Kitab Al-Barzanji merupakan salah satu karya sastra Islam yang paling monumental dan populer di seluruh dunia, khususnya di Nusantara. Karya ini berisi pujian, sanjungan, dan kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW yang disusun dengan bahasa yang sangat puitis dan indah. Ditulis oleh seorang ulama besar, Sayyid Ja'far bin Hasan bin Abdul Karim al-Barzanji, kitab ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai tradisi keagamaan masyarakat Muslim, seperti peringatan Maulid Nabi, acara aqiqah, pernikahan, hingga majelis-majelis shalawat.
Keindahan Al-Barzanji tidak hanya terletak pada isi kandungannya yang mulia, tetapi juga pada susunan kata-katanya yang menggugah jiwa. Setiap baitnya seolah membawa pembaca untuk merasakan kehadiran spiritual Sang Nabi, meneladani akhlaknya yang luhur, dan memperdalam rasa cinta (mahabbah) kepadanya. Artikel ini menyajikan teks lengkap Al-Barzanji dalam tulisan Latin agar lebih mudah dibaca dan dihafalkan oleh masyarakat luas, disertai dengan terjemahan untuk memahami maknanya secara mendalam. Semoga dengan membacanya, hati kita semakin terpaut kepada Baginda Rasulullah SAW.
Pembukaan Kitab (Muqaddimah)
Bagian pembuka ini berisi puji-pujian kepada Allah SWT, permohonan berkah, dan pengantar mengenai tujuan penulisan kitab, yaitu untuk mengisahkan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang penuh dengan kemuliaan.
1. Abtadi-ul imlâ-a bismidz-dzâtil ‘aliyyah
أَبْتَدِئُ الْإِمْلَاءَ بِاسْمِ الذَّاتِ الْعَلِيَّةِ
Abtadi-ul imlâ-a bismidz-dzâtil ‘aliyyah, mustadirran faidlal barakâti ‘alâ mâ anâlahû wa awlâh.
Aku memulai tulisan ini dengan nama Dzat Yang Maha Tinggi, seraya memohon limpahan keberkahan atas apa yang telah Dia anugerahkan dan berikan kepadaku.
Penulis membuka karyanya dengan adab tertinggi, yaitu menyebut Asma Allah Yang Maha Luhur. Ini adalah cerminan dari ajaran Islam yang menganjurkan untuk memulai setiap perbuatan baik dengan "Bismillah". Dengan memohon limpahan berkah, penulis berharap agar karyanya ini tidak hanya menjadi sebuah tulisan, tetapi juga menjadi sumber manfaat dan kebaikan yang mengalir terus-menerus bagi siapa pun yang membacanya. Ini adalah fondasi spiritual yang diletakkan di awal perjalanan menelusuri sirah Nabawiyah.
2. Wa utsannî bihamdin mawâriduhû sâ-ighatun haniyyah
وَأُثَنِّيْ بِحَمْدٍ مَوَارِدُهُ سَائِغَةٌ هَنِيَّةٌ
Wa utsannî bihamdin mawâriduhû sâ-ighatun haniyyah, mumtathiyan minasy-syukril jamîli mathâyâh.
Dan aku lanjutkan dengan pujian yang sumbernya selalu mudah dan menyenangkan, seraya mengendarai kendaraan syukur yang indah.
Setelah basmalah, penulis melanjutkan dengan hamdalah (pujian kepada Allah). Pujian ini diibaratkan sebagai sumber air yang jernih dan menyegarkan, yang mudah diminum. Syukur diumpamakan sebagai kendaraan yang membawa seseorang menuju keridhaan-Nya. Metafora ini menunjukkan betapa pujian dan syukur kepada Allah adalah suatu kenikmatan, bukan beban. Hal ini mengajarkan kita bahwa bersyukur adalah sikap batin yang aktif dan dinamis, yang membawa kita lebih dekat kepada Sang Pemberi Nikmat.
3. Wa ushallî wa usallimu ‘alan-nûril maushûfi bit-taqaddumi wal awwaliyyah
وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى النُّوْرِ الْمَوْصُوْفِ بِالتَّقَدُّمِ وَالْأَوَّلِيَّةِ
Wa ushallî wa usallimu ‘alan-nûril maushûfi bit-taqaddumi wal awwaliyyah, al-muntaqili fil ghuraril karîmati wal jibâh.
Dan aku bershalawat serta memohonkan keselamatan atas cahaya (Nabi Muhammad) yang disifati dengan kedahuluan dan keawalan, yang berpindah-pindah pada dahi-dahi dan wajah yang mulia.
Fokus tulisan beralih kepada subjek utamanya, yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau disebut sebagai "An-Nur" atau cahaya, yang mengisyaratkan bahwa keberadaan beliau adalah penerang bagi alam semesta. Konsep "Nur Muhammad" yang bersifat azali (dahulu) dan awal adalah sebuah pembahasan mendalam dalam tasawuf. Cahaya kenabian ini, menurut riwayat, senantiasa berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui para leluhur beliau yang suci dan mulia, yang ditandai dengan cahaya di dahi mereka, hingga akhirnya terlahir dalam wujud fisik Nabi Muhammad SAW.
Kisah Nasab dan Leluhur Nabi
Bagian ini menceritakan silsilah nasab Nabi Muhammad SAW yang mulia, menghubungkan beliau hingga kepada Nabi Ibrahim AS. Penulis dengan cermat menyebutkan nama-nama leluhur Nabi untuk menunjukkan kemurnian dan kehormatan garis keturunan beliau.
4. Wa asta'înuhu Ta'âlâ ridlwânan yakhushshul ‘itratath-thâhiratan nabawiyyah
وَأَسْتَمِيْحُهُ تَعَالَى رِضْوَانًا يَخُصُّ الْعِتْرَةَ الطَّاهِرَةَ النَّبَوِيَّةَ
Wa asta'înuhu Ta'âlâ ridlwânan yakhushshul ‘itratath-thâhiratan nabawiyyah, wa ya'ummus-shahâbata wal atbâ'a wa man wâlâh.
Dan aku memohon kepada-Nya keridhaan yang khusus bagi keluarga Nabi yang suci, serta yang meliputi para sahabat, para pengikut, dan siapa saja yang mencintai mereka.
Setelah bershalawat kepada Nabi, penulis memohon keridhaan Allah bagi keluarga Nabi (Ahlul Bait), para sahabat, tabi'in, dan seluruh umat Islam yang setia mengikuti jejak mereka. Ini menunjukkan adab dan kecintaan yang komprehensif, tidak hanya kepada Nabi semata, tetapi juga kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya dan berjasa dalam menyebarkan ajaran Islam. Doa ini mencerminkan semangat persatuan dan penghargaan terhadap seluruh generasi awal Islam.
5. Wa astajdîhi hidâyatan lisulûkis-subulil wâdlihatil jaliyyah
وَأَسْتَجْدِيْهِ هِدَايَةً لِسُلُوْكِ السُّبُلِ الْوَاضِحَةِ الْجَلِيَّةِ
Wa astajdîhi hidâyatan lisulûkis-subulil wâdlihatil jaliyyah, wa hifzhan minal ghawâyati fî khithathil khatha-i wa khuthâh.
Dan aku memohon kepada-Nya petunjuk untuk menempuh jalan-jalan yang terang dan jelas, serta perlindungan dari kesesatan dalam langkah-langkah kesalahan.
Sebelum memulai narasi utama, penulis memohon hidayah dan perlindungan dari kesalahan. Ini adalah bentuk kerendahan hati seorang ulama. Meskipun memiliki ilmu yang luas, ia menyadari bahwa petunjuk dan perlindungan hanya datang dari Allah. Permohonan ini juga menjadi doa bagi pembaca agar saat menelusuri kisah Nabi, kita semua dibimbing menuju jalan yang lurus dan dijauhkan dari pemahaman yang keliru atau menyimpang.
6. Wa ansyuru min qishshatil maulidin-nabawiyyi syarîfan
وَأَنْشُرُ مِنْ قِصَّةِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ الشَّرِيْفِ
Wa ansyuru min qishshatil maulidin-nabawiyyi burûdan hisânan ‘abqariyyah, nâzhiman minan-nasabisy-syarîfi ‘iqdan tuhallal masâmi'u bihulâh.
Dan aku akan membentangkan dari kisah kelahiran Nabi yang mulia, bagaikan kain-kain indah yang menakjubkan, seraya merangkai dari nasabnya yang mulia sebuah kalung yang membuat pendengaran terhiasi oleh keindahannya.
Di sinilah penulis secara eksplisit menyatakan niatnya untuk mengisahkan Maulid Nabi. Kisah ini diibaratkan seperti membentangkan kain sulam yang indah, dan silsilah nasabnya diumpamakan sebagai untaian kalung permata. Metafora ini menggambarkan betapa agung dan indahnya riwayat hidup Rasulullah SAW, yang patut untuk diceritakan dan didengarkan dengan penuh kekaguman dan penghormatan.
7. Wa asta'înu bihaulillâhi Ta'âlâ wa quwwatihil qawiyyah
وَأَسْتَعِيْنُ بِحَوْلِ اللهِ تَعَالَى وَقُوَّتِهِ الْقَوِيَّةِ
Wa asta'înu bihaulillâhi Ta'âlâ wa quwwatihil qawiyyah, fa innahû lâ hawla wa lâ quwwata illâ billâh.
Dan aku memohon pertolongan dengan daya dan kekuatan Allah Ta'ala Yang Maha Kuat, karena sesungguhnya tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.
Sebagai penutup mukadimah, penulis menegaskan kembali kebergantungannya kepada Allah SWT dengan mengucap "hauqalah". Ini adalah pengakuan mutlak akan kelemahan diri dan keperkasaan Allah. Seorang hamba tidak akan mampu melakukan apa pun, termasuk menulis sebuah karya besar, tanpa izin dan pertolongan dari-Nya. Ini adalah puncak dari tawakal dan penyerahan diri seorang hamba kepada Tuhannya.
Kelahiran Sang Cahaya Penerang Alam
Babak ini adalah puncak dari narasi Maulid. Penulis menggambarkan suasana dan peristiwa-peristiwa ajaib yang menyertai kelahiran Nabi Muhammad SAW. Deskripsi yang puitis membawa pembaca seolah-olah menyaksikan langsung momen bersejarah tersebut, mulai dari tanda-tanda kehamilan Sayyidah Aminah hingga saat sang bayi mulia lahir ke dunia.
8. ‘Athiril-lâhumma qabrahul karîm, bi’arfin syadziyyin min shalâtin wa taslîm
عَطِّرِ اللَّهُمَّ قَبْرَهُ الْكَرِيْمَ، بِعَرْفٍ شَذِيٍّ مِنْ صَلَاةٍ وَتَسْلِيْمٍ
‘Athiril-lâhumma qabrahul karîm, bi’arfin syadziyyin min shalâtin wa taslîm. Allâhumma shalli wa sallim wa bârik ‘alaih.
Ya Allah, harumkanlah kuburnya yang mulia dengan keharuman yang semerbak dari shalawat dan salam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan keberkahan kepadanya.
Bagian ini adalah selingan shalawat yang sering diulang dalam pembacaan Al-Barzanji. Fungsinya adalah untuk menjaga agar hati pembaca dan pendengar senantiasa terhubung dengan Nabi, serta untuk memohonkan rahmat dan kemuliaan baginya. Permohonan agar kubur Nabi diharumkan adalah ungkapan cinta yang mendalam, sebuah doa agar kemuliaan beliau senantiasa abadi.
9. Wa lammâ arâdallâhu tabâraka wa ta'âlâ ibrâza haqîqatihil muhammadiyyah
وَلَمَّا أَرَادَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِبْرَازَ حَقِيْقَتِهِ الْمُحَمَّدِيَّةِ
Wa lammâ arâdallâhu tabâraka wa ta'âlâ ibrâza haqîqatihil muhammadiyyah, wa izhhârahû jisman wa rûhan bishûratihî wa ma'nâh.
Dan ketika Allah Tabaraka wa Ta'ala berkehendak menampakkan hakikat Muhammad, dan menzahirkannya dalam bentuk jasad dan ruh dengan rupa dan maknanya.
Narasi dimulai dengan "kehendak Allah". Kelahiran Nabi Muhammad bukanlah peristiwa biasa, melainkan bagian dari rencana agung Ilahi. Konsep "hakikat Muhammad" (Haqiqah Muhammadiyyah) merujuk pada esensi spiritual atau cahaya Nabi yang telah ada sebelum penciptaan alam semesta. Allah berkehendak untuk mewujudkan hakikat tersebut ke dalam dunia fisik dalam bentuk manusia sempurna, yaitu Nabi Muhammad SAW.
10. Naqalahû ilâ maqarihî min shadafati âminah
نَقَلَهُ إِلَى مَقَرِّهِ مِنْ صَدَفَةِ آمِنَةَ
Naqalahû ilâ maqarihî min shadafati âminataz-zuhriyyah, wa khashshahâl-qarîbul-mujîbu bi-an takûna umman limusthafâh.
Dia memindahkannya ke tempatnya di dalam rahim Aminah Az-Zuhriyyah yang laksana kerang mutiara, dan Allah Yang Maha Dekat lagi Maha Mengabulkan telah mengkhususkannya untuk menjadi ibu bagi pilihan-Nya.
Rahim Sayyidah Aminah diibaratkan sebagai "shadafah" atau kerang mutiara. Nabi Muhammad SAW adalah mutiara yang paling berharga di dalamnya. Metafora ini menunjukkan betapa suci dan mulianya rahim yang mengandung beliau. Sayyidah Aminah dipilih secara khusus oleh Allah untuk mengemban tugas agung ini, sebuah kehormatan yang tiada tara.
11. Wa nûdiya fis-samâwâti wal ardlina bihamlihâ li-anwârihidz-dzâtiyyah
وَنُوْدِيَ فِى السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِيْنَ بِحَمْلِهَا لِأَنْوَارِهِ الذَّاتِيَّةِ
Wa nûdiya fis-samâwâti wal ardlina bihamlihâ li-anwârihidz-dzâtiyyah, wa shabâ kullu shabbin lihubûbi nasîmi shabâh.
Dan diserukanlah di langit dan di bumi tentang kehamilannya yang membawa cahaya Dzat (Ilahi), dan setiap pecinta merindukan hembusan angin pagi (kelahirannya).
Kehamilan Sayyidah Aminah bukanlah peristiwa yang hanya diketahui di bumi, tetapi menjadi kabar gembira yang diumumkan di seluruh alam semesta, baik di langit maupun di bumi. Para malaikat dan seluruh makhluk merayakan berita agung ini. Para pecinta kebenaran di seluruh dunia merasakan getaran kerinduan, menanti-nanti fajar kelahiran sang pembawa risalah.
12. Wa kusiyatil ardlu ba'da thûli jadbihâ min nabâtir-ridlwâni hulalan sundusiyyah
وَكُسِيَتِ الْأَرْضُ بَعْدَ طُوْلِ جَدْبِهَا مِنْ نَبَاتِ الرِّضْوَانِ حُلَلًا سُنْدُسِيَّةً
Wa kusiyatil ardlu ba'da thûli jadbihâ min nabâtir-ridlwâni hulalan sundusiyyah, wa ainatits-tsimâru wa adnâ syajarul janâ lijanâh.
Dan bumi yang telah lama tandus kini dipakaikan perhiasan sutra hijau dari tanaman keridhaan, buah-buahan menjadi matang, dan pohon-pohon surga merendahkan dahannya agar mudah dipetik.
Kelahiran Nabi diibaratkan sebagai datangnya hujan setelah kemarau panjang. Bumi yang tandus (simbol dari kejahiliyahan dan kegelapan spiritual) kini menjadi subur dan hijau kembali. Kehadiran beliau membawa berkah bagi seluruh alam. Buah-buahan menjadi matang, dan pohon-pohon merunduk, semuanya adalah simbol dari kemudahan, kelimpahan, dan rahmat yang menyertai kedatangan Rasulullah SAW.
Masa Kecil dan Tanda-Tanda Kenabian
Setelah mengisahkan kelahiran yang agung, Al-Barzanji melanjutkan dengan menceritakan masa kecil Nabi, termasuk masa penyusuan beliau oleh Halimah As-Sa'diyah dan peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi. Setiap peristiwa menunjukkan tanda-tanda keistimewaan dan persiapan beliau untuk mengemban tugas kenabian di masa depan.
13. Wa lammâ tamma min hamlihî syahrâni ‘alâ masyhûri aqwâlil marwiyyah
وَلَمَّا تَمَّ مِنْ حَمْلِهِ شَهْرَانِ عَلَى مَشْهُوْرِ الْأَقْوَالِ الْمَرْوِيَّةِ
Wa lammâ tamma min hamlihî syahrâni ‘alâ masyhûri aqwâlil marwiyyah, tuwuffiya bil madînatil munawwarati abûhu ‘abdullâh.
Dan ketika usia kandungannya genap dua bulan menurut riwayat yang masyhur, wafatlah di Madinah Al-Munawwarah ayahnya, Abdullah.
Di tengah kegembiraan menyambut kelahiran sang Nabi, diselipkan sebuah peristiwa duka, yaitu wafatnya sang ayah, Sayyid Abdullah. Nabi Muhammad SAW terlahir dalam keadaan yatim. Ini adalah bagian dari skenario Ilahi. Keadaan yatim membentuk kepribadian beliau menjadi sosok yang mandiri, kuat, dan penuh empati terhadap kaum lemah. Beliau diasuh langsung oleh Allah SWT, tanpa campur tangan figur seorang ayah duniawi.
14. Wa lammâ tamma min hamlihî tis'atu asyhurin qamariyyah
وَلَمَّا تَمَّ مِنْ حَمْلِهِ تِسْعَةُ أَشْهُرٍ قَمَرِيَّةٍ
Wa lammâ tamma min hamlihî tis'atu asyhurin qamariyyah, wa ânal-zamânu li-an yadl-ha'a sanâh.
Dan ketika usia kandungannya genap sembilan bulan qamariyah, dan telah tiba waktunya untuk memancarkan sinarnya.
Proses kehamilan berjalan normal sebagaimana manusia biasa, selama sembilan bulan. Ini menunjukkan sisi kemanusiaan (basyariyah) beliau. Namun, kelahiran beliau adalah momen di mana "sinar" kenabian akan memancar ke seluruh alam, menandakan dimulainya era baru bagi peradaban manusia.
15. Hadlara ummahû lailatal maulidihisy-syarîfi âsiyatu wa maryam
حَضَرَ أُمَّهُ لَيْلَةَ مَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ آسِيَةُ وَمَرْيَمُ
Hadlara ummahû lailatal maulidihisy-syarîfi âsiyatu wa maryamu fî niswatin minal hazhîratil qudsiyyah.
Pada malam kelahirannya yang mulia, ibunya didatangi oleh Asiyah dan Maryam bersama serombongan wanita suci dari surga.
Peristiwa ini menunjukkan betapa istimewanya kelahiran Nabi. Proses persalinan Sayyidah Aminah tidak sendirian, melainkan ditemani oleh para wanita paling mulia dalam sejarah: Asiyah (istri Firaun yang beriman) dan Maryam (ibunda Nabi Isa AS), serta bidadari-bidadari surga. Ini adalah bentuk penghormatan dan pelayanan dari alam malakut terhadap momen sakral tersebut.
16. Wa akhadzahal-makhâdlu fawaladathu shallallâhu 'alaihi wa sallam
وَأَخَذَهَا الْمَخَاضُ فَوَلَدَتْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Wa akhadzahal-makhâdlu fawaladathu shallallâhu 'alaihi wa sallama nûran yatala'la-u sanâh.
Lalu ia merasakan sakit akan melahirkan, maka lahirlah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai cahaya yang berkilauan sinarnya.
Meskipun ditemani oleh para wanita suci, Sayyidah Aminah tetap merasakan proses persalinan alami, yang menunjukkan sisi kemanusiaannya. Namun, yang dilahirkan bukanlah bayi biasa, melainkan "cahaya yang berkilauan". Kelahirannya tidak membawa kegelapan, melainkan menerangi seisi rumah dan bahkan, menurut riwayat, sinarnya mencapai istana-istana di Syam. Beliau lahir dalam keadaan bersih, sudah berkhitan, dan bercelak, sebagai tanda-tanda keistimewaannya.
Mahalul Qiyam (Saat Berdiri Membaca Shalawat)
Ini adalah puncak emosional dari pembacaan Al-Barzanji. Jamaah berdiri sebagai tanda penghormatan dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bait-baitnya berisi pujian agung, menggambarkan kedatangan Nabi sebagai rahmat bagi semesta alam.
يَا نَبِي سَلَامٌ عَلَيْكَ
Yâ nabî salâm ‘alaika, Yâ rasûl salâm ‘alaika
Yâ habîb salâm ‘alaika, Shalawâtullâh ‘alaika
Wahai Nabi, salam sejahtera untukmu. Wahai Rasul, salam sejahtera untukmu.
Wahai Kekasih, salam sejahtera untukmu. Shalawat Allah tercurah untukmu.
أَشْرَقَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا
Asyraqal badru ‘alainâ, Fakhtafat minhul budûru
Mitsla husnik mâ ra-ainâ, Qaththu yâ wajhas-surûri
Bulan purnama telah terbit menyinari kami, maka reduplah purnama-purnama lainnya.
Belum pernah kami lihat keindahan sepertimu, wahai wajah yang penuh kegembiraan.
أَنْتَ شَمْسٌ أَنْتَ بَدْرٌ
Anta syamsun anta badrun, Anta nûrun fauqa nûri
Anta iksîrun wa ghâlî, Anta mishbâhush-shudûri
Engkau adalah matahari, engkau adalah bulan purnama. Engkau adalah cahaya di atas cahaya.
Engkau laksana emas murni yang mahal. Engkau adalah pelita hati.
يَا حَبِيْبِيْ يَا مُحَمَّدْ
Yâ habîbî yâ Muhammad, Yâ ‘arûsal-khâfiqaini
Yâ mu-ayyad yâ mumajjad, Yâ imâmal qiblataini
Wahai kekasihku, wahai Muhammad. Wahai mempelai dua dunia (timur dan barat).
Wahai yang dikuatkan (dengan wahyu), wahai yang diagungkan. Wahai imam dua kiblat.
مَنْ رَأَى وَجْهَكَ يَسْعَدْ
Man ra-â wajhaka yas’ad, Yâ karîmal wâlidaini
Haudlukash-shâfil mubarrad, Wirdunâ yauman-nusyûri
Siapa pun yang memandang wajahmu akan bahagia, wahai yang mulia kedua orang tuanya.
Telagamu yang jernih dan sejuk adalah minuman kami di hari kebangkitan.
مَرْحَبًا يَا نُوْرَ الْعَيْنِ
Marhaban Yâ Nûral ‘aini, Marhaban Jaddal Husaini
Marhaban ahlan wa sahlan, Marhaban yâ khaira dâ'î
Selamat datang wahai cahaya mataku, selamat datang wahai kakek dari Hasan dan Husain.
Selamat datang, selamat datang, selamat datang wahai sebaik-baik penyeru (kepada kebenaran).
Lantunan Mahalul Qiyam adalah ekspresi cinta dan kegembiraan yang meluap-luap dari hati seorang Muslim. Dengan berdiri, kita seolah-olah menyambut kedatangan ruhaniah Rasulullah SAW di dalam majelis. Setiap liriknya adalah pengakuan atas keagungan, keindahan, dan peran sentral beliau sebagai pembawa rahmat. Perbandingan beliau dengan matahari dan bulan purnama menunjukkan bahwa kehadiran beliau menerangi kegelapan dan memberikan petunjuk. Sebutan "Imam Dua Kiblat" mengingatkan kita pada peristiwa perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah, sebuah momen penting dalam sejarah Islam. Dan harapan untuk dapat minum dari telaga (haudh) beliau di hari kiamat adalah cita-cita tertinggi setiap orang yang beriman.
Doa Penutup
Setelah seluruh rangkaian narasi dan pujian selesai dilantunkan, pembacaan Al-Barzanji ditutup dengan doa yang khusyuk. Doa ini merangkum semua harapan, permohonan ampunan, dan keinginan untuk mendapatkan syafaat Nabi Muhammad SAW di akhirat kelak.
Doa Al-Barzanji
Bismillâhir-rahmânir-rahîm. Alhamdu lillâhi rabbil ‘âlamîn. Allâhumma shalli wa sallim ‘alâ sayyidinâ muhammadin wa ‘alâ âli sayyidinâ muhammad.
Wa nas-alukallâhumma bi-jâhi hâdzan-nabiyyil karîm, wa âlihî wa ash-hâbihis-sâlikîna nahjahul qawîm, an tuwaffiqanâ fî aqwâlinâ wa af’âlinâ ilâ kulli khair, wa taj’alanâ fî ma’ârijil ‘ulâ min ahlil khair, wa taqbal minnâ qirâ-ata maulidihisy-syarîf, wa tahfazhanâ bihi min kulli syarrin wa dlair.
Allâhumma innâ natawassalu ilaika bi-nabiyyikar-rahmah, wa nas-aluka bi-jâhihi an taghfira lanâ dzunûbanâ, wa tastura ‘uyûbanâ, wa tufridja kurûbanâ, wa taqdliya hawâ-ijanâ, wa tasyfiya mardlânâ, wa tarhama mautânâ.
Allâhumma-rzuqnâ fîd-dunyâ ziyâratah, wa fil âkhirati syafâ’atah. Allâhumma-hsyurnâ fî zumratih, wa tahta liwâ-ih, wa-sqinâ min ka-sih, wa adkhilnâl-jannata ma’ah, yâ arhamar-râhimîn.
Rabbanâ âtinâ fid-dunyâ hasanah, wa fil âkhirati hasanah, wa qinâ ‘adzâban-nâr. Wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadin wa ‘alâ âlihî wa shahbihî ajma'în. Walhamdu lillâhi rabbil ‘âlamîn.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad.
Dan kami memohon kepada-Mu, ya Allah, dengan kedudukan Nabi yang mulia ini, beserta keluarga dan para sahabatnya yang meniti jalannya yang lurus, agar Engkau memberikan taufik kepada kami dalam ucapan dan perbuatan kami menuju segala kebaikan, dan menjadikan kami di puncak kemuliaan sebagai orang-orang yang baik, dan menerima dari kami bacaan maulidnya yang mulia ini, dan menjaga kami dengannya dari segala keburukan dan bahaya.
Ya Allah, sesungguhnya kami bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu yang penuh rahmat, dan kami memohon kepada-Mu dengan kedudukannya agar Engkau mengampuni dosa-dosa kami, menutupi aib-aib kami, menghilangkan kesusahan kami, memenuhi hajat-hajat kami, menyembuhkan orang-orang sakit di antara kami, dan merahmati orang-orang yang telah wafat di antara kami.
Ya Allah, berikanlah kami rezeki untuk menziarahinya di dunia, dan mendapatkan syafaatnya di akhirat. Ya Allah, kumpulkanlah kami dalam golongannya, di bawah benderanya, berilah kami minum dari telaganya, dan masukkanlah kami ke surga bersamanya, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.
Wahai Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka. Semoga shalawat Allah tercurah atas junjungan kami Nabi Muhammad, beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Doa penutup ini adalah esensi dari tujuan membaca Al-Barzanji. Kita tidak hanya bernostalgia dengan kisah hidup Nabi, tetapi juga menjadikannya sebagai wasilah (perantara) untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kita memohon agar keberkahan dari pembacaan maulid ini dapat memperbaiki kehidupan kita, mengampuni dosa-dosa, dan mengabulkan hajat. Puncak dari permohonan adalah harapan agar kelak di akhirat kita dapat berkumpul bersama Rasulullah SAW, berada di bawah panji beliau, dan mendapatkan syafaatnya. Ini adalah sebuah penutup yang sempurna, yang mengikat kembali seluruh narasi dan pujian kepada tujuan akhir setiap mukmin: meraih keridhaan Allah dan kebersamaan dengan Rasul-Nya.