Panduan Lengkap 15 Ayat Sajdah dalam Al-Qur'an
Pengantar: Memahami Makna Ayat Sajdah dan Sujud Tilawah
Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan sekadar bacaan, melainkan sebuah petunjuk hidup yang interaktif. Di dalamnya, terkandung perintah, larangan, kisah-kisah, perumpamaan, dan ayat-ayat yang mampu menggetarkan jiwa. Salah satu bentuk interaksi yang paling luhur antara seorang hamba dengan Al-Qur'an adalah ketika bertemu dengan Ayat Sajdah.
Ayat Sajdah adalah ayat-ayat khusus di dalam Al-Qur'an yang ketika dibaca atau didengar, disunnahkan bagi kita untuk melakukan Sujud Tilawah. Sujud ini merupakan manifestasi fisik dari ketundukan, pengagungan, dan pengakuan total atas kebesaran Allah SWT. Ini adalah momen di mana lisan yang membaca atau telinga yang mendengar, bersatu dengan raga yang bersujud, menyatakan kepasrahan mutlak kepada Sang Pencipta.
Terdapat 15 ayat sajdah yang tersebar di berbagai surat dalam Al-Qur'an. Setiap ayat memiliki konteks dan pesan uniknya sendiri, namun semuanya bermuara pada satu hakikat: pengakuan akan keagungan Allah dan kerendahan diri seorang makhluk di hadapan-Nya. Memahami ayat-ayat ini bukan hanya tentang mengetahui lokasinya, tetapi juga meresapi makna di baliknya, sehingga sujud yang kita lakukan menjadi lebih bermakna, khusyuk, dan berdampak pada spiritualitas kita. Artikel ini akan mengupas tuntas kelima belas ayat tersebut, dari bacaan hingga penjelasannya.
Daftar 15 Ayat Sajdah dalam Al-Qur'an
Menurut pendapat yang paling kuat dan dianut oleh mayoritas ulama, khususnya dalam mazhab Syafi'i dan Hanbali, terdapat 15 lokasi Ayat Sajdah di dalam Al-Qur'an. Berikut adalah rinciannya secara berurutan:
- Surat Al-A'raf, Ayat 206
- Surat Ar-Ra'd, Ayat 15
- Surat An-Nahl, Ayat 50
- Surat Al-Isra', Ayat 109
- Surat Maryam, Ayat 58
- Surat Al-Hajj, Ayat 18
- Surat Al-Hajj, Ayat 77 (terdapat perbedaan pendapat ulama)
- Surat Al-Furqan, Ayat 60
- Surat An-Naml, Ayat 26
- Surat As-Sajdah, Ayat 15
- Surat Sad, Ayat 24 (sujud syukur atau tilawah)
- Surat Fussilat, Ayat 38
- Surat An-Najm, Ayat 62
- Surat Al-Insyiqaq, Ayat 21
- Surat Al-'Alaq, Ayat 19
Pembahasan Mendalam Setiap Ayat Sajdah
1. Surat Al-A'raf, Ayat 206
إِنَّ ٱلَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِۦ وَيُسَبِّحُونَهُۥ وَلَهُۥ يَسْجُدُونَ ۩
Innal-lażīna ‘inda rabbika lā yastakbirūna ‘an ‘ibādatihī wa yusabbiḥūnahụ wa lahụ yasjudūn.
"Sesungguhnya mereka (para malaikat) yang di sisi Tuhanmu tidak merasa enggan untuk menyembah Allah dan mereka menyucikan-Nya dan hanya kepada-Nya mereka bersujud."
Penjelasan: Ayat ini merupakan penutup Surat Al-A'raf dan menjadi ayat sajdah pertama dalam mushaf. Konteks ayat ini adalah untuk menegaskan betapa agungnya Allah SWT, di mana makhluk-makhluk mulia seperti malaikat yang senantiasa berada di sisi-Nya pun tidak pernah sombong atau lelah dalam beribadah. Mereka terus-menerus bertasbih (menyucikan Allah) dan bersujud. Kata "lā yastakbirūn" (tidak sombong/enggan) menjadi kunci. Ini adalah sindiran halus kepada manusia yang sering kali merasa angkuh dan lalai dari menyembah Tuhan mereka. Dengan melakukan sujud tilawah setelah membaca ayat ini, kita seolah-olah ingin meneladani para malaikat, melepaskan segala kesombongan, dan menyatakan bahwa kita pun, sebagai hamba, tunduk dan patuh sepenuhnya kepada Allah.
2. Surat Ar-Ra'd, Ayat 15
وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَٰلُهُم بِٱلْغُدُوِّ وَٱlآصَالِ ۩
Wa lillāhi yasjudu man fis-samāwāti wal-arḍi ṭau‘aw wa karhaw wa ẓilāluhum bil-guduwwi wal-āṣāl.
"Dan hanya kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa (tunduk pada ketetapan-Nya), dan (juga) bayang-bayang mereka di waktu pagi dan petang hari."
Penjelasan: Ayat ini menggambarkan ketundukan universal seluruh makhluk kepada Allah. Sujud di sini memiliki dua makna: sujud hakiki (seperti yang dilakukan orang beriman) dan sujud kauniy (ketundukan pada hukum alam ciptaan Allah). Orang mukmin bersujud dengan "ṭau‘an" (sukarela) karena cinta dan ketaatan. Sementara itu, makhluk lain atau orang kafir, meskipun secara lahiriah menolak, pada hakikatnya mereka tunduk "karhan" (terpaksa) pada takdir, hukum fisika, dan ketetapan Allah yang berlaku atas mereka. Bahkan bayang-bayang pun ikut "bersujud", memanjang dan memendek di pagi dan petang hari, mengikuti pergerakan matahari sesuai sunnatullah. Sujud tilawah di sini adalah ikrar bahwa kita memilih untuk menjadi hamba yang bersujud secara sukarela, bukan karena terpaksa.
3. Surat An-Nahl, Ayat 50
يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ۩
Yakhāfūna rabbahum min fauqihim wa yaf‘alūna mā yu’marūn.
"Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan mereka melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)."
Penjelasan: Ayat ini, jika digabungkan dengan ayat 49 sebelumnya ("Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka tidak menyombongkan diri"), menjadi sebuah kesatuan yang utuh. Ayat 50 menjelaskan motivasi di balik ketaatan mutlak para malaikat: rasa takut (khauf) yang didasari oleh pengagungan kepada Allah. Mereka sepenuhnya sadar akan kekuasaan Allah yang "min fauqihim" (di atas mereka). Rasa takut ini bukanlah takut negatif, melainkan rasa hormat dan takzim yang mendorong mereka untuk "yaf‘alūna mā yu’marūn" (melakukan apa saja yang diperintahkan) tanpa sedikit pun keraguan. Sujud tilawah pada ayat ini adalah bentuk pengakuan kita atas kekuasaan absolut Allah dan permohonan agar kita diberi kekuatan untuk taat seperti para malaikat.
4. Surat Al-Isra', Ayat 109
وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا ۩
Wa yakhirrūna lil-ażqāni yabkūna wa yazīduhum khusyū‘ā.
"Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk."
Penjelasan: Ayat ini merupakan bagian dari deskripsi tentang orang-orang yang berilmu (ulama dari kalangan Ahli Kitab yang beriman). Ketika Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, ilmunya membuat mereka mengenali kebenaran. Reaksi mereka sangat spontan dan emosional. "Yakhirrūna lil-ażqāni" secara harfiah berarti 'mereka tersungkur atas dagu mereka', sebuah ekspresi sujud yang sangat dalam dan spontan. Reaksi ini tidak berhenti di fisik, tetapi juga melibatkan hati, "yabkūn" (mereka menangis) karena terharu oleh kebenaran. Hasilnya, "yazīduhum khusyū‘ā" (iman mereka bertambah khusyuk). Sujud tilawah di sini meneladani para ahli ilmu yang hatinya begitu lembut dan responsif terhadap kebenaran firman Allah.
5. Surat Maryam, Ayat 58
... إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُ ٱلرَّحْمَٰنِ خَرُّوا۟ سُجَّدًا وَبُكِيًّا ۩
... iżā tutlā ‘alaihim āyātur-raḥmāni kharrū sujjadaw wa bukiyyā.
"... Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis."
Penjelasan: Ayat ini adalah puncak dari penyebutan para nabi dan orang-orang saleh dalam Surat Maryam. Setelah mengisahkan tentang Nabi Zakaria, Yahya, Isa, Ibrahim, Ismail, Ishaq, dan lainnya, Allah menutup dengan menyebutkan karakter utama mereka. Karakter tersebut adalah ketika ayat-ayat "Ar-Rahman" (Yang Maha Pengasih) dibacakan, mereka langsung "kharrū sujjadan wa bukiyyan" (tersungkur sujud sambil menangis). Ini menunjukkan kelembutan hati para nabi. Mereka adalah orang-orang yang paling mengenal Allah, sehingga hati mereka paling mudah tersentuh oleh firman-Nya. Sujud tilawah di sini adalah upaya kita untuk menyambungkan hati kita dengan hati para nabi, merasakan getaran yang sama ketika mendengar ayat-ayat Allah.
6. Surat Al-Hajj, Ayat 18
أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَسْجُدُ لَهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَن فِى ٱلْأَرْضِ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ وَٱلنُّجُومُ وَٱلْجِبَالُ وَٱلشَّجَرُ وَٱلدَّوَآبُّ وَكَثِيرٌ مِّنَ ٱلنَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ ٱلْعَذَابُ... ۩
Alam tara annallāha yasjudu lahụ man fis-samāwāti wa man fil-arḍi wasy-syamsu wal-qamaru wan-nujūmu wal-jibālu wasy-syajaru wad-dawābbu wa kaṡīrum minan-nās, wa kaṡīrun ḥaqqa ‘alaihil-‘ażāb...
"Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit dan di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar dari manusia? Dan banyak dari manusia yang telah ditetapkan azab atasnya..."
Penjelasan: Ayat ini kembali menegaskan konsep sujud universal. Allah mengajak kita untuk "melihat" dengan mata hati bagaimana seluruh alam semesta—matahari, bulan, bintang, gunung, pohon, hingga hewan—semuanya bersujud (tunduk pada aturan-Nya). Kemudian, fokus beralih ke manusia. Di antara manusia, ada "katsīrun" (banyak) yang ikut bersujud secara sukarela, namun ada pula "katsīrun" (banyak) yang enggan dan sombong, sehingga layak mendapatkan azab. Ayat ini seolah menjadi sebuah persimpangan. Kita diajak merenung, setelah melihat seluruh alam semesta bersujud, kita ingin masuk ke golongan yang mana? Golongan yang ikut bersujud bersama alam raya, atau golongan yang menyendiri dalam kesombongan? Sujud tilawah di sini adalah deklarasi pilihan kita: "Ya Allah, aku memilih untuk berada di barisan makhluk-Mu yang bersujud."
7. Surat Al-Hajj, Ayat 77
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱرْكَعُوا۟ وَٱسْجُدُوا۟ وَٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمْ وَٱفْعَلُوا۟ ٱلْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ۩
Yā ayyuhal-lażīna āmanurka‘ū wasjudū wa‘budū rabbakum waf‘alul-khaira la‘allakum tufliḥūn.
"Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan."
Penjelasan: Ini adalah ayat sajdah kedua dalam Surat Al-Hajj, sebuah keunikan yang tidak dimiliki surat lain. Ayat ini adalah seruan langsung kepada orang-orang beriman. Perintahnya jelas dan berurutan: rukuk, sujud, menyembah Tuhan, dan berbuat baik. Rangkaian ini menunjukkan bahwa ibadah ritual (rukuk dan sujud) tidak dapat dipisahkan dari ibadah sosial (berbuat baik). Keduanya adalah jalan menuju "al-falah" (kemenangan/keberuntungan). Perintah "wasjudū" (dan sujudlah) di sini sangat eksplisit. Maka, ketika membacanya, kita diperintahkan untuk langsung melaksanakannya sebagai bentuk respons ketaatan langsung atas panggilan Allah. Para ulama mazhab Syafi'i menganggap ini sebagai ayat sajdah, sementara sebagian ulama lain tidak, namun pendapat pertama lebih kuat.
8. Surat Al-Furqan, Ayat 60
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱسْجُدُوا۟ لِلرَّحْمَٰنِ قَالُوا۟ وَمَا ٱلرَّحْمَٰنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا ۩
Wa iżā qīla lahumusjudū lir-raḥmāni qālū wa mar-raḥmānu anasjudu limā ta’murunā wa zādahum nufūrā.
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang', mereka menjawab: 'Siapakah Yang Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya)?' dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari kebenaran)."
Penjelasan: Ayat ini menggambarkan respons kaum musyrikin Quraisy yang sombong. Ketika diajak untuk bersujud kepada "Ar-Rahman", mereka justru bertanya dengan nada mengejek, "Siapa itu Ar-Rahman?" Ini bukan pertanyaan untuk mencari tahu, melainkan penolakan mentah-mentah. Bagi mereka, perintah untuk bersujud justru menambah kebencian dan penolakan ("zādahum nufūrā"). Maka, ketika seorang mukmin membaca ayat ini, sujud tilawah yang dilakukannya menjadi antitesis dari sikap orang-orang kafir tersebut. Sujud kita adalah jawaban atas pertanyaan mereka. "Inilah Ar-Rahman yang aku sembah. Aku bersujud kepada-Nya dengan penuh kerelaan, tidak seperti kalian yang menolak dengan angkuh." Ini adalah sujud pembeda antara keimanan dan kekufuran.
9. Surat An-Naml, Ayat 26
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ ٱلْعَرْشِ ٱلْعَظِيمِ ۩
Allāhu lā ilāha illā huwa rabbul-‘arsyil-‘aẓīm.
"Allah, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai 'Arsy yang agung."
Penjelasan: Ayat ini berada dalam konteks kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis. Burung Hud-hud melaporkan bahwa Ratu Balqis dan kaumnya menyembah matahari, bukan Allah. Kemudian Hud-hud menegaskan (dalam ayat 25) bahwa mereka seharusnya bersujud kepada Allah yang mengeluarkan apa yang tersembunyi. Ayat 26 ini adalah klimaks dari penegasan tauhid tersebut: Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, Dialah Pemilik 'Arsy yang Agung. Kalimat ini adalah pernyataan keimanan yang paling fundamental. Sujud tilawah setelah membaca ayat ini adalah pengakuan dan ikrar atas kalimat tauhid tersebut. Seolah-olah kita berkata, "Benar, ya Allah, Engkaulah satu-satunya Tuhan, dan kepada-Mulah aku bersujud."
10. Surat As-Sajdah, Ayat 15
إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِـَٔايَٰتِنَا ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا۟ بِهَا خَرُّوا۟ سُجَّدًا وَسَبَّحُوا۟ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ ۩
Innamā yu’minu bi’āyātinallażīna iżā żukkirū bihā kharrū sujjadaw wa sabbaḥū biḥamdi rabbihim wa hum lā yastakbirūn.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengannya (ayat-ayat itu), mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Tuhannya, dan mereka tidak menyombongkan diri."
Penjelasan: Surat ini dinamai "As-Sajdah" karena ayat ini. Allah SWT memberikan definisi sejati dari orang beriman. Tanda keimanan yang hakiki bukanlah sekadar pengakuan lisan, tetapi respons fisik dan spiritual ketika diingatkan dengan ayat-ayat Allah. Respons itu ada tiga: (1) "kharrū sujjadan" (langsung tersungkur sujud), (2) "sabbaḥū biḥamdi rabbihim" (bertasbih memuji Tuhannya), dan (3) "hum lā yastakbirūn" (mereka tidak sombong). Dengan melakukan sujud tilawah setelah membaca ayat ini, kita sedang berupaya untuk masuk ke dalam definisi orang beriman yang Allah sebutkan. Ini adalah pembuktian praktis bahwa kita ingin menjadi bagian dari golongan tersebut.
11. Surat Sad, Ayat 24
...وَظَنَّ دَاوُۥدُ أَنَّمَا فَتَنَّـٰهُ فَٱسْتَغْفَرَ رَبَّهُۥ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ ۩
...wa ẓanna dāwūdu annamā fatannāhu fastagfara rabbahụ wa kharra rāki‘aw wa anāb.
"...dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat."
Penjelasan: Ayat ini menceritakan kisah Nabi Daud 'alaihissalam setelah beliau menyadari kesalahannya dalam membuat keputusan. Beliau langsung "fastagfara rabbahū" (memohon ampun kepada Tuhannya) dan "kharra rāki‘an wa anāb" (tersungkur bersujud dan bertaubat). Sujud di sini adalah sujud taubat, sebuah ekspresi penyesalan yang mendalam. Para ulama menyebutnya sebagai "sujud syukur" karena Allah telah menyadarkannya akan kesalahan, atau "sujud tilawah" karena meneladani perbuatan seorang nabi. Ketika kita membaca ayat ini dan bersujud, kita meneladani sikap agung Nabi Daud: sikap seorang pemimpin besar yang tidak segan mengakui kesalahan dan langsung memohon ampunan Allah dengan penuh kerendahan hati.
12. Surat Fussilat, Ayat 38
فَإِنِ ٱسْتَكْبَرُوا۟ فَٱلَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ لَهُۥ بِٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْـَٔمُونَ ۩
Fa inistakbarū fal-lażīna ‘inda rabbika yusabbiḥūna lahụ bil-laili wan-nahāri wa hum lā yas’amūn.
"Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak pernah jemu."
Penjelasan: Ayat sebelumnya (ayat 37) berbicara tentang larangan sujud kepada matahari dan bulan, dan perintah untuk sujud hanya kepada Allah. Ayat 38 ini adalah kelanjutannya. Jika manusia "istakbarū" (menyombongkan diri) dan menolak untuk sujud, maka Allah tidak rugi sedikit pun. Ibadah para malaikat yang "yusabbiḥūna lahụ bil-laili wan-nahāri" (bertasbih siang dan malam) sudah lebih dari cukup. Mereka bahkan "lā yas’amūn" (tidak pernah merasa bosan atau lelah). Sujud tilawah di sini adalah pernyataan sikap. "Ya Allah, jika ada manusia yang sombong dan menolak bersujud kepada-Mu, maka saksikanlah bahwa aku tidak termasuk dari mereka. Aku bersujud kepada-Mu dengan penuh kerinduan, sebagaimana para malaikat-Mu."
13. Surat An-Najm, Ayat 62
فَٱسْجُدُوا۟ لِلَّهِ وَٱعْبُدُوا۟ ۩
Fasjudū lillāhi wa‘budū.
"Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)."
Penjelasan: Ini adalah ayat sajdah pertama yang diturunkan, dan berada di akhir Surat An-Najm. Setelah Allah membantah segala keraguan kaum musyrikin terhadap Al-Qur'an dan kenabian Muhammad SAW, surat ini ditutup dengan perintah yang sangat tegas dan langsung: "Fasjudū lillāhi wa‘budū" (Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah!). Tidak ada lagi ruang untuk berdebat. Inilah kesimpulannya. Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih bahwa ketika Nabi SAW membaca surat ini di Mekah, seluruh kaum muslimin dan bahkan kaum musyrikin yang mendengarnya ikut bersujud saking dahsyatnya pengaruh ayat ini, kecuali satu orang tua yang hanya mengambil segenggam tanah dan meletakkannya di dahinya. Sujud tilawah di sini adalah respons langsung atas perintah pamungkas yang agung ini.
14. Surat Al-Insyiqaq, Ayat 21
وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ ٱلْقُرْءَانُ لَا يَسْجُدُونَ ۩
Wa iżā quri’a ‘alaihimul-qur’ānu lā yasjudūn.
"Dan apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka tidak mau bersujud."
Penjelasan: Ayat ini adalah bentuk celaan dan keheranan terhadap orang-orang kafir. Setelah dipaparkan bukti-bukti kebesaran Allah dan hari kiamat, mengapa ketika Al-Qur'an—puncak dari segala bukti—dibacakan, mereka "lā yasjudūn" (tidak mau bersujud)? Sikap mereka sangat tidak logis. Hati mereka telah tertutup dari kebenaran. Maka, seorang mukmin yang membaca ayat ini akan tergerak untuk melakukan hal sebaliknya. Sujud tilawah yang kita lakukan adalah untuk menunjukkan, "Ya Allah, kami tidak seperti mereka. Ketika Al-Qur'an dibacakan kepada kami, kami mendengar, kami taat, dan kami bersujud."
15. Surat Al-'Alaq, Ayat 19
كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَٱسْجُدْ وَٱقْتَرِب ۩
Kallā, lā tuṭi‘hu wasjud waqtarib.
"Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)."
Penjelasan: Ini adalah ayat sajdah terakhir dalam urutan mushaf. Ayat ini turun sebagai respons terhadap tindakan Abu Jahal yang mencoba menghalangi Nabi Muhammad SAW untuk shalat di dekat Ka'bah. Allah berfirman dengan tegas, "Kallā, lā tuṭi‘hu" (Jangan, jangan patuhi dia!). Abaikan larangannya, abaikan ancamannya. Lalu apa solusinya? "Wasjud waqtarib" (Sujudlah dan mendekatlah). Sujud adalah senjata orang beriman. Sujud adalah cara untuk mendapatkan pertolongan dan kedekatan ("iqtarib") dengan Allah. Ayat ini mengajarkan bahwa semakin besar tekanan dan halangan dari musuh-musuh kebenaran, semakin kita harus memperbanyak sujud dan mendekatkan diri kepada Allah. Sujud tilawah di sini adalah realisasi dari perintah agung ini.
Hukum dan Tata Cara Pelaksanaan Sujud Tilawah
Setelah memahami setiap ayat, penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana cara mengamalkannya.
Hukum Sujud Tilawah
Mayoritas ulama (Jumhur), termasuk dari mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali, berpendapat bahwa hukum sujud tilawah adalah Sunnah Mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), baik bagi yang membaca maupun yang mendengarkan. Artinya, sangat baik untuk dikerjakan dan akan mendapatkan pahala, namun tidak berdosa jika ditinggalkan.
Sementara itu, ulama dari mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukumnya adalah Wajib. Artinya, orang yang membaca atau mendengarnya dengan sengaja wajib melakukannya dan berdosa jika meninggalkannya.
Meskipun ada perbedaan pendapat, semua sepakat akan keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya sebagai bentuk pengagungan terhadap firman Allah.
Tata Cara Sujud Tilawah
Pelaksanaan sujud tilawah sedikit berbeda tergantung pada apakah kita sedang dalam shalat atau di luar shalat.
1. Sujud Tilawah di Luar Shalat
Ketika membaca Al-Qur'an (bukan dalam shalat) dan melewati ayat sajdah, berikut adalah langkah-langkahnya:
- Berniat: Cukup berniat dalam hati untuk melakukan sujud tilawah.
- Takbir (Allahu Akbar): Mengucapkan takbir untuk turun sujud. Sebagian ulama berpendapat tidak perlu mengangkat tangan, sebagian lainnya menganjurkannya.
- Sujud: Langsung turun untuk sujud sebanyak satu kali, sebagaimana sujud dalam shalat (dahi, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung kaki menempel pada alas sujud).
- Membaca Doa: Saat sujud, membaca doa khusus sujud tilawah.
- Bangun dari Sujud: Bangun dari sujud. Sebagian ulama menganjurkan untuk bertakbir saat bangun, dan sebagian lainnya tidak.
- Salam (diperselisihkan): Menurut mazhab Syafi'i, disunnahkan untuk duduk sejenak setelah sujud lalu mengucapkan salam ke kanan. Namun, banyak ulama lain berpendapat bahwa sujud tilawah di luar shalat tidak diakhiri dengan salam.
Syarat: Mayoritas ulama mensyaratkan suci dari hadas (berwudhu), suci badan dan tempat, serta menghadap kiblat, sama seperti syarat shalat. Namun, sebagian ulama lain seperti Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa sujud tilawah tidak disyaratkan harus berwudhu karena ia bukan shalat.
2. Sujud Tilawah di Dalam Shalat
Jika seorang imam atau orang yang shalat sendirian membaca ayat sajdah dalam shalatnya:
- Setelah selesai membaca ayat sajdah, ia langsung bertakbir (Allahu Akbar) dan turun untuk sujud (tanpa rukuk terlebih dahulu).
- Membaca doa sujud tilawah di dalam sujudnya.
- Bertakbir kembali (Allahu Akbar) untuk bangun dari sujud dan kembali ke posisi berdiri untuk melanjutkan bacaan surat atau rukuk jika bacaan telah selesai.
- Makmum wajib mengikuti sujud imam. Jika imam tidak sujud, makmum juga tidak boleh sujud sendiri.
Bacaan Doa Sujud Tilawah
Bacaan yang paling masyhur dibaca saat sujud tilawah adalah:
سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ، فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Sajada wajhiya lilladzī khalaqahū, wa shawwarahū, wa syaqqa sam‘ahū wa basharahū bihaulihī wa quwwatihī, fatabārakallāhu aḥsanul khāliqīn.
"Wajahku bersujud kepada Dzat yang menciptakannya, yang membentuknya, dan yang membukakan pendengaran dan penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya. Maka Maha Suci Allah, sebaik-baik Pencipta."
Hikmah dan Keutamaan Sujud Tilawah
Sujud Tilawah bukan sekadar gerakan ritual tanpa makna. Di baliknya terkandung hikmah dan keutamaan yang luar biasa, di antaranya:
- Bentuk Ketundukan Tertinggi: Sujud adalah posisi paling rendah seorang hamba, di mana dahi yang merupakan bagian tubuh paling mulia diletakkan di tanah. Ini adalah simbol kepasrahan total kepada Allah.
- Membedakan Orang Beriman dan Kafir: Seperti yang telah dijelaskan dalam beberapa ayat, respons terhadap firman Allah dengan sujud adalah ciri orang beriman, sementara penolakan adalah ciri orang kafir yang sombong.
- Menjauhkan Setan: Terdapat hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi SAW bersabda, "Apabila anak Adam membaca ayat sajdah lalu ia sujud, maka setan akan menjauh sambil menangis dan berkata, 'Celaka aku! Anak Adam diperintah sujud, ia pun sujud, maka baginya surga. Sedangkan aku diperintah sujud, aku pun enggan, maka bagiku neraka.'"
- Mendekatkan Diri kepada Allah: Sebagaimana firman Allah dalam ayat sajdah terakhir, "wasjud waqtarib" (sujudlah dan mendekatlah). Sujud adalah sarana untuk meraih kedekatan spiritual dengan Sang Pencipta.
- Melatih Kerendahan Hati: Dengan rutin melakukan sujud tilawah, kita melatih jiwa kita untuk senantiasa rendah hati dan terhindar dari sifat sombong yang dibenci Allah.
Penutup
Mengenal dan mengamalkan sujud tilawah adalah bagian dari adab kita dalam berinteraksi dengan Al-Qur'an. Kelima belas ayat sajdah adalah undangan khusus dari Allah SWT bagi kita untuk berhenti sejenak dari aktivitas duniawi, merenungkan keagungan-Nya, dan membuktikannya dengan meletakkan dahi kita di bumi. Ini adalah momen istimewa yang menghubungkan hati, lisan, dan raga dalam satu bingkai ketaatan. Semoga Allah SWT menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang hatinya bergetar dan raganya tersungkur sujud tatkala mendengar ayat-ayat-Nya.