Surah Al-Kahfi (سورة الكهف), yang berarti "Gua", adalah surah ke-18 dalam Al-Qur'an. Terdiri dari 110 ayat, surah ini termasuk dalam golongan surah Makkiyah, yang diturunkan di Mekkah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Nama "Al-Kahfi" diambil dari kisah utama yang diceritakan di dalamnya, yaitu kisah sekelompok pemuda beriman yang mencari perlindungan di sebuah gua untuk menyelamatkan akidah mereka dari penguasa yang zalim.
Surah ini memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam, terutama karena anjuran kuat untuk membacanya pada hari Jumat. Kandungannya yang kaya akan hikmah, pelajaran, dan perlindungan menjadikannya sumber petunjuk abadi bagi umat manusia. Surah Al-Kahfi tidak hanya berisi satu kisah, melainkan empat kisah besar yang masing-masing membawa pesan moral yang mendalam dan relevan sepanjang zaman. Kisah-kisah ini berfungsi sebagai perumpamaan untuk menghadapi berbagai fitnah (ujian) dalam kehidupan: fitnah akidah, fitnah harta, fitnah ilmu, dan fitnah kekuasaan.
Keutamaan Agung Membaca Surah Al-Kahfi
Membaca Surah Al-Kahfi bukanlah sekadar rutinitas ibadah biasa. Di baliknya tersimpan berbagai keutamaan dan fadilah yang agung, sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadis Nabi Muhammad SAW. Keutamaan-keutamaan ini menjadi motivasi bagi setiap Muslim untuk merutinkan bacaannya, khususnya di hari yang paling mulia, hari Jumat.
1. Disinari Cahaya di Antara Dua Jumat
Keutamaan yang paling sering disebut adalah janji akan adanya cahaya (nur) yang menerangi seorang hamba dari Jumat ia membaca hingga Jumat berikutnya. Cahaya ini bukanlah cahaya fisik semata, melainkan cahaya petunjuk, keberkahan, dan perlindungan dari Allah SWT. Ia menerangi hati dari kegelapan maksiat, keraguan, dan kesesatan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Al-Baihaqi, Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum’at."
Cahaya ini menjadi bekal spiritual selama sepekan, membimbing langkah-langkah seorang Muslim agar senantiasa berada di jalan yang lurus, menjauhi perbuatan tercela, dan mendekatkan diri kepada amal saleh. Ia adalah simbol rahmat Allah yang meliputi hamba-Nya yang taat.
2. Perlindungan dari Fitnah Dajjal
Salah satu keutamaan terbesar dari Surah Al-Kahfi adalah kemampuannya menjadi perisai dari fitnah terbesar di akhir zaman, yaitu fitnah Dajjal. Dajjal digambarkan sebagai sosok pembawa ujian yang luar biasa dahsyat, mampu menipu manusia dengan kekuatan-kekuatan yang seolah-olah ilahi. Nabi Muhammad SAW mengajarkan umatnya sebuah amalan untuk membentengi diri dari tipu dayanya, yaitu dengan menghafal ayat-ayat awal Surah Al-Kahfi.
Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al Kahfi, maka ia akan terlindungi dari (fitnah) Dajjal."
Dalam riwayat lain, disebutkan pula sepuluh ayat terakhir. Para ulama menjelaskan bahwa ayat-ayat awal Surah Al-Kahfi mengandung penegasan akan keesaan dan kekuasaan Allah yang mutlak, serta kisah para pemuda Ashabul Kahfi yang teguh imannya di hadapan penguasa zalim. Keteguhan iman inilah yang menjadi kunci untuk selamat dari fitnah Dajjal. Dengan merenungi dan menghafal ayat-ayat ini, seorang Muslim menanamkan benteng tauhid yang kokoh di dalam hatinya, sehingga tidak mudah goyah oleh bujuk rayu Dajjal yang menyesatkan.
3. Mendapat Ketenangan (Sakinah)
Membaca Al-Qur'an, termasuk Surah Al-Kahfi, adalah salah satu cara untuk mendatangkan ketenangan jiwa (sakinah). Ketenangan ini adalah anugerah dari Allah yang diturunkan ke dalam hati para hamba-Nya yang sedang berzikir dan membaca kitab-Nya. Sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim menceritakan tentang seorang sahabat bernama Usaid bin Hudhair yang sedang membaca Surah Al-Kahfi di malam hari. Tiba-tiba, kudanya bergerak-gerak tak tenang. Ketika ia berhenti membaca, kudanya pun tenang. Hal ini terjadi berulang kali hingga ia khawatir kudanya akan menginjak putranya yang tidur di dekatnya. Keesokan paginya, ia menceritakan kejadian tersebut kepada Rasulullah SAW. Beliau pun bersabda:
"Itu adalah sakinah (ketenangan) yang turun karena bacaan Al-Qur'anmu."
Kisah ini menunjukkan betapa besar pengaruh bacaan Surah Al-Kahfi dalam mendatangkan rahmat dan ketenangan dari Allah, tidak hanya bagi manusia, tetapi juga dirasakan oleh makhluk lain di sekitarnya.
Empat Kisah Agung dan Pelajarannya
Inti dari Surah Al-Kahfi adalah empat kisah besar yang masing-masing merepresentasikan sebuah ujian besar dalam kehidupan manusia. Dengan memahami dan merenungi kisah-kisah ini, kita dapat memetik pelajaran berharga untuk menghadapi tantangan zaman.
1. Kisah Ashabul Kahfi (Fitnah Agama dan Akidah)
Kisah pertama adalah tentang sekelompok pemuda beriman (Ashabul Kahfi) yang hidup di bawah pemerintahan seorang raja yang zalim dan memaksa rakyatnya untuk menyembah berhala. Demi mempertahankan akidah tauhid mereka, para pemuda ini melarikan diri dari kota dan berlindung di sebuah gua. Mereka berdoa kepada Allah, "Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)."
Allah SWT mengabulkan doa mereka dengan cara yang luar biasa. Mereka ditidurkan di dalam gua selama 309 tahun. Selama itu, Allah menjaga mereka dari panas matahari dan pandangan orang. Ketika mereka dibangunkan, dunia di luar telah berubah total. Masyarakat dan penguasa telah beriman kepada Allah. Kisah mereka menjadi bukti nyata akan kekuasaan Allah untuk membangkitkan manusia setelah kematian.
Pelajaran yang bisa diambil:
- Keteguhan Iman: Pentingnya mempertahankan iman dan akidah meskipun menghadapi tekanan dan ancaman yang besar.
- Pertolongan Allah: Keyakinan bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya yang beriman dan akan memberikan jalan keluar dari setiap kesulitan.
- Kekuasaan Allah: Kisah ini adalah tanda kebesaran Allah atas kehidupan, kematian, dan hari kebangkitan.
- Hijrah (Menjauhi Keburukan): Terkadang, menjauhkan diri dari lingkungan yang buruk adalah langkah yang perlu diambil untuk menyelamatkan iman.
2. Kisah Pemilik Dua Kebun (Fitnah Harta dan Dunia)
Kisah kedua menceritakan tentang dua orang pria. Yang satu diberi oleh Allah dua kebun yang sangat subur dan indah, dialiri sungai, dan menghasilkan buah-buahan yang melimpah. Namun, kekayaan ini membuatnya sombong dan kufur nikmat. Ia berkata kepada temannya yang miskin namun beriman, "Hartaku lebih banyak dari hartamu dan pengikutku lebih kuat." Ia bahkan meragukan adanya hari kiamat dan merasa kekayaannya akan abadi.
Temannya yang beriman menasihatinya dengan lembut, mengingatkannya untuk bersyukur kepada Allah dengan mengucapkan "Masya Allah, la quwwata illa billah" (Sungguh atas kehendak Allah, semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Namun, si kaya menolak nasihat itu. Akibat kesombongannya, Allah menghancurkan kedua kebunnya dalam sekejap. Ia pun hanya bisa menyesali perbuatannya, namun penyesalan itu sudah terlambat.
Pelajaran yang bisa diambil:
- Bahaya Kesombongan: Harta dan kekayaan adalah ujian. Ia bisa membuat seseorang sombong, lalai, dan melupakan Allah, sumber segala nikmat.
- Pentingnya Syukur: Mengakui bahwa semua nikmat berasal dari Allah dan menggunakannya di jalan yang benar adalah kunci keberkahan. Kalimat "Masya Allah, la quwwata illa billah" adalah pengingat akan hal ini.
- Kefanaan Dunia: Segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara. Harta, tahta, dan kekuasaan bisa hilang dalam sekejap mata.
- Pentingnya Sahabat yang Saleh: Memiliki teman yang selalu mengingatkan kepada kebaikan adalah sebuah nikmat yang besar.
3. Kisah Nabi Musa dan Khidir (Fitnah Ilmu)
Kisah ketiga adalah perjalanan Nabi Musa a.s. untuk mencari seorang hamba saleh yang diberi ilmu langsung dari sisi Allah, yang dikenal sebagai Khidir. Kisah ini dimulai ketika Nabi Musa ditanya, "Siapakah orang yang paling berilmu di muka bumi?" Nabi Musa menjawab, "Aku." Allah kemudian menegurnya dan memberitahukan bahwa ada hamba-Nya yang lebih berilmu, yaitu Khidir.
Nabi Musa pun melakukan perjalanan panjang untuk menemuinya dan memohon untuk diajari. Khidir setuju dengan syarat Nabi Musa tidak boleh bertanya tentang apa pun yang dilakukannya sampai ia sendiri yang menjelaskannya. Dalam perjalanan mereka, Khidir melakukan tiga perbuatan yang secara lahiriah tampak aneh dan salah: melubangi perahu milik orang miskin, membunuh seorang anak laki-laki, dan menegakkan kembali dinding rumah yang hampir roboh di sebuah desa yang penduduknya pelit.
Nabi Musa tidak bisa menahan diri dan selalu bertanya, melanggar janjinya. Pada akhirnya, Khidir menjelaskan hikmah di balik setiap perbuatannya. Perahu dilubangi untuk menyelamatkannya dari rampasan raja zalim. Anak laki-laki dibunuh karena jika ia hidup, ia akan menyeret kedua orang tuanya yang saleh ke dalam kekafiran, dan Allah akan menggantinya dengan anak yang lebih baik. Dinding diperbaiki karena di bawahnya tersimpan harta anak yatim, dan Allah ingin menjaganya sampai mereka dewasa.
Pelajaran yang bisa diambil:
- Kerendahan Hati dalam Ilmu: Seberapapun tinggi ilmu seseorang, selalu ada ilmu Allah yang jauh lebih luas. Tidak boleh ada kesombongan dalam menuntut ilmu.
- Hikmah di Balik Musibah: Seringkali ada kebijaksanaan dan kebaikan tersembunyi di balik peristiwa yang tampak buruk atau tidak adil.
- Pentingnya Kesabaran: Sabar adalah kunci untuk memahami hikmah Allah dan menerima ketetapan-Nya.
- Ilmu Laduni: Pengakuan adanya ilmu yang berasal langsung dari Allah (ilmu laduni), yang melampaui logika dan pengetahuan manusia biasa.
4. Kisah Dzulqarnain (Fitnah Kekuasaan)
Kisah terakhir adalah tentang Dzulqarnain, seorang raja yang adil, bijaksana, dan memiliki kekuasaan yang sangat besar. Allah memberinya kekuatan untuk menjelajahi bumi dari ujung barat hingga ujung timur. Di barat, ia menemukan matahari terbenam di dalam "laut yang berlumpur hitam" dan bertemu dengan suatu kaum. Allah memberinya pilihan untuk menghukum atau berbuat baik kepada mereka. Dzulqarnain memilih jalan keadilan.
Di timur, ia menemukan kaum yang tidak memiliki pelindung dari sinar matahari. Perjalanan terpentingnya adalah ketika ia sampai di antara dua gunung dan menemukan suatu kaum yang mengeluhkan kerusakan yang dibuat oleh Ya'juj dan Ma'juj (Gog dan Magog). Mereka meminta Dzulqarnain untuk membuatkan dinding penghalang.
Dengan rendah hati, Dzulqarnain tidak menganggap itu sebagai hasil kekuatannya sendiri. Ia berkata, "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik." Ia kemudian memimpin kaum tersebut untuk bekerja sama membangun dinding besi yang dilapisi tembaga, yang sangat kokoh sehingga Ya'juj dan Ma'juj tidak bisa menembusnya. Namun, ia tetap mengingatkan bahwa dinding itu akan hancur atas izin Allah ketika janji-Nya (hari kiamat) telah tiba.
Pelajaran yang bisa diambil:
- Kekuasaan yang Adil: Kekuasaan adalah amanah yang harus digunakan untuk menegakkan keadilan, menyebarkan kebaikan, dan melindungi yang lemah.
- Tawadhu (Rendah Hati): Meskipun memiliki kekuasaan besar, Dzulqarnain tetap menyandarkan segalanya kepada Allah.
- Pentingnya Ikhtiar dan Kerjasama: Dzulqarnain tidak hanya menggunakan kekuatannya, tetapi juga mengajak kaum tersebut untuk berusaha dan bekerja sama.
- Keyakinan pada Janji Allah: Sehebat apapun karya manusia, semuanya akan tunduk pada ketetapan dan kehendak Allah SWT.
Bacaan Lengkap Surah Al-Kahfi Latin dan Terjemahannya
Berikut adalah bacaan lengkap 110 ayat Surah Al-Kahfi dalam tulisan latin untuk memudahkan pembacaan, beserta terjemahan Bahasa Indonesia untuk perenungan makna.
1.
Al-ḥamdu lillāhillażī anzala 'alā 'abdihil-kitāba wa lam yaj'al lahụ 'iwajā.
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok.
2.
Qayyimal liyunżira ba`san syadīdam mil ladun-hu wa yubasysyiral-mu`minīnallażīna ya'malụnaṣ-ṣāliḥāti anna lahum ajran ḥasanā.
Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.
3.
Mākiṡīna fīhi abadā.
Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
4.
Wa yunżirallażīna qāluttakhażallāhu waladā.
Dan untuk memperingatkan orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak."
5.
Mā lahum bihī min 'ilmiw wa lā li`ābā`ihim, kaburat kalimatan takhruju min afwāhihim, iy yaqụlụna illā każibā.
Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengatakan (sesuatu) kebohongan belaka.
6.
Fa la'allaka bākhi'un nafsaka 'alā āṡārihim il lam yu`minụ bihāżal-ḥadīṡi asafā.
Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an).
7.
Innā ja'alnā mā 'alal-arḍi zīnatal lahā linabluwahum ayyuhum aḥsanu 'amalā.
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
8.
Wa innā lajā'ilụna mā 'alaihā ṣa'īdan juruzā.
Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.
9.
Am ḥasibta anna aṣ-ḥābal-kahfi war-raqīmi kānụ min āyātinā 'ajabā.
Apakah engkau mengira bahwa orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, termasuk tanda-tanda (kebesaran) Kami yang menakjubkan?
10.
Iż awal-fityatu ilal-kahfi fa qālụ rabbanā ātinā mil ladunka raḥmataw wa hayyi` lanā min amrinā rasyadā.
(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami."
11.
Fa ḍarabnā 'alā āżānihim fil-kahfi sinīna 'adadā.
Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu selama beberapa tahun.
12.
Ṡumma ba'aṡnāhum lina'lama ayyul-ḥizbaini aḥṣā limā labiṡū amadā.
Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu).
13.
Naḥnu naquṣṣu 'alaika naba`ahum bil-ḥaqq, innahum fityatun āmanụ birabbihim wa zidnāhum hudā.
Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.
14.
Wa rabaṭnā 'alā qulụbihim iż qāmụ fa qālụ rabbunā rabbus-samāwāti wal-arḍi lan nad'uwa min dụnihī ilāhal laqad qulnā iżan syaṭaṭā.
Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak sekali-kali akan menyeru tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran."
15.
Hā`ulā`i qaumunattakhażụ min dụnihī ālihah, lau lā ya`tụna 'alaihim bisulṭānim bayyin, fa man aẓlamu mimmaniftarā 'alallāhi każibā.
Kaum kami ini telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
16.
Wa iżi'tazaltumụhum wa mā ya'budụna illallāha fa`wū ilal-kahfi yansyur lakum rabbukum mir raḥmatihī wa yuhayyi` lakum min amrikum mirfaqā.
Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu.
17.
Wa tarasy-syamsa iżā ṭala'at tazāwaru 'an kahfihim żātal-yamīni wa iżā garabat taqriḍuhum żātasy-syimāli wa hum fī fajwatim min-h, żālika min āyātillāh, may yahdillāhu fa huwal-muhtadi wa may yuḍlil fa lan tajida lahụ waliyyam mursyidā.
Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila matahari itu terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas di dalam (gua) itu. Itulah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
18.
Wa taḥsabuhum aiqāẓaw wa hum ruqụduw wa nuqallibuhum żātal-yamīni wa żātasy-syimāli wa kalbuhum bāsiṭun żirā'aihi bil-waṣīd, lawiṭṭala'ta 'alaihim lawallaita min-hum firāraw wa lamuli`ta min-hum ru'bā.
Dan engkau mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka, tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh rasa takut terhadap mereka.
19.
Wa każālika ba'aṡnāhum liyatasā`alụ bainahum, qāla qā`ilum min-hum kam labiṡtum, qālụ labiṡnā yauman au ba'ḍa yaụm, qālụ rabbukum a'lamu bimā labiṡtum, fab'aṡū aḥadakum biwariqikum hāżihī ilal-madīnati falyanẓur ayyuhā azkā ṭa'āman falya`tikum birizqim min-hu walyatalaṭṭaf wa lā yusy'iranna bikum aḥadā.
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun."
20.
Innahum iy yaẓ-harụ 'alaikum yarjumụkum au yu'īdụkum fī millatihim wa lan tufliḥū iżan abadā.
Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.
21.
Wa każālika a'ṡarnā 'alaihim liya'lamū anna wa'dallāhi ḥaqquw wa annas-sā'ata lā raiba fīhā, iż yatanāza'ụna bainahum amrahum fa qālubnụ 'alaihim bun-yānā, rabbuhum a'lamu bihim, qālallażīna galabụ 'alā amrihim lanattakhiżanna 'alaihim masjidā.
Dan demikian (pula) Kami memperlihatkan (manusia) dengan mereka, agar mereka tahu, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, maka mereka berkata: "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya".
22.
Sayaqụlụna ṡalāṡatur rābi'uhum kalbuhum, wa yaqụlụna khamsatun sādisuhum kalbuhum rajmam bil-gaīb, wa yaqụlụna sab'atuw wa ṡāminuhum kalbuhum, qur rabbī a'lamu bi'iddatihim mā ya'lamuhum illā qalīl, fa lā tumāri fīhim illā mirā`an ẓāhiraw wa lā tastafti fīhim min-hum aḥadā.
Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang, yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang, yang keenam adalah anjingnya", sebagai terkaan terhadap yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.
23.
Wa lā taqụlanna lisyai`in innī fā'ilun żālika gadā.
Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, "Aku pasti akan melakukannya besok pagi,"
24.
Illā ay yasyā`allāhu ważkur rabbaka iżā nasīta wa qul 'asā ay yahdiyani rabbī li`aqraba min hāżā rasyadā.
kecuali (dengan mengatakan), "Insya Allah." Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini."
25.
Wa labiṡụ fī kahfihim ṡalāṡa mi`atin sinīna wazdādụ tis'ā.
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.
26.
Qulillāhu a'lamu bimā labiṡụ, lahụ gaibus-samāwāti wal-arḍ, abṣir bihī wa asmi', mā lahum min dụnihī miw waliyyiw wa lā yusyriku fī ḥukmihī aḥadā.
Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lama mereka tinggal (di sana). Milik-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan."
27.
Watlu mā ụḥiya ilaika min kitābi rabbik, lā mubaddila likalimātihī wa lan tajida min dụnihī multaḥadā.
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al Quran). Tidak ada (seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari pada-Nya.
28.
Waṣbir nafsaka ma'allażīna yad'ụna rabbahum bil-gadāti wal-'asyiyyi yurīdụna waj-hahụ wa lā ta'du 'aināka 'an-hum, turīdu zīnatal-ḥayātid-dun-yā, wa lā tuṭi' man agfalnā qalbaụ 'an żikrinā wattaba'a hawāhu wa kāna amruhụ furuṭā.
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.
29.
Wa qulil-ḥaqqu mir rabbikum, fa man syā`a falyu`miw wa man syā`a falyakfur, innā a'tadnā liẓ-ẓālimīna nāran aḥāṭa bihim surādiquhā, wa iy yastagīṡụ yugāṡụ bimā`in kal-muhli yasywil-wujụh, bi`sasy-syarāb, wa sā`at murtafaqā.
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
30.
Innallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti innā lā nuḍī'u ajra man aḥsana 'amalā.
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.
31.
Ulā`ika lahum jannātu 'adnin tajrī min taḥtihimul-an-hār, yuḥallauna fīhā min asāwira min żahabiw wa yalbasụna ṡiyāban khuḍram min sundusiw wa istabraqim muttaki`īna fīhā 'alal-arā`ik, ni'maṡ-ṡawāb, wa ḥasunat murtafaqā.
Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah.
32.
Waḍrib lahum maṡalar rajulaini ja'alnā li`aḥadihimā jannataini min a'nābiw wa ḥafafnāhumā binakhliw wa ja'alnā bainahumā zar'ā.
Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan, dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.
33.
Kiltal-jannataini ātat ukulahā wa lam taẓlim min-hu syai`aw wa fajjarnā khilālahumā naharā.
Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu.
34.
Wa kāna lahụ ṡamar, fa qāla liṣāḥibihī wa huwa yuḥāwiruhū ana akṡaru minka mālaw wa a'azzu nafarā.
Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat".
35.
Wa dakhala jannatahụ wa huwa ẓālimul linafsih, qāla mā aẓunnu an tabīda hāżihī abadā.
Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,"
36.
Wa mā aẓunnus-sā'ata qā`imataw wa la`ir rudittu ilā rabbī la`ajidanna khairam min-hā munqalabā.
"dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu".
37.
Qāla lahụ ṣāḥibuhụ wa huwa yuḥāwiruhū a kafarta billażī khalaqaka min turābin ṡumma min nuṭfatin ṡumma sawwāka rajulā.
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya - sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?"
38.
Lākinna huwallāhu rabbī wa lā usyriku birabbī aḥadā.
"Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku."
39.
Walau lā iż dakhalta jannataka qulta mā syā`allāhu lā quwwata illā billāh, in tarani ana aqalla minka mālaw wa waladā.
"Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "masya'allah, la quwwata illa billah" (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan,"
40.
Fa 'asā rabbī ay yu`tiyani khairam min jannatika wa yursila 'alaihā ḥusbānam minas-samā`i fa tuṣbiḥa ṣa'īdan zalaqā.
"maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin,"
41.
Au yuṣbiḥa mā`uhā gauran fa lan tastaṭī'a lahụ ṭalabā.
"atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi".
42.
Wa uḥīṭa biṡamarihī fa aṣbaḥa yuqallibu kaffaihi 'alā mā anfaqa fīhā wa hiya khāwiyatun 'alā 'urụsyihā wa yaqụlu yā laitanī lam usyrik birabbī aḥadā.
Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai, kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku".
43.
Wa lam takul lahụ fi`atuy yanṣurụnahụ min dụnillāhi wa mā kāna muntaṣirā.
Dan tidak ada bagi dia segolongan pun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.
44.
Hunālikal-walāyatu lillāhil-ḥaqq, huwa khairun ṡawābaw wa khairun 'uqbā.
Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan.
45.
Waḍrib lahum maṡalal-ḥayātid-dun-yā kamā`in anzalnāhu minas-samā`i fakhtalaṭa bihī nabātul-arḍi fa aṣbaḥa hasyīman tażrụhur-riyāḥ, wa kānallāhu 'alā kulli syai`im muqtadirā.
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.
46.
Al-mālu wal-banụna zīnatul-ḥayātid-dun-yā, wal-bāqiyātuṣ-ṣāliḥātu khairun 'inda rabbika ṡawābaw wa khairun amalā.
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
47.
Wa yauma nusayyirul-jibāla wa taral-arḍa bārizataw wa ḥasyarnāhum fa lam nugādir min-hum aḥadā.
Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak kami tinggalkan seorang pun dari mereka.
48.
Wa 'uriḍụ 'alā rabbika ṣaffā, laqad ji`tumụnā kamā khalaqnākum awwala marratim bal za'amtum allan naj'ala lakum mau'idā.
Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian.
49.
Wa wuḍi'al-kitābu fa taral-mujrimīna musyfiqīna mimmā fīhi wa yaqụlụna yā wailatanā māli hāżal-kitābi lā yugādiru ṣagīrataw wa lā kabīratan illā aḥṣāhā, wa wajadụ mā 'amilụ ḥāḍirā, wa lā yaẓlimu rabbuka aḥadā.
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun".
50.
Wa iż qulnā lil-malā`ikatisjudụ li`ādama fa sajadū illā iblīs, kāna minal-jinni fa fasaqa 'an amri rabbih, a fa tattakhiżụnahụ wa żurriyyatahū auliyā`a min dụnī wa hum lakum 'aduww, bi`sa liẓ-ẓālimīna badalā.
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim.
51.
Mā asy-hattuhum khalqas-samāwāti wal-arḍi wa lā khalqa anfusihim wa mā kuntu muttakhiżal-muḍillīna 'aḍudā.
Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan Aku tidak menjadikan orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.
52.
Wa yauma yaqụlu nādụ syurakā`iyallażīna za'amtum fa da'auhum fa lam yastajībụ lahum wa ja'alnā bainahum maubiqā.
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Dia berfirman, "Panggillah olehmu sekutu-sekutu-Ku yang kamu anggap itu." Mereka lalu memanggilnya, tetapi mereka (sekutu-sekutu) tidak membalas (seruan) mereka dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka).
53.
Wa ra`al-mujrimụnan-nāra fa ẓannū annahum muwāqi'ụhā wa lam yajidụ 'an-hā maṣrifā.
Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini, bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling dari padanya.
54.
Wa laqad ṣarrafnā fī hāżal-qur`āni lin-nāsi min kulli maṡal, wa kānal-insānu akṡara syai`in jadalā.
Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.
55.
Wa mā mana'an-nāsa ay yu`minū iż jā`ahumul-hudā wa yastagfirụ rabbahum illā an ta`tiyahum sunnatul-awwalīna au ya`tiyahumul-'ażābu qubulā.
Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata.
56.
Wa mā nursilul-mursalīna illā mubasysyirīna wa munżirīn, wa yujādilullażīna kafarụ bil-bāṭili liyud-ḥiḍụ bihil-ḥaqqa wattakhażū āyātī wa mā unżirụ huzuwā.
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan (alasan) yang batil agar dengan itu mereka dapat melenyapkan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan.
57.
Wa man aẓlamu mim man żukkira bi`āyāti rabbihī fa a'raḍa 'an-hā wa nasiya mā qaddamat yadāh, innā ja'alnā 'alā qulụbihim akinnatan ay yafqahụhu wa fī āżānihim waqrā, wa in tad'uhum ilal-hudā fa lay yahtadū iżan abadā.
Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.
58.
Wa rabbukal-gafụru żur-raḥmah, lau yu`ākhiżuhum bimā kasabụ la'ajjala lahumul-'ażāb, bal lahum mau'idul lay yajidụ min dụnihī mau`ilā.
Dan Tuhanmulah Yang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu (untuk mendapat azab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung dari padanya.
59.
Wa tilkal-qurā ahlaknāhum lammā ẓalamụ wa ja'alnā limahlikihim mau'idā.
Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.
60.
Wa iż qāla mụsā lifatāhu lā abraḥu ḥattā abluga majma'al-baḥraini au amḍiya ḥuqubā.
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
61.
Fa lammā balagā majma'a bainihimā nasiyā ḥụtahumā fattakhaża sabīlahụ fil-baḥri sarabā.
Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
62.
Fa lammā jāwazā qāla lifatāhu ātinā gadā`anā laqad laqīnā min safarinā hāżā naṣabā.
Maka tatkala mereka telah melewati tempat itu, Musa berkata kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".
63.
Qāla a ra`aita iż awainā ilaṣ-ṣakhrati fa innī nasītul-ḥụt, wa mā ansānīhu illasy-syaiṭānu an ażkurah, wattakhaża sabīlahụ fil-baḥri 'ajabā.
Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".
64.
Qāla żālika mā kunnā nabgi fartaddā 'alā āṡārihimā qaṣaṣā.
Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
65.
Fa wajadā 'abdam min 'ibādinā ātaināhu raḥmatam min 'indinā wa 'allamnāhu mil ladunnā 'ilmā.
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
66.
Qāla lahụ mụsā hal attabi'uka 'alā an tu'allimani mimmā 'ullimta rusydā.
Musa berkata kepadanya: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
67.
Qāla innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā.
Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku."
68.
Wa kaifa taṣbiru 'alā mā lam tuḥiṭ bihī khubrā.
"Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
69.
Qāla satajidunī in syā`allāhu ṣābiraw wa lā a'ṣī laka amrā.
Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun".
70.
Qāla fa inittaba'tanī fa lā tas`alnī 'an syai`in ḥattā uḥdiṡa laka min-hu żikrā.
Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".
71.
Fanṭalaqā, ḥattā iżā rakibā fis-safīnati kharaqahā, qāla a kharaqtahā litugriqa ahlahā, laqad ji`ta syai`an imrā.
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
72.
Qāla a lam aqul innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā.
Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku"".
73.
Qāla lā tu`ākhiżnī bimā nasītu wa lā tur-hiqnī min amrī 'usrā.
Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".
74.
Fanṭalaqā, ḥattā iżā laqiyā gulāman fa qatalahụ qāla a qatalta nafsan zakiyyatam bigairi nafs, laqad ji`ta syai`an nukrā.
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".
75.
Qāla a lam aqul laka innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā.
Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"
76.
Qāla in sa`altuka 'an syai`im ba'dahā fa lā tuṣāḥibnī, qad balagta mil ladunnī 'użrā.
Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku".
77.
Fanṭalaqā, ḥattā iżā atayā ahla qaryatinistaṭ'amā ahlahā fa abau ay yuḍayyifụhumā fa wajadā fīhā jidāray yurīdu ay yanqaḍḍa fa aqāmah, qāla lau syi`ta lattakhażta 'alaihi ajrā.
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
78.
Qāla hāżā firāqu bainī wa bainik, sa`unabbi`uka bita`wīli mā lam tastaṭi' 'alaihi ṣabrā.
Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".
79.
Ammas-safīnatu fa kānat limasākīna ya'malụna fil-baḥri fa arattu an a'ībahā wa kāna warā`ahum malikuy ya`khużu kulla safīnatin gaṣbā.
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
80.
Wa ammal-gulāmu fa kāna abawāhu mu`minaini fa khasyīnā ay yur-hiqahumā ṭugyānaw wa kufrā.
Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81.
Fa aradnā ay yubdilahumā rabbuhumā khairam min-hu zakātaw wa aqraba ruḥmā.
Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
82.
Wa ammal-jidāru fa kāna ligulāmaini yatīmaini fil-madīnati wa kāna taḥtahụ kanzul lahumā wa kāna abụhumā ṣāliḥā, fa arāda rabbuka ay yablugā asyuddahumā wa yastakhrijā kanzahumā raḥmatam mir rabbik, wa mā fa'altuhụ 'an amrī, żālika ta`wīlu mā lam tasṭi' 'alaihi ṣabrā.
Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
83.
Wa yas`alụnaka 'an żil-qarnaīn, qul sa`atlụ 'alaikum min-hu żikrā.
Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya".
84.
Innā makkannā lahụ fil-arḍi wa ātaināhu min kulli syai`in sababā.
Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu,
85.
Fa atba'a sababā.
maka diapun menempuh suatu jalan.
86.
Ḥattā iżā balaga magribasy-syamsi wajadahā tagrubu fī 'ainin ḥami`atiw wa wajada 'indahā qaumā, qulnā yā żal-qarnaini immā an tu'ażżiba wa immā an tattakhiża fīhim ḥusnā.
Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: "Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka".
87.
Qāla ammā man ẓalama fa saufa nu'ażżibuhụ ṡumma yuraddu ilā rabbihī fa yu'ażżibuhụ 'ażāban nukrā.
Berkata Dzulkarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya."
88.
Wa ammā man āmana wa 'amila ṣāliḥan fa lahụ jazā`anil-ḥusnā, wa sanaqụlu lahụ min amrinā yusrā.
"Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami".
89.
Ṡumma atba'a sababā.
Kemudian dia menempuh jalan (yang lain).
90.
Ḥattā iżā balaga maṭli'asy-syamsi wajadahā taṭlu'u 'alā qaumil lam naj'al lahum min dụnihā sitrā.
Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu,
91.
Każālik, wa qad aḥaṭnā bimā ladaihi khubrā.
demikianlah. dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.
92.
Ṡumma atba'a sababā.
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).
93.
Ḥattā iżā balaga bainas-saddaini wajada min dụnihimā qaumal lā yakādụna yafqahụna qaulā.
Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.
94.
Qālụ yā żal-qarnaini inna ya`jụja wa ma`jụja mufsidụna fil-arḍi fa hal naj'alu laka kharjan 'alā an taj'ala bainanā wa bainahum saddā.
Mereka berkata: "Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?"
95.
Qāla mā makkannī fīhi rabbī khairun fa a'īnụnī biquwwatin aj'al bainakum wa bainahum radmā.
Dzulkarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka,
96.
Ātụnī zubaral-ḥadīd, ḥattā iżā sāwā bainaṣ-ṣadafaini qālanfukhụ, ḥattā iżā ja'alahụ nāran qāla ātūnī ufrig 'alaihi qiṭrā.
berilah aku potongan-potongan besi". Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: "Tiuplah (api itu)". Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku tuangkan ke atas besi panas itu".
97.
Famasṭā'ū ay yaẓ-harụhu wa mastaṭā'ụ lahụ naqbā.
Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya.
98.
Qāla hāżā raḥmatum mir rabbī, fa iżā jā`a wa'du rabbī ja'alahụ dakkā`, wa kāna wa'du rabbī ḥaqqā.
Dzulkarnain berkata: "Ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar".
99.
Wa taraknā ba'ḍahum yauma`iżiy yamụju fī ba'ḍiw wa nufikha fiṣ-ṣụri fa jama'nāhum jam'ā.
Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain, kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya,
100.
Wa 'araḍnā jahannama yauma`iżil lil-kāfirīna 'arḍā.
dan Kami nampakkan Jahannam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas,
101.
Allażīna kānat a'yunuhum fī giṭā`in 'an żikrī wa kānụ lā yastaṭī'ụna sam'ā.
yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar.
102.
A fa ḥasiballażīna kafarū ay yattakhiżụ 'ibādī min dụnī auliyā`, innā a'tadnā jahannama lil-kāfirīna nuzulā.
maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang kafir.
103.
Qul hal nunabbi`ukum bil-akhsarīna a'mālā.
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"
104.
Allażīna ḍalla sa'yuhum fil-ḥayātid-dun-yā wa hum yaḥsabụna annahum yuḥsinụna ṣun'ā.
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
105.
Ulā`ikallażīna kafarụ bi`āyāti rabbihim wa liqā`ihī fa ḥabiṭat a'māluhum fa lā nuqīmu lahum yaumal-qiyāmati waznā.
Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.
106.
Żālika jazā`uhum jahannamu bimā kafarụ wattakhażū āyātī wa rusulī huzuwā.
Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.
107.
Innallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti kānat lahum jannātul-firdausi nuzulā.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal,
108.
Khālidīna fīhā lā yabgụna 'an-hā ḥiwalā.
mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.
109.
Qul lau kānal-baḥru midādal likalimāti rabbī lanafidal-baḥru qabla an tanfada kalimātu rabbī walau ji`nā bimiṡlihī madadā.
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).
110.
Qul innamā ana basyarum miṡlukum yụḥā ilayya annamā ilāhukum ilāhuw wāḥid, fa man kāna yarjụ liqā`a rabbihī falya'mal 'amalan ṣāliḥaw wa lā yusyrik bi'ibādati rabbihī aḥadā.
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Penutup: Refleksi dan Amalan
Surah Al-Kahfi adalah lautan hikmah yang tak akan pernah kering. Setiap kali kita membacanya, kita akan menemukan lapisan makna baru yang relevan dengan kehidupan kita. Dari keteguhan iman Ashabul Kahfi, kesombongan pemilik kebun, kebijaksanaan di balik ilmu Khidir, hingga keadilan Dzulqarnain, semuanya adalah cermin bagi perjalanan hidup kita.
Menjadikan Surah Al-Kahfi sebagai bacaan rutin, terutama di hari Jumat, bukan hanya tentang mengejar pahala, tetapi tentang membekali diri dengan petunjuk, cahaya, dan benteng spiritual untuk mengarungi kehidupan yang penuh dengan ujian. Semoga kita semua dimampukan oleh Allah SWT untuk senantiasa membaca, memahami, merenungi, dan mengamalkan pelajaran-pelajaran agung yang terkandung di dalamnya. Aamiin.