka tata kelola risiko yang kuat untuk melindungi bank, perusahaan asuransi, dan nasabah. Risiko yang muncul tidak hanya risiko underwriting, tetapi juga risiko operasional dan reputasi.
Risiko reputasi adalah risiko terbesar bagi bank. Jika perusahaan asuransi mitra gagal membayar klaim atau terlibat dalam sengketa klaim yang meluas, citra bank sebagai institusi yang terpercaya akan tercoreng, bahkan jika bank tidak terlibat langsung dalam proses underwriting.
Untuk memitigasi hal ini, bank harus melakukan uji tuntas (due diligence) yang sangat ketat terhadap mitra asuransi, meliputi:
Operasi bancassurance melibatkan transfer data, proses penjualan yang kompleks, dan pengelolaan komisi. Ini membuka celah risiko operasional, termasuk kesalahan pemrosesan, kebocoran data, dan ketidakpatuhan terhadap regulasi anti-pencucian uang (AML/KYC).
Bank harus membangun mekanisme kontrol ganda, di mana setiap aplikasi asuransi diaudit oleh unit kepatuhan bank dan perusahaan asuransi. Selain itu, sistem harus mampu melacak setiap interaksi nasabah dari awal penawaran hingga penerbitan polis, menyediakan jejak audit (audit trail) yang lengkap dan transparan untuk keperluan pengawasan OJK.
Latihan simulasi dan pembaruan SOP harus dilakukan secara rutin untuk memastikan seluruh staf memahami perubahan regulasi OJK terbaru dan prosedur penanganan pengaduan yang benar, meminimalkan potensi denda dan kerugian operasional.
Sistem kompensasi dalam bancassurance memerlukan keseimbangan antara mendorong penjualan dan memastikan praktik penjualan yang etis dan berkelanjutan. Kompensasi yang terlalu fokus pada volume penjualan berpotensi meningkatkan risiko mis-selling.
Skema kompensasi ideal harus menggabungkan beberapa elemen:
KPI bancassurance harus mencerminkan tidak hanya volume penjualan, tetapi juga kualitas dan kedalaman hubungan nasabah. Beberapa KPI kunci meliputi:
Dengan menerapkan struktur kompensasi yang seimbang dan KPI yang berorientasi pada kualitas, bank dapat memastikan bahwa bancassurance menjadi mesin pertumbuhan yang berkelanjutan, alih-alih sumber masalah kepatuhan dan risiko reputasi.
Landasan hukum operasional bancassurance adalah kontrak kemitraan (Bancassurance Agreement) antara bank dan perusahaan asuransi. Kontrak ini harus sangat rinci dan mencakup setiap aspek operasional, finansial, dan kepatuhan.
Kontrak tidak hanya mencakup besaran komisi, tetapi harus secara eksplisit mendefinisikan tanggung jawab masing-masing pihak terkait:
Rincian kontrak ini memastikan kelancaran operasional bahkan ketika terjadi perubahan manajemen atau strategi di salah satu institusi mitra.
Untuk mematuhi regulasi OJK, semua materi penjualan, brosur, dan terutama dokumen ilustrasi produk (untuk PAYDI) harus disetujui bersama oleh bank dan perusahaan asuransi sebelum digunakan di lapangan. Dokumen ini harus menggunakan bahasa yang sederhana, tidak menyesatkan, dan secara jelas menyoroti biaya, pengecualian, serta risiko, memastikan bahwa janji yang disampaikan kepada nasabah adalah konsisten dan jujur.
Kepatuhan terhadap standar dokumentasi ini bukan hanya persyaratan hukum, tetapi merupakan fondasi etika bancassurance. Nasabah harus menandatangani formulir yang menyatakan bahwa mereka telah memahami perbedaan antara produk asuransi dan produk tabungan, serta risiko investasi yang melekat pada unit-link.
Meskipun pasar telah matang, bancassurance masih memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar, didorong oleh peningkatan literasi keuangan, pertumbuhan kelas menengah, dan perubahan demografi.
Tingkat penetrasi asuransi di pasar domestik, khususnya asuransi jiwa, masih relatif rendah dibandingkan dengan negara maju. Hal ini menunjukkan adanya pasar yang belum terlayani (unserved market) yang besar. Bank, dengan jangkauan dan kepercayaan publiknya, berada pada posisi terbaik untuk mengisi kesenjangan perlindungan ini.
Pertumbuhan kelas menengah dan peningkatan kesadaran akan kebutuhan perencanaan keuangan (pendidikan, pensiun, kesehatan) mendorong permintaan untuk produk unit-link dan asuransi kesehatan yang lebih canggih. Bank, melalui jalur distribusi bancassurance, menjadi katalis utama dalam memindahkan nasabah dari produk simpanan dasar ke produk proteksi dan investasi yang lebih bernilai tambah.
Regulator terus mendorong inklusi keuangan. Bancassurance, terutama melalui produk asuransi mikro yang didistribusikan melalui jaringan perbankan (termasuk agen digital), memainkan peran vital dalam menyediakan akses proteksi kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang sebelumnya tidak terjangkau oleh agen asuransi konvensional.
Regulasi yang ketat terhadap mis-selling sebenarnya memperkuat kepercayaan publik terhadap bancassurance dalam jangka panjang. Ketika konsumen merasa terlindungi oleh pengawasan OJK dan praktik penjualan yang etis, mereka akan lebih bersedia untuk mengadopsi produk asuransi sebagai bagian integral dari perencanaan keuangan mereka.
Secara keseluruhan, kemitraan strategis antara asuransi dan bank bukan hanya tren bisnis, tetapi merupakan evolusi alami dari layanan keuangan yang terintegrasi. Model ini akan terus menjadi tulang punggung bagi inovasi produk, efisiensi distribusi, dan, yang terpenting, penyediaan perlindungan finansial yang komprehensif bagi jutaan nasabah.
Kesuksesan berkesinambungan bancassurance bergantung pada kemampuan bank dan perusahaan asuransi untuk terus berinovasi dalam teknologi, menjaga standar etika tertinggi dalam penjualan, dan memprioritaskan kepentingan jangka panjang nasabah di atas target pendapatan jangka pendek.